Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anestesi pada Pasien Pediatrik

Anestesi dan reanimasi pediatrik sendiri dapat dibagi menjadi empat kelompok umur
yaitu neonatus, bayi, anak pra sekolah dan anak usia sekolah. Kelompok umur ini
mempunyai kebutuhan dan karakteristik yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Hal
ini dapat dilihat dari perbedaan anatomi, fisiologi, psikologi, dan biokimia yang berbeda.
Anestesi dan reanimasi pada pasien pediatrik bukan hanya penyesuaian dosis dan ukuran
alat-alat yang akan dipakai, melainkan juga pendekatanpendekatan yang sesuai dengan
anatomi, fisiologi, psikologi, dan biokimia pasien pediatrik sendiri (Rinaldy Billjudika,
Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

B. Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik

1. Persiapan Pre-Operasi

a. Premedikasi

1) Sulfas Atropine

Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran,


Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1
mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan
pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya
jelek (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

2) Penenang

Tidak dianjurkan pada neonatus dan bayi, karena susunan saraf pusat
belum berkembang, mudah terjadi depresi. Untuk anak pra sekolah dan usia
sekolah yang tidak bisa tenang dan cemas, pemberian penenang dapat
dilakukan dengan pemberian midazolam. Dosis yang dianjurkan adalah
0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit
setelah pemberian (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).
2. Induksi pada Pasien Pediatrik

Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan tipe
operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri
dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang adekuat dari
pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis
pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak)
pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan seperti pipa ETT,
pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi, dan perawatan
intensif yang memadai. Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang
membantu. Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil
mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.

a. Induksi Inhalasi

Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang
takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N2O dalam
oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 0,5 vol% kemudian
dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka
mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah
tidur barn dirapatkan ke muka penderita (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus
Kresna, Made : 2016).

b. Induksi Intravena

Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang
sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan dengan menggunakan propofol
2-3 mg/kg diikuti dengan pemberian pelumpuh otot non depolarizing seperti
atrakurium 0,3 -0,6 mg/kg.3,4 Seringkali pada praktik pediatri, intubasi bisa
dilakukan dengan kombinasi propofol, lidokain, dan opiate dengan atau tanpa
agen inhalasi sehingga tidak diperlukan pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga tidak
diperlukan saat pemasangan LMA (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna,
Made : 2016).

3. Intubasi pada Pasien Pediatrik

Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan membuat posisi
fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit mengangkat bahu
dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal berbentuk donat.3,4,6
Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Intubasi
biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan
gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan
intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi prematur.
Pada anak-anak, digunakan blade laringkoskop yang lebih kecil dan lurus, jenisnya
tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran pernapasan. Pipa
trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat dibengkokkan tidak
digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila
diperlukan (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk
usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika
ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea sama
dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Untuk menghitung
perkiraan diameter dan panjang pipa dapat menggunakan formula :

4 + umur/4 = diameter pipa (mm)

dan

12 + umur/2 = panjang pipa (cm)

Pada pasien pediatrik, intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat


menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan harus dengan ruang
rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees (Rinaldy
Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

4. Pemeliharaan Anestesi pada Pedaitrik

Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.


Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk tindakan
ringan yang tidak lama. Gas anestetika yang umum digunakan adalah N2O dicampur
dengan 02 perbandingan 50:50 untuk neonatus, 60:40 untuk bayi, dan 70:30 untuk
anak-anak. Walapun N2O mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya
sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau
isofluran.Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas
10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non
depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit
demi sedikit (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

5. Komplikasi Anestesi pada Pediatrik

Semua pasien anestesi pediatri, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko
untuk mengalami komplikasi. Mual dan munatah adalah hal yang paling sering
terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT
dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak. Laringospasme
adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada anestesi
stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine
untuk mencegah brakikardi (Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made : 2016).

C. Obat Anestesi pada Pasien Pediatrik

Menurut Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made (2016), sebagai berikut :

1. Obat Emergency

a) Atropin

b) Adrenalin

c) Efedrin

2. Anestesi Umum

a) Induksi Intravena

1) Thiopenthal

- Penggunaan
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat,
barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap
komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang
otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran.
Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada
sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi
neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).
Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap)
dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
- Dosis
Dosis awal 3-4 mg/kgbb; hasil memuaskan dengan menggunakan larutan
2,5%. Dosis berkisar 500mg-100mg .Terutama pada anak yang
menjalani operasi kecil, kateterisasi jantung, pungsi lumbal. Dosis
250mg untuk bb 6-12 mg dan 500mg untuk bb 12-15 mg Digunakan
larutan 5% denan dosis 45 mg/kgbb Mulakerja 5-15 menit bertahan 30
menit ---pulih dalam 1 jam
- Farmakodinamik
a. Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan
hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan
metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi
akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat
menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.
b. Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental
atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian
induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum
induksi.
c. Sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari
konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek
depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi
pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa
menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia.
Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam
beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi
dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi
pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya
tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat
pada miokard.
d. Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan
dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga
menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol
sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan
bronkospasme.
- Farmakokinetik
a. Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara
intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak –
anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau
metoheksital untuk induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital
atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua
kelompok umur.
b. Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang
kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam
jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi
penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena
redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
c. Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
d. Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi
3 ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.
- Efek Samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi
terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi
anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada
pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim
d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan
akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada
saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

2) Propofol

- Penggunaan
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia
umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3
tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan
pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat
atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya.
Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat
ini juga kompatibel dengan D5W.
- Dosis
Penggunaan pada anak-anak Induksi: 25 mg/kgBB.Dosis pemeliharaan:
9-15 mg/kgBB, per jam.
- Farmakodinamik
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik,
pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi
tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
tekanan intraokular sebanyak 35%
Pada sistem kardiovaskule Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat
menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan
dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini
diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan
katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak
30%
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul
pada pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang
menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah memperlambat
volume nafas, mengurangi volume tidal,respon terhadap Co2 menurun.
- Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat
protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu
metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara
2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek
karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis
induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan
kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml
mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa
disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
- Efek samping
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah
operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak
sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan
metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada
sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental <
propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah
dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya
sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada
ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.

3) Kentamin

- Penggunaan
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan
“rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama
dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun
1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat
dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik,
sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan
anastesi umum dan juga efek analgesik
- Dosis
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular
apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak.
Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M.
Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb
I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus
dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
- Famakodinamik
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada
mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu
kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas
setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi
buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia
ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0
µg/ml buat anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah
0,5µg/ml.
- Farmakokinetik
a. Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular
b. Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik
setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali
sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru
akan muncul setelah 15 menit.
c. Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati
menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
d. Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
- Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur
pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah ,
halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat
menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga
dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan
terjadinya nistagmus dan diplopia.

b) Induksi Inhalasi

1) Halotan

- Penggunaan
Halothane merupakan salah satu jenis obat yang sering diberikan dan
diresepkan oleh dokter untuk pengguna yang perlu anestesi inhalasi
secara umum untuk kegiatan pembedahan atau tindakan medis lainnya
yang mengharukan pengguna dalam keadaan tidak sadar.
- Dosis
gunakan dengan alat penguap khusus yang dikalibrasi, untuk induksi,
ditingkatkan bertahap hingga 2-4% dalam oksigen atau dinitrogen
monoksida-oksigen; penggunaan pada anak diberikan dosis yang lebih
rendah di banding orang dewasa yaitu: 1,5-2%. Pemeliharaan, 0,5-2%
- Farmakodinamik
halotan adalah anestesi inhalasi yang mempunyai daya analgesik dan
relaksasi otot yang cukup baik. halotan memiliki efek inotropik negatif
yang dapat menekan kontrabilitas otot jantung , menekan pernapasan,
menimbulkan relaksasi otot polos dan turunya tekanan darah.
- Farmakokinetik
halotan di serap dalam tubuh melalui alveoli paru-paru, sama seperti
volatile anestesi lainya, kelarutan gas darah isofluran sangat bergantung
pada konsentrasinya di alveolar. halotan memiliki kelarutan yang besar
dalam darah dan jaringan. Namun halotan mempunyai sifat anelgesi
yang lemah
- Efek samping
Recovery dari anestesi dengan halothane terjadi cukup cepat. Terjadinya
rasa mual dan muntah pada masa pasca bedah / anestesi kadang-kadang
hebat, maka harus dilakukan pengawasan dan perawatan yang seksama
untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat muntah (umpamanya :
aspirasi ), terutama pada pasien yang waktu puasa pra bedah tidak
cukup, kurang dari 8 jam (dewasa), seperti pada kasus bedah akut. Selain
daripada itu pengamatan atau monitoring harus dilakukan sesuai standar
monitoring. Terjadinya menggigil pada masa pasca bedah sering terjadi
pada anestesia dengan halothane. Ini ada hubungannya dengan
meningkatnya tonus otot secara menyeluruh baik yang bersifat
sementara atau menetap.Seringkali hal ini juga ada hubungannya dengan
turunnya suhu badan pasien selama pembedahan.Untuk mencegah hal
ini dapat diberikan uap hangat ke dalam sirkuit pernafasan selama
pembedahan.

2) Sefofluran

- Penggunaan
Sefofluran adalah metil isopropil eter yang berbau manis, tidak berbau,
dan sangat berfluorinasi digunakan sebagai anestesi inhalasi untuk
induksi dan pemeliharaan anestesi umum . Setelah desflurane , ini adalah
anestesi volatil dengan onset dan offset tercepat.
- Dosis
a. Usia 0-1 bulan jangka penuh neonatus: 3,3% dalam oksigen
b. Usia 1-6 bulan: 3% dalam oksigen
c. Usia 6 bulan ke <3 tahun : 2,8% dalam oksigen atau 2% dengan 65%
N2O/35% oksigen
d. Usia 3-12 tahun: 2,5% dalam oksigen atau 2,5% dengan 65%
N2O/35% oksigen
e. 12-25 tahun : 2,6% dalam oksigen atau 1,4% dengan 65% N2O/35%
oksigen
- Farmakodinamik
Kedalaman anestesi cepat berubah diikuti dengan perubahan konsentrasi
Sevoflurane yang terinspirasi. Onset dan pemulihan cepat. Oleh karena
itu, mungkin pasien membutuhkan penghilang rasa nyeri segera setelah
operasi. Seperti halnya senyawa inhalasi lainnya. Penekanan fungsi
kardiovaskuler oleh Sevoflurane tergantung pada dosis. Peningkatan
konsentrasi Sevoflurane menyebabkan penurunan tekanan rerata arterial,
tetapi tidak merubah denyut jantung
- Farmakokinetik
evoflurane tidak mengubah konsentrasi noradrenalin pada penelitian.
Pada pasien dengan tekanan intrakranial normal, Sevoflurane memiliki
efek minimal pada tekanan intrakranial dan dipertahankan dengan
respon CO2. Keamanan Sevoflurane tidak dapat dinilai pada pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien dengan risiko
peningkatan tekanan intrakranial, Sevoflurane harus diberikan dengan
hati-hati bersamaan dengan manuver untuk menurunkan tekanan
intrakranial, seperti hiperventilasi.
- Efek samping
Mual dan muntah paling sering ditemukan pada periode post-operatif,
kejadian yang sama juga ditemukan pada anestesi inhalasi lain. Efek-
efek ini merupakan sekuele yang sering dari pembedahan dan anestesi
umum yang mungkin disebabkan oleh anestesi inhalasi, senyawa lain
yang diberikan secara intraoperatif atau post-operatif dan respon pasien
terhadap prosedur pembedahan
3) Isofluran
- Penggunaan
dijual dengan nama dagang Forane antara lain, adalah anestesi umum .
Dapat digunakan untuk memulai atau mempertahankan anestesi .
Seringkali obat lain digunakan untuk memulai anestesi karena iritasi
saluran napas dengan isoflurane.
- Dosis
Dewasa: Induksi: Awalnya, 0,5% v / v dengan oksigen; atau oksigen dan
nitrous oxide, ditingkatkan menjadi 1,5-3% v/v. anestesi bedah biasanya
diproduksi dalam waktu 10 menit. Pemeliharaan: 1-2,5% v/v dengan
oksigen dan nitrogen oksida campuran atau 1,5-3,5% v/v dengan
oksigen saja. Untuk pemeliharaan anestesi selama operasi caesar: 0,5-
0,75% v/v dengan oksigen dan campuran nitrogen oksida. Induksi pada
anak-anak dosis dikurangi sesuai dengan kebutuhan
- Farmakodinamik
Isufluran adalah anestesi inhalasi yang mempunyai daya analgesik dan
relaksasi otot yang cukup baik. Isofluran memiliki efek inotropik negatif
yang dapat menekan kontrabilitas otot jantung , menekan pernapasan,
menimbulkan relaksasi otot polos dan turunya tekanan darah.
- Farmakokinetik
Isofluran di serap dalam tubuh melalui alveoli paru-paru, sama seperti
volatile anestesi lainya, kelarutan gas darah isofluran sangat bergantung
pada konsentrasinya di alveolar. Isofluran memiliki kelarutan yang
sangat rendah dalam darah dan jaringan. Konsentrasinya dalam alveolus
dan darah arterial mencapai 50% konsentrasi 4-8 menit pertama, dan
60% dalam 15 menit. Isofluran dieliminasi melalui paru-paru. Ketika
pemberian isofluran dihentikan dan konsentrasi inspirasi menjadi nol,
sebagian besar sisa isofluran dieliminasi dalam bentuk utuh
- Efek samping
efek samping obat ini pada umunya serupa dengan efek samping agen
anestesi halogenasi lainnya diantaranya hipotensi, depresi pernapasan
dan aritmia. Efek samping ringan lainnya seperti peningkatan jumlah sel
darah putih dan juga menggigil, mual dan muntah selama periode pasca
operasi. Obat ini juga dikaitkan dengan terjadinya hiperkalemia
perioperatif.

4) Desfluran

- Penggunaan
adalah metil etil eter yang sangat berfluorinasi yang digunakan untuk
pemeliharaan anestesi umum . Seperti halotan , enfluran , dan isofluran ,
ini adalah campuran rasemat dari ( R ) dan ( S ) isomer optik
( enantiomer ). Bersama dengan sevofluran , secara bertahap
menggantikan isofluran untuk penggunaan manusia, kecuali di daerah
yang secara ekonomi belum berkembang, di mana biayanya yang tinggi
menghalangi penggunaannya. Ini memiliki onset dan offset yang paling
cepat dari obat anestesi volatil yang digunakan untuk anestesi umum
karena kelarutannya yang rendah dalam darah.
- Dosis
Pada anak anak Dosis yang diberikan setelah induksi dengan agen selain
desflurane): 5,2-10% v / v dengan / atau tanpa nitro oksida.
- Farmakodinamik
Desflurane diketahui bertindak sebagai modulator alosterik positif dari
reseptor GABA A dan glisin , dan sebagai modulator alosterik negatif
dari reseptor nikotinik asetilkolin , serta memengaruhi lainnya. saluran
ion ligand-gated .
- Farmakokinetik
beberapa kekurangan desfluran adalah potensinya yang rendah,
kepedasannya, dan biayanya yang tinggi (meskipun pada laju aliran gas
segar yang rendah, perbedaan biaya antara desflurane dan isoflurane
[1]
tampaknya tidak signifikan ). Ini dapat menyebabkan takikardia dan
iritabilitas jalan napas ketika diberikan pada konsentrasi yang lebih besar
dari 10 vol%. Karena iritabilitas jalan nafas ini, desflurane jarang
digunakan untuk menginduksi anestesi melalui teknik inhalasi.
Meskipun mudah menguap, itu adalah cairan pada suhu kamar. Mesin
anestesi dilengkapi dengan unit penguap anestesi khusus yang
memanaskan cairan desfluran hingga suhu konstan. Hal ini
memungkinkan agen tersedia pada tekanan uap yang konstan,
meniadakan efek fluktuasi suhu lingkungan jika tidak pada konsentrasi
yang diberikan ke aliran gas segar dari mesin anestesi. Desflurane,
bersama dengan enflurane dan pada tingkat lebih rendah isoflurane ,
telah terbukti bereaksi dengan penyerap karbon dioksida dalam sirkuit
anestesi untuk menghasilkan kadar karbon monoksida yang terdeteksi
melalui degradasi agen anestesi. CO
2 penyerap Baralim , ketika dikeringkan, paling dapat disalahkan untuk
produksi karbon monoksida dari degradasi desfluran, meskipun juga
terlihat dengan penyerap soda kapur . Kondisi kering dalam penyerap
karbon dioksida kondusif untuk fenomena ini, seperti yang dihasilkan
dari aliran gas segar yang tinggi.
- Efek samping
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya
saja tidak seperti isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah
arteri koroner. Efek terhadap respirasi adalah penurunan volume tidak
dan peningkatan laju napas. Secara keseluruhan terdapat penurunan
ventilasi alveolar sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek terhadap
SSP adalah vasodilatasi pembuluh darah serebral, sehingga terjadi
peningkatan TIK, serta penurunan konsumsi oksigen oleh otak. Tidak
ada laporan nefrotoksik akibat desfluran, begitu juga dengan fungsi hati.

3. Anestesi Lokal

a) Anestesi Lokal Golongan Amida

1) Lidokain

- Penggunaan : Anestesia regional, pengobatan aritmia ventrikuler,


khususnya jika berkaitan dengan infark miokard akut atau pembedahan
jantung, perlemahan respons presor terhadap intubasi (tekanan
darah/tekanan intracranial); pelemahan fasikulasi yang diakibatkan-
suksinilkolin.

- Dosis : Blok pleksus brakialis : 300-750 mg (30-50 ml larutan 1%-


1.5%; anak-anak, 0.2-0.33 ml/kg. Bolus epidural, 200-400 mg ( larutan
1%-2%), anak-anak 7-9 mg/kg infus 6-12 ml/jam (larutan 0,5% dengan
atau tanpa narkotik epidural), anak-anak 0,2-0,35 ml/kg/jam.

- Pengeceran dengan Infus : IV, 500 ml-2gm dalam 500 ml D5W (0,1%-
0,4% atau 1-4 mg/dl), Epidural, 20 ml 1% dalam 20 ml larutan NS
(bebas pengawet) (0,5%).

- Farmakodinamik : Anestesi lokal turunan amida ini mempunyai


awitan aksi yang cepat. Menstabilkan membran neuronal dengan
menginhibisi fluks natrium yang diperlukan untuk memulai dan
menghantarkan impuls. Obat ini juga merupakan suatu obat anti-aritmik
kelas IB yang secara otomatis menekan dan memperpendek periode
refrakter efektif dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje. Lama
potensial aksi dan periode refrakter efektif otot ventrikel juga
berkurang. Lidokain intravena dan laringotrakea menurunkan tekanan
darah yang ditimbulkan oleh intubasi trakea. Jika diberikan secara
intravena, hal ini sebagian disebabkan oleh efek analgesic dan efek
analgesic local (mencerminkan pengiriman obat ke percabangan
trakeobronkus yang sangat vascular). Penurunan tergantung dosis dai
tekanan intracranial merupakan akibat sekunder dari peningkatan
resistensi vascular otak dan penurunan aliran darah otak. Kadar plasma
yang tinggi (seperti yang terjadi pada blok paraservikal) menimbulkan
vasokonstriksi dan mengurangi aliran darah uterus. Dosis terapeutik
tidak mengurangi secara bermakna tekanan darah sistemik,
kontraktilitas miokard, atas curah jantung. Dosis yang berulang
menyebabkan peningkatan yang bermakna dari kadar darah karena
akumulasi yang lambat.

- Farmakokinetik : Efek jantung dengan antiaritmik lain seperti fenitoin,


prokainamid, propranolol, atau kuinidin dapat bersifat adiktif atau
antagonistic; dapat mempotensiasi efek bloking neuromuskuler
suksinilkolin, tubokuranin; penurunan bersihan pada pemakaian
berbarengan dengan obat-obatan penyakit beta, simetidin, kejang,
depresi pernapasan dan sirkulasi terjadi pada kadar plasma tinggi ;
benzodiazepine, barbiturate, dan anestetik volatile meningkat ambang
kejang; lamanya anestesi regional diperpanjang oleh obat-obatan
vasokonstriktor (contohnya, epinefrin), agonis alfa-2 (contohnya
klonidin), dan narkotik (contohnya fentanyl); alkalinisasi meningkatkan
kecepatan awitan dan potensi dari anestesi local atau regional.

- Efek Samping : Kardiovaskuler (Hipotensi, brakikardia, aritmia, blok


jantung); Pulmoner (depresi pernapasan, henti pernapasan); SSP
(tinitus, kejang, kehilangan pendengaran, euforia, ansietas, diplopia,
nyeri kepala pascaspinal, araknoiditis, kelumpuhan); Alergik (Urtikaria,
pruritus, edema angioneurotik); Epidural/Kaudal/Spinal (Spinal tinggi,
kehilangan kontrol kandung kemih dan usus, defisit motorik, sensorik,
otonomik dari segmen bawah).

2) Bupivakain

3) Ropivakain
4) Levobupivakain

b) Anestesi Lokal Golongan Ester

1) Prilokain

− Penggunaan : Anestesia regional.

− Dosis : Blok pleksus brakialias : 300-750 mg (30-50 ml larutan 1%-


1,5%) ; anak-anak 0,5-0,75 ml/kg.

− Farmakodinamik : Anestetik lokal arnida ini menstabilisasi membran


neuron dan mencegah awal dan transmisi dari implus. Prilokain
ekuipoten terhadap lidokain tetapi berlangsung lebih lama ; kurang
toksik dan mengalami metabolisme hati yang cepat menjadi orto-
toluidin, yang mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin. Jika
dosis prilokain melebihi 600 mg, maka akan terdapat cukup
methemoglibin untuk menyebabkan pasien tampak sianotik, dan
kemampuan membawa oksigen berkuran. Kemampuan unit untuk
menyebabkan Methemoglobinemia terkait dosis membatasi manfaat
klinisnya, dengan pengecualian adalah pada anestesi regional intravena.

− Farmakokinetik : Methemoglobinemia terjadi pada dosis yang tinggi


(lebih besar dari 600 mg); bersihan berkurang pada pemberian bersama
penyekat beta atau tinetidin; konsentrasi obat toksik dapat menimbulkan
kejang, depresi pernafasan, dan kolaps kardiovaskuler; benzodiazepin,
barbiturat, dan anestetik volatil meningkatkan ambang kejang; lama
anestesia regional diperpanjang oleh obat-obatan vasokonstriktor
(contohnya, epinefrin dan ag.. Nis alfa-2 seperti klonodin); alkalinisasi
meningkatkan kecepatan awitan dan potensi dari anestesia lokal atau
regional.

− Efek Samping : kardiovaskuler (Hipotensi, bradikardi, henti jantung);


pulmoner (Depresi pernapasan, henti napas); SSP (Tinitus, kejang,
kehilangan pendengaran, euphoria, disforia); alergik (Urtikaria, pruritus,
edema angioneurotik); epdural/klaudal (Spinal tinggi, kehilangan
kontrol, kandung kemih dan usus, dan defisit motoric, sensorik,
otonomik (kontrol sfingter) permanen dari segmen bagian bawah).
2) Klorprokain

3) Tetrakain

c) Ajuvan Anestesi Lokal

1) Efineprin

2) Opioid

3) Clonidine

4) Ketamin

5) Midazolam

6) Neostigmin

7) Tramadol

4. Anestetik Kaudal

a. Bupivacaine

b. Clonidine

c. Fentanyl

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ramli. (2016). Prinsip Dasar Anestesi Pediatrik. Kampus Unhas Tamalanrea:
Hasanuddin Universitu Press.
Rinaldy Billjudika, Regi., Agus Kresna, Made. (2016). Tatalaksana Anestesia dan Reanimasi
Pada Pasien Pediatrik. Bagian Aanestesiologi dan Reanimasi: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai