Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM DAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN

“TEORI SOSIOLOGI”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Sosiologi Lingkungan

Dosen Pengampu :
Sarita Oktorina, M.Kes

Penyusun :

1. Asmaul Nur Aini (H75218021)


2. Ahmad Zein Syaifudin (H75218017)
3. Annisaa’ Fitria (H95218045)
4. Ahmad Taufiqurrahman (H05218005)
5. Nurus Sobirotus Sifa’ (H75218037)
6. Nur Cholis Shofi (H95218059)
7. Safira Anastasia (H95218065)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Makalah Hukum dan
Sosiologi Lingkungan mengenai Teori Sosiologi. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Baginda kita Muhammad Rasulullah SAW yang telah membawa
umatnya dari dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang
disinari iman dan islam.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pengampu yang telah membimbing dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa juga pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses pembuatan
makalah ini hingga selesai tepat waktu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, kritik membangun
mengenai isi makalah ini sangat kami harapkan untuk dijadikan upaya peningakatan
selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi. Penyusun berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Sekian dari kami, semoga makalah ini
bermanfaat. Mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini,
dikarenakan pengalaman dan pemikiran kami sangat terbatas. Terima kasih.

Surabaya, 9 September 2019

Penulis

i|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang..................................................................................................... 1
2. Rumusan masalah................................................................................................. 1
3. Tujuan.................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Sosiologi Secara Umum................................................................... 3


2. Objek dan Subjek Sosiologi ………………………………................................ 3
3. Ciri-Ciri Sosiologi………………………………….......................................... 3
4. Teori Sosiologi…………………………………………………………………. 4
4.1. Teori Fungsional Struktural……………………………………………….. 4
4.1.1. Asumsi Dasar………………………………………………………. 5
4.1.2. Teori Struktural Fungsional Menurut Emile Durkheim……………… 5
4.1.3. Teori Struktural Fungsional Menurut Talcott Parsons……………….. 5
4.1.4. Teori Struktural Fungsional Menurut Robert K. Merton…………….. 6
4.1.5. Kritik Terhadap Teori Fungsionalisme Struktural………………… 6
4.2. Teori Konflik……………………………………………………………… 7
4.2.1. Asumsi Dasar………………………………………………………. 7
4.2.2. Teori Konflik Menurut Karl Max…………………………………….. 8
4.2.3. Teori Konflik Menurut Max Weber………………………………….. 8
4.2.4. Teori Konflik Menurut Dahrendorf………………………………….. 8
4.2.5. Kritik Terhadap Teori Konflik……………………………………. 9
4.3. Teori Interaksi Simbolik………………………………………………….. 9
4.3.1. Asumsi Dasar………………………………………………………. 9
4.3.2. Kritik Terhadap Teori Interaksi Simbolik…………………………. 10

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan................................................................................................... …….. 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 12

ii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

َ ‫ا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع‬
‫ارفُوا ۚ إِ َّن‬
‫أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬
Surat Al-Hujurat Ayat 13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dalam kajian sosiologi, manusia adalah bahasan utama yang akan selalu
disinggung. Manusia memiliki sifat yang sangat kompleks dan dinamis. Untuk memahami
manusia dengan beragam karakter dan permasalahannya, dibutuhkan berbagai landasan teori.
Manusia selalu hidup dalam masyarakat dan berhubungan dengan manusia lain. Hubungan
tersebut terjadi secara individual maupun kelompok. Hubungan manusia dengan
lingkungannya menghasilkan suatu sistem kehidupan bersama yang disebut dengan
masyarakat. Selain membentuk masyarakat sebagai suatu sistem sosial, hubungan antara
manusia dengan lingkungannya juga menghasilkan berbagai produk yang disebut kebudayaan
Kajian mengenai masyarakat sangat penting dilakukan, karena untuk menangani
berbagai persoalan sosial harus berdasar pada informasi akurat yang hanya didapatkan lewat
hasil studi sosiologi. Untuk itu, kita diajak untuk mempelajari sosiologi sebagai ilmu yang
mengkaji hubungan masyarakat dan lingkungan agar memiliki kompetensi minimal dalam
memahami problematika sosial di lingkungan sekitar. Terdapat setidaknya tiga teori utama
sosiologi yang dapat dijadikan sebagai perspektif dalam memandang berbagai kajian sosial.
Tiga teori utama sosiologi ini meliputi teori fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori
interaksi simbolik. Ketiga perspektif ini dinilai cukup berpengaruh dalam berbagai kajian
sosiologi dan sering digunakan untuk mengkaji berbagai fenomena sosial. Sekalipun
dinamika teori sosial terus mengalami perkembangan sehingga memunculkan perspektif
-perspektif baru mengenai sosiologi, namun ketiga perspektif ini masih banyak digunakan
dan dirasa masih relevan untuk menganalisa fenomena sosial yang berlangsung masa kini.

1|Page
2. Rumusan Masalah
2.1. Apakah pengertian sosiologi secara umum?
2.2. Apa saja sifat-sifat dasar sosiologi?
2.3. Apa saja ciri-ciri sosiologi?
2.4. Apakah yang dimaksud dengan teori fungsionalisme struktural?
2.5. Apakah yang dimaksud dengan teori konflik?
2.6. Apakah yang dimaksud dengan teori interaksi simbolik?

3. Tujuan
3.1. Untuk mengetahui pengertian sosiologi secara umum
3.2. Untuk mengetahui tentang teori fungsionalisme structural
3.3. Untuk mengetahui tentang teori konflik
3.4. Untuk mengetahui tentang teori interaksi simbolik

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Sosiologi Secara Umum

Secara etimologis, kata “sosiologi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius yang
artinya kawan, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sehingga kita dapat
mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang membahas mengenai kehidupan manusia sebagai
mahluk sosial. Sedangkan menurut Pitirim Sorokin, pengertian sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara beragam gejala sosial. Misalnya
gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-
sosial. Selain itu, Pitirim Sorokin juga mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik simpulan bahwa sosiologi merupakan suatu
bidang ilmu yang mempelajari mengenai manusia sebagai mahluk sosial dan interaksi antar
manusia yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat.

2. Sifat-Sifat Dasar Sosiologi


2.1. Empiris, artinya sosiologi merupakan ilmu yang didasari oleh observasi
(pengamatan) dan masuk akal, dimana hasilnya tidak bukan sesuatu yang bersifat
spekulatif.
2.2. Teoretis, artinya dalam penyusunan abstraksi sosiologi dibuat berdasarkan observasi
yang konkret di lapangan. Abstraksi disusun secara logis dan menjelaskan hubungan
sebab-akibat sehingga menjadi sebuah teori.
2.3. Komulatif, artinya sosiologi disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada, yang
kemudian diperbaiki, diperluas, sehingga menguatkan teori-teori yang sudah ada.
2.4. Nonetis, artinya pembahasan masalah dalam sosiologi tidak mempersoalkan tentang
baik atau buruknya masalah tersebut, namun lebih bertujuan untuk menjelaskan
masalah secara mendalam.

3. Subjek dan Objek Sosiologi


Subjek Sosiologi adalah manusia dan masyarakat

3|Page
Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama
dengan sesamanya. Keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau
manusia lain disekelilingnya (misalnya, masyarakat).
Masyarakat sebagai subjek sosiologi menunjukkan pada sekumpulan manusia
yang sudah lama hidup bersama dan menciptakan berbagai nilai dan norma
untuk mengatur kehidupannya.

Objek Sosiologi
Objek Sosiologi Material: Mengacu pada benda fisik, sumber daya, dan tempat yang menentukan
kulturnya. Seperti rumah, tetangga, kota/daerah, sekolah, tempat ibadah, kantor, peralatan,
produk, dan lain-lain. Semua aspek fisik tersebut menentukan perilaku dan kultur seseorang.
Objek Sosiologi Non Material : Mengacu pada budaya dan adat istiadat. Seperti nilai-nilai,
aturan, norma, moral, bahasa, organisasi, dan lembaga. Misalnya, konsep dari suatu agama
melahirkan suatu aturan, nilai, moral, bahasa, dan etnis yang disesuaikan dengan agama yang
dianut.
Objek Sosiologi Budaya :Objek budaya salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan
satu dengan yang lain.
Objek Sosiologi Agama :Pengaruh dari objek dari agama ini dapat menjadi pemicu dalam
hubungan sosial masyarakat, dan banyak juga hal-hal ataupun dampak yang memengaruhi
hubungan manusia.

4. Teori Sosiologi

Dalam kajian ilmu, teori adalah hal penting untuk melakukan analisis dalam
memandang serangkaian fakta dan relasinya dengan sesuatu yang lain. Teori utama sosiologi
ini pun akan membantu kita lebih memahami fenomena sosial yang berlangsung dalam
masyarakat dan kaitannya dengan hal lain.
Terdapat setidaknya tiga teori utama sosiologi yang dapat dijadikan sebagai perspektif
dalam memandang berbagai kajian sosial. Tiga teori utama sosiologi ini meliputi teori
fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori interaksi simbolik. Ketiga perspektif ini
dinilai cukup berpengaruh dalam berbagai kajian sosiologi dan sering digunakan untuk
mengkaji berbagai fenomena sosial. Sekalipun dinamika teori sosial terus mengalami
perkembangan sehingga memunculkan perspektif -perspektif baru mengenai sosiologi,
namun ketiga perspektif ini masih banyak digunakan dan dirasa masih relevan untuk
menganalisa fenomena sosial yang berlangsung masa kini.
Dalam memandang proses sosial ini, perspektif struktural fungsional dan perspektif
konflik sosial menggunakan perspektif makro pada masyarakat, sementara perspektif
interaksionisme simbolik, mengambil perspektif mikro. Bedanya, perspektif makro ini

4|Page
melihat pada lingkup yang lebih luas pada masyarakat di dalam kelompok atau sistem sosial,
sedangkan perpspektif mikro lebih menekankan pada relasi antar individunya.
Berikut ini 3 teori utama sosiologi :

4.1. Teori Fungsional Struktural


4.1.1. Asumsi Dasar
Asumsi dasar dari teori fungsional struktural terletak pada konsep
keteraturan masyarakat. Teori ini memandang bahwa masyarakat bersifat statis
atau berada dalam perubahan secara berimbang, di mana setiap elemen
masyarakatnya memiliki peran menjaga stabilitas tersebut. Asumsi utama dari
teori ini adalah anggapan bahwa masyarakat merupakan organisme biologis
yang terdiri dari organ-organ yang saling mengalami ketergantungan sebagai
konsekuensi agar organisme tersebut dapat tetap bertahan hidup. Melalui
pendekatan struktural fungsional ini, para sosiolog berharap dapat mencapai
keteraturan sosial dalam masyarakat.

4.1.2. Teori Struktural Fungsional Menurut Emile Durkheim


Emile Durkheim adalah pelopor utama kemunculan teori struktural
fungsional ini. Namun, akar pemikirannya mengenai teori ini telah diawali dari
Auguste Comte dan Herbert Spencer. Menurut Durkheim, masyarakat
merupakan suatu kesatuan berupa sistem yang di dalamnya terdapat bagian –
bagian yang dibedakan.
Contoh teori struktural fungsional yang dikembangkan Durkheim ini
dapat dilihat pada kondisi masyarakat modern dengan segala kebutuhannya di
berbagai aspek, termasuk aspek teknologi informasi dan komunikasi. Ketika
akses teknologi informasi dan komunikasi terganggu, semisal karena satelit
telekomunikasi yang terganggu, maka hal ini akan mempengaruhi bagian lain
dari sistem masyarakat modern ini, hingga keseluruhan sistem terganggu.
Kehidupan ekonomi masyarakatnya misalnya, seperti transaksi ekonomi akan
ikut terhenti.

5|Page
4.1.3. Teori Struktural Fungsional Menurut Talcott Parsons
Empat komponen penting dalam teori struktural fungsional menurut
Parsons yaitu : Adaptation, Goal Atainment, Integration, dan Latency (AGIL).
Berikut keterangannya :
 Adaptation : sistem sosial atau masyarakat selalu mengalami perubahan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
terjadi, secara internal maupun eksternal.
 Goal Attainment : setiap sistem sosial atau masyarakat akan senantiasa
terdapat berbaga tujuan yang hendak dicapai sisstem sosial tersebut.
 Integration : setiap bagian dari sistem sosial terintegrasi satu sama lain
serta cendeung bertahan pada equilibrium (keseimbangan).
 Latency : sistem sosial senantiasa berusaha mempertahankan bentuk-
bentuk interaksi yang relatif tetap atau statis, sehingga setiap perilaku
yang menyimpang diakomodasi melalui kesepakatan-kesepakatan yang
terus menerus diperbaharui.

4.1.4. Teori Struktural Fungsional Menurut Robert K. Merton


Paradigma analisa fungsional Merton dapat dirangkum dalam tiga
postulat sebagai analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu
demi satu, yaitu :
 Postulat pertama, adalah postulat kesatuan fungsional masyarakat yang
menunjukkan bahwa kesatuan fungsional masyarakat memiliki bagian
-bagian yang saling bekerja sama dalam tingkat konsistensi internal
yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan tidak
teratasi
 Postulat kedua adalah postulat fungsionalisme universal, beranggapan
bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang telah baku memiliki
fungsi-fungsinya sendiri yang positif, yang pada akhirnya dapat
menetapkan keseimbangan dalam sistem sosial.
 Postulat ketiga, indispensability, yakni dalam setiap tipe peradaban,
setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan, seluruhnya
memenuhi beberapa fungsi serta tugas penting yang harus dijalankan,
sehingga tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai
keseluruhan

6|Page
4.1.5. Kritik Terhadap Teori Fungsional Struktural
Kritik terhadap teori struktural fungsional banyak dilontarkan karena teori
ini dianggap masih memiliki beberapa kelemahan, seperti :
 Teori ini mengabaikan konflik yang merupakan keniscayaan dalam
masyarakat. Penganut teori ini cenderung menuntut masyarakat berada
pada tingakatan yang harmonis dan stabil sehingga dapat berjalan
dengan baik. Padahal, faktanya dalam masyarakat seringkali tidak
terhindarkan dari kejadian kontradiksi yang dapat memicu konflik.
Konflik inilah yang pada akhirnya dapat menimbulkan guncangan
dalam sistem.
 Teori ini terlalu kaku terhadap perubahan terutama yang berasal dari
luar. Teori ini cenderung berfokus pada sistem beserta bagian
-bagiannya yang bersifat stabil. Faktanya, kehidupan masyarakat
bersifat dinamis sehingga sering harus menghadapi perubahan, baik ke
arah negatif, maupun positif.
 Teori ini terlalu melebih-lebihkan harmonisasi dan meremehkan konflik
sosial. Penganut teori ini cenderung memaksakan segala peraturan
dalam masyarakat serta mempertahankannya, juga menerima perubahan
sebagai hal yang konstan, tanpa membutuhkan penjelasan. Perubahan
yang dianggap bermanfaat bagi sistem diterima, sementara perubahan
lain ditolak mentah -mentah.

4.2. Teori Konflik


4.2.1. Asumsi Dasar Teori Konflik
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak
terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi
terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang
berbeda dengan kondisi semula (Bernard, 2017). Ada beberapa asumsi dasar
dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural
fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan
keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik
dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak
akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun

7|Page
pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan
dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang
berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan
subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat
menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

4.2.2. Teori Konflik Menurut Karl Max


Karl Marx (1818-1883) dianggap sebagai pelopor utama dari teori
konflik. Bahkan, Riyadi Soeprapto dalam “Interaksionisme Simbolik”
menyebutnya sebagai sebagai mahaguru perspektif konflik. Dasar pemikiran
Marx yang diambil adalah mengenai eksploitasi besar-besaran yang dianggap
sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan sejarah. Marx memandang adanya
perbedaan kelas yang salah satunya disebabkan oleh proyek industrialisasi, dan
hal ini hanya mengejar keuntungan secara ekonomi semata. (Soeprapto, 2002:
72). Pada intinya, teori konflik melihat adanya pertikaian dan konflik dalam
sistem sosial. Jadi, dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada
keteraturan. Berbeda dengan para fungsionalis yang melihat keadaan normal
masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang statis, maka para teoritisi konflik
cenderung melihat masyarakat berada pada konflik terus-menerus dalam
kelompok dan kelas.
4.2.3. Teori Konflik Menurut Max Weber
Disampaikan oleh R. Collins, Weber meyakini bahwa konflik terjadi
dengan cara yang jauh lebih dari sekedar kondisi-kondisi material. Ciri dasar
kehidupan sosial memang berupa konflik dalam memperebutkan sumber daya
ekonomi. Weber menekankan adanya beberapa konflik yang paling penting
yang berpengaruh terhadap perusabahan sosial.
 Pertama, adalah konflik dalam arena politik. Konflik politik ini adalah
sesuatu yang sangat fundamental, karena kehidupan sosial dalam kadar
tertentu adalah wujud pertentangan dalam rangka memperoleh
kekuasaan dan dominasi dari individu atau kelompok tertentu. Weber

8|Page
juga melihat dalam kadar tertentu, bahwa pertentangan ini sebagai
tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
 Kedua, adalah tipe konflik terkait gagasan dan cita-cita. Weber
mengungkapkan bahwa orang seringkali tertantang untuk mendominasi
pandangan dunia mereka, baik berupa doktrin keagamaan, filsafat sosial
ataupun konsepsi mengenai gaya hidup cultural yang terbaik.

4.2.4. Teori Konflik Menurut Dahrendorf


Tokoh teori konflik lainnya yang cukup populer adalah Dahrendorf.
Dahrendorf merupakan seorang intelektual Jerman yang populer lewat
karyanya “Class and Class Conflict in Industrial Society” 1959. Bagi
Dahrendorf, penjelasan kaum fungsionalis mengenai integrasi, nilai dan
konsensus, serta stabilitas dianggap tidak seimbang. Ia menolak asumsi kaum
fungsionalis ini dan berusaha mendasarkan teorinya pada suatu perspektif
Marxis modern. Baginya, konflik sosial yang didasarkan pada oposisi
kepentingan dan konsekuensi konflik dapat meluas dan sekaligus dapat
melahirkan perubahan sosial.
Dahrendorf beranggapan bahwa masyarakat tidak akan ada tanpa
konsesus dan konflik karena penyatuan masyarakat terjadi karena adanya
ketidakbebasan yang dipaksakan. Hal ini sekaligus mencerminkan bahwa pada
posisi tertentu dalam masyarakat, terdapat otoritas terhadap posisi yang lain
yang mendelegasikan kekuasaan.

4.2.5. Kritik Terhadap Teori Konflik


Serupa halnya dengan teori fungsional struktural, teori konflik pun juga
tak luput dari kelemahan. Beberapa kritik yang ditujukan pada teori konflik,
meliputi :
 Teori konflik dianggap mengabaikan ketertiban dan stabilitas dalam
masyarakat. Padahal, sekalipun konflik konflik dan perubahan adalah
bagian dari masyarakat, tapi bukan berarti masyarakat tidak pernah
mengalami kondisi dengan ketertiban dan stabilitas.
 Teori konflik memiliki dasar ideologi radikal. Sama halnya dengan
fungsionalisme yang dikritik karena ideologi konservatifnya, kedua
teori ini dianggap tidak cukup memadai dalam menganalisa kehidupan

9|Page
sosial masyarakat karena masing – masing hanya dapat menerangkan
sebagian kehidupan sosial saja. Padahal, diperlukan perspektif teoritis
yang mampu menerangkan konflik dan ketertiban sekaligus.

4.3. Teori Interaksi Simbolik


4.3.1. Asumsi Dasar Teori Interaksi Simbolik
Individu adalah makhluk yang bersifat dinamis dan terus berubah. Karena
individu ini adalah unsur utama pembentuk masyarakat, maka ini artinya
masyarakat pun berubah melalui interaksi yang terjadi antar individu ini. Teori
interaksi simbolik perlu dipahami untuk mencapai pemahaman interpretative
terhadap fenomena sosial yang ada. Gagasan utama perspektif ini mengacu
pada kenyataan sosial yang muncul melalui proses interaksi, dan berkaitan erat
dengan kemampuan manusia untuk menciptakan serta memanipulasi simbol-
simbol. Inti utama dari interaksionisme simbolik sendiri adalah berfokus pada
mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia.
Perspektif ini memandang bahwa individu pada dasarnya bersifat aktif,
reflektif, dan kreatif, menafsirkan, serta menampilkan perilaku yang rumit dan
juga sulit diramalkan. Jadi, sederhananya, perspektif interaksi simbolik
menolak gagasan yang menyebut bahwa individu adalah organisme yang pasif,
dengan perilaku yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada
di luar dirinya.
4.3.2. Kritik Terhadap Teori Interaksi Simbolik
Teori Interaksi-Simbolik pun tidak lepas dari adanya kelemahan dan
kritik. Adapun kelamahan dari teori interaksi simbolik yang dapat dirangkum,
sebagai berikut :
 Interaksionis terlalu memperhatikan kehidupan individu sehari-hari dan
pembentukan sosial dari dirinya. Akan tetapi, mereka cenderung
mengabaikan struktur sosial. Padahal, struktur sosial bagi individu
adalah hal penting.
 Interaksi simbolik mengabaikan faktor-faktor psikologis seperti
kebutuhan, motif, dan niat, dan justru lebih memusatkan kajiannya pada
tindakan, simbol serta interaksi. Karenanya, perhatian dari para
penganut teori ini pun tidak bisa terlalu mendalam.

10 | P a g e
 Teori ini hanya memfokuskan pada kehidupan manusia sehari-hari, dan
tidak melihat hal-hal yang membuat atau melatarbelakangi tindakan itu
terjadi, hingga akhirnya dilakukan.

11 | P a g e
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Secara etimologis, kata “sosiologi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius yang
artinya kawan, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sehingga kita dapat
mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang membahas mengenai kehidupan manusia sebagai
mahluk sosial.

Terdapat setidaknya tiga teori utama sosiologi yang dapat dijadikan sebagai perspektif
dalam memandang berbagai kajian sosial. Tiga teori utama sosiologi ini meliputi teori
fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori interaksi simbolik. Ketiga perspektif ini
dinilai cukup berpengaruh dalam berbagai kajian sosiologi dan sering digunakan untuk
mengkaji berbagai fenomena sosial. Sekalipun dinamika teori sosial terus mengalami
perkembangan sehingga memunculkan perspektif -perspektif baru mengenai sosiologi,
namun ketiga perspektif ini masih banyak digunakan dan dirasa masih relevan untuk
menganalisa fenomena sosial yang berlangsung masa kini.

12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-sosiologi.html (10 September 2019)

Bernard Raho, 2007, Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta

George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Cet.IV. Jakarta:
Kencana.

Jebarus, F. 2012. Exposure-Journal of Advanced Communication Vol. 2 No. 1 February.

Jones, P. 2016. Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga Post
Modernisme. Jakarta: Pustaka Obor.

Nazsir, Nasrullah. 2008. Teori-Teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran.

Siswanto, B .2016. Handbook Teori Sosial. Malang: Pascasarjana Universitas Merdeka.

Soeprapto, R .2002. Interaksionisme Simbolik. Malang: Averroes Press.

Soetomo. 2010. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya.Yogyakarta: Graha Ilmu

Supraja, M, dkk.2013. Alienasi, Fenomenologi, dan Pembebasa Individu. Yogyakarta:


LOGIS-UGM
Suyanto, B, dkk .2010. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Malang: Aditya Media
Publishing.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai