Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

STRUKTUR EKONOMI INDONESIA DAN SEKTOR PERTANIAN

Oleh :
Anang Ma’ruf 02320150414
Zaenal Kurniawan 02320160322

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018-2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah yang berjudul “Struktur Ekonomi Dan Sektor Pertanian”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Perekonomian Indonesia. Dalam upaya penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktunya.
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik ditinjau dari segi isi
maupun penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, semoga buah
karya ini dengan segala kekurangannya dapat mengisi khazanah kepustakaan kita,
Allahuma Amiiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Makassar, 14 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

1. Pendahuluan 1

2. Konsep Struktur Ekonomi 1

3. Perubahan Struktur Ekonomi 3

4. Pengertian Sektor Pertanian 14

5. Perkembangan Sektor Pertanian 14

6. Sub Sektor Pertanian 17

7. Pentingnya Sektor Pertanian 25

8. Kesimpulan Error! Bookmark not defined.27

9. Saran Error! Bookmark not defined.28

DAFTAR PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined.29

ii
1. Pendahuluan
Indonesia kini masih menjadi negara berkembang, dimana Struktur
Perekonomian Indonesia masih belum adaptif dalam menghadapi perekonomian
dunia yang tak stabil dan tak bisa diprediksi. Padahal, kelenturan struktur
ekonomi nasional mutlak dibutuhkan agar Indonesia bisa bertahan hidup di tengah
ketatnya persaingan global.
Selanjutnya menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia Suryo B Sulisto di era pasar bebas, pengertian perekonomian kuat di
suatu negara bukan perekonomian dengan benteng-benteng kokoh untuk
melindungi dirinya dari serangan eksternal.
Namun, perekonomian dengan struktur yang mudah bergerak dan mudah
diubah setiap waktu dengan cepat. "Kemampuan Indonesia untuk cepat berubah
setiap kali terjadi perubahan selama ini masih sangat lemah. Kemampuan dinamis
menjadi prasyarat mutlak untuk bertahan hidup dalam kondisi perekonomian
dunia yang tidak stabil dan tak bisa diprediksi," katanya.1
Dengan kemampuan melakukan perubahan struktur perekonomian secara
cepat, Masyarakat Ekonomi ASEAN ataupun globalisasi bukan merupakan
ancaman, melainkan peluang besar bagi Indonesia.Tentu dengan strategi untuk
meraihnya. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang mampu mendinamisasi
potensi unggulan yang dimiliki Indonesia. Hal itu misalnya potensi sumber daya
alam menjadi sumber bahan baku industri. Faktor demografi menjadi pasar
dengan skala besar yang kompetitif serta menjadi sumber tenaga kerja yang
produktif.
2. Konsep Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagi peran atau
sumbangan sektor-sektor dalam perekonomian Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kemudian menurut Eka Nurdiano Struktur
ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing sektor dalam

1
http://www.kemenperin.go.id

1
perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam
sektor primer, sekunder dan tersier.2
Hal tersebut dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2006) bahwa, berdasarkan
lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia
dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:
a. Sektor primer, yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan,
perikanan, pertambangan dan penggalian.
b. Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air,
bangunan.
c. Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk
pemerintahan).3
Menurut Dumairy (1996) Struktur ekonomi dapat dilihat setidak tidaknya
berdasarkan empat sudut tinjauan yaitu4:
Pertama, tinjauan makro-sektoral, sebuah perekonomian dapat berstruktur
misalnya agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektor produksi yang
menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.
Kedua, tinjauan keruangan, perekonomian dapat dinyatakan berstruktur
tradisional dan berstruktur modern. Hal ini bergantung pada apakah wilayah
pedesaan dengan teknologinya yang tradisional mewarnai kehidupan
perekonomian itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah
relative modern yang mewarnainya.
Ketiga, tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, perekonomian yang
berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana
pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian. Egaliter
ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam
suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan usahawan yang
berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian.Struktur ini bergantung pada

2
http://ekanurdiyanto.com
3
Sadono Sukirno.2006.”Makro Ekonomi:Pengantar Teori”.Jakarta:Raja Grafindo Persada
4
Dumairy.1996.”Perekonomian Indonesia”.Jakarta : Erlangga

2
siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian
yang bersangkutan.
Keempat, tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, pengambilan
keputusan dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang sentralistis dan yang
desentralistis. Ekonomi sentralistis ialah suatu pengambilan keputusan ataupun
kebijakan yang ditentukan dan dikeluarkan oleh pusat dalam hal ini yaitu
pemerintah. Sedangkan desentralistis dalam pengambilan keputusan ataupun
kebijakan ditentukan oleh pemerintah daerah ataupun regional.
Dua tinjauan pertama merupakan tinjauan ekonomi murni yaitu tinjauan
makro sektoral dan tinjauan keruangan, sedangkan dua tinjauan yang terakhir
merupakan tinjauan politik, yaitu tinjauan penyelenggaraan dan tinjauan birokrasi.

3. Perubahan Struktur Ekonomi


Menurut Weiss Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan
pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur
ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sector utama ke
ekonomi modern yang didomonasi oleh sektor-sektor non-primer, khususnya
industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara
pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor
utama penggerang pertumbuhan ekonomi.5 Ada kecendeungan (dapat dilihat
sebagai suatu hipotesis), bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang
membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita, maka semakin cepat
perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain yang
mendukung proses tersebut, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku dan
teknologi tersedia.
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi, pada umumnya
disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan
agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat

5
Weiss. 1988.

3
(produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi yang diperlukan guna
mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.6
Teori perubahan struktur ekonomi:7
a. Teori Arthur Lewis ( Teori Migrasi )
Teori ini membahas pembangunan di pedesaan (perekonomian tradisional
dengan pertanian sebagai sector utama) dan perkotaaan (perekonomian
modern dengan industry sebagai sector utama).
Di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga
kelebihan supply tenaga kerja dan tingkat hidup yang subsistence,
sehingga produk marjinalnya sama dengan nol dengan upah yang rendah.
Produk marjinal = 0 berarti fungsi produksi sectok pertanian telah optimal.
Jika jumlah TK > dari titik optimal, maka produktivitas menurun dan upah
menurun. Dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak
dibandingkan tanah dan capital tidak merubah jumlah outputnya.
Diperkotaan, sektor industri kekurangan tenaga kerja, sehingga
produktivitas tenaga kerja menjadi tinggi dan nilai produk marjinalnya
positif yang menunjukkan fungsi produksinya belum mencapai titik
optimal, sehingga upahnya juga tinggi. Perbedaan upah ini menyebabkan
migrasi atau urbanisasi tenaga kerja dari desa ke kota, sehingga upah
tenaga kerja meningkat dan akhirnya pendapatan negara
meningkat.Pendapatan yang meningkat meningkatkan permintaan
makanan (output meningkat) dan dalam jangka panjang pereonomian
pedesaan tumbuh dan permintaan produk industry dan jasa meningkat
yang menjadi motor utama pertumbuhan output dan diversifikasi produk
non pertanian.
Relasi antara upah riil dan jumlah tenaga kerja di dalam
perekonomian perdesaan (sektor pertanian) dapat dijelaskan dengan
menggunakan sebuah model ekonometris sederhana mengenai dinamika
pasar tenaga kerja yang terdiri atas tiga persamaan.

6
Tulus T.H Tambunan. 2012. Perekonomian Indonesia”. Bogor: Ghalia Indonesia
7
Tulus T.H Tambunan. 2012. ”Perekonomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia

4
LPD = Fd(wp,YP) (3.22)
+
LPS = FS(wP) (3.23)
+
LPD = LPS = LP (3.24)
Persamaan (3.22) adalah permintaan tenaga kerja (LPD) yang
merupakan suatu fungsi negatif dan tingkat upah (wP ) (Fd’wP > 0), 49
dan
positif dari volume produksi pertanian (YP) (Fd’YP > 0). 50
persamaan
(3.23) adalah penawaran tenaga kerja (LPS) yang merupakan suatu fungsi
positif dari tingkat upah (Fw’wP). Sedangkan persamaan (3.24)
mencerminkan keseimbangan di pasar tenaga kerja, dan menghasilkan
tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inflasi dan jumlah tenaga kerja
tertentu. Model ini juga bisa diterapkan untuk sektor industri di perkotaan.
Nilai MP nol artinya fungsi produksi sektor pertanian (disebut juga
sektor perdesaan), seperti yang digambarkan di persamaan (3.25) telah
sampai pada tingkat optimal, dan jika jumlah tenaga kerja lebih besar
daripada di titik optimal tersebut maka berlaku hukum penghasilan
menurun: semakin banyak orang bekerja di sektor pertanian, semakin
rendah tingkat produktivitas tenaja kerja (YP/LP), atau total produksi yang
dihasilkan di sektor tersebut (FY”<0).
YP = FYP (LP) (3.25)
+
Dalam kondisi seperti ini, pengurangan jumlah tenaga kerja tidak
akan mengurangi jumlah output di sektor tersebut, karena proporsi tenaga
kerja terlalu banyak dibandingkan proporsi input lain seperti tanah dan
capital. Akibat kelebihan pekerja ini, upah atau tingkat pendapatan di
pertanian/ perdesaan menjadi sangat rendah. Sebaliknya, di perkotaan,
sektor industri mengalami kekurangan pekerja (LiS<LiD). Dalam kondisi
pasar tenaga kerja seperti ini, produktivitas tenaga kerja sangat tinggi dan
nilai MP dari tenaga kerja positif, yang menunjukkan bahwa fungsi
produksinya belum berada pada tingkat optimal yang dapat dicapai. Sesuai
hukum pasar, tingginya produktivitas membuat tingkal w/L di sektor
perkotaan juga tinggi.

5
Perbedaan upah di pertanian atau perdesaan dengan di
industri/perkotaan (WP<Wi) menarik banyak tenaga kerja pindah dari
sektor pertama ke sektor kedua, maka terjadilah suatu proses migrasi dan
urbanisasi. Tenaga kerja yang pindah ke industri mendapat penghasilan
yang lebih tinggi daripada sewaktu masih bekerja di pertanian (Yi>YP).
Secara agregat, berpindahnya sebagian tenaga kerja dari sektor dengan
upah rendah ke sektor dengan upah tinggi membuat pendapatan di Negara
bersangkutan meningkat. Besamaan dengan peningkatan pendapatan
tersebut, permintaan terhadap makanan (DP) meningkat, dan ini menjadi
faktor pendorong utama pertumbuhan output di sektor tersebut dari sisi
permintaan agregat; dan dalam jangka panjang perekonomian perdesaan
mengalami pertumbuhan. Di pihak lain, terjadi pola perubahan permintaan
konsumen, seperti masyarakat atau pekerja yang mengalami peningkatan
pendapatan yang mengonsumsikan sebagian besar dari pendapatannya
untuk berbagai macam produk-produk industri dan jasa (Di). Perubahan
pola konsumsi ini menjadi motor utama pertumbuhan output dan
diversifikasi produksi di sektor-sektor non-pertanian.
b. Teori Hollis Chenery8 (Teori transformasi structural atau pattern of
development)
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti pada model
Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pola pembangunan. Teori ini
memfokuskan pada perubahan struktur ekonomi di negara berkembang
yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri
sebagai penggerak utama pertumbuhan. Penelitian Chenery menunjukkan
peningkatan pendapatan perkapita merubah:
a. Pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk
manufaktur dan jasa.
b. Akumulasi capital secara fisik dan SDM.

8
Kusreni,Sri.2009.“Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi Sektoral Dan
Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Untuk Daerah Perkotaan Di Jawa
Timur”.Majalah Ekonomi. FE Universitas Airlangga

6
c. Perkambangan kota dan industri.
d. Penurunan laju pertumbuhan penduduk.
e. Ukuran keluarga yang kecil
f. Sektor ekonomi didominasi oleh sektor nonprimer terutama
industry
Chenery menyatakan bahwa proses transformasi struktural dapat
dipercepat jika pergeseran pola permintaan domestic kearah produk
manufaktur dan diperkuat dengan ekspor.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB
yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua
sektor ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai
persamaan (3.7), dimisalkan di suatu ekonomi hanya ada dua sektor, yaitu
industri dan pertanian dengan NTB masing-masing, yaitu NTBi dan NTBP
yang membentuk PDB:
PDB = NTBi + NTBP (3.7’)
atau,
1 = [a(t)i+a(t)P]PDB (3.26)
Dimana: a(t)i dan a(t)P adalah pangsa PDB masing-masing dari
industri dan pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap ‘awal’
pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri
belum berkembang: a(0)i<a(0)P. dalam proses pembangunan terjadi
transformasi ekonomi, di mana pangsa PDB dari sektor industri meningkat
dan dari sektor pertanian menurun. Pada tahap ‘akhir’ pembangunan
ekonomi (t=1): a(1)i>a(1)P, dimana a(1)i>a(0)P dan a(1)P<a(0)P.
Menurut Chenery (1992), proses transformasi struktural akan
mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan
domestik ke arah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan
yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor
sebagaimana yang terjadi di kelompok NICS, seperti Korea Selatan,
Taiwan, Singapura dan Hongkong-Cina. Dalam modal transformasi
struktural, relasi antara pertumbuhan output di sektor industri manufaktur,

7
pola perubahan permintaan domestik kea rah output industri dan pola
perubahan perdagangan luar negeri dapat digambarkan dalam suatu
persamaan sederhana sebagai berikut (Chenery, 1979, 1992).
Yi=Di+(Xi-Mi)+jYij (3.27)
Di mana:
Yi = jumlah output bruto dari industri manufaktur,
Di = permintaan domestik terhadap produk akhir (konsumsi plus
investasi) dan industri manufaktur,
(Xi-Mi) = volume perdagangan netto (ekspor minus impor produk
kompetitif),
jYij = jaijYij = penggunaan produk industri manufaktur
sebagai barang antara oleh sektor j,
aij = koefisien input-output, yang diasumsikan bervariasi sehubungan
dengan variasi tingkat pendapatan per kapita.
Kenaikan produksi sector manufaktur merupakan kontribusi 4 faktor:
a. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung
untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari
kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya
terhadap sektor industri manufaktur.
b. Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversivikasi), atau efek total
dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
c. Substitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan
di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap
output industri manufaktur.
d. Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien
input-output (aij) di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan
tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur.
Kelompok negara berkembang mengalami proses transisi ekonomi yang
pesat dengan pola dan proses yang berbeda-beda sebagai akibat dari
perbedaan antar negara:

8
a. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi).
Suatu Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau
industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar, seperti
mesin, besi, dan baja yang relative kuat akan mengalami proses
industrialisasi yang lebih pesat/cepat dibandingkan Negara yang
hanya memiliki industri-industri ringan, seperti tekstil, pakaian
jadi, alas kaki, makanan dan minuman.
b. Besarnya pasar dalam negeri. Besarnya pasar domestik ditentukan
oleh kombinasi antar jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil
perkapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan
jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (walaupun tingkat
pendapatan per kapita rendah), merupakan salah satu faktor
insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri,
karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam
proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu
lainnya mendukung).
c. Pola distribusi pendapatan. Faktor ini sangat mendukung faktor
pasar di atas. Walaupun tingkat pendapatan rata-rata per kapita naik
pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang, kenaikan
pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-
industri selain industri-industri yang membuat barang-barang
sederhana, seperti makanan dan minuman, sepatu dan pakaian jadi
(tekstil). Misalnya, kalau hanya 20% dari PDB atau PN dinikmati
oleh 80% dari jumlah penduduk (berarti kelompok kaya 20% dari
jumlah populasi), maka sesuai teori Engel mengenai perbedaan
elastisitas pendapatan terhadap permintaan antara barang-barang
dari kategori ferior dan inferior, maka permintaan efektif terhadap
barang-barang dari kategori pertama tersebut kecil, dan ini tidak
terlalu merangsang pertumbuhan industri-industri yang membuat
barang-barang tersebut.

9
d. Karakteristik dari industrialisasi. Misalnya, cara pelaksanaan atau
strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang
diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang
diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara yang
menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara.
e. Keberadaan SDA. Ada kecenderungan bahwa Negara yang kaya
SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau
terlambat melakukan industrialisasi, atau tidak berhasil melakukan
diversivikasi ekonomi (perubahan struktur) dari pada Negara yang
miskin SDA. Contoh, Indonesia yang awalnya sangat
mengandalkan kekayaan DSA-nya terutama migas dapat dikatakan
relatif terlambat melakukan industrialisasi dibandingkan Negara-
negara kecil dan miskin SDA di Asia Tenggara dan Timur, seperti
Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan.
f. Kebijakan perdagangan luar negeri. Fakta menunjukkan bahwa di
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi ertutup (inward
looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan di
Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka
(outward looking). Banyak negara berkembang, termasuk
Indonesia, pada awal pembangunan menerapkan kebijakan
protektif terhadap sektor industrinya, kebijakan yang umum disebut
kebijakan substitusi impor. Hasilnya, sektor industri mereka
berkembang tidak efisien, sangat tergantung pada tingkat
diversivikasi rendah, khususnya lemah dikelompok industri-
industri tengah, seperti industri barang modal, input perantara, dan
komponen-komponen untuk kelompok industri-industri hilir, pada
umumnya menerapkan sistem produksi assembling. Sedangkan
Negara-negara berpendapatan di Asia Tenggara dan Timur, seperti
Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong-China
yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka atau kebijakan
promosi ekspor sangat berhasil dalam struktur ekonomi mereka

10
dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dalam periode yang relative tidak terlalu lama.
Sebagai rangkuman dari pembahasan diatas, dalam perubahan
struktur ekonomi atau proses transformasi ekonomi, berbarengan
dengan peningkatan pendapatan nasional rata-rata per kapita yang
selanjutnya merubah selera masyarakat atau konsumen, yang didorong
oleh kemajuan teknologi dan peningkatan kualitas SDM, kontribusi
sektor-sektor primer terhadap pembentukan PDB secara relatif
berkurang sedangkan kontribusi sektor-sektor sekunder dan tersier
meningkat terus.
Perubahan distribusi PDB menurut sektor atau pergeseran dari
sektor-sektor primer ke sektor-sektor non-primer semakin cepat
didorong oleh perpindahan atau realokasi faktor-faktor produksi
seperti modal dan tenaga kerja dari kelompok sektor-sektor pertama
tersebut ke kelompok sektor-sektor kedua itu.
Realokasi tersebut dipicu oleh perbedaan harga, profit dan upah
riil antara sektor-sektor primer yang lebih rendah dengan sektor-sektor
non-primer yang lebih tinggi. Karena profit di sektor-sektor non-
primer lebih tinggi dibandingkan di sektor-sektor primer, maka terjadi
akumulasi modal yang pesat di kelompok sektor kedua tersebut. Juga
urbanisasi terjadi mengikuti perubahan struktur ekonomi dan terjadi
migrasi yang pesat dari perdesaan yang merupakan lokasi dari sektor-
sektor primer ke perkotaan yang menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan
ekonomi non-primer
c. Teori Clark9
Aspek penting lain dari perubahan struktural adalah sisi
ketenagakerjaan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui 2 proses
transformasi dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja
di setiap sektor dan transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas

9
Kentut. 2001. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas Sumberdaya
Manusia Di Indonesia. Bogor : Pusat analisis sosial ekonomi dan kebikan pertanian

11
tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih
tinggi
Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan
dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan
lapangan kerja. Tanggung jawab ideal dari dunia kerja adalah bagaimana
dapat menyerap sebesar-besarnya tambahan angkatan kerja yang terjadi
setiap tahun, dengan tetap memperhatikan peningkatan produktivitas
pekerja secara keseluruhan. Sebab dengan meningkatnya produktivitas,
diharapkan upah juga meningkat sekaligus kesejahteraan pekerja dapat
diperbaiki.
Perubahan struktural tersebut juga memberikan dampak tidak
langsung terhadap perubahan struktur ketenagakerjaannya.
Ketidakserasian antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga
kerja, secara umum akan menimbulkan kelemahan pada sistem penawaran
dan permintaan tenaga kerja. Untuk mengetahui secara lebih mendalam
masalah-masalah ketenagakerjaan ini, perlu dikaji hubungan dan
keterkaitan antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja
dengan implikasinya pada perubahan struktur ekonomi.

Dalam pembahasan ini dasar teori yang kami gunakan adalah


menggunakan dasar teori dari Dumairy, yang ia menyatakan bahwa struktur
ekonomi dapat dilihat dari empat tijauan yaitu10:

a. Tinjauan Makro Sektoral

Berdaasarkan tinjauan makro sektoral sebuah perekonomin dapat berstruktur,


agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektro produksi apa atau mana yang
menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.

b. Tinjauan Keruangan

10
Dumairy.1996.”Perekonomian Indonesa”.Jakarta:Erlangga

12
Berdasarkan tinjauan keruangan (spasial) suatu perekonomian dapat
dinyatakan berstruktur kedesaan atau tradisional dan berstruktur kekotaan atau
moderen. Hal intu bergntung pada apakah wilaah pedesaan dengan teknologinya
yag tradisional yang mewarnai perekonomian itu ataukan wilayah perkotaan
dengan teknologinya yang sudah relatif moderen yang mewarnainya.

c. Tnjauan Penyelenggaraan

Dari tinjauan ini orang dapat pula melihatnya menjdi perekonomian yang
berstruktur etatis, egaliter atau borjuis. Predikat struktur ni tergantung pada siapa
atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dengan perekonomian yang
bersangkutan. Apakah pemerintah ataua negara, ataukah rakyat kebanyakan,
ataukah kalangan pemodal dan usahawan (kapitalis).

d. Tinjauan Birokrasi

Dengan sudut tinjauan in, dapat dibedakan antara struktur ekonomi yg


sentralistis dan desentralistis.

13
A. Pengertian Sektor Pertanian
Pertanian yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional adalah
pertanian dalam arti luas.Di Indonesia, ada 5 subsektor pertanian yaitu sektor
tanaman pangan,perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian
Indonesia.Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai
mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan
pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita
menghadapi berbagai permasalahan.Di sektor pertanian kita mengalami
permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah
tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa.Hal ini karena semakin terbatasnya
lahan yang dapat dipakai untuk bertani.Perkembangan penduduk yang semakin
besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana
pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah.Perkembangan industri juga
membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-
bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB
dunia.Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah
Indonesia.Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia
menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya
menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto, begitu pula
yang ada di Indonesia.
B. Perkembangan Sektor Pertanian
1. Petani pada Zaman Kerajaan- kerajaan Indonesia Kuno
Petani yang dihadapi pemerintah Indonesia pada tahun 1980, ternyata tidak
memiliki ciri- ciri yang terlalu berbeda dengan petani pada zaman tanam paksa
tahun 1830- 1870 atau bahkan zaman Kerajaan Mataram. Ini tidak berarti bahwa

14
pikiran petani sama sekali tidak mengalami perubahan selama 600 tahun ini. Yang
dimaksudkan adalah psikologi para petani dalam melakukan pekerjaan bertani,
yaitu mengolah dan menanami tanahnya selalu merupakan fungsi atau berkaitan
erat dengan motivasi mereka. Motivasi ini pada gilirannya berhubungan erat
dengan harapan- harapan yang ada pada mereka. Harapan- harapan ini selalu ada
hubungannya dengan apa yang dapat dijanjikan pemerintah.
Pada masa ini bertani merupakan kehidupan pokok rakyat. Pemerintah
memperoleh sumber penerimaannya semata- mata dari pertanian. Penerimaan
negaraterutama terdiri atas pembayaran in natura dan jasa- jasa tenaga kerja
penggarap tanah. Untuk mengerjakan tanah pertaniannya mereka mempergunakan
alat yang sederhana berupa pacul, bajak, garu dan parang yang dibuat
setempat.ternak juga merupakan tenaga pembantu yang paling penting untuk
mengerjakan tanah.
Campur tangan pemerintah secara langsung untuk memajukan pertanian
sama sekali tidak ada. Pertanian adalah urusan petani. Pemerintsh tidak
menganggap perlu dan rupanya juga tidak dianggap perlu untuk mengetahui hal
ihwal bertani. Tidak dapat dibayangkan seorang raja atau pangeran berkunjung ke
desa dan berdiskusi dengan petani mengenai masalah usaha tani. Hal tersebut
diserahkan seluruhnya kepada petinggi, bekel atau lurah yang merupakan pejabat
di desa.
2. Petani pada Masa Penjajahan
Belanda yang datang pada tahun 1596 di Banten adalah mula- mula dalam
rangka berdagang rempah- rempah. Dan pada saat itu ditemuinya bangsa- bangsa
Portugis, Spanyol, Inggris, India, Cina dan Arab yang sudah melakukan hubungan
dagang dengan bangsa Indonesia. Selama hampir 100 tahun sejak VOC didirikan
tahun 1602 bangsa Belanda tidak pernah sungguh- sungguh merajai perdagangan
di Indonesia. Baru setelah meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 dan
jatuhnya Banten pada tahun 1683, maka kekuasaan Belanda menjadi lebih
mantap. Di luar Jawa, Belanda terus- menerus mendapat tantangan dari Makassar,
Minangkabau dan Aceh. Bahkan pada pertengahan pertama abad 19 masih terjadi
Perang Diponegoro (1825- 1830) yang banyak sekali menguras keuangan

15
pemerintah Hindia Belanda dan sangat melemahkan kedudukan pemerintah
kolonial Belanda.
Dari segi ekonomi selalu dipertimbangkan berapa uang masuk yang akan
diterima pemerintah Belanda dari jajahannya di Indonesia, dibanding uang keluar
untuk membiayai pemerintah jajahan. Pertimbangan inilah yang paling menonjol
pada saat diputuskan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) pada tahun 1930.
Selanjutnya praktek penyimpangan membuat kabur peraturan- peraturan yang
seharusnya diberlakukan. Satu penyimpangan dilakukan karena adanya kelainan
setempat, tetapi kelainan ini justru mengakibatkan satu reaksi yang berlainan pula.
Demikian seterusnya, keadaan menjadi semakin kacau dan semakin jauh dari
tujuan semula yang kelihatannya sangat terpuji.
Setelah melalui masa transisi untuk menghapuskan sistem Tanam Paksa,
maka dengan Undang- Undang Agraria 1870, dibukalah Indonesia bagi modal
swasta Belanda, Inggris dan modal- modal swasta lain dari Eropa. Dengan cara
demikian, pemerintah Belanda dapat menyewakan tanah-tanah pertanian yang
tidak dituntut pihak lain kepada perkebunan-perkebunan dan pemilik modal
bangsa Eropa dalam jangka panjang yaitu 75 sampai 99 tahun. Keadaan inilah
yang kelak dianggap menghambat kemajuan petani kecil di bidang perkebunan
yang kemudian harus dihapus. Petani harus dikembalikan menjadi bebas.
Setelah berakhirnya masa liberal yang resminya pada tahun 1900, mulailah
pada abad ke-20 apa yang kita kenal dengan politik etik. Politik ini diterima oleh
pemerintah Belanda setelah melalui perjuangan keras oleh para pendukungnya
seperti Multatuli karena eksploitasi Indonesia rupanya telah dianggap cukup jauh.
Inilah permulaan dari program- program pemerataan yang terkenal dengan
program yaitu edukasi, irigasi dan emigrasi. Selama 45 tahun berikutnya,
penduduk Jawa telah menjadi semakin banyak, pemilikan tanah petani menjadi
semakin kecil, dan kemiskinan di pedesaan semakin menghimpit. Sampai
akhirnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaan dan memutuskan
melepaskan diri dari penjajahan dan segala ikatan Be;landa pada Agustus 1945.
3. Petani Indonesia Sesudah Kemerdekaan

16
Tidak ada keraguan bahwa dewasa ini petani Indonesia menyadari, mereka
bukan lagi kuli, yang berarti pemilik tanah dengan segala kewajiban dan
bebannya. Pada permulaan, perubahan status petani ini tidak begitu kelihatan dan
petani tidak menyadari benar hakikatnya dan bagaimana memanfaatkannya.
Sesudah kemerdekaan, pajak kepala (capitation atau head tax) menurut
mereka paling logis untuk segera dihapuskan. Pajak kepala ini dihapuskan pada
tahun 1964, diikuti oleh penggantian pajak tanah dengan pajak pendapatan pada
tahun 1951, dan perubahan hak menggunakan tanah (hak anggaduh) dengan hak
milik (hak andarbe).
Tanpa disadari, pada masa kemerdekaan masih dapat terjadi peristiwa
pemaksaan dalam praktek- praktek bertani. Namun, di kemudaian hari betapa
masih banyak aspek sosiologi dan psikologi petani yang masih perlu kita dalami
untuk mensukseskan program- program pertanian Indonesia. Memang cara dan
gaya hidup petani kita adalah amat sederhana. Namun, karena kesederhanaannya
itulah kadang- kadang kita agak meremehkan berbagai faktor yang ada di
belakangnya.
C. Subsektor Pertanian
1. Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan sering juga disebut sebagai subsektor
pertanian rakyat. Hal ini karena biasanya rakyatlah yang mengusahakan sektor
tanaman pangan, bukan perusahaan atau pemerintah.Sektor ini mencakup
komoditas-komoditas bahan makanan seperti: padi, jagung, ketela pohon, kacang
tanah, kedelai, serta sayur dan buah-buahan.
Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang
sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,
pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi penarik
bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang memberikan
kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tanaman pangan telah
terbukti secara empiris, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis.
Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan sebagai pilar
ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah
yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah sumber daya

17
pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman
hayati, agro-klimat). Subsektor tanaman pangan memegang peranan penting
sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk, khusus di Indonesia tanaman
pangan juga berkedudukan strategis dalam memelihara stabilitas ekonomi
nasional. Oleh karena itu, subsektor tanaman pangan mendapat perhatian lebih
dari pemerintah.
a. Produksi
Subsektor tanaman pangan merupakan penyumbang terbesar nilai tambah
sektor pertanian. Selama periode 1988-1994 sembangan subsektor ini rata-rata di
atas 9 persen setiap tahun, sedangkan sembangan subsektor lain hanya mencapai 4
persen.
Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan melalui perluasan areal
(ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan
yang lebih luas dan teknologi produksi yang mampu menaikan produktivitas tidak
dengan sendirinya akan mendorong petani untuk lebih giat menanam, kecuali jika
terdapat rangsangan ekonomi yang dapat berupa harga sarana produksi yang
terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual, serta teknologi
dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk.
Tanpa hal ini areal yang luas dan teknologi tidak akan berguna. Petani tidak bisa
dipaksa untuk memenuhi target kita karena mereka juga mamiliki kepentingan
sendiri.
b. Konsumsi
Perkembangan subsektor pertanian tidak hanya berhasil mencukupi
penduduk akan pangan, tetapi juga memperbaiki pola konsumsi masyarakat.
Konsumsi kalori dan protein penduduk (perkapita per hari) dalam periode 1980-
1990 meningkat. Tanaman padi-padian masih menjadi sumber utama bagi kaloro
dan protein. Hal ini mudah dipahami mengingat beras masih merupakan bahan
pangan utama.
2. Subsektor Perkebunan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami
pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Secara

18
keseluruhan, areal perkebunan meningkat dengan laju 2.6% per tahun pada
periode tahun 2000-2003, dengan total areal pada tahun 2003 mencapai 16.3 juta
ha. Dari beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia (karet, kelapa
sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu), kelapa sawit, karet dan kakao tumbuh
lebih pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dengan laju
pertumbuhan diatas 5% per tahun. Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas
tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusahaan
komoditas tersebut relatif lebih baik dan juga kebijakan pemerintah untuk
mendorong perluasan areal komoditas tersebut.
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Indonesia (1000 Ha)
Tahun Pertumbuhan
Komoditi
2000 2003 (% per tahun)
Karet 3 372.4 4 125.6 7.0
Kelapa Sawit 3 769.6 4 793.0 8.3
Kelapa 3 696.0 3 909.9 1.9
Kopi 1 260.7 1 293.8 0.9
Kakao 749.9 917.6 7.0
Tebu 340.6 336.2 -0.4
Teh 153.7 152.2 -0.3
Lainnya 2 101.2 1 099.7 -19.4
Total 15 103.5 16 291.8 2.6
Sumber: Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004)
Sejalan dengan pertumbuhan areal.Produksi perkebunan juga meningkat
dengan konsisten dengan laju 7.6% pada tahun 2000-2003, dengan total produksi
mencapai 19.6 juta ton pada tahun 2003 (Tabel 2).CPO dari kelapa sawit dan karet
merupakan dua komoditas yang mempunyai kontribusi yang dominan.Produksi
kelapa sawit tumbuh pesat dengan laju 12.1% per tahun.Pertumbuhan produksi
komoditas kakao dan kopi juga relatif pesat pada periode tersebut. Meningkatnya
harga-harga produk perkebunan pada tahun 2003 merupakan salah satu faktor
pendorong peningkatan produksi tersebut.

19
Tabel 2. Perkembangan Produksi Produksi Perkebunan
Tahun Pertumbuhan
Komoditi
2000 2003 (% per tahun)
Karet 1 501.4 1 630.3 2.8
Kelapa Sawit 7 580.5 10 682.9 12.1
Kelapa 3 047.0 3 241.5 2.1
Kopi 554.6 691.1 7.6
Kakao 421.1 572.6 10.8
Gula 1 690.0 1 700.0 0.2
Teh 162.6 168.1 1.1
Lainnya 2 472.9 2 618.0 1.9
Total 15 740.1 19 604.5 7.6
Sumber: Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004)
Dengan perkembangan yang cukup konsisten, subsektor perkebunan
mempunyai peran strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional,
maupun dalam menjawab isu-isu global.
Peran Subsektor Perkebunan dalam Pembangunan Nasional
Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor
perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
perekonomian Indonesia.Sebagai negara berkembang dimana penyediaan
lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan
mempunyai kontribusi yang cukup signifikan.Sampai dengan tahun 2003, jumlah
tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai
sekitar 17 juta jiwa.Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk yang bekerja
pada industri hilir perkebunan.Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja
menjadi nilai tambah sendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan
kerja di pedesaan dan daerah terpencil.Peran ini bermakna strategis karena
penyediaan lapangan kerja oleh subsektor berlokasi di pedesaan sehingga mampu
mengurangi arus urbanisasi.

20
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai
kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari
kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB).Dari segi nilai absolut
berdasarkan harga yang berlaku.PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp
33.7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47.0 triliun pada tahun 2003, atau
meningkat dengan laju sekitar 11.7% per tahun (Tabel 3).Dengan peningkatan
tersebut, kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian
adalah sekitar 16 %. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi
subsektor perkebunan adalah sekitar 2.9 % atau sekitar 2.6 % PDB total.Jika
menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor
perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap
PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8%.
Tabel 3. Nilai dan Kontribusi PDB Subsektor Perkebunan
PDB Harga Berlaku Pangsa
Sektor (Rp. trilyun) Perkebunan
Terhadap
2000 2001 2002 2003
(%)
Perkebunan 33.7 37.4 42.0 47.0 100.0
Pertanian, Peternakan, Hutan,
Perikanan 217.9 244.7 275.2 296.2 15.9
Total PDB tanpa Gas 1 081.4 1 279.2 1 433.8 1 594.9 2.9
Total PDB 1 264.9 1 467.7 1 610.6 1 786.7 2.6
Sejalan dengan pertumbuhan PDB. subsektor perkebunan mempunyai
peran srategis terhadap pertumbuhan ekonomi.Ketika Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menujukkan
peran strategisnya.Pada saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami
kemunduran bahkan kelumpuhan dimana ekonomi Indonesia mengalami krisis
dengan laju pertumbuhan –13% pada tahun 1998. Dalam situasi tersebut,
subsektor perkebunan kembali menunjukkan kontribusinya dengan laju
pertumbuhan antara 4%-6% per tahun.

21
Ketika ekonomi Indonesia mulai membaik, kontribusi dalam hal
pertumbuhan, terus menunjukkan kinerja yang konsisten.Selama periode 2000-
2003, laju pertumbuhan subsektor perkebunan selalu diatas laju pertumbuhan
ekonomi secara nasional (Tabel 4).Sebagai contoh, pada tahun 2001, ketika laju
pertumbuhan ekonomi secara nasional adalah sekitar 3.4%, subsektor perkebunan
tumbuh dengan laju sekitar 5.6%.Situasi ini menunjukkan bahwa subsektor
perkebunan dapat berperan sebagai salah satu subsektor andalan dalam hal
pertumbuhan, baik pada saat ekonomi dalam keadaan booming maupun pada saat
krisis.

Tabel 4. Perkembangan Ekspor Produk Perkebunan


Volume (1000 Pertumbuha Nilai (Juta Pertumbuha
Ton) n US$) n
Komoditi
(% per (% per
2000 2002 tahun) 2000 2002 tahun)
1 379.6 1 496.0 0.0 888.6 1 0.1
Karet 037.5
Kelapa 4 688.8 6 407.5 0.2 1 326.4 2 0.3
Sawit 348.6
Kopi 352.9 325.0 0.0 467.8 223.9 -0.3
Kakao 424.1 465.6 0.1 341.8 701.0 0.4
Teh 105.6 100.1 0.0 112.1 103.4 0.0
Lainnya 2 538.0 819.3
Total 9 489.0 3 956.0
Karena subsektor perkebunan umumnya berkembang di wilayah pedesaan,
marginal, dan kadang terpencil, subsektor perkebunan mempunyai peran strategis
dalam pengembangan wilayah yang pedesaan dan terpencil.Di samping dilakukan
oleh perusahaan negara (PTPN) dan perusahaan swasta, pengembangan berbagai
program pembangunan melalui pola PIR atau pola berbantuan lainnya mempunyai
kontribusi yang signifikan.Keberadaan perkebunan telah memberi kontribusi

22
signifikan pada pertumbuhan di wilayah.Berkembangnya berbagai industri
pendukung perkebunan, sektor jasa transportasi, konstruksi, dan perdagangan
tidak terlepas dari multiplier effect pembangunan perkebunan di wilayah tersebut.
Krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia dan negara – negara yang
sedang berkembang di penghujung abad kedua puluh (tahun 1997/ 1998) telah
menunjukkan kehandalan sektor pertanian dan membangkitkan keyakinan serta
harapan bahwa sektor pertanian dapat difungsikan sebagai penggerak
pembangunan nasional.
3. Subsektor perhutanan
Subsektor kehutanan secara kelembagaan ada dibawah naungan
departemen kehutanan, berbeda dengan subsektor lain yang ada di bawah naungan
departemen pertanian.Dalam kedudukannya sebagai bagian dari sektor pertanian,
hasil utama subsektor kehutanan adalah kayu.Hasil hutan lainnya disebut sebagai
hasil ikutan.Nilai akhir dari hasil-hasil hutan yang belum diolah inilah yang
termasuk ke dalam nilai produk sektor pertanian dalam perhitungan psoduk
domestik bruto.Sedangkan nilai tambah hasil-hasil hutan yang sudah diolah
terutama kayu olahan dalam perhitungan PDB dimasukan sebagai nilai produk
sektor industri.
Berdasarkan tata gunanya hutan di Indonesia dibedakan menjadi hutan
lindung, hutan suaka alam, dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan
produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Hutan yang diusahakan untuk diambil hasilnya adalah hutan yang dapat
atau boleh dikonversi diantaranya berupa areal hutan tanaman
industri.Pengelolaan hutan produksi dijalankan oleh perusahaan-perusahaan
berdasarkan hak pengusahaan.
4. Subsektor peternakan
Sembilan puluh persen sektor peternakan diusahakan oleh rakyat, sekitar
persentase itu pula produksi telur dan daging berasal dari usaha peternakan rakyat,
hanya sebesar sepuluh persen yang diusahakan oleh perusahaan-
perusahaan.Peternakan rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Skala usaha kecil

23
b. Teknologi sederhana
c. Bersifat padat karya dan berbasis keluarga serumah
d. Produktibitas dan mutu produk rendah
Produk subsektor peternakan meliputi daging, telur, dan susu. Usaha
yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas peternakan meliputi:
a. Intensifikasi
Intensifikasi dilaksanakan dengan meningkatkan produktivitas peternakan
rakyat melalui pemberantasan penyakit dan pelaksanaan inseminasi buatan.
Inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular),
uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita
dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami. Teknik
modern untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan untuk industri ternak
untuk membuat banyak sapi dihamili oleh seekor sapi jantan untuk meningkatkan
produksi susu.
b. Ekstensifikasi
Langkah ekstensifikasi diusahakan dengan pengusahaan usaha-usaha
swasta di bidang peternakan dan industri pengolahan hasil-hasil ternak, antara lain
dengan meberikan kredit jangka panjang bagi peternak atau investor.
c. Diversifikasi dan Perbaikan mutu.
Dilakukan melalui pemaduan usaha peternakan dengan usaha tani lainnya.
Adapun perbaikan mutu ternak diusahakan dengan meningkatkan penyebaran dan
pembiakan bibit ternak unggul di kalangan petani ternak.
Populasi ternak di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
terutama pertumbuhan ayam pedaging. Namun meskipun mengalami peningkatan,
subsektor peternakan masih belum sepenuhnya terbangun optimal. Para peternak
belum memiliki daya tawar yang mantap, mereka cenderung menerima dari para
pedagang atau perantara dalam bisnis peternakan.
5. Subsektor perikanan
Subsektor perikanan berbeda dengan keempat subsektor lainnya.
Tanaman pangan dan peternakan bersifat substitusi impor, sedangkan perkebunan
dan kehutanan cenderung diprioritaskan untuk memenuhi keperluan dalam negeri.

24
Namun subsektor perikanan disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
juga sebagai komoditas ekspor. Dilihat dari tempat budidayanya, subsektor ini
dibedakan menjadi perikanan darat dan perikanan laut.
Subsektor perikanan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
bersumber pada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu pertambahan jumlah
rumah tangga perikanan serta produktivitas jumlah rumah tangga perikanan yang
berkembang.
Produktivitas perikanan di Indonesia sebenarnya masih bisa lebih bagus
lagi mengingat Indonesia sebagai negara perairan.Penyebabnya adalah perikanan
laut yang 75 % menguasai sektor perikanan terhambat produksinya karena sarana
yang kurang memadai.Banyak penangkap ikan yang hanya terdiri dari kapal-kapal
kecil dan menengah.Penyebab kedua, rendahnya pertumbuhan subsektor
perikanan ialah menurunnya nilai produksi ikan akibat adanya larangan
mengoperasikan pukat harimau.Apabila kapal-kapal penangkap ikan junis pukat
harimau diijinkan beroperasi maka hal tersebut akan menurunkan hasil
produktivitas perikanan kecil. Ketiga, sering terjadinya pencurian ikan secra
besar-besaran oleh kapal-kapal asing yang lolos dari patroli pantai
perairan.Keempat berkaitan dengan perikanan darat, khususnya produksi udang
yakni rendahnya produktivitas lahan udang.Sampai tahun 1990 produktivitas
tambak udang di Indonesia rata-rata hanya 0,5 ton per hektar padahal beberapa
negara tetangga produksinya mencapai 5 ton per hektar.
Subsektor ini tidak terlalu mendapat perhatian serius dari pemerintah,
khususnya bila dibandingkan dengan subsektor tanaman pangan.Hal ini karena
tanaman pangan yang lebih dominan penting dibanding dengan perikanan.
D. Pentingnya Sektor Pertanian
Peran sektor pertanian dalam perekonomian yang paling utama adalah
pertanian sebagai mata pencaharian yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Sebagai contoh, sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten
Deli Serdang masih sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan
perkebunan.Namun demikian, konstribusi sektor pertanian terhadap pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Deli Serdang dari tahun ke

25
tahun cenderung mengalami penurunan.Jika tahun 2004 sektor ini menyumbang
sebesar 15,29 % berturut-turut turun menjadi 13,34 % pada tahun 2005, menjadi
12,19 pada tahun 2006 dan kembali menurun pada tahun 2007 menjadi 11,17 %
serta tahun 2008 menjadi 10,82%.
Pada periode 2004 – 2008 untuk Tanaman Bahan Makanan yang
didominasi oleh komoditi padi dan palawija cenderung mengalami peningkatan
yaitu dari 5,22 % pada tahun 2004 menjadi 5,24 % pada tahun 2005 dan naik
menjadi 5,60 % tahun 2006. Namun pada tahun 2007 kontribusi subsektor ini
mengalami penurunan menjadi sebesar 5,11 % dan kembali naik pada tahun 2008
menjadi 5,26%, hal tersebut dimungkinkan oleh semakin berkurangnya luas lahan
sawah sebagai akibat alih fungsi lahan antara lain dari tanah lahan
persawahan/ladang menjadi pemukiman
Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan basis ekonomi rakyat di
pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk, menyerap lebih dari
sepertiga jumlah tenaga kerja di Kabupaten Deli serdang.Pada tahun 2008, dari
total 645.977 pekerja umur 10 tahun keatas di Kabupaten ini adalah sebanyak
219.061 jiwa atau 33,91% nya bekerja di sektor pertanian.

26
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Struktur ekonomi dipergunakan untuk menunjukkan komposisi atau
susunan sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Sektor yang dominan
atau yang diandalkan mempunyai kedudukan paling atas dalam struktur tersebut
dan menjadi ciri khas dari suatu perekonomian.
Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini seseungguhnya
merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih struktur yang
agraris ke industrial dari struktur yang etatis ke borjulis, dari sturktur yang
kedesaan/tradisional ke kotaan/modern.
Pertanian yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional adalah
pertanian dalam arti luas.Di Indonesia, ada 5 subsektor pertanian yaitu
sektor tanaman pangan,perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Perkembangan petani di Indonesia dibagi kedalam 3 zaman yaitu:
1. Petani pada zaman kerajaan- kerajaan Indonesia kuno
2. Petani pada masa penjajahan
3. Petani Indonesia sesudah kemerdekaan
Di Indonesia, sektor pertanian dalam arti luas ini dipilah- pilah
menjadi lima subsektor yaitu:
1. Subsektor tanaman pangan
2. Subsektor perkebunan
3. Subsektor kehutanan
4. Subsektor peternakan
5. Subsektor perikanan
Peran sektor pertanian dalam perekonomian yang paling utama
adalah pertanian sebagai mata pencaharian yang mampu menyerap banyak
tenaga kerja. Sebagai contoh, sumbangan sektor pertanian terhadap
perekonomian Kabupaten Deli Serdang masih sangat dominan terutama
tanaman bahan makanan dan perkebunan.Namun demikian, konstribusi
sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto

27
(PDRB) kabupaten Deli Serdang dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan.Jika tahun 2004 sektor ini menyumbang sebesar 15,29 %
berturut-turut turun menjadi 13,34 % pada tahun 2005, menjadi 12,19 pada
tahun 2006 dan kembali menurun pada tahun 2007 menjadi 11,17 % serta
tahun 2008 menjadi 10,82%.

28
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Jawa Barat 2011. BPS, Jawa Barat. Tersedia
: http://www.bps.go.id
http://www.bi.go.id
http://www.geocities.ws/mas_tri/TransformasiStruktural.pdf
http://www.kemenperin.go.id
Nurdiyanto.Eka.2013.Struktur Ketenagakerjaan Indonesia. Tersedia :
http://ekanurdiyanto.blogspot.com
Onnaed.2013.Struktur Ekonomi Indonesia. Tersedia :
http://onnaed.wordpress.com/2013/12/12/strukur-ekonomi-indonesia-
dilihat-dari-penyelenggaraan-negara

Jurnal :
Arkom Hasani. 2010.Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan
Shift Share Di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003 – 2008. Tidak
diterbitkan
Kariyasa.Ketut.2009.Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta
Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia. Tersedia :
eprints.undip.ac.id/26853/1/Jurnal_C2B_605_114.pdf.
Prawira.Yudha dan Wahyu H.2013.Transformasi Struktur Ekonomi Kabupaten
Siak Tahun 2001-2010. Volume 21,Nomor 1 Maret 2013. Tersedia :
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/view/1767
Suhartono.2009.Struktur Ekonomi Kesempatan Kerja dan Ketimpangan
Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah.Tersedia :
lppm.ut.ac.id/.../02%20JOM%207(2)%202011%2086..
Suselo.Sri Liani dan Tarsidin.2008.Kemiskinan Indonesia : Pengaruh
Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi. Tersedia :
http://juriyahep.files.wordpress.com/2013/06/11208155194.pdf

29
Bishop, C. E. dan W. D. Toussaint. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian.
Jakarta: Penerbit Mutiara

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Mubyarto. 1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Penerbit


Sinar Harapan

http://deliserdangkab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=5
5:peranan-sektor-pertanian&catid=1:latest-news

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/EIS-R3/padi-nasional.htm

30

Anda mungkin juga menyukai