Anda di halaman 1dari 6

Nama : David Andrean Natanael

NIM : 102014314

Tugas ujian dr. Dini Adriani, Sp.S

1. Otot penggerak bola mata

2. Kelumpuhan N. VII fascialis


Kerusakan N. Fascialis pada bagian sentral (di UMN) pada traktus kortikobulbar dapat
menyebabkan paresis bagian bawah wajah sisi kontralateral karena persilangan jaras di
nucleus fascialis yang mempersarafi bagian bawah wajah sisi kontralateral.
Sedangkan kerusakan N. fascialis pada bagian perifer (di LMN) di bawah nucleus
fascialis dapat menyebabkan kelumpuhan bagian atas dan bawah wajah ipsilateral karena
setelah persilangan jaras motorik di bawah nucleus fascialis mempersarafi bagian atas dan
bawah wajah secara ipsilateral.
Demikianlah gambaran anatomis persarafan N. VII.

3. N. XII

Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik ekstrinsik dan intrinsik lidah. Parese nervus
hipoglosus adalah gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi jaringan saraf pada nervus
hipoglosus. Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
2. Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
3. Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma kapitis).
4. Siringobulbi.
5. Infeksi retrofaringeal.
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:
1. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi longgar dab berkeriput.
Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-otot lidah yang atrofis.
2. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu memperlihatkan
deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang sakit timbul karena kontraksi
M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan
kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu otot
adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi
otot yang lumpuh).
3. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong ke sisi yang sehat.
Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di sisi yang sehat adalah melebihi tonus
otot-otot lidah di sisi yang sakit.
4. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya akan tampak ada sisa-
sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5. Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi, maka gejala-gejala
kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa sukar menelan dan bicara pelo. Nervus
hipoglosus mungkin mengalami lesi sendiri-sendiri terlepas daripada yang lainnya, tetapi
dapat pula mengalami gangguan bersama, misalnya parese nervus hipoglosus, parese
nervus asesorius, parese nervus vagus, dan parese nervus glosofaringeus.
Dalam hal yang terakhir ini akan timbul bermacam-macam sindrom, yaitu:
1. Sindrom bulbar
Pada sindrom bulbar akan tampak paralisis nervus hipoglosus, nervus asesorius, nervus
vagus, dan nervus glosofaringeus. Hal ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma
anaplastik dari nasofaring, (2) meningitis tuberculosa atau luetika, (3) fraktur basis kranii
(atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis).
2. Sindrom foramen jugulare
Pada sindrom foramen jugularis tampak paralysis dari nervus glosofaringeus, nervus
vagus dan nervus asesorius (nervus hipoglosus dalam keadaan baik). Sindrom ini dapat
ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring, (2) fraktur basis
kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis), (3) meningitis tuberculosa atau
luetika, (4) periflebitis/trombosis dari vena jugularis.
3. Sindrom spasium parafaringeum
Pada sindrom ini tampak kelumpuhan nervus glosofaringeus, nervus vagus dan nervus
hipoglosus. Di samping itu akan tampak sindrom Horner’s di sisi yang sakit. Sindrom
spasmium parafaringeal dapat timbul pada: (1) abses retrofaringeal, (2) abses peritonsiler.

Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis serta gejala kinis
yang ada, anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat trauma kapitis (karena menyebabkan
traksi pada nervus hipoglosus sehingga terjadi parese pada nervus hipoglosus) atau fraktur
basis kranii, riwayat-riwayat penyakit ataupun tumor yang secara lansung ataupun tidak
langsung akan menyebabkan parese nervus hipoglosus.
Untuk mengetahui gejala-gejala atau manifestasi yang ditimbulkan oleh parese nervus
hipoglosus, dapat dilakukan pemeriksaan nervus hipoglosus dengan cara:
 Menyuruh pasien menjulurkan lidah lurus-lurus, kemudian menarik dan menjulurkan lagi
dengan cepat.
 Lidah kemudian disuruh bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat lalu menekankan pada
pipi kiri dan kanan sementara pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk
mengetahui / merasakan kekuatan lidah.
 Pada lesi bilateral  gerakan lidah kurang lincah
 Pada lesi unilateral  lidah akan membelok ke sisi lesi saat dijulurkan dan akan membelok
ke sisi yang sehat saat diam di dalam mulut.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN aksonal  atropi.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN nuklear  atropi dan fasikulasi.
 Paralisis N. hipoglosus  sukar menelan dan bicara pelo.
 Tremor lidah dapat dijumpai pada pasien sakit berat (lemah), demensia paralitika, dan
intoksikasi. Fasikulasi dijumpai pada lesi nuklir, misalnya pada siringobulbi. Untuk
membedakannya, lidah diistirahatkan di dasar mulut, kalau tremor biasanya berkurang atau
menghilang, namun pada atetose gerakan jadi tak terkendali

4. Neuropati
Definisi nyeri neuropatik menurut International Association for The Study
of Pain (IASP) adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari
sistem saraf. Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan
asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan
kronik. Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP
karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor).
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan
metabolik pada badan sel neuron.
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya
bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf,
dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi.
Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik
juga dapat ditemukan pada pasien post-stroke, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan
penyakit Parkinson.
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal
dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena
tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-
contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes,
neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.
Diagnosis dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit yang tepat
dan pemeriksaan fisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau LANSS scoring mungkin
berguna, karakteristik dari nyeri neuropatik dapat dimasukkan dalam beberapa kriteria yakni:
1. Spontan (stimulus yang tidak berrgantung faktor dari luar)
a. Sensasi terbakar
b. Intermiten
c. Nyeri seperti disengat listrik
d. Hipostesia atau anastesia (Kurang atau tidak dapat merasakan
terhadap rangsang normal
e. Disestesia (Abnormal dan sensasi tidak menyenangkan)
f. Parastesia (Abnormal dan bukan sensasi yang tidak menyenangkan)
2. Nyeri yang dipicu oleh rangsang dari luar
a. Hiperalgesia (Respon yang meningkat untuk rangsang nyeri yang normal)
b. Allodinia (Nyeri terhadap rangsang yang pada orang normal tidak menimbulkan nyeri)
c. Dinamis yang dipicu oleh sentuhan
d. Statis yang dipicu oleh tekanan
e. Allodinia dingin (nyeri yang dipicu oleh rangsang yang dingin)

Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan
trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin.
• Anti depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri
neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin,
desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi
transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat
pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik.
Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT
(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT
dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas
adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum
monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti
depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.

• Anti konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan ke dalam
satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari
neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena
adanya aktivitas abnormal sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas
sistem saraf sentral yang menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA
dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati.
Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama
dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.
 Karbamasepin dan Okskarbasepin

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels (VSSC). Efek
ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron. Okskarbasepin
merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamasepin maupun
amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada
berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit
diatas karbamazepin, hanya saja okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal.

• Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC, merubah atau
mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik, meningkatkan
konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV, digunakan
lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari
plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping.
ysitu skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.

• Gabapentin
Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer mengingat
efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus mengenai gabapentin, telah
banyak publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri
pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati
sehubungan dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin cukup efektif
dalam mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh neuropati
diabetik, neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya. Dalochio, Nicholson
mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan sebagai terapi berbagai jenis neuropati
sesuai denngan kemampuan gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk
berinteraksi dengan reseptor α2β yang merupakan subunit dari Ca2+-channel.

5. Perasat Brand- Darroft

Perasat ini dapat dilakukan 3 kali sehari, dalam 1 kali dapat dilakukan selama 10
menit. Saat di posisi tiduran, kepala sedikit menghadap ke atas 45°. Perasat ini dapat
dilakukan untuk diagnosis untuk membedakan vertigo perifer dan senral.
Pada vertigo perifer perasat ini berguna untuk mereposisi canalith yang berkumpul di
labirin supaya dapat terdistribusi di sepanjang labirin dan mengurangi sensasi berputarnya,
sehingga pasien akan mengalami perbaikan kondisi dan gejala berkurang.
Sedangkan bila perasat ini dilakukan pada vertigo sentral maka pasien tidak akan
mengalami perbaikan gejala sama sekali, karena patofisiologi tidak terjadi di labirin telinga,
namun di pusat keseimbangan serebelum dan batang otak.

Anda mungkin juga menyukai