2. Jika di daerah itu tidak ada fasilitas kusta, bagaimana bila ada pasien kusta?
Jawaban: Jika di daerah itu tidak ada fasilitas kusta, maka pasien kusta tersebut dapat
dirujuk ke rumah sakit umum yang memiliki fasilitas kusta di daerah lain yang dekat
dengan daerah tersebut, atau pasien dapat dirujuk langsung ke RS Kusta yang dekat dengan
wilayah daerah tersebut. Yang pasti, manajemen pasien tersebut tidak boleh dilakukan di
sarana pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas kusta terutama pengobatan.
4. Dengan adanya sistem rujukan, apakah masih perlu adanya RS khusus Kusta?
1
Jawaban: Tentu masih diperlukan, sebab RS khusus Kusta merupakan pusat khusus bagi
pelayanan penderita kusta, dimana pelayanan yang diberikan pada RS Kusta ini sistemnya
lengkap mulai dari pengobatan dasar hingga program rehabilitasi fisik khusus penderita
kusta dan pemeriksaan laboratorium yang tidak tersedia di sarana pelayanan kesehatan
umum. RS Kusta ini juga digunakan sebagai pusat pendataan dan pelaporan kasus-kasus
kusta di setiap daerah yang nantinya akan diserahkan ke WHO setiap tahunnya. Selain itu,
di RS Kusta inilah yang merupakan tempat yang digunakan untuk dapat meneliti lebih
lanjut tentang penyakit kusta karena RS ini memfokuskan pelayanannya pada kusta.
5. Apakah ada jumlah / indikator tertentu untuk bisa disebut sebagai daerah endemik?
Jawaban: Daerah endemik dibagi menjadi dua yaitu daerah endemik tinggi dan daerah
endemik rendah. Suatu daerah dikatakan sebagai daerah endemik tinggi apabila terhadap
PR (Prevalence Rate) > 1/10.000 penduduk. Sedangkan daerah endemik rendah merupakan
daerah dengan PR < 1/10.000 penduduk, dengan penemuan penderita baru (CDR) <
5/100.000 penduduk. Selain itu, suatu daerah dinyatakan sebagai daerah endemik rendah
kusta apabila:
- Program berjalan dengan baik selama 3 tahun berturut-turut, penemuan penderita
dilakukan secara aktif dan pasif.
- Proporsi petugas Puskesmas yang mampu mengidentifikasi suspek kusta minimal
75%.
- Angka penemuan penderita baru (NCDR) < 5/100.000 penduduk.
2
7. Bagaimana cara screening penderita kusta, apakah harus ke lapangan atau menunggu
pasien datang?
Jawaban: Screening penderita kusta dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Aktif
maksudnya kita meninjau ke lapangan untuk melakukan screening, sedangkan pasif
maksudnya dengan menunggu pasien yang datang, juga dapat kita lakukan screening.
9. Dari data yang didapat tentang angka kejadian kusta, apakah bisa hanya cukup
dengan penyuluhan? Apakah ada angka yang menjadi target?
Jawaban: Dengan penyuluhan saja tidak cukup, harus tetap dilakukan program
pengendalian terintegrasi dengan sistem rujukan dan pengawasan pengobatan MDT kusta
dengan ketat, pasien dijaga agar tidak putus pengobatan. Selain itu, pencatatan dan
pelaporan yang baik juga penting agar dari data yang diperoleh, dapat direncanakan
strategi terbaik jika terdapat peningkatan angka kejadian kusta di suatu daerah. Angka pasti
yang menjadi target tidak ada, namun tujuan strategi dari WHO adalah agar dapat
tercapainya eliminasi kusta. Jadi, sebenarnya tujuan terakhir adalah agar angka kejadian
kusta di dunia dapat dikurangi terus hingga nol, seperti polio.
10. Bila dalam 1 keluarga ada beberapa penderita kusta, apa yang harus kita lakukan
terhadap anggota keluarga yang sehat?
Jawaban: Kita harus menjelaskan terlebih dahulu tentang bagaimana sebenarnya penyakit
kusta itu dan bahwa penyakit kusta dapat menular. Cara penularan kusta dan perlunya
dilakukan screening juga harus dijelaskan. Semuanya ini dijelaskan dengan bahasa yang
mudah dimengerti orang awam. Selain itu, kita perlu melakukan screening terhadap setiap
anggota keluarga dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu untuk
memastikan apakah ada anggota keluarga yang juga telah positif terinfeksi kusta. Kita juga
dapat mengajari bagaimana cara mencegah penularan terhadap anggota keluarga yang
terbukti dalam pemeriksaan, tidak terinfeksi kuman kusta. Cara menjaga penderita kusta
3
juga dapat kita ajarkan agar mereka tidak mengasingkan penderita kusta dan tidak perlu
terlalu takut pada penderita kusta, namun dalam waktu yang sama juga dapat melindungi
diri mereka sendiri dari penularan.
11. Perubahan perilaku seperti apa yang ingin dirubah dalam promosi pengendalian
penyakit kusta?
Jawaban: Perubahan perilaku ini dapat berupa perilaku penderita kusta maupun keluarga
penderita yang berubah menjadi lebih perhatian dengan penyakit kusta, berkat adanya
penjelasan yang sudah kita berikan mengenai penyakit kusta. Misalnya, penderita jadi lebih
perhatian dengan tanda-tanda kerusakan saraf atau cacat, penderita lebih dapat menjaga
dirinya sendiri dan melakukan latihan-latihan fisik untuk mencegah terjadinya kecacatan
serta patuh terhadap regimen pengobatan. Pada keluarga penderita, perubahan perilaku
yang ingin dicapai misalnya keluarga dapat lebih perhatian pada penderita kusta, bukannya
justru mengasingkan penderita, keluarga juga dapat membantu mengingatkan penderita
agar rutin mengkonsumsi dan menjalani pengobatan. Selain itu, pada diri keluarga
penderita diharapkan dapat timbul kesadaran untuk melindungi diri mereka sendiri dari
penularan, agar penularan penyakit kusta ini tidak menyebar lagi hingga ke tetangga
sekitar.
12. Penderita reaksi kusta diharapkan kontrol tiap 2 minggu. Dimanakah harus
dilakukan kontrol, apakah di RS atau puskesmas saja?
Jawaban: Kontrol dapat dilakukan di puskesmas saja, di RSU maupun di RS Kusta
tergantung kondisi wilayah dan kemampuan pasien. Di puskesmas, juga boleh dilakukan
kontrol karena setiap puskesmas terutama di daerah endemik idealnya harus memiliki
petugas yang sudah dilatih untuk memberikan pelayanan kusta. Apalagi di daerah yang
RSUnya atau RS Kusta sulit untuk dijangkau, maka peran puskesmas di daerah tersebut
menjadi lebih penting lagi di dalam melayani pasien-pasien kusta. Namun demikian, jika
terjadi hal yang tidak dapat ditangani di puskesmas, tetap harus dirujuk ke RSU dengan
fasilitas kusta atau RS Kusta. Selain itu, pelaporan dan pencatatan dari setiap kasus tetap
harus dilaporkan ke RS pusat kusta.
13. Jika hanya terdapat / ditemukan 1 penderita kusta, apakah di daerah tersebut harus
dibuat program pengendalian kusta?
4
Jawaban: Ya, di daerah tersebut tetap harus dibuat program pengendalian kusta meskipun
hanya ditemukan 1 penderita kusta. Karena belum tentu jika hanya ditemukan 1 penderita,
berarti hanya 1 saja angka kasus kusta di daerah tersebut. Mungkin saja sebenarnya banyak
penderita kusta, namun belum terdata. Oleh sebab itu, di daerah tersebut, hal pertama yang
harus kita lakukan adalah screening ke penduduk, yang bisa dilakukan secara aktif maupun
pasif. Jika dari hasil screening tersebut, ternyata daerah tersebut sudah termasuk endemik
rendah, maka harus dibuat rencana pelaporan dan pendataan yang lebih baik, dan kegiatan
penyuluhan ke penduduk sudah boleh dimulai. Pencatatan dan pelaporan itu juga harus
diserahkan ke RS pusat agar petugas di daerah dapat mulai dilatih dan obat-obatan MDT
dapat didistribusikan ke daerah tersebut.