Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselarasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul,
peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia. Akibat cedera ini dapat berupa memar,
luka jaringan lunak, cedera musculoskletal, dan kerusakan organ.

Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat dikelompokkan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena, organ apa
yang cedera, dan bagaimana derajat kerusakannya perlu diketahui biomekanik
trauma.

Trauma thorax sering ditemukan. Sekitar 25% dari penderita multi-trauma


ada komponen trauma thorax. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat
diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau
paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi
(Sjamsuhidajat R dan Jong, 2005).

Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang besar. Sebagian besar


pasien meninggal setelah sampai di Rumah sakit dan banyak kematian ini
seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan
terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari
trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus
trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan oleh dokter dengan spesialisasi kasus
trauma thorax (Komisi Trauma IKABI, 2008).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Toraks

2.1.1 Definisi

Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan

abdomen. Cavitas thoracis dibatasi oleh dinding thorax, berisi timus,

jantung (cor), paru (pulmo), bagian distal trakea dan bagian besar

esofagus. Dinding thorax terdiri dari kulit, fasia, saraf, otot, dan tulang.

Kerangka dinding thorax

Sifat khusus vertebra thorax mencakup : fovea costalis pada corpus

vertebrae untuk bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau

tiga kosta terkaudal, processus spinosus yang panjang.

Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada

osteokartilagineus yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa

organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka thorax terdiri dari : vertebra

thoraxika (12) dan diskus intervertebralis, costa (12 pasang) dan cartilago

costalis, sternum.

a. Costae

Ada total 12 pasang tulang rusuk di daerah toraks. Tujuh tulang


rusuk pertama menempel di anterior sternum dan posterior ke tulang

belakang. Iga 8 sampai 10 menempel dengan cara yang sama tetapi

terhubung ke tulang rawan kosta sternum anterior. Tulang rusuk 11 dan 12

memiliki nama tulang rusuk "mengambang" karena hanya menempel di

posterior tetapi tidak menempel di anterior (Graeber GM, 2007).

Cartilago costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut

menambah kelenturan dinding thorax. Hal ini berguna untuk mencegah

terjadinya fraktur pada sternum atau costae karena benturan. Costae

berikut cartilago costalis-nya terpisah dari satu yang lain oleh spatium

intercostale yang berisi muskulus interkostalis, arteria interkostalis, vena

interkostalis, dan nervus intercostalis.

Bagian costae terlemah, terletak tepat ventral terhadap angulus

costae. Fraktur costae umumnya terjadi secara langsung karena benturan,

atau secara tidak langsung karena cedera yang mememarkan. Rudapaksa

langsung dapat menyebabkan fraktur di sembarang tempat pada costae,

dan ujung patahan dapat mencederai organ dalam (misalnya paru-paru dan

atau limpa).

b. Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi

bagian ventral sangkar dada. Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim

sterni, korpus sterni, dan processus xyphoideus.

Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi


vertebra T-III dan vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit,

dan lebih tipis dari manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra

(T-V) - (T-IX). Processus xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling

variabel, berupa tulang rawan pada orang muda, tetapi pada usia lebih

daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.

Fraktur sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada

dinding thorax (misalnya pada kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi

terdorong pada batang kemudi). Umumnya korpus sterni yang mengalami

fraktur, dan biasanya bersifat fraktur komunitiva artinya terpecah

berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam kendaraan otomotif

telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah.

Untuk memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh

besar, sternum dibelah dalam bidang median. Corpus sterni seringkali

dimanfaatkan untuk biopsi sumsum tulang dengan jarum karena lebarnya

dan letakya yang superfisial.

c. Appertura thoracis

Cavitas thoracis berhubungan dengan leher melalui apertura

thoracis superior yang berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis superior

ini yang terletak miring, dilalui oleh struktur yang memasuki atau

meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok (trakea), kerongkongan

(esofagus), pembuluh dan saraf.

Cavitas torasis berhubungan dengan abdomen melalui apertura


torasis inferior yang ditutup oleh diafragma. Struktrur-struktur yang

berlalu ke dan dari kavitas torasis, dari dan ke kavitas abdominis melewati

diafragma (misalnya vena kava inferior) atau di belakangnya (misalnya

aorta).

d. Otot saraf dan vaskularisasi dinding thorax

Spatium intercostale yang khas berisi tiga lapis muskulus

interkostalis. Lapis paling superfisial dibentuk oleh muskulus intercostalis

eksternus, lapis kedua oleh muskulus intercostalis internus, dan lapis

paling profunda oleh muskulus intercostalis intimus.

Setelah melewati foramen intervertebrale, kedua belas pasang nervi

thoracici terpecah manjadi rami anteriores dan rami posteriores. Rami

anteriores nervi thoracici I-XI membentuk nervi intercostales yang

memasuki spatia intercostalia. Ramus anterior nervus thoracicus XII yang

terdapat kaudal dari costa XII, disebut nervi subcostalis. Rami posteriores

melintas ke arah dorsal, tepat lateral dari processus artikularis vertebra

untuk mempersarafi otot, tulang, sendi dan kulit di punggung.

Pasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari : arteria

subklavia melalui arteria thoracica interna dan arteria intercostalis

terkranial, arteria aksilaris, orta melalui arteria intercostalis dan arteria

subcostalis.

Vena intercostalis mengiringi arteria intercostalis dan terletak

paling dalam (terkranial) dalam sulcus costa. Di masing-masing sisi


terdapat 11 vena intercostalis posterior dan satu vena subcostalis. Vena

intercostalis posterior beranastomosis dengan vena intercostalis anterior

yang merupakan anak cabang vena thoracica interna. Vena intercostalis

terbanyak berakhir dalam vena azygos yang membawa darah ke venosa ke

vena cava inferior (Moore dan Agus, 2002).

Toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian

bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih

panjang dari pada bagian depan. Di bawah setiap tulang rusuk terletak

saraf interkostal, arteri, dan vena yang memasok untuk suplai darah dan

persarafan. Tulang rusuk berfungsi untuk melindungi organ dan struktur

yang mendasari rongga toraks (Graeber GM, 2007). Pada rongga toraks

terdapat paru-paru dan mediatinum. Mediastinum adalah ruang didalam

rongga dada diantara kedua paru-paru, di dalam rongga toraks terdapat

beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan peredaran darah.

Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,

jantung, pembuluh darah dan saluran limfe.

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk

kerucut terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta

yang berakhir dianterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta

yang melayang.

Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks

seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Assi et al, 2012).


Gambar 2.1 Anatomi toraks (emedicine.medscape, 2009)

2.2 Trauma Toraks

2.2.1 Definisi

Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks

dan atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh

karena trauma tajam. Memahami mekanisme dari trauma akan

meningkatkan kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma

sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan segera (Kukuh, 2002;

David, 2005).

Secara anatomis rongga toraks di bagian bawah berbatasan dengan

rongga abdomen yang dibatasi oleh diafragma, dan batas atas dengan leher

dapat diraba insisura jugularis. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu

muskulus latisimus dorsi, muskulus trapezius, muskulus rhombhoideus

mayor dan minor, muskulus seratus anterior, dan muskulus interkostalis.


Tulang dinding dada terdiri dari sternum, vertebra torakalis, iga dan

skapula. Organ yang terletak didalam rongga toraks yaitu paru-paru dan

jalan nafas, esofagus, jantung, pembuluh darah besar, saraf dan sistem

limfatik (Kukuh, 2002).

Trauma tumpul toraks terdiri dari kontusio dan hematoma dinding

toraks, fraktur tulang kosta, flail chest, fraktur sternum, trauma tumpul

pada parenkim paru, trauma pada trakea dan bronkus mayor,

pneumotoraks dan hematotoraks. (Milisavljevic, et al, 2012)

2.2.2 Epidemiologi

Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan

transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat

dan Eropa rata-rata mortalitas trauma tumpul toraks dapat mencapai 60%.

Disamping itu 20-25% kematian multipel trauma disebabkan oleh trauma

toraks (Veysi, et al, 2009).

2.2.3 Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul

dan trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan

kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima

jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang

berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk

mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola

trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam

dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah


seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti pistol dan berenergi tinggi

seperti pada senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah

adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan

pneumotoraks seperti pada scuba (David, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta

dan sternum, rongga pleura saluran nafas intra toraks dan parenkim paru.

Kerusakan ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung mekanisme

cedera (Gallagher, 2014).

2.2.4 Patofisiologi

Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai

berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.

Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks, berupa fraktur kosta

simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur

kosta multiple dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan

kontusio paru. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh

darah besar dan trauama langsung pada jantung (Kukuh, 2002).

Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat

mengganggu fungsi fisiologi dari pernafasan dan sistem kardiovaskuler.

Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat

tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa

gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik alat

pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah

gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Kukuh, 2002; David, 2005).
2.3 Fraktur Kosta

2.3.1 Definisi Fraktur Kosta

Fraktur pada iga merupakan kelainan yang sering terjadi akibat

trauma tumpul pada dinding toraks. Trauma tajam lebih jarang

mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang

sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga sering

terjadi pada iga IV-X dan sering menyebabkan kerusakan pada organ intra

toraks dan intra abdomen (Sjamsuhidajat, 2005).Toraks terdiri dari 12

tulang toraks dengan bagian depan terdapat; manubrium, sternum,

xyphoid, clavikula dan scapula terletak dibagian belakang. Fraktur kosta

adalah patah tulang yang terjadi pada tulang iga. Flail chest secara khusus

didefinisikan dengan patah tulang pada 4 atau lebih patah tulang kosta

pada dua atau lebih lokasi yang menyebabkan adanya gerakan paradoksal

dari dinding toraks selama pernafasan (Lube, 2013).

2.3.2 Epidemiologi

Patah tulang kosta pada remaja biasanya karena kegiatan olah raga

dan rekreasi sedangkan pada orang dewasa penyebab utamanya adalah

kecelakaan lalu lintas. Pada usia lanjut, penyebab utama terjadinya fraktur

kosta adalah jatuh dari ketinggian. Fraktur kosta juga bisa karena proses

patologis. Metastase kanker ke tulang seperti kanker prostat, kanker

payudara, kanker ginjal bisa muncul fraktur kosta. Kosta lebih tipis

daripada tulang panjang dan lebih mudah terjadi metastase


(Assi et al, 2012); Melendez S. L, 2015). Pada anak- anak umur kurang dari 3

tahun penyebab terbanyak karena menjadi korban kekerasan pada anak 82% dari

62 anak-anak dengan umur kurang dari 3 tahun menjadi korban kekerasan pada

anak (Lafferty et al, 2011).

Prevalensi dari fraktur kosta berhubungan dengan prevalensi penyebab

dari trauma. Fraktur kosta di dunia lebih banyak terjadi karena kecelakaan

lalulintas. Fraktur kosta tidak selalu berbahaya. Angka kejadian berhubungan

dengan derajat dari cedera yang didapat. Pada tahun 2004, lebih dari 300,000

orang dirawat dengan fraktur kosta di Amerika. Insiden fraktur kosta di Amerika

serikat banyak dilaporkan dengan lebih dari 2 juta trauma tumpul terjadi yang

biasanya karena kecelakaan kendaraan bermotor, dengan insiden dari trauma

toraks antara 67 dan 70%. Suatu studi pada pasien dengan fraktur kosta, angka

kematian mencapai 12%; dengan 94% berhubungan dengan trauma itu sendiri dan

32% didapatkan dengan hemothorax atau pneumothorax (Laferty et al, 2011).

Lebih dari setengah dari semua pasien memerlukan tindakan operasi atau

penanganan ICU. Suatu penelitian retrospective dari 99 pasien lanjut usia, 16 %

dari pasien dengan confidence interval 95%, sedangkan 9.5-24.9% mengalami

perburukan termasuk 2 orang meninggal. Perburukan yang terjadi karena acute

respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonia, intubasi yang tidak

terantisipasi, transfer ke ICU dengan hipoksemia atau meninggal. Sebuah studi

pada orang Jepang dengan rheumatoid arthritis yang diikuti selama lebih dari 5

tahun, 13.5% dilaporkan terjadi fraktur dengan fraktur kosta menjadi kasus
terbanyak pada laki-laki dan patah tulang belakang pada perempuan (Melendez S.

L, 2015).

Pada anak anak lebih banyak terjadi trauma pada bagian bawah toraksdan

bagian perut sehingga bila terjadi fraktur kosta dapat menjadi tanda adanya

kemungkinan cedera dengan tenaga yang lebih besar. Pada anak yang lebih muda

dari 2 tahun dengan fraktur tulang kosta mempunyai prevalensi karena kekerasan

pada anak sekitar 83%.Pada anak-anak jarang terjadi fraktur kosta karena tulang

kosta anak anak lebih elastis dibandingkan orang dewasa (Lafferty et al, 2011;

Bruner et al, 2011).

2.3.3 Patofisiologi Fraktur Kosta

Dinding toraks melindungi dan mengelilingi bagian organ didalamnya

dengan tulang padat seperti tulang kosta, clavikula, sternum dan scapula. Pada

pernafasan normal dibutuhkan sebuah dinding toraks yang normal. Fraktur tulang

kosta mengganggu proses ventilasi dengan berbagai mekanisme. Nyeri dari patah

tulang kosta dapat disebabkan karena penekanan respirasi yang menghasilkan

atelectasis dan pneumonia. Patah tulang kosta yang berdekatan seperti flail chest

mengganggu sudut costovertebral normal dan otot diaphragma, menyebabkan

penurunan ventilasi. Fragmen tulang dari tulang kosta yang patah dapat menusuk

bagian paru yang menimbulkan hemothorax atau pneumothorax (Melendez S. L,

2015).

Fraktur kosta merupakan cedera yang paling sering terjadi pada trauma

tumpul toraks lanjut usia. Posisi dari patahan fraktur kosta membantu untuk

mengidentifikasi kemungkinan cedera pada organ dibawahnya. Fraktur pada kosta


pertama menggambarkan trauma serius pada spinal atau pembuluh darah.Fraktur

pada kosta pertama dapat menjadi prediksi terjadinya cedera serius. Tulang kosta

pertama dilindungi dengan baik oleh bahu, otot leher bagian belakang dan

clavikula sehingga bila terjadi patah pada tulang ini, memerlukan energi lebih

dibandingkan dengan patah pada tulang kosta lainnya. Angka kematian sekitar

36% sudah dilaporkan pada fraktur tulang kosta pertama berhubungan dengan

cedera pada paru, aorta asenden, arteri subklavia dan plexus brachialis. Tulang

kosta biasanya mengalami patah pada bagian posterior karena secara struktural

bagian ini merupakan yang paling lemah. Tulang kosta ke 4 sampai 9 lebih sering

terjadi cedera. Mekanisme terjadinya cedera tulang kosta pertama pada

kecelakaan lalulintas terjadikarena kontraksi otot akibat gerakan tiba-tiba dari

kepala dan leher (Melendez, 2015).

2.3.4 Manifestasi Klinis

Pasien dengan patah tulang kosta biasanya dengan nyeri berat khususnya

saat inspirasi atau ketika bergerak. Tanda dan gejala lainnya termasuk tenderness

dan kesulitan dalam pernafasan. Ketidaksimetrisan dari pergerakan dinding

toraks(flail chest). Pasien juga biasanya ditemukan tanda adanya kecemasan,

kelemahan, keluhan nyeri kepala dan mengantuk (Assi et al, 2012).

2.4 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah dilakukan anamnesa untuk

mengetahui mekanisme kejadian kemudian perlu dilakukan pemeriksaan untuk

menunjang diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi;


2.4.1 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium secara umum tidak begitu berguna untuk

mengevaluasi pada kasus isolated rib fractures. Pemeriksaan urinalisis pada kasus

patah tulang kosta bagian bawah diindikasikan pada trauma ginjal. Tes fungsi

paru seperti analisa gas darah digunakan untuk mengetahui adanya kontusio paru

tetapi bukan pemeriksaan untuk patah tulang toraks itu sendiri (Melendez S.L,

2015).

2.4.2 Foto Polos Toraks

Pemeriksaan pertama pada pasien dengan trauma toraks adalah foto polos

toraks. X-ray hanya membutuhkan sedikit waktu sesudah terjadinya cedera.

Deteksi dini adanya kontusio paru, hematoma, laserasi sangat penting untuk

mengetahui kelainan patologis dan perencanaan perawatan. Angka kematian dapat

diturunkan dengan kerjasama antara radiologis dengan dokter emergensi (Elmali

et al, 2007).

Pemeriksaan foto polos toraks sangat berguna untuk mengetahui cedera

lainnya seperti adanya hemothorax, pneumothorax, kontusio paru, atelectasis,

pneumonia dan cedera pembuluh darah. Adanya patah tulang sternum dan

scapula dapat menjadi kecurigaan adanya patah tulang kosta. Cedera aorta tampak

ada pelebaran > 8 cm dari mediastinum pada bagian atas kanan dari hasil foto

polos Toraks (Assi et al, 2012).


Gambar 2.2 Foto Toraks Kontusio Paru

2.4.3 Ultrasonography

Pemeriksaan USG memberikan diagnosa yang cepat tanpa radiasi.

Pemeriksaan Ultrasonography juga dapat mendeteksi kartilago tulang kosta dan

costochondral junction (Christenson et al, 2005). Proses penyembuhan dengan

callous formation juga dapat dideteksi dengan USG (Melendez S.L, 2015).

Ultrasonography dilaporkan mempunyai sensitivitas yang bisa diterima dengan

hasil sensitivitas lebih tinggi dibandingkan dengan radiografi (0.92 vs. 0.44) tetapi

hasil ini sangat tergantung pada operator alat dan alat yang digunakan (Hosseini et

al, 2015).

2.4.4 CT ScanToraks

CT scantoraks lebih sensitif daripada foto polos toraksuntuk mengetahui

fraktur tulang kosta. Jika dicurigai adanya komplikasi dari fraktur kosta pada

pemeriksaan foto polos toraks, CT scan toraks dapat dilakukan untuk mengetahui
cedera yang spesifik sehingga dapat membantu penanganan selanjutnya. Foto

polos toraks dapat menjadi tidak efektif pada beberapa kondisi sehingga

diperlukan CT scan toraks yang dapat mencegah dari kondisi yang serius (Elmali

et al, 2007; Taylor et al, 2013). Computed tomography (CT) sangat sensitive

untuk mendiagnosa kontusio paru dengan ukuran 3 dimensi. CT scan dapat

membedakan area dari kontusio paru terjadi atelectasis atau aspirasi (Genie,

2013).

Gambar 2.3 Ct Scan Toraks Axial

2.4.5 Angiography

Patah tulang kosta pertama dan kedua biasanya berhubungan dengan

cedera pembuluh darah maka dokter di unit gawat darurat dapat melakukan

angiography khususnya pada pasien dengan tanda dan gejala gangguan

neurovascular. Hal ini penting khususnya pada fraktur kosta tulang kedua dengan

kemungkinan hasil abnormal yang lebih tinggi ditemukan daripada patah tulang

kosta yang lain (Melendez S.L, 2015).


2.4.6 MRI

MRI digunakan untuk mengetahui angulasi patah tulang kosta bagian

posterior lateral meskipun MRI tidak digunakan untuk diagnose pertama pada

patah tulang kosta.

2.5 Penatalaksanaan Fraktur Kosta

2.5.1 Penatalaksanaan Prehospital

Penatalaksanaan prehospital harus fokus dalam mempertahankan jalan

nafas dan dengan bantuan oksigenasi.

2.5.2 Penatalaksanaan di unit gawat darurat

Tujuan utama dari penatalaksanaan di unit gawat darurat adalah untuk

menstabilkan kondisi pasien trauma dan evaluasi dari multi trauma. Manajemen

dan kontrol nyeri mutlak pada penatalaksanaan fraktur tulang kosta. Untuk

menurunkan alveolar yang kolap dan membersihkan sekresi paru. Manajemen

nyeri dapat dimulai dengan pemberian analgetik NSAID bila tidak ada

kontraindikasi. Dilanjutkan dengan golongan narkotik bila hasilnya tidak

memuaskan. Pilihan lain adalah narkotik parenteral untuk mencegah depresi

pernafasan. Beberapa penelitian merekomendasikan rawat inap untuk pasien

dengan 3 atau lebih patah tulang kosta dan perawatan ICU untuk pasien lanjut

usia dengan 6 atau lebih patah tulang kosta karena ada hubungan yang signifikan

dari patah tulang tersebut dengan adanya cedera serius pada organ dalam seperti

pneumothorax dan kontusio paru (Melendez, 2015).


Kontrol nyeri perlu dipertahankan selama perawatan kontrol nyeri

merupakan dasar dari kualitas perawatan pasien untuk menjamin kenyamanan

pasien. Pasien dengan patah tulang kosta akan mengalami nyeri berat ketika

bernafas, berbicara, batuk maupun ketika menggerakkan tubuh. Sehingga kontrol

nyeri merupakan prioritas untuk menurunkan risiko paru dan efek sistemik dari

fraktur seperti penurunan fungsi pernafasan yang memicu terjadinya hypoxia,

atelectasis, dan pneumonia (Esmailian et al, 2015).

Penggunaan fiksasi patah tulang kosta meningkat untuk penanganan flail

chest karena peningkatan jumlah publikasi tentang peningkatan outcome pasien.

Belum ada publiksasi tentang keunggulan dari fiksasi patah tulang kosta tetapi ada

perbedaan dari teknik muscle sparing dan tradisional untuk penanganan toraks

dan pembedahan spinal (Taylor et al, 2013). Fiksasi patah tulang melalui

pembedahan/Surgical Rib fixation (SRF) merupakan suatu penanganan pada flail

chest untuk menjaga stabilitas dinding toraks (Unsworth et al, 2015).

2.6 Komplikasi fraktur Kosta

2.6.1 Kegagalan fungsi respirasi

Nyeri pada dinding toraks karena patah tulang kosta meningkatkan kerja

dari pernafasan dan resiko terjadi kelemahan pada paru-paru. Kegagalan respirasi

dapat terjadi karena trauma pada dinding toraks dan lebih sering terjadi kontusio

paru atau terjadinya pneumonia nosokomial (Melendez S.L, 2015).

2.6.2 Hipoksia

Fraktur tulang kosta mengganggu proses ventilasi dengan berbagai

mekanisme. Ketidaksesuaian perfusi/ventilasi menurunkan pertukaran gas dan


penurunan compliance paru sehingga secara klinis muncul gejala seperti hipoksia

(Karmakar et al, 2002). Kegagalan pernafasan terjadi ketika pertukaran O2

dengan CO2 tidak adekuat sesuai kebutuhan metabolisme sehingga menyebabkan

hypoxaemia (Gunning, 2003).

2.6.3 Atelektasis

Nyeri dari patah tulang kosta dapat disebabkan karena penekanan respirasi

yang menyebabkan atelektasis dan pneumonia. Hipoksemia berhubungan dengan

ketidak sesuaian ventilasi dan perfusi karena penurunan ventilasi sehingga

meningkatkan FiO2. Bila atelectasis muncul, positive end expiratory pressure

(PEEP) akan meningkatkan PaO2 (Gunning, 2003).

2.6.4 Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi

pada patah tulang kosta. Pneumonia dapat bervariasi tergantung pada patah tulang

kosta dan umur pasien.Insiden terjadinya pneumonia pada semua pasien yang

dirawat di rumah sakit dengan satu atau lebih patah tulang kosta sekitar 6 %

(Melendez S.L, 2015).

2.6.5 Kerusakan Organ Viseral

Fraktur pada kosta bagian bawah biasanya berhubungan dengan trauma

pada organ abdomen dibandingkan dengan parenkim paru. Fraktur pada bagian

bawah kiri berhubungan dengan trauma lien dan fraktur pada bagian bawah kanan
berhubungan trauma liver dengan fraktur pada kosta 11 dan 12 biasanya

berhubungan dengan cedera ginjal (Melendez S.L, 2015).

2.6.6 Pneumotoraks

Adanya akumulasi udara dalam rongga pleura yang menekan paru-paru

dapat dilihat pada pemeriksaan diagnostik foto polos toraks. Pneumotoraks adalah

suatu kondisi adanya udara yang terperangkap di rongga pleura akibat robeknya

pleura visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma, yang mengakibatkan

terjadinya peningkatan btekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses

pengembangan paru. Pneumotoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus

torak. Dapat pula terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut dengan

barotrauma, atau robekan pleura mediastinal yang disebut dengan trauma

trakheobronkhial (Neto, 2015).

2.6.7 Hemotoraks

Hemotoraks berhubungan dengan adanya darah/bekuan darah pada rongga

toraks dan memerlukan tindakan segera thoracostomy drainage. Risiko empyema

meningkat pada pasien dengan hemotoraks. Terakumulasinya darah pada rongga

toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada toraks. Sumber perdarahan

umumnya berasal dari arteri interkostalis atau arteri mamaria interna. Perlu

diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga

pasien hematotoraks dapat terjadi syok hipovolemik berat yang mengakibatkan

terjadinya kegagalan sirkulasi, tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata oleh

karena perdarahan masif yang terjadi, yang terkumpul di dalam rongga toraks

(Melendez S.L, 2015).


2.6.8 Kontusio paru

Trauma tumpul toraks menyebabkan kontusio paru merupakan kasus yang

sering terjadi dengan 10%-17% dari semua pasien yang masuk rumah sakit

dengan angka kematian 10% - 25% (Martin et al, 2009). Fraktur kosta selalu

berhubungan dengan kontusio paru. Patah tulang kosta multipel ditemukan

menjadi predisposisi terjadinya penurunan fungsi paru dan compromised

ventilation. (Lafferty et al, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support for Doctors: ATLS

Student Course Manual. 8th ed. 2008. Chicago:American College of

Surgeons Committee on Trauma; p.97-113.

Lafferty PM1, Anavian J, Will RE, Cole PA. 2011. Operative treatment of chest

wall injuries: indications, technique, and outcomes. J Bone Joint Surg Am.

Jan 5;93(1):97-110

Martin RS, Gayzik FS1, Gabler HC, Hoth JJ, Duma SM, Meredith JW, Stitzel JD.

2009. Characterization of crash-induced thoracic loading resulting in

pulmonary contusion. J Trauma. Mar;66(3):840-9.

Melendez SL. Rib Fracture. 2012. WebMD [Updated: September 24th, 2012.

Citated August 23rd, 2013] Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/825981-overview.

Moore, KL & Agus AMR. 2002. Essential Clinical Anatomy: Anatomi Klinis

Dasar 5th ed. Jakarta:Hippokrates.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: Tindak Bedah Organ

dan Sistem Organ. 2005. Jakarta: EGC; p.406-13.

Anda mungkin juga menyukai