Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sindrom emboli lemak (Fat Embolism Syndrome) adalah manifestasi klinis yang
serius sindrom emboli lemak ditandai oleh tiga serangkai gangguan pernapasan,
penurunan tingkat kesadaran dan petechiae. Istilah 'fat emboli' menunjukkan adanya
gelembung-gelembung lemak dalam sirkulasi perifer setelah trauma utama yang
terkait dengan fraktur tulang panjang, pelvis dan dalam pengaturan prosedur ortopedi
elektif atau darurat. (S. Jain, et al, 2008)

Istilah 'fat emboli' menunjukkan adanya gelembung-gelembung lemak dalam


sirkulasi perifer dan parenkim paru-paru setelah fraktur tulang panjang, pelvis atau
trauma besar lainnya. Hal ini terjadi pada semua pasien yang menopang dengan
tulang panjang atau patah tulang panggul. Pada tahun 1861, Zenker menjelaskan
tentang tetesan lemak dalam kapiler paru-paru pada seorang pekerja kereta api yang
mengalami cedera fatal pada thoracoabdominal.(P. Glover, et al, 1999)

Emboli lemak dapat didefinisikan sebagai penyumbatan pembuluh darah oleh


gelembung-gelembung lemak intravaskular mulai 10-40 pM diameter. Dalam lebih
dari 90% kasus, hal ini terkait dengan trauma kecelakaan pada tulang panjang atau
panggul, atau selama trauma bedah (misalnya rekonstruksi sendi), dan dalam 10% dari
kasus ini memiliki penyebab atraumatic transplantasi sumsum (misalnya transplantasi
sumsum tulang, pankreatitis, sickle cell disease, luka bakar, terapi kortikosteroid dosis
tinggi berkepanjangan, diabetes mellitus,) penyebab langka lainnya termasuk trauma
hati, sedot lemak, lipotomy, external cardiac compression, gangren gas, penyakit
dekompresi dan lipid infusions. (P. Glover, et al, 1999)

I.2 Tujuan

Sehubungan dengan masalah tersebut referat ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

1
Untuk mengetahui dan memahami salah satu gangguan pada bidang orthopedi
khususnya pada penyakit sindrom emboli lemak

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian sindrom emboli lemak
b. Mengetahui penyebab sindrom emboli lemak
c. Memahami etiologi dan patofisiologi sindrom emboli lemak
d. Memahami manifestasi klinis dari sindrom emboli lemak
e. Mengetahui diagnosis dan diagnosis diferensial dari sindrom emboli
lemak
f. Mengetahui penatalaksanaan sindrom emboli lemak

I.3 Manfaat

1. Bagi mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta memperkaya khasanah
mengenai ilmu orthopedi, khususnya pada sindrom emboli lemak

2. Bagi Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Menambah referensi dan memperbaharui informasi mengenai sindrom
emboli lemak sertaa menjadi sarana latihan bagi dokter muda dalam
pembuatan karya ilmiah yang tentunya akan sangat bermanfaat
dikemudian hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Tulang

II.1.1. Fungsi dari Tulang (Wangi D, 2013)

2
 Perlindungan. Tulang adalah struktur yang keras dan padat, sehingga
berfungsi kepada tubuh manusia sebagai perlindungan kepada jaringan
dan organ-organ penting.
 Penyokong. Tulang bertindak sebagai bahan sokongan kepada tubuh.
 Penghasil sel darah merah. Sumsum merah yang terdapat di tulang
menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Proses ini
dikenal sebagai hematopoiesis dan hemopoiesis.
 Pergerakan.
 Tempat penyimpanan. Tulang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan
yang menyimpan bahan mineral seperti kalsium, fosforus dan juga sedikit
lemak.

II.1.2. Komposisi Tulang (Wangi D, 2013)

 Kalsium (Ca)
 Phosphorus (P)
 Ferum (Fe) / Iron
 Natrium (Na) / sodium
 Kalsium (K)
 Iodin (I)

II.1.3. Jenis-jenis Tulang (Wangi D, 2013)

 Tulang panjang : femur, tibia dan fibula, humerus, ulna dan


radius, phalanges
 Tulang pendek : carpals, tarsals
 Tulang leper : cranium, sternum, scapulae
 Tulang tak tentu bentuk : vertebrae, pelvis, calcaneus
 Tulang bulat : patellae

3
II.1.4. Perkembangan Tulang (Wangi D, 2013)

Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa. Proses terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu
melalui osifikasi intramembran dan osifikasi endokondral :

1. Osifikasi intramembran : Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim


menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Pada
proses perkembangan hewan vertebrata terdapat tiga lapisan lembaga yaitu
ektoderm, medoderm, dan endoderm. Mesenkim merupakan bagian dari lapisan
mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang
tengkorak berasal langsung dari sel-sel mesenkim melalui prosesosifikasi
intramembran.

4
2. Osifikasi endokondral : Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel
mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu
berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas
tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini bertanggung jawab pada
pembentukkan sebagian besar tulang manusia. Pada proses ini sel-sel tulang
(osteoblas) aktif membelah dan muncul dibagian tengah dari tulang rawan yang
disebut center osifikasi. Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel
tulang dewasa ini tertanam dengan kuat pada matriks tulang.

Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan


(kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian
tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi
osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta,
perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada
bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi
primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan dengan demikian
terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada
sel-sel tulang rawan ini.

Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan


pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan
masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah
epifisis sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa.
Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifisis yang berperan
penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifisis dan
diafisis yang disebut dengan cakram epifisis.

Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifisis terus-


menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di
daerah diafisis, dengan demikian tebal cakram epifisis tetap sedangkan tulang
akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang-tulang

5
didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum
membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk
lapisan tulang-tulang baru di permukaan.

II.2 Definisi

Sindrom emboli lemak adalah sindrom yang terdiri dari suatu respiratory
distress syndrome dan hipoksia arterial yang berat yang disebabkan oleh adanya
suatu emboli lemak yang sistemik. (Salter, 1999)
Sindrom emboli lemak adalah manifestasi orthopedic khusus dari acute
respiratory distress syndrome (ARDS) yang disebabkan oleh lepasnya lemak
sumsum tulang ke dalam sirkulasi yang dapat muncul setelah terjadinya fraktur.
(Skinner H B, 1999)
Sindrom emboli lemak adalah sindrom yang ditandai dengan insufisiensi
respiratorik, abnormalitas saraf pusat, dan petekhie yang biasanya muncul 24-72
jam setelah kejadian pencetus yang biasanya adalah trauma tulang panjang atau
pelvis. (Mark F S, 1999)
Dapat disimpulkan bahwa FES adalah suatu sindrom yang disebabkan
oleh lepasnya lemak sumsum tulang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan
suatu embolisasi lemak yang sistemik dan ditandai dengan insufisiensi
respiratorik (ARDS), hipoksia arterial berat, abnormalitas saraf pusat, dan
petekhie yang muncul 24-72 jam setelah kejadian pencetus yang biasanya adalah
trauma tulang panjang atau pelvis. (Dheni H, 2009)

6
Gambar Histologi Emboli Lemak

Trauma emboli lemak


Histologi penumpukan lemak pada kapiler paru terjadi pada semua pasien yang
memiliki tulang panjang dan fraktur panggul, walaupun hanya 1-2% dari pasien ini
mengembangkan sindrom pernapasan dan / atau neurologis yang dikenal sebagai
sindrom emboli lemak. Jarang, emboli lemak akan menyebabkan sindrom
kardiovaskular dikenal sebagai sindrom emboli lemak fulminan. (P. Glover, et al,
1999)
Lemak intramedulla adalah sumber emboli lemak pada pasien yang memiliki
patah tulang atau selama fiksasi bedah intramedulla (selama prosedur
echocardiography terakhir telah mengkonfirmasi phenomenon emboli). Lemak
memasuki venula robek yang disimpan paten di kanal Haversian dan memasuki
sirkulasi di lokasi cedera. (P. Glover, et al, 1999)
Sementara gelembung-gelembung lemak mulai dari 7-10 pM diameter dapat
melintasi pembuluh darah paru, dengan 25% dari individu yang memiliki Probe
patensi foramen ovale, jika hipertensi pulmonal berat terjadi selama emboli lemak,
maka perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri akan memungkinkan
gelembung-gelembung lemak berkisar antara 20-40 pM diameter untuk melintasi
septum atrium dan embolise ke dalam sirkulasi sistemik. (P. Glover, et al, 1999)

Atraumatic emboli lemak


Asal usul lemak dalam kondisi tidak terkait dengan gangguan jaringan adiposa
(misalnya pankreatitis, terapi dosis tinggi kortikosteroid berkepanjangan, diabetes
mellitus, infus lipid, dll) tidak jelas, meskipun, diperkirakan bahwa aglutinasi
intravaskular dari kilomikron, Intralipid liposom atau lemak macroglobules (diinduksi
oleh stres yang disebabkan kadar asam lemak bebas yang tinggi dan hipoalbuminemia)
dengan peningkatan kadar protein C-reaktif selama penyakit akut, mungkin ini
memainkan peran dalam berbagai emboli lemak. (P. Glover, et al, 1999)

II.3 Epidemiologi

Fat Embolism Syndrome (FES) paling sering dikaitkan dengan tulang


panjang dan fraktur panggul, dan lebih sering pada tertutup, daripada fraktur
terbuka. Pasien dengan fraktur tulang panjang tunggal memiliki kesempatan 1

7
sampai 3 persen terkena sindrom ini, hal ini meningkatkan dalam korelasi dengan
jumlah patah tulang. FES telah dicatat dalam hingga 33 persen pasien dengan
patah tulang femur bilateral. (S. Jain, et al, 2008)
Insiden juga lebih tinggi pada pria muda karena mereka lebih rentan
terhadap kecepatan tinggi kecelakaan lalu lintas jalan. Sindrom ini terjadi
terutama pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak, seperti pada anak-anak,
sumsum tulang mengandung lebih banyak jaringan hematopoietik dan kurang
lemak. (S. Jain, et al, 2008)
II.3 Etiologi

Sindrom emboli lemak paling sering terjadi pada fraktur tertutup dari tulang
panjang. Tetapi ada banyak penyebab lain, yaitu : (Wangi D, 2013)

 Fraktur tertutup menyebabkan lebih banyak emboli dibandinngkan dengan


fraktur terbuka. Tulang panjang, pelvis dan tulang rusuk lebih
menyebabkan emboli dibandingkan sternum dan klavikula. Fraktur
multiple menyebabkan lebih banyak terjadinya emboli.
 Prosedur ortopedi.
 Cedera jaringan lunak yang besar.
 Luka bakar yang parah.
 Biopsi sumsum tulang.
 Sedot lemak.
 fatty liver.
 Terapi kortikosteroid berkepanjangan.
 Pankreatitis akut.
 Osteomyelitis.
Kondisi menyebabkan infark tulang, terutama penyakit sel sabit.

II.4 Faktor resiko (Wangi D, 2013)


 Usia muda
 Fraktur tertutup
 Fraktur multiple
 Terapi konservatif untuk fraktur tulang panjang

II.5 Patofisiologi
Ada kontroversi antara kedua sumber emboli lemak dan modus tindakan. Ada tiga
teori utama telah diusulkan. (S. Jain, et al, 2008)

1. Teori Teknik

8
Menurut teori ini, diusulkan oleh Gauss pada tahun 1924, trauma pada tulang
panjang melepaskan tetesan lemak dengan cara mengganggu sel lemak dalam
tulang retak atau dalam jaringan adiposa. Tetesan lemak ini masuk ke robekan
pembuluh darah dekat tulang panjang. Hal ini terjadi bila tekanan intramedulla
lebih tinggi dari tekanan vena. Tetesan lemak kemudian diangkut ke vaskular bed
pulmonary di mana tetesan lemak besar mengakibatkan obstruksi mekanik dan
terjebak sebagai emboli dalam kapiler paru-paru. Tetesan lemak ukuran kecil dari
7-10 ¼m dapat melewati paru-paru dan mencapai sirkulasi sistemik menyebabkan
embolisasi ke otak, kulit, ginjal atau retina. (S. Jain, et al, 2008)
Cara lain di mana tetesan lemak lolos ke sirkulasi sistemik adalah pirau prekapiler paru dan patologis antara vena-arteri misalnya

foramen ovale paten. Namun, teori ini tidak cukup menjelaskan 24-72 jam keterlambatan dalam perkembangan setelah cedera akut. (S. Jain,

et al, 2008)

emboli in the
vascular bed pulmonary
pulmonary capillaries
long release
blood
bone of fat
vessel
traumatic droplets
systemic emboli in the
circulation brain, skin,
kidney, retina

2. Teori Infiltrasi
Teori ini mengatakan bahwa partikel lemak dari kanal medularis dapat masuk ke
dalam sirkulasi vena dari lokasi fraktur dan kemudian mengembolisasi paru dan
terkadang ke pembuluh darah besar melalui sirkulasi pulmonal atau melalui paten
foramen ovale. Teori ini dikuatkan dengan fakta bahwa droplet lemak telah ditemukan
pada hematoma dari fraktur dan embolisasi lemak dari paru telah terbukti terjadi pada
fraktur eksperimental dan setelah perusakkan medulla tanpa fraktur. Telah dibuktikan
pula bahwa droplet lemak terjadi pada aliran darah mengikuti suatu fraktur dan operasi
orthopedic serta pewarnaan vital dari sel medulla ditemukan pada paru di dalam
sebuah raktur eksperimental. (Dheni H, 2009)
Pada 1956 Peltier meneliti komposisi lemak dari tulang panjang manusia dan
menemukan proporsi FFA yang beragam yang cocok dengan yang ditemukan pada

9
emboli pulmonal post fraktur. Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh Jones dan Sakovich
(1966) dengan penelitian pada kelinci. (Dheni H, 2009)

Lemak Sirkulasi
dari Sirkulasi
pulmonal Sistemik
kanal vena
medularis / PDA

3. Teori Koagulasi
Pasien dengan trauma, terutama dengan beberapa fraktur tulang panjang,
seringkali berada dalam keadaan shok hemoragis. Hal ini memperlambat
mikrosirkulasi yang meningkatkan viskositas dan menurunkan suspensi stabilitas
dari komponen seluler darah. Hal ini dikenal sebagai ‘pengendapan (sludging).
Perubahan ini menyebabkan kapiler paru dan otak bertindak sebagai filter
endapan. (Dheni H, 2009)

Fraktur Perlambatan Sludging: Penyumbatan


dengan mikrosirkulasi -peningkatan vascular otak
shock viskositas dan paru
hemoraghis -penurunan (filter)
suspensi
stabilitas

Selain itu, terdapat keadaan hiperkoagulabilitas karena sumsum tulang adalah


stimulus besar untuk aktivasi sistem pembekuan darah. Adhesi platelet juga
meningkat dan hal ini menyebabkan penumpukannya di paru dan menyebabkan
turunnya jumlah platelet di tempat lain. Peltier (1969) mengatakan bahwa platelet
ini memiliki afinitas terhadap lemak netral dan membentuk agregat pada partikel
lemak. Terjadinya obstruksi mekanik dan rilis dari komponen vasoaktif misalnya
histamine dan serotonin telah dirasakan sebagai kolapsnya sirkulasi kapiler dan
fragmentasi dari membran pembuluh darah. (Dheni H, 2009)

II.6 Gejala klinis

FES biasanya terjadi antara 12-72 jam setelah cedera awal. Jarang terjadi
pada 12 jam atau setelah 2 minggu. Pasien datang dengan tiga serangkaian klasik :

10
manifestasi pernafasan (95%) , efek otak (60%) dan petekie (33%). (S. Jain, et al,
2008)

1. Manifestasi Paru : Perubahan pernafasan sering merupakan gejala klinis yang


tampak pertama. Sesak , takipnea dan hipoksemia adalah gejala yang paling
sering tingkat keparahan gejala ini bervariasi tetapi sejumlah kasus dapat
berkembang menjadi gagal nafas dan dapat berkembang menjadi syndrome
gangguan pernafasan akut (ARDS). Kira kira setengah dari pasien dengan FES
yang disebabkan oleh fraktur tulang panjang bisa memburuk karena
hipoksemia berat dan insufisiensi pernafasan dan memerlukan ventilasi
mekanis. (S. Jain, et al, 2008)

2. Manifestasi CNS: gejala neurologis akibat emboli serebral sering terjadi pada
tahap awal dan tampak setelah terjadi gangguan pernafasan. Perubahan yang
terjadi mulai dari pusing ringan, rasa kantuk yang dalam hingga kejang berat .
Gejala umum terlihat tanda-tanda neurologis fokal termasuk hemiplegia ,
afasia , apraxia , gangguan lapang pandang , anisokor dan sikap dekortikasi.
Untungnya, hampir semua deficit neurologis bersifat sementara dan reversible.
(S. Jain, et al, 2008)

3. Ruam petekie : ruam petekie bisa terjadi gejala terakhir setelah gejala yang
lain. Ini terjadi pada 60% kasus dan karena embolisasi kapiler kulit kecil yang
mengarah ke ekstravasasi eritrosit. Ini menghasilkan ruam petekie di
konjungtiva, selaput lender mulut dan lipatan-lipatan kulit tubuh bagian atas
terutama leher dan ketiak. Kelainan ini tidak ada hubungannya dengan kelainan
fungsi trombosit. Hal ini diyakini menjadi satu-satunya fitur patogonomik

11
sindrom emboli lemak dan biasanya muncul dalam 36 jam pertama dan self
limiting , menghilang sepenuhnya dalam 7 hari. (S. Jain, et al, 2008)

Ruam ptekie pada tubuh bagian atas anterior, karakteristik sindrom emboli lemak .

4. Manifestasi okuler : pada funduskopi , retinopati purtscher mungkin terlihat


terdiri dari eksudat kapas , edema makula dan perdarahan makula. (S. Jain, et
al, 2008)

5. CVS : takikardia persisten awal , meskipun tidak spesifik , hampir selalu hadir
pada semua pasien dengan emboli lemak. Jarang, emboli lemak sistemik
mempengaruhi jantung dan menyebabkan bintik-bintin nekrosis pada miokard
dan sindrom “full blown” pada jantung kanan. (S. Jain, et al, 2008)

6. Demam sistemik : Tanda awal yang sangat umum dari sindrom emboli lemak
adalah demam hal ini sering ringan tetapi dapat meningkat hingga 39 oC. (S.
Jain, et al, 2008)

II.7 Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan temuan klinis tetapi perubahan biokimia
mungkin bermanfaat. Set yang paling umum digunakan kriteria diagnostik mayor
dan minor adalah yang diterbitkan oleh Gurd (Lihat Tabel 2). (S. Jain, et al, 2008)

Table 2. kriteria Gurd


Kriteria mayor :
Aksila atau petechiae subconjunctival
Hipoksemia PaO2 <60 mm Hg, FIO2 = 0,4

12
Depresi sistem saraf pusat
edema paru
Kriteria minor :

Takikardia <110 bpm


Pireksia <38,5 ° C
Emboli ada dalam retina pada funduskopi
Gelembung-gelembung lemak ada dalam urin
Penurunan mendadak hematokrit atau trombosit di nilai pada peningkatan ESR
Gelembung-gelembung lemak ada dalam dahak

Table 3. kriteria Lindeque


Sustained Pao2 <8 kPa
Sustained PCO2 of >7.3 kPa atau a pH <7.3
Nafas >35 per menit, meskipun sedasi
Peningkatan kerja nafas ; dyspnea, kerja otot bantu nafas takikardi dan cemas

Baru-baru ini, indeks emboli lemak telah diusulkan sebagai sarana semi-
kuantitatif untuk mendiagnosa FES, di mana ada tujuh fitur klinis (lihat Tabel 4),
masing-masing diberi skor tertentu. Skor> 5 diperlukan untuk diagnosis positif. (S.
Jain, et al, 2008)

Table 4. kriteria Schonfeld


Petechiae 5
Perubahan foto thoraks (menyebar infiltrat alveolar) 4
Hipoksemia (PaO2 <9,3 kPa) 3
Demam (> 38 ° C) 1
Takikardia (> 120 denyut min-1) 1
Takipnea (> 30 bpm) 1
Skor kumulatif > 5 diperlukan untuk diagnosis

II.8 Pemeriksaan

13
FES adalah diagnose klinis , tidak ada uji laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnose ini. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung diagnosis
klinis atau untuk memantau terapi, yang terdiri dari : (S. Jain, et al, 2008)
1. Hematologi dan biokimia : terdapat anemia yang tidak dapat dijelaskan (pada
70% kasus) dan trombositopenia sering ditemukan (jumlah trombosit < 150.000
pada 50% kasus). Konsentrasi lipid darah tidak membantu untuk diagnosis karena
konsentrasi lemak tidak berkorelasi dengan keparahan sindrom ini. Hipokalsemia
(karena kalsium mengikat asam lemak bebas) dan lipase serum .
hipofibrinogenemia , mengangkat ESR dan waktu protrombine.
2. Urine dan pemeriksaan Sputum : Gelembung-gelembung lemak, baik dalam
sputum maupun urin tidak perlu untuk memastikan diagnosis. Namun proses
pemulihan dari gelembung lemak harus diamati. Dalam sebuah penelitian,
gelembung-gelembung lemak ditunjukkan dalam serum > 50% pasien dengan
patah tulang yang tidak memiliki gejala sugesif dari sindrom ini .
3. Gas darah arteri : menjelaskan tekanan parsial oksigen yang rendah dan tekanan
parsial CO2 yang rendah dengan alkalosis pernapasan. Terjadi perbedaan dalam
peningkatan alveolar paru dan tekanan oksigen dalam arteri, terutama dalam
waktu 24-48 jam dan berpotensi menjadi penyebab yang sugestif dari syndrome
ini.
4. Chest X-ray : toraks sering kali normal pada awalnya , tetapi pada beberapa
pasien dengan “bilateral fluffy shadows” berkembang memburuk menjadi
insufisiensi pernafasan. Minoritas penampakan foto memiliki konsolidasi ruang
udara karena edema atau perdarahan alveolar , gejala ini yang paling menonjol.
sindrom klasik toraks pada emboli lemak menunjukkan bayangan flocculent
(“penampilan badai salju”). Tanda- tanda radiologis dapat bertahan sampai tiga
minggu.
5. Scan Paru : Adanya perkusi ventilasi mismatch. Pada tahap awal rasio V / Q
sering tinggi dan fase ini menyatu dengan tahap V / Q rendah dan memenuhi
kriteria Gurd .
6. EKG : biasanya normal kecuali untuk takikardia sinus nonspesifik. Namun,
perubahan ST – T , deviasi aksis ke kanan dan RBBB dapat dilihat dalam kasus-
kasus fulminant .

14
7. Transesophageal echocardiography : TEE mungkin digunakan dalam
mengevaluasi rilis intraoperative isi sumsum ke dalam aliran darah selama
intramedulla reaming .
8. Bronchoalveolar Lavage : penggunaan bronkoskopi dengan lavage
bronchoalveolar untuk mendeteksi tetesan lemak dalam makrofag alveolar
sebagai alat untuk mendiagnosis emboli lemak telah dijelaskan pada pasien
trauma dan pasien dengan syndrome dada akut .
9. CT Brain : temuan CT scan yang ditunjukkan dengan perubahan dalam status
mental.
10. MRI Brain : terbukti berguna dalam diagnosis awal

II.9 Diagnosis Banding

 Pulmonary Embolism (Liza K, 2013)


 Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (Liza K, 2013)

II.10 Penatalaksanaan
Medical Care: Perawatan medis termasuk oksigenasi yang memadai dan
ventilasi, hemodinamik stabil, produk darah sebagai klinis yang ditunjukkan,
hidrasi, profilaksis trombosis vena dalam dan stres yang berhubungan dengan
perdarahan gastrointestinal dan nutrisi. (S. Jain, et al, 2008)
Berbagai obat sudah dicoba tapi dengan hasil yang kurang jelas. Ini termasuk :

Kortikosteroid: Kortikosteroid telah dipelajari secara ekstensif dan


direkomendasikan oleh beberapa untuk pengelolaan FES. Mekanisme yang
diusulkan tindakan sebagian besar sebagai agen anti-inflamasi, mengurangi
perdarahan perivaskular dan edema. Ada data yang cukup untuk mendukung
memulai terapi steroid setelah FES dibentuk. Sebuah studi eksperimental
menunjukkan tidak ada efek menguntungkan, dan tidak ada prospektif, acak dan
terkontrol studi klinis yang telah menunjukkan manfaat yang signifikan dengan
penggunaannya. (S. Jain, et al, 2008)
Aspirin: Sebuah penelitian prospektif dari 58 pasien dengan fraktur tanpa
komplikasi menunjukkan bahwa pengobatan pasien dengan aspirin
mengakibatkan normalisasi signifikan gas darah, protein koagulasi, dan nomor
trombosit bila dibandingkan dengan kontrol. (S. Jain, et al, 2008)

15
Heparin: Heparin dikenal untuk membersihkan serum lipaemic dengan
merangsang aktivitas enzim lipase dan telah dianjurkan untuk pengobatan FES.
Namun, aktivasi lipase berpotensi berbahaya jika peningkatan asam lemak
bebas merupakan bagian penting dari patogenesis. Ada juga kemungkinan
peningkatan risiko pendarahan pasien rawat inap dengan multi trauma. (S. Jain,
et al, 2008)

N-Acetylcysteine: Pengenalan misel lemak menjadi terisolasi perfusi paru-paru


tikus menyebabkan emboli lemak yang dibuktikan dengan perubahan berat
badan paru-paru, peningkatan dihembuskan oksida nitrat dan konsentrasi
protein dalam lavage bronchoalveolar, hipertensi pulmonal, peningkatan
koefisien filtrasi kapiler, dan patologi paru-paru. Insult juga meningkatkan nitrat
/ nitrit, methylguanidine, tumor necrosis factor-α, dan interleukin-1β dalam
perfusi paru-paru, peningkatan neutrofil elastase dan tingkat myeloperoxidase,
dan diregulasi diinduksi ekspresi nitric oxide synthase. Pasca pengobatan
dengan N-Acetylcysteine membatalkan perubahan tersebut disebabkan oleh
emboli lemak. (S. Jain, et al, 2008)

Jadi, ada terapi khusus untuk sindrom emboli lemak, pencegahan, diagnosis
dini, dan pengobatan simtomatik yang memadai sangat penting. Ini adalah self
limiting disease dan pengobatan terutama mendukung yang meliputi : (S. Jain,
et al, 2008)

1. Ventilasi spontan
Manajemen awal hipoksia yang berhubungan dengan paru emboli lemak
harus ventilasi spontan. Inhalasi oksigen menggunakan sungkup muka dan
aliran sistem pengiriman gas yang tinggi dapat digunakan untuk
memberikan FIO2 (konsentrasi O2 terinspirasi) dari 50 - 80%.(S. Jain, et al,
2008)
2. CPAP dan ventilasi noninvasif
CPAP (continuous positive airway pressure) dapat ditambahkan untuk
meningkatkan PaO2 tanpa meningkatkan FIO2. Ventilasi mekanis juga

16
dapat diterapkan melalui CPAP masker dan telah berhasil digunakan pada
pasien. (S. Jain, et al, 2008)
3. Ventilasi mekanik dan PEEP
Jika FIO2 dari> 60% dan CPAP dari> 10 cm yang diperlukan untuk
mencapai PaO2> 60mm Hg, kemudian endotrakeal intubasi, ventilasi
mekanis dengan PEEP (akhir positif tekanan ekspirasi) harus
dipertimbangkan. Baik PEEP atau ventilasi mekanis memiliki nilai intrinsik
menguntungkan pada proses emboli paru, dan mereka bahkan dapat
meningkatkan cedera paru-paru akut. Oleh karena itu, tujuan prinsip PEEP
dan ventilasi mekanik adalah untuk mencapai pertukaran gas yang memadai
tanpa menimbulkan kerusakan paru-paru lebih lanjut. (S. Jain, et al, 2008)
II.11 Prognosis
 Tingkat kematian dari sindrom emboli lemak adalah 5 sampai 15%. Bahkan
kegagalan pernapasan yang terkait dengan emboli lemak jarang menyebabkan
kematian. (Wangi D, 2013)
 Defisit neurologis dan koma dapat berlangsung selama beberapa hari atau
minggu. Berkurangnya residu mungkin termasuk perubahan kepribadian,
kehilangan memori dan disfungsi kognitif. (Wangi D, 2014)
 Kebanyakan kasus FES sembuh dengan oksigenasi yang adekuat dan
penggunaan diuretic dan garam serta restriksi air. Resolusi dari tampilan klinis
terjadi setelah 2-3 minggu kemudian. Kematian lebih karena kegagalan nafas
daripada kegagalan saraf pusat, ginjal, atau sequele jantung. Prognosisnya,
kecuali untuk kasus yang fulminan, adalah sangat baik. Pada pasien dengan
koma dan ganguan nafas mortalitasnya adalah 20%. (Dheni H, 2009)

II.12 Pencegahan
Imobilisasi awal patah tulang tampaknya menjadi cara yang paling efektif
untuk mengurangi kejadian dari kondisi ini. (Wangi D, 2013)
REFERENSI

1. Dheni H, 30 december 2013, Compartment Syndrome Deep Vein Thrombosis and


Fat Embolism Syndrome, http://id.scribd.com/doc/27320465/ Compartment-
Syndrome-Deep-Vein-Thrombosis-Fat-Embolism-Syndrome, jam : 12.00 WIB.
2009

17
2. Glover P, L. I. G. Worthley : Fat Embolism. Department of Critical Care
Medicine, Flinders Medical Centre, Adelaide SOUTH AUSTRALIA. 1999.
3. Jain. S, dkk: Journal Fat Embolism Syndrome. www.japi.org. April 2008
4. Lisa Kirkland, 28 december 2013, Fat Embolism Syndrome Http://emedicine.
medscape.com/article/460524 jam : 20.00 WIB, Mar 20 2013
5. Wangi D, 26 december 2013, Sindrom Emboli Lemak, ml.scribd.com/doc/
168305049/ -Emboli-Lemak, time : 21.20 WIB, Sep 15 2013

18

Anda mungkin juga menyukai