Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era modernisasi ini, kehidupan modern yang bisa dikatakan serba
terukur, dianggap telah gagal mengatasi problem-problem kehidupan dengan
ukuran rasionalitas dan pendewasaan akal pikirannya. Bahkan acapkali
menimbulkan ragam, problem baru yang mengusik hati nurani umat manusia,
suatu contoh misal dekadensi moral dan aksi radikal. Pengaruh mordenisasi bak
wabah yang mulai cepat menyebar ke berbagai daerah diluar peradaban barat,
hingga wilayah-wilayah muslim di daerah timur dengan mengusung beberapa
konsep diantaranya seputar masalah HAM, demokrasi, kesetaraan gender,
pluralisme, liberalisme serta sekularisme. Konsep-konsep tersebut mendapat
respon dengan berbagai sikap oleh masyarakat muslim yang tentu saja
konsekuensinya juga menawarkan beragam konflik ditubuh Islam itu sendiri dari
beberapa kalangan muslim di berbagai tempat.
Perkembangan Islam di Indonesia memiliki mata rantai yang cukup
berliku. Sementara Islam di nusantara ini memiliki kompleksitas persoalan, dan
dari sini lah Islam hadir dengan membawa tatanan baru dalam masyarakat, yang
tidak terbentur dengan realitas sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi
keagamaan. Dalam perkembangannya upaya reaktualisasi diharapkan dapat
menjawab problematika kemasyarakatan dan sebagai manifestasi agama yang
rahmatan lil ‘alamin. Islam dinamis yang diharapkan mampu mengatasi masalah-
masalah kontemporer yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia, misalnya
liberalisme, sekularisme, dan sosialisme, yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Bagaimana pandangan Islam tentang modernisasi ?
2. Apa pengertian sekularisme, liberalisme, dan sosialisme ?
3. Bagaimana sikap umat Islam dalam menghadapi modernisasi ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pandangan Islam mengenai modernisasi
2. Dapat mengetahui pengertian dari sekularisme, liberalisme, dan sosialisme
3. Dapat mengetahui sikap umat Islam dalam menghadapi modernisasi

1.4. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode
studi pustaka yaitu pengumpulan informasi yang dibutuhkan dilakukan dengan
mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan makalah, referensi
diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan internet.
BAB II

ISI

2.1. Islam dan Modernisasi

2.1.1. Pengertian Modernisasi

Kata-kata “modern”, “modernitas”, “modernisasi”, dan


“modernisme”, seperti kata lainnya yang berasal dari barat, telah dipakai
dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata modern
diartikan sebagai yang terbaru, secara baru, mutakhir. Selanjutnya
kata modern erat pula kaitanya dengan modernisasi yang berarti
pembaharuan atau dalam bahasa arabnya biasa dikenal dengan istilah
tajdid. Secara teoritis, kata ini juga diartikan sebagai
suatu bentuk perubahan sosial. Modernisasi juga merupakan direct
change (perubahan terarah) yang pada hakekatnya masuk dalam
ranah kajian social planning (perencanaan sosial).
Modernisasi mulai di perbincangkan pada abad ke-17. Ini terjadi
sebagai efek dari inovasi di masa renaissance yang merubah paradigma
masyarakat dunia. Kala itu, kata ini hanya dipahami sebagai proses
perubahan menuju sistem sosial, ekonomi dan politik yang berkembang di
Amerika dan Eropa barat. Lama kelamaan kata ini beralih menjadi
westernisasi atau pembaratan.

2.1.2. Wacana Modernisasi Dalam Islam

Orientalis Kenneth Cragg mengartikan modernisasi sebagai


perubahan semangat hidup Islam dengan tuntutan kehidupan. Lebih
mendalam lagi, dia menyebutnya dengan perubahan pada ajaran Islam.
Senada dengan Cragg, AS. Triton, guru besar Bahasa Inggris Universitas
London mengatakan seperti di bawah ini, ketika menuduh Muhammad
Abduh, tokoh pembaharu di Mesir. “He became the leader if those who
felt something wrong with Islam and yet remained faithful to it” (Ia
menjadi tokoh bagi orang-orang yang merasakan adanya sesuatu yang
tidak beres dalam Islam, akan tetapi anehnya ia tetap berpegang pada
ajarannya). Ide mendasar yang hendak diungkap dua orientalis di atas
yaitu kaum muslimin perlu mengubah paradigmanya dalam memahami
ajaran Islam. Menurutnya, Islam yang dipahami sekarang, haruslah diubah
agar sesuai dengan konteks pandangan dunia (world view) abad ini. Islam,
kadang dianggap sebagai agama yang tidak akomodatif menyesuaikan
zaman. Apakah betul ?
Dalam Islam, perdebatan ini cukup populer pada abad ke-19 dan 20.
Masa ini adalah masa down-nya kekuatan Islam. Ini ditambah lagi dengan
dengan runtuhnya institusi Khilafah Islamiyah di Turki oleh Musthafa
Kamal Attaturk tahun 1924. Menurut Attaturk, perlu ada sekularisasi di
dunia Islam, agar bisa mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat. Attaturk
tampaknya seseorang yang dilumuri rasa inferiority complex (rendah diri).
Tak berdaya melihat kejayaan budaya barat. Seharusnya sebagai bangsa
timur Islam ia mempertahankan khasanah ketimurannya. Terlepas dari itu
semua, ada yang menyebut Attaturk sebagai agen barat yang disusupi
untuk merusak kaum muslimin.
Selain Attaturk, sekularisasi juga disyiarkan oleh Ali Abdurraziq
(1888-1966). Bukunya al-Islam wa Ushul al-Hukm menggemparkan
khalayak. Kenapa? Karena buku yang terbit tahun 1925 itu—setahun pasca
runtuhnya khilafah—menggagas adanya dikotomi antara politik dan
agama sekaligus menggugat institusi khilafah. Rasulullah, menurutnya,
hanya membawa misi agama, tidak membawa misi politik; hanya sebagai
Nabi, bukan untuk penguasa politik; hanya mengajarkan agama, bukan
membangun negara. Islam adalah pandangan spiritual, bukan institusi
politik, katanya.
Pemikiran ini juga menjadi masalah khusus di Indonesia. Ada Bung
Karno versus Natsir dan Ahmad Hassan, ada Cak Nur versus HM. Rasyidi
dan seterusnya. Pada dasarnya, perdebatan ini berada pada wilayah
pemahaman atas teks dan konteks keagamaan yang dibesarkan oleh
pengalaman pendidikan yang berbeda.

2.2. Pengertian Sekularisme, Liberalisme dan Sosialisme

2.2.1. Pengertian Sekularisme

Istilah ini berasal dari kata latin speculum yang berarti “masa”
karena itu sekuler berarti “beriorentasi pada masa sekarang”. Sekularisme
adalah sebuah doktrin, semangat, atau kesadaran yang menjunjung tinggi
prinsip kekinian mengenai ide, sikap, keyakinan, serta kepentingan
individu. Sekularisme, dalam karakteristiknya seperti yang ada di dunia
barat, adalah formulasi ide yang menegaskan bahwa antara agama dan
Negara merupakan dua identitas yang berbeda dan terpisah. Pengertian ini
berdasarkan pada pengakuan bahwa “agama merupakan sebuah keyakinan
yang dipegang teguh manusia meskipun dalam pandangan yang berbeda”.
Selain itu ada juga pernyataan lain mengenai arti atau makna dari
sekularisme.
Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah
sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah intuisi atau badan harus
berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat
menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan
kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam
masalah kepercayaan serta tidak menganak-emaskan sebuah agama
tertentu. Istilah sekularisme pertama kali digunakan oleh penulis Inggris
George Holoyake pada tahun 1846. Walaupun istilah yang digunakannya
adalah baru, konsep kebebasan berpikir didasarkan darinya. Sekularisme
telah ada sepanjang sejarah. Ide-ide sekuler yang menyangkut pemisahan
filsafat dan agama dapat dirunut baik ke Ibn Rusyd dan aliran filsafat
Averoisme.
Terkait tentang sekularisme yang telah dijelaskan diatas, perdebatan
tentang sekularisme didunia islam telah diwarnai oleh dua kesalahan
umum, yang selama ini diangganp benar. pertama yaitu keyakinan bahwa
banyak orang islam yang menyamakan antara sekularisme dan atheisme,
tidak bertuhan, penyimpangan, agnotisisme, materealisme, nihilisme,
relativisme etika, dan tidak mengenal agama. Padahal sekularisme tidak
seperti itu. Sekularisme bukanlah sesuatu yang a-moral, tetapi suatu
doktrin yang mendasarkan standar etika dan tingkah laku pada referensi
kehidupan sekarang dan kesejahteraan sosial tanpa merujuk pada agama.
Dengan kata lain, penekanan sekularisme adalah pada universalitas nilai-
nilai spiritual yang dicapai melalui banyak cara. Kesalahan kedua
berkaitan dengan ide bahwa keyakinan islam menentang sekularisasi dan
karena itu tidak memiliki potensi sama sekali terjadinya proses
sekularisasi. Pernyataan ini didukung oleh alasan-alasan, yaitu :
Pertama, sebagian para mufassir menyatakan bahwa islam tidak
mengenal pemisahan antara agama dan politik.
Kedua, mereka juga menyatakan bahwa hukum islam tidak bisa
dengan mudah melakukan modifikasi sesuai dengan perubahan yang
terjadi dalam ilmu pengetahuan yang lain.
Ketiga, sekularisasi dalam masa islam (Al-Quran) dinilai sangat
sulit.
Memang banyak ketidak setujuan terhadap sekularisme ini, karena
dianggap memisahkan antara agama dalam kehidupan, baik dalam politik
maupun pemerintahan. Tidak hanya itu, namun terdapat beberapa
kelompok sekularisme dalam islam yang tujuannya untuk menggantikan
islam dalam segala bidang. Penolakan terhadap sekularisme itu tidak
hanya dilakukan oleh kalangan cendekiawan muslim, tetapi juga
dikalangan elite kristen. Seorang pendeta Protestan terkemuka pernah
mengemukakan pendapatnya mengenai sekularisme, bahwa sekularisme
adalah suatu paham yang ingin menjauhkan masyarakat dari Tuhan dan
agama. Paling tidak memang ada bukti sejarah, bahwa melalui
sekularisme, negara menjadi curiga bahkan anti agama.
Sesungguhnya esensi seluruh agama, khususnya agama wahyu tidak
mengenal polarisasi sistem kehidupan antara dunia dan akhirat, sebab
esensinya adalah tauhid dan moral, dalam arti moral yang merupakan
implementasinya dari tauhid (monoteisme) tersebut. Akan tetapi
interpretasi tauhid dan moral yang dipersepsi oleh manusia dalam berbagai
sistem kultur dan budaya manusia dalam batas-batas tertentu adalah
beragam, meskipun diakui akan adanya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan,
kebijakan, serta kearifan yang berlaku universal. Berbagai kendala yang
menghadang berkaitan dengan isu sekularisme ataupun sekularisasinya
kontemporer apabila agama islam sebagai rahmatan lil aalamin dapat
diatasi dengan pendekatan yang berbasis kearifan lokal dengan kearifan
universal dapat diintegrasikan sesuai dengan semangat Al-Quran serta
semangat kemajuan zaman.
Memang benar bahwa agama dan ‘sentimen agama’ memang
merupakan dua hal yang berbeda. Siapapun sepakat bahwa masyarakat kita
adalah masyarakat yang religius. Agama telah memiliki akar budaya yang
kuat dalam kehidupan sehari-hari, bahkan seperti bangsa-bangsa Asia
lainnya, agama menjadi sumber legitimasi sosial yang tidak bisa
diabaikan. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut
buat pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni agama adalah
kebutuhan fitrah manusia. Jadi, terlihat bahwa masyarakat tidak dapat
dipisahkan dengan agama dari kehidupannya, meskipun masih ada
beberapa hal yang agama tidak dicampur adukan dalam masalahnya.

Perspektif Islam terhadap Sekulerisme


Ketika dikaitkan sekularisme dengan islam, maka ada beberapa hal
yang memiliki keterkaitan dan ketidak sesuaian antara sekularisme dan
islam. Hal yang sangat konkret adalah ketika kita mengimani islam, maka
pada saat itu pula kita melaksanakan segala yang diperintahkan dan
menjauhkan diri dari segala yang dilarang atau diharamkan.
Perspektif Islam terhadap sekularisme dapat dari firman Allah SWT
dalam ayat-ayat Al-Quran sebagai berikut.
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat.
Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir. Sesungguhnya kami menyediakan bagi
orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala” (Al-
Insan : 2-4).
Ayat-ayat di atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai
dari siapa sesungguhnya Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta
menciptakan manusia hidup di dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia
ini tidak lain adalah untuk menerima ujian dari Allah SWT, berupa
perintah dan larangan. Selain itu, perintah untuk tidak memisahkan agama
(Islam) dari urusan dunia termasuk politik dan keteraturan dalam
pemerintahan, sosial dan ekonomi, juga telah tertulis dalam firman Allah
SWT berikut ini :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah :
208).
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu
perselisihkan itu” (QS. Al-Maidah : 48).
Dari ayat diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa segala
yang kita lakukan di dunia, ketika sudah mengimani Islam maka perintah
untuk menjalankan perintah dan larangan secara keseluruhan. Jadi, tolak
ukur boleh dan tidak boleh kita sandarkan atas apa yang telah
diperintahkan dan dilarang dalam kitab suci Al-Quran dan Hadis dan tidak
memisahkan kehidupan kita dari agama apapun bentuknya.

2.2.2. Liberalisme

Islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas atau bahkan


di sertakan dengan sikap permisif (ibahiyah), yaitu sikap menolerir setiap
hal tanpa mengenal batas yang pasti. Islam liberal di pandang sebagai
ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga. Dalam Islam
persoalan batasan antara mana yang boleh dan yang tidak boleh
menempati kedudukan yang sentral. Islam selalu peduli dengan apa yang
dia kerjakan, apakah perbuatan itu boleh atau tidak. Hal inilah yang
kemudian melahirkan suatu bidang kajian yang sangat kaya dan
meninggalkan ribuan literatur yang canggih yaitu bidang fikih. Setiap
pembicaraan tentang hukum selalu saja merujuk kepada Fikih. Ketika
muncul diskusi yang ramai tentang hukum Islam, maka Fikih menjadi
fokus perhatian, sebab dalam Fikih lah sebagian besar hukum di rumuskan.
Dalam diskusi – diskusi itu, tekanan di berikan kepada “kewajiban” yaitu
kewajiban muslim terhadap Allah, sesama manusia, dan dirinya sendiri.
Islam liberal muncul untuk menyeimbangkan neraca antara bahasa
kewajiban dan kebebasan. Tujuan pokok dari agama adalah mengangkat
martabat kemanusiaan. Fokus pertama dalam agama adalah manusia itu
sendiri, bukan semata-mata Tuhan. Suatu kesalahan besar terdapat
anggapan bahwa tugas pokok manusia adalah menyembah Tuhan.
Pandangan ini bersumber dari pemahman yang salah atas ayat “wa ma
kholaqtul jinna wal insa illa liyak’budun”. Dan tidak Aku ciptakan
manusia kecuali untuk menyembah-Ku. Ayat ini jika di pahami dalam
kerangka popular yang cendrung anti-humanistik, yang tidak lain agama
itu dalah penundukan manusia. Manusia seolah-olah ancaman bagi
Tuhan sehingga harus di tundukan. Pandangan mengenai manusia sebagai
Prometheus yang berseteru dengan Tuhan hanyalah ada dalam mitos
Yunani kuno. Pandangan popular yang berkembang di kalangan umat
islam mengenai ayat tersebut cenderung kepada suatu citra manusia
sebagaui Prometheus. Prometheus versi Islam adalah Prometheus yang
kalah oleh kehendak Tuhan. Ini jelas suatu citraan yang tidak sesuai
dengan semangat Islam.
Penyembahan adalah sebentuk hubungan antara Allah dan manusia
sebagai hubungan “I-it”, “aku dan dia”. Allah dalam kerangka
penyembahan semacam itu, telah “di bendakan”. Allah yang di sembah
adalah Allah yang di berhalakan, yang di fiksasi dalam gambaran yang
tetap seperti “Idol”. Kata liberal dalam “Islam Liberal” tidak ada sangkut
pautnya dengan ‘kebebasan tanpa batas”.

2.2.3. Sosialisme

Sosialisme Islam adalah istilah yang diciptakan oleh berbagai


pemimpin Muslim untuk menjelaskan bentuk sosialisme yang lebih
spritual. Sosialis muslim percaya bahwa ajaran Qur’an dan Muhammad-
khususnya zakat-sesuai dengan prinsip kesetaraan ekonomi dan sosial.
Mereka mengambil inspirasi dari negara kesejahteraan Madinah awal yang
didirikan oleh Nabi Muhammad. Sosialis Muslim menemukan akarnya
dalam anti-imperialisme. Pemimpin sosialis Muslim percaya pada
penurunan legitimasi berasar dari publik.
Perikemanusiaan adalah menjadi satu persatuan, begitulah
pengajaran di dalam Qur’an yang suci itu, yang menjadi pokoknya
sosialisme. Kalau segenap perikemanusiaan kita anggap menjadi satu
persatuan, wajiblah kita berusaha akan mencapai keselamatan bagi mereka
semuanya. Ada lagi satu sabda Allah di dalam Al-Qur’an memerintahkan
kepada kita bahwa kita “harus membikin perdamaian (keselamatan)
diantara kita”. Lebih jauh di dalam Al-Qur’an ada dinyatakan, bahwa “kita
ini telah dijadikan dari seorang-orang laki-laki dan seorang-seorang
perempuan”.
2.3. Sikap Umat Islam dalam Menghadapi Modernisasi

Dalam menyikapi modernisasi, menurut DR. Yusuf al-Qaradhawi dalam


bukunya al-Muslimin wal ‘Aulamah kaum muslimin terbagi dalam tiga kelompok.
Pertama, yang menerima ide barat secara mutlak; kedua, yang menolak sama
sekali ide barat; dan ketiga, yang menerima secara selektif. Kelompok ketiga, oleh
ulama internasional yang juga murid dari Imam Hasan al-Banna—pendiri al-
Ikhwan al-Muslimun Mesir—itu disebut dengan “kelompok moderat.”
Penulis sepakat dengan kelompok ketiga yang moderat. Karena kalau
ditelusuri lebih jauh, ternyata tidak ada peradaban manapun yang berdiri sendiri.
Selalu ada asimilasi dan akulturasi antar bangsa. Barat modern juga sebenarnya
maju karena pengaruh kemajuan Islam. Begitu juga Islam dalam konteks
kekinian, perlu saling mengambil manfaat. Tapi, tetap dalam kaidah kebersamaan
sesama umat manusia, secara selektif. Ide seperti ini tampaknya belum banyak
diaplikasi oleh umat Islam. Kita bisa lihat dalam realitas. Budaya barat yang
negatif pun diambil juga. Kenapa bukan budaya membaca, atau yang bernuansa
kreatif-inovatif ? Tampaknya, umat Islam juga masih ada yang mengalami rasa
inferiority complex, karena belum memiliki keyakinan terhadap budaya Islam
secara hakiki. Modernisme haruslah dimaknai dengan saling bersahabat antar
sesama anak manusia. Kelak ketika umat manusia bersatu maka tak ada lagi barat
dan timur. Semua satu, menuju yang Maha Satu. Entah kapan hal itu akan terjadi.
Jika kita teliti lebih cermat secara global, dalam kaitannya dengan sikap
yang dimunculkan untuk menghadapi modernisasi, di kalangan umat Islam
Indonesia terdapat beberapa orientasi pemikiran ideologis yang dianggap
mewakili kelompok-kelompok yang ada diantaranya adalah sekuler-liberal.
Kelompok sekuler-liberal adalah mereka yang memandang bahwa jalan
untuk mereformasi masyarakat yaitu dengan menyerahkan atau membatasi segala
urusan Agama dan ritual kepada personal dan menegaskan kekuatan logika dalam
kehidupan publik. Kelompok ini dipengaruhi oleh ideologi Barat terutama paham
nasionalisme. Meskipun komunitas Islam di dunia ini sangat beragam, di sana
hanya ada satu Islam, yang beragam hanya bentuk interpretasi dari masing-masing
pemeluknya terhadap ajaran Islam itu. Sifat tradisional dari sebuah Agama adalah
bahwa ia dimanifestasikan dalam kecenderungannya kepada Yang Maha Kuasa,
yang didasarkan pada kesatuan tentang Yang Maha Suci, dan memandang Yang
Maha Kuasa sebagai sesuatu yang tidak bisa berubah dari masa lampau hingga
sekarang. Sesungguhnya yang menjadi perdebatan di antara beberapa kelompok di
atas bukanlah tentang pokok-pokok ajaran Agama itu sendiri (great tradition),
akan tetapi bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di dalam sistem
kehidupan sosial (little tradition).
Sebagaimana yang terjadi pada kemunculan beberapa pemikiran teologi
dan filsafat di dunia Islam pada abad klasik, bahwa kemunculan gagasan tentang
pemikiran ideologis itu tidak terlepas dari pengaruh kondisi sosial dan politik,
begitu juga dengan yang berkembang di masa berikutnya, tidak terlepas dari
beberapa kepentingan dan kondisi sosial dan budaya bangsa yang sedang
berkembang.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah :


1. Kata-kata “modern”, “modernitas”, “modernisasi”, dan “modernisme”,
seperti kata lainnya yang berasal dari barat, telah dipakai dalam bahasa
Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai
yang terbaru, secara baru, mutakhir
2. Islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas atau bahkan di
sertakan dengan sikap permisif (ibahiyah), yaitu sikap menolerir setiap hal
tanpa mengenal batas yang pasti. Islam liberal di pandang sebagai
ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga. Dalam Islam
persoalan batasan antara mana yang boleh dan yang tidak boleh
menempati kedudukan yang sentral.
3. Sekularisme berasal dari kata latin speculum yang berarti “masa” karena
itu sekuler berarti “beriorentasi pada masa sekarang”. Sekularisme adalah
sebuah doktrin, semangat, atau kesadaran yang menjunjung tinggi prinsip
kekinian mengenai ide, sikap, keyakinan, serta kepentingan individu.
4. Sosialisme Islam adalah istilah yang diciptakan oleh berbagai pemimpin
Muslim untuk menjelaskan bentuk sosialisme yang lebih spritual. Sosialis
muslim percaya bahwa ajaran Qur’an dan Muhammad-khususnya zakat-
sesuai dengan prinsip kesetaraan ekonomi dan sosial.
5. Dalam menyikapi modernisasi, menurut DR. Yusuf al-Qaradhawi dalam
bukunya al-Muslimin wal ‘Aulamah kaum muslimin terbagi dalam tiga
kelompok. Pertama, yang menerima ide barat secara mutlak; kedua, yang
menolak sama sekali ide barat; dan ketiga, yang menerima secara selektif.

3.2. Saran

Penulis menyarankan, sebagai seorang muslim yang taat, hendaknya dapat


mempelajari bagaimana sebenarnya agama Islam, terlebih perannya dalam
kemajuan dan posisinya dizaman modern. Perlu ada pembelajaran yang serius
untuk dapat mengkaji baik dari toleransi Islam, pandangan islam terhapad
fenomenadampak kemajuan disegala bidang. Sebagai kaum yang dianggap
memiliki kelebihan dibidang ilmu pengetahuan, hendaknya juga dapat menjadi
contoh yang baik dalam menyikapi toleransi beragama bagi masyarakat terkait
dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai