SKRIPSI
Oleh
NIM 061011050
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Dr. Nenny Harijani, MSi., drh. Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, M Kes., Drh.
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
ii
suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya jugat tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
iii
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR
iv
Fakultas Kedokteran
Hewan
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
meniran terhadap perbaikan gambaran histopatologi hepar tikus putih yang
diinduksi rifampisin dan isoniazid. Dua puluh lima ekor tikus putih jantan dibagi
menjadi lima kelompok, P0 sebagai kontrol negatif (tidak di induksi rifampisin
and isoniazid, CMC Na 1%), P1 sebagai kontrol positif (induksi rifampisin
isoniazid, dan CMC Na 1%), P2, P3, dan P4 kelompok dengan pemberian
rifampisin, isoniazid, dan ekstrak meniran dengan dosis 2, 2.7, 3.4 mg/kgbb/per
oral/hari. Diberikan selama 28 hari. Dan diakhir penelitian (29 hari) tikus di
euthanasi dan diambil heparnya untuk diproses sebagai preparat histopatologi.
Efek hepatoprotektif yang paling signifikan dari ekstrak meniran adalah dari
kelompok yang diberi ekstrak meniran 3.4 mg/kgbb yang menujukkan tidak
adanya perubahan histologis hepar. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak
meniran memiliki sifat hepatoprotektif.
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of the extract
meniran to repair liver histopathological changes of albino rats induced by
rifampicin and isoniazid. Twenty-five male rats were divided into five groups, P0
group was negative control (not induction of rifampicin, isoniazid, and CMC Na
1%), P1 group was positive control (induced by rifampicin, isoniazid, and CMC
Na 1%), P2, P3, and P4 group were treatment group with rifampisin, isoniazid,
and meniran extract with dose 2, 2.7, 3.4 mg/kgbw/Per Orally/day. All the
treatment were given for 28 days. At the end of the experiment (29th day) the rats
were then euthanised and the liver were collected for histopatological
examination. The most significant hepatoprotective effect of meniran extract was
since in the group at ministered the extract meniran at 3,4 mg/kgbw which showed
no significant changes in the liver histologically. This study showed that meniran
extract has hepatoprotective properties.
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puja dan puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:
Pengaruh Meniran (Phylanthus niruri linn) Terhadap Gambaran
Histopatologi Hepar Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan yang di Induksi
Obat Anti Tuberkulosis (Rifampisin dan Isoniazid).
Penyusunan Skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, atas segala bantuannya penulis ucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya Prof.
Romziah Sidik, drh., Ph.D yang telah memberikan ijin dan fasilitas untuk
pelaksanaan penelitian.
2. Dr. Nenny Harijani, M. Si, drh. dan Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, M. Kes., Drh.
yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitiannya dalam memberikan
bimbingan penulisan Skripsi ini.
3. Dosen penguji Arimbi, drh., M. Kes, Dr. Rochmah Kurnijasanti, drh., M. Si,
Ira Sari Yudaniyanti, drh., MP atas segala kritik dan saran untuk penulisan
Skripsi ini.
4. Kedua Orang Tua, Ibu Mariana Afifah dan Bapak Mochtar Soman, adik Eta
dan Evi, Bapak dari Putri saya Rangga Ardian Pratama dan Putri tercinta
Pevita Tsabita Pratama, papa Achmad Syam Kadir, mama Rahmini Nasibu,
dan kakak-kakak ipar. Selain itu ucapan terimakasih juga saya ucapkan
kepada sahabat-sahabat saya Vira, Gamma, Riski, Ndondo, Gocha, Rita,
Nurvita, Benita, Luluk, Wieke, Happy, Putri, Fahmi, Fitri, Rio, Aan, Genok,
Ney, serta teman-teman angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terimakasih
atas segala doa dan semangat yang diberikan.
vii
Penulis
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
ABSTRAK..............................................................................................................vi
UCAPAN TERIMAKASIH...................................................................................vii
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3 Landasan Teori ................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………. 7
1.6 Hipotesis Penelitian ……………………………………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Hepar .................................................... 8
. 2.1.1 Gambaran makroskopis ........................................ 8
2.1.2 Gambaran mikroskopis ........................................... 9
2.2 Fungsi Hepar............................................................................11
ix
SKRIPSI PENGARUH MENIRAN TERHADAP MARTA VALEN F
2.3 Kerusakan Hepar ............................................................... 12
2.4 Meniran ............................................................................ 13
2.4.1 Taksonomi ................................................................. 13
2.4.2 Habitat dan morfologi tanaman ............................... 14
2.4.3 Kandungan kimia ..................................................... 15
2.4.4 Aktivitas meniran ..................................................... 17
2.5 Hewan Coba (Rattus Norvegicus)........................................ 19
2.6 Rifampisin dan Isoniazid .................................................... 20
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................... 22
3.2 Bahan dan Materi Penelitian ............................................. 22
3.2.1 Bahan penelitian......................................................... 23
3.2.2 Alat penelitian ............................................................ 23
3.2.3 Sampel penelitian ...................................................... 23
3.3 Metode Penelitian ………………………………………… 24
3.3.1 Pembuatan hewan model kerusakan hepar
dengan rifampisin dan isoniazid…………………… 24
3.3.2 Dosis meniran ………………………………………. 24
3.3.3 Pemberian ekstrak meniran ……………………….. 24
3.3.4 Pengambilan sampel ……………………………… 26
3.3.5 Prosedur pembuatan preparat histopatologi …………. 26
3.4 Variabel Penelitian ………………………………………… 27
3.5 Rancangan Penelitian ……………………………………… 27
3.6 Metode Skoring ……………………………………………. 27
3.7 Analisis Data ……………………………………………….. 29
3.8 Alur Penelitian……………………………………………… 30
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Pengamatan Degenerasi .......................................................... 32
4.2 Pengamatan Nekrosis .............................................................. 34
4.3 Pengamatan Kongesti Vena Centralis ..................................... 36
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Degenerasi ............................................................................... 38
5.2 Nekrosis ................................................................................... 39
5.3 Kongesti .................................................................................. 41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................. 43
6.2 Saran ....................................................................................... 43
RINGKASAN ................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47
LAMPIRAN...........................................................................................................51
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Gambar Halaman
Lampiran Halaman
CAT : catalase
CCl4 : karbon tetraklorida
COX-2 : cyclooxygenase
CYP 2E1 : cytochrome P-450 2E1
GPX : glutathione peroxidase
GR : glutathione reductase
GST : glutathione-S-transferase
H.E : hematoksilin eosin
H2O2 : hidrogen peroksida
HP : histopatologi
iNOS : endotoxin-induced nitric oxide
synthase NO : nitrit oxide
ºO2- : anion superoksida
ºOH : radikal hidroksil
PGE-2 : prostaglandin E-2
RFP : rifampisin
ROS : reactive oxygen species
SGOT : serum glutamic pyruvic transaminase
SGPT : serum glutamic oxaloacetic
transaminase SOD : superoxide dismutase
< : kurang dari
% : persentase
≥ : lebih besar sama dengan
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak kejadian penyakit hepar akut dan kronis yang terjadi
pada hewan, baik hewan peliharaan atau hewan ternak. Beberapa terjadinya
penyakit hepar adalah efek samping dari pemberian obat terapi yang cukup lama
dan adanya parasit pada hewan ternak. Terdapat beberapa kejadian penyakit
Penyakit hepar akut pada hewan dapat disebabkan oleh efek negatif
terhadap pemberian berbagai macam obat. Nekrosis hati ringan sampai berat dan
hepatitis kolestasis telah dilaporkan pada anjing sebagai reaksi idiosinkrasi dari
sedang dapat terjadi pada kucing dengan pemberian berulang diazepam peroral
Penyakit hepar akut dan kronis, yang ditandai dengan hepatitis periportal,
fibrosis periportal, dan hiperplasia bilier telah dilaporkan terjadi pada anjing yang
pencegahan cacing tambang dan heartworm. Penyakit hepar kronis juga telah
anjing, ketakonazol pada anjing juga kucing, serta megestrol asetat dan
isoniazid. Rifampisin dan isoniazid adalah obat yang efektif untuk pengobatan
tuberkulosis. Efek samping isoniazid dan rifampisin yang perlu diwaspadai adalah
efek hepatotoksik. Kejadian tuberkulosis lebih sering terjadi pada manusia, bila
tes fungsi hepar, diantaranya adalah: tes berdasarkan sekresi dan eksresi (pigmen
empedu, clearance dari subtansi asing), tes yang bergantung dari fungsi
lipida), dan tes berdasarkan aktivitas enzim dalam serum (SGPT, SGOT, alkaline
fosfatase, enzim yang lain). Selain itu untuk mengetahui kondisi menurut
dengan tata laksana penyembuhan penyakit yang belum memiliki standart baku
dengan cara pengobatan tradisional. Obat herbal sudah umum digunakan pada
manusia dengan memberikan efek yang positif. Obat herbal yang terbuat dari
bahan alami memiliki potensi rendah merusak jaringan karena kecilnya efek
penelitian yang sudah dilakukan terhadap tanaman yang memiliki potensi tersebut
anti microba (Nor dkk, 2010), akar alang-alang sebagai inflamasi (Arianti, 2012),
Phyllanthin terdapat pada akar, batang, daun, dan biji buah meniran (Sumardi,
2010).
pada hewan model yang dinduksi dengan rifampisin dan isoniazid. Untuk
membuktikan hal tersebut, diperlukan penelitian terhadap tikus putih jantan yang
dapat terjadi melalui dua proses, yakni nekrosis dan apoptosis. Nekrosis yang
merupakan keadaan yang diawali oleh kerusakan sel, terjadi gangguan integritas
membran plasma, keluarnya isi sel dan timbulnya respon inflamasi. Respon ini
mati. Setelah hewan model diinduksi dengan rifampisin dan isoniazid lalu hewan
model diberi ekstrak meniran dengan harapan dapat mengurangi keadaan hepar
dan isoniazid?
Kerusakan sel-sel hepar dapat disebabkan banyak hal, antara lain obat
(CCl4), bakteri, parasit, dan virus. Jejas pada hepatosit dapat menimbulkan
(karioreksis) dan kemudian sel menjadi kariolisis (Amalina, 2009). Hepar dapat
mengalami nekrosis yang disebabkan oleh dua hal yaitu, toksopatik disebabkan
oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik, dan trofopatik akibat
kelainan dalam hati yang kemudian menjurus kearah suatu proses peradangan
(Heirmayani, 2007).
senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak berpasangan.
Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat reaktif dan mudah
menarik elektron dari molekul lainnya. Radikal bebas sangat mudah menyerang
sel-sel sehat dalam tubuh karena radikal bebas tersebut sangat reaktif. Radikal
bebas tidak hanya menyerang bakteri penyakit, tetapi juga tubuh sendiri bila
radikal bebas dalam tubuh berlebihan. Radikal bebas dapat dinetralisir oleh
banyak, ini dibuktikan dengan semakin banyaknya penelitian yang menguji efek
efek dalam menormalkan penumpukan asam lemak pada hepar setelah minum
tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi rifampisin dan isoniazid.
obat alternatif dalam dunia kedokteran hewan. Meniran (Phyllanthus niruri, Linn)
bisa digunakan sebagai obat alternatif untuk mengurangi kerusakan hepar akibat
efek samping pemberian obat-obatan kimia. Manfaat ilmiah penelitian ini adalah
peritoneum dan ia menerima darah dari vena portae dan dari arteri hepatica
sedangkan darah keluar dari alat tubuh ini melalui vena hepatica yang masuk ke
Hepar tikus terdiri dari empat lobus utama, separuh bergabung satu sama lain.
Lobus bagian dorsal dibagi menjadi bagian lobus kanan dan lobus kiri. Lobus lateral
kiri tidak terbagi dan lobus lateral kanan yang dibagi menjadi bagian anterior dan
posterior. Lobus caudal terdiri dari dua lobus yaitu lobus dorsal dan ventral ( Kukuh,
2013).
Hepar sangat rentan terhadap pengaruh kebanyakan zat kimia, sebab hepar
mudah berhubungan melalui vena porta dengan zat yang diserap dari lambung, usus,
dan ginjal (Koeman, 1998). Bentuk toksin yang menginduksi lesi pada hepar berbeda-
beda tergantung dari tipe, dosis, dan lamanya paparan begitu juga faktor lainnya
seperti logam-logam, mineral dan zat kimia lain yang terabsorbsi masuk menuju
Unsur struktural utama hepar adalah sel-sel hepar yang disebut dengan
(hepatosit plate) sehingga terlihat sebagai unit struktural yang dinamakan lobulus
hepar. Beberapa lobulus membentuk unit struktural yang dinamakan lobus. Diantara
lempengan sel hepar terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid. Sinusoid merupakan
pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri atas satu lapisan endotel yang
tidak kontinyu. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh celah
disse (perisinusoidial space). Sinusois juga mengandung sel-sel fagosit yang disebut
sel kupffer serta sel-sel yang menyimpan lemak yang terletak dicelah disse
(Thomshon, 2001).
degenerasi sel dan nekrosis, kerja toksis jenis ini tidak mengubah fungsi sel (misalnya
kandungan glikogen atau konsentrasi berbagai enzim) tetapi struktur sel langsung
Beberapa kelainan patologi hepar yang sering ditemukan antara lain adalah
cloudy swelling (degenerasi butir), nekrosis, serta degenerasi dan infiltrasi lemak.
indikasi awal terjadinya nekrosis tetapi dapat pula muncul secara bersamaan. Protein
pada sitoplasma yang pada keadaan normal menyatu dengan cairan sitoplasma
mengendap karena pengaruh zat toksik sehingga membentuk butiran. Gejala ini
terlihat membesar, plasmanya berbutir, serta inti selnya menghilang (Hastuti, 2008).
dan nekrosis. Degenerasi adalah bentuk cidera yang bersifat reversible, yaitu bentuk
cidera yang dapat kembali normal apabila jejas penyebabnya dihilangkan. Degenerasi
paling umum terjadi (Clive, 2005). Ciri-ciri dari degenerasi hidropik dengan
vakuolisasi sel-sel hepatosit. Proliferasi sel Kupffer, limfosit, dan neutrofil muncul
nekrosis tidak bisa kembali berfungsi dengan normal. Nekrosis ditandai dengan
piknotis, karioreksis, dan kariolisis. Piknotis yaitu proses terjadinya penyusutan dan
pemadatan inti sel sehingga menjadi lebih basofilik dimana warna sel terlihat lebih
biru dengan perwarnaan Hematoksilin eosin (H.E) dan secara mikroskopik ditandai
dengan inti sel tampak lebih padat dan berwarna gelap. Karioreksis ditandai dengan
inti hancur dan membentuk fragmen kromatin yang menyebar. Sedangkan kariolisis
satu fungsi hepar yang dikerjakan oleh enzim melalui mekanisme oksidasi, reduksi,
mempunyai beberapa manfaat yang penting bagi tubuh dalam (1) pencernaan
makanan, (2) membantu eksresi zat yang tidak berguna bagi tubuh, (3) berfungsi
dalam metabolisme bilirubin (Retno dkk, 2010). (4) metabolisme kolestrol dan
lemak, (5) detoksi berbagai macam obat dan racun, (6) sintesa urea, (7)
membersihkan bakteri dari darah, (8) tempat penyimpanan glikogen, yang merupaka
jumlah kolesterol terhadap fosfolipid juga meningkat. Tanda kerusakan hepar yang
jumlah sel hepatosit yang memproduksi protein dan glikogen sehingga bobot organ
hati secara keseluruhan lebih kecil daripada bobot normalnya. Selain itu, mekanisme
perusakan hepar oleh refampisin dan isoniazid adalah dengan mengubah jalur
mitokondria yang juga berperan dalam proses detoksifikasi menjadi tidak berfungsi
(Hastuti, 2008).
Metabolisme utama rifampisin adalah asetilasi oleh enzim sitokrom P-450 dan
cytochrome P-450 2E1 (CYP 2E1) dengan menghasilkan zat yang hepatotoksik.
yang diinduksi nitric oxide (NO) dan interleukin8 (IL-8) dalam epitel sel hepar.
Berbagai bentuk sitokrom, seperti CYP1A1, CYP1A2 dan CYP2E1, terlibat dalam
generasi radikal bebas dan rifampisin sebagai mediator generasi radikal bebas dapat
mengalami kerusakan yang dinilai melalui peningkatan aktivitas enzim ALT (Gaze,
2007).
2.4. Meniran
2.4.1 Taksonomi
Nama lain dari Phyllanthus niruri Linn. adalah Phyllanthus amarus Linn., P
leptocarpus Weight. Nama daerah lainnya yaitu Jawa : meniran, meniran merah,
meniran hijau. Sunda : memeniran. Maluku : gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta,
2000). Meniran tidak hanya ada di Indonesia tetapi tersebar di berbagai negara di
dunia dengan penamaan yang berbeda pula, contohnya di Inggris meniran disebut
sebagai Child a Back, sedangkan lain halnya di Cina, meniran disebut sebagai zheb
: Kingdom : Plantea
Divisi :
Spermatophyta Subdivisi :
Angiospermae Kelas :
Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiacceae
Genus : Phyllantus
Meniran tumbuh liar di tanah datar dan daerah pegunungan tinggi 1 m sampai
1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar ditempat terbuka pada tanah
gembur, berpasir diladang, tepi sungai dna dipantai, bahkan tumbuh liar disekitar
pekarangan rumah (Dalimarta, 2000). Meniran memiliki rasa pahit, agak asam, serta
bersifat sejuk atau mendinginkan. Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi
cm, bercabang-cabang. Batang berwarna hijau pucat, daun tunggal, letak berseling,
bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm,
mengandung suatu senyawa pahit dan beracun yang diduga merupakan suatu
alkaloid, selain itu akar dan daunnya juga kaya senyawa flavonoid. Disamping itu
juga mengandung saponin, kalium, damar, dan zat samak. Senyawa flavonoid yang
aktif yang diduga memiliki efek pelindung hepar adalah phyllantin (Sulistyoningrum
dan meningkatkan glutation. Phyllanthin terdapat pada akar, batang, daun, dan biji
buah meniran. Kadar tertinggi ada pada daunnya. Konsentrasi phyllanthin sendiri
tergantung dari lokasi penanaman terutama faktor ketinggian tanah (Sumardi, 2010).
Pada keadaan tertentu meniran juga memiliki efek anti inflamasi. Efek ini penting
menghambat induksi IL-1β, IL-10, dan IFNγ pada whole blood serta reduksi TNFα
maupun jaringan yang tereduksi pada radioterapi sehingga mereduksi kerusakan sel
flavonoid yang terkandung meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan
respon intraseluler atau rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik.
Sebuah penelitian telah menghasilkan produk obat imunostimulan yang berasal dari
leukemia limfositik dan B - 16 sel melanoma baris ( 2,3 ) 7' - hidroksi - 3 ' , 4 ' , 5,9,9
' - pentamethoxy - 3 , 4 . - methylene dioxy lignan diisolasi dari etil asetat yang di
al, 2009).
diabetik, penyakit prostat, asma, demam, tumor, infeksi dan batu saluran kemih,
demam tifoid, influenza, disentri, konstipasi, sakit perut, ulkus, dan lain-lain.
batu ureter dan empedu), penghilang rasa sakit, antihipertensi, antiviral, antibakterial,
Hewan coba adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik. Hewan
sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetik atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
diperoleh dan mampu memberikan reaksi biologis yang sesuai dengan yang
Tikus merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat badannya
dapat mencapai 500 gram. Organ-organ tubuh tikus pun relatif besar sehingga materi
dapat diberikan dengan mudah melalui berbagai rute. Kecepatan eksresi obat
gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan
lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm.
ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya, yaitu
tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat
Rifampisin dan isoniazid merupakan obat lini pertama untuk terapi anti
tuberkulosis, tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat ini tetap
Efek samping rifampisin yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah
penyakit kuning (ikterus), terutama bila dikombinasi dengan INH yang juga agak
toksik bagi hati. Pada penggunaan lama dianjurkan untuk memantau fungsi hati
secara periodik. Dosis pada TBC oral sehari 450-600 mg sekaligus tiap pagi sebelum
makan, karena kecepatan dan kadar resorpsinya dihambat oleh isi lambung. Selalu
dikombinasi dengan INH 100-300 mg. Efek samping isoniazid pada dosis normal
(200-300 mg sehari) jarang dan ringan seperti, gatal-gatal, ikterus, tetapi lebih sering
terjadi bila dosis melebihi 400 mg menimbulkan polyneuritis, kerusakan hati dengan
hepatitis dan ikterus yang fatal. Penelitian pada mikrosom liver tikus menunjukkan
bahwa terbentuk radikal NO2 selama proses metabolisme hidrazin secara oksidasi,
terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah
diinduksi dengan rifampisin dan isoniazid dilakukan pada bulan Agustus hingga
Desember 2014. Pemeliharan hewan coba dilakukan dikandang hewan coba Fakultas
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur wistar
berumur tiga bulan rata-rata berat badan 175-200 gram dengan jumlah 25 ekor
(berdasarkan rumus besar sampel), ekstrak meniran (Xian BIO F Biotechnology Co),
rifampisin 450 mg kimia farma dan isoniazid 100 mg, pelarut CMC Na, pelet ayam,
sekam untuk alas kandang, tisu steril, akuades, untuk pembuatan preparat
histopatologi alkohol (70%, 80%, 90%, dan 96%), alkohol absolute (I, II dan III),
alkohol asam, ammonia, xylol (I dan II), paraffin (I dan II), paraffin cair,
22
Keterangan :
n : ulangan
t : banyaknya perlakuan
(Sumber : Kusriningrum, 2009)
Perhitungan :
(t-1) (n-1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 15 + 4
n ≥ 19/4
≥5
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kandang untuk tikus,
kawat jala sebagai tutup kandang, tempat minum dari botol plastik, spuit 10cc,
feeding tube, masker, glove, gunting, pinset, object glass dan cover glass, mikroskop,
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hepar dari 25 ekor tikus
putih jantan.
3.3.1 Pembuatan hewan model kerusakan hepar tikus dengan rifampisin dan
isoniazid
Pembuatan kerusakan hepar tikus dengan induksi rifampisin dan isoniazid,
dilakukan dengan pemberian per oral rifampisin 25 mg/kgbb dan isoniazid 25mg/kg
bb, sehingga ditemukan dosis total 50 mg/kg BB (Sulistyoningrum dan Pribadi, 2010).
Pemberian rifampisin dan isoniazid dilakukan secara per oral selama 28 hari, dan pada
manusia dewasa ke mencit menurut Laurence dan Bacharach (1993) yaitu dosis
manusia dikali 0,018. Sementara itu dosis Phyllanthus niruri L pada orang dewasa
adalah 150 mg/hari sehingga didapatkan dosis untuk tikus putih 2,7 mg/hari. Untuk
mengetahui efek terbaik dibuat rentang dosis yaitu 2 mg/hari; 2,7 mg/hari dan 3,4
mg/hari.
kelompok dengan 5 pengulangan, yang terdiri dari P0, P1, P2, P3, P4. Kemudian
meniran.
mg/kgbb per tikus dan CMC Na 1% selama 28 hari secara per oral.
dosis 2,7 mg/kgbb per tikus dan CMC Na 1% selama 28 hari secara per oral.
dosis 3,4 mg/kgbb per tikus dan CMC Na 1% selama 28 hari secara per oral.
3.3.4 Pengambilan sampel
dengan cara dieuthanasi dengan diberi ether. Setelah itu tikus dibedah lalu diambil
Sampel organ hepar tikus yang telah diperoleh selanjutnya dibuat preparat
dengan 10 tahap.
Tahap (1) dilakukan fiksasi, kemudian tahap (2) pencucian sampel hati yang
sudah disimpan dalam larutan buffer. Tahap (3) yaitu proses infiltrasi, yang
selanjutnya dilakukan tahap (4) pembuatan blok parafin yang bertujuan agar mudah
selanjutnya tahap (5) pemotongan dengan mikrotom, untuk preparat hati dipotong
5µm. Tahap (6) yaitu, deperafinisasi yang bertujuan melarutkan atau melepaskan
paraffin yang melekat pada preparat. Tahap selanjutnya tahap (7) rehidrasi berfungsi
menghilangkan xylol yang terbawa oleh preparat dan memasukan air kedalam
jaringan. Tahap (8) pewarnaan dilakukan dua kali dengan pewarnaan Haematoxillin
Eosin (HE). Setelah pewarnaan dilakukan tahap berikutnya tahap (9) dehidrasi
bertujuan untuk melepaskan air yang terbawa preparat. Tahap yang terakhir tahap
(10) ialah cleaning bertujuan untuk melepaskan alkohol yang terbawa oleh preparat
dan memberi warna bening pada preparat, dilanjutkan dengan mounting yang
bertujuan memberi warna cerah dan sebagai pelindung dan pengawet jaringan dari
mikroba.
Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu, variabel bebas pada
penelitian ini adalah dosis ekstrak meniran.Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kandang hewan coba, ruang penelitian, pemilihan alat ukur, dan bahan yang
kondisi homogen serta pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan lima
kelompok perlakuan dimana satu merupakan kelompok sebagai kontrol dan terdiri
Nilai skoring derajat kerusakan atau Indeks Histopatologi pada setiap sampel
merupakan jumlah skor dari semua bentuk lesi yang terjadi. Teknik skoring yang
derajat kerusakan dari setiap sampel ditentukan dengan cara menjumlah seluruh skor
lesi histopatologik yang telah ditentukan. Bentuk-bentuk lesi yang diamati dan skor
10 Multilobular nekrosis
Data yang diperoleh dari skoring gambaran patologi hati dianalisis dengan uji
(Yuworo, 2012).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR
Pada penelitian ini, terdapat lima perlakuan yaitu: P0 (tanpa diberi perlakuan
induksi obat anti tuberkulosis dan ekstrak meniran), P1 (obat anti tuberkulosis
(rifampisin dan isoniazid) 50 mg/kgbb) dan P2 (obat anti tuberkulosis (rifampisin dan
(rifampisin dan isoniazid) 50 mg/kgbb dan ekstrak meniran 2,7 mg/kgbb), P4 (obat
anti tuberkulosis (rifampisin dan isoniazid) 50 mg/kgbb dan ekstrak meniran 3,4
hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan. Penilaian dilakukan pada lobulus hepar
dan diamati pada lima lapang pandang yang berbeda dengan menggunakan
31
yang telah diinduksi dengan obat anti tuberkulosis (rifampisin dan isoniazid) lalu di
Gambar 4.1 Gambaran histopatologi degenerasi sel hepatosit Tikus Putih (Rattus
norvegicus). (a) hepatosit normal, (b) Hepatosit yang mengalami
bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata diantara kelompok perlakuan (p<0,05). Pada
tetapi tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4 (P>0,05). Hasil pengamatan dan
Tabel 4.1. Rata-rata skor degenerasi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
yang diberi ekstrak meniran setelah diinduksi rifampisin dan isoniazid.
P0
0,40a 0,55
(kontrol -)
P1
2,33b 1,03
(kontrol +)
P2 2,17b 0,99
P3 0,83a 0,40
P4 0,50a 1,22
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p<0,05).
4.2 Pengamatan Terhadap Nekrosis
yang diinduksi dengan obat anti tuberkulosis (rifampisin dan isoniazid) dan di beri
bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata diantara kelompok perlakuan (p<0,05). Pada
Tabel 4.2. Rata-rata skor nekrosis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
yang diberi ekstrak meniran setelah diinduksi rifampisin dan isoniazid.
P0
1,00a 0,00
(kontrol -)
P1
3,67b 1,97
(kontrol +)
P2 3,17b 1,33
P3 1,00a 0,00
P4 1,17a 0,41
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p<0,05).
4.3 Pengamatan Kongesti Vena centralis
Gambaran hasil dari pengamatan kongesti pada vena centralis hepar tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan pada setiap kelompok perlakuan yang telah
diinduksi dengan obat anti tuberkulosis (rifampisin dan isoniazid), lalu diberi ekstrak
bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata diantara kelompok perlakuan (p<0,05). Pada
tidak berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4 (p>0,05). Skor kongesti rata-rata pada
Tabel 4.3. Rata-rata skor kongesti hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang
diberi ekstrak meniran setelah diinduksi rifampisin dan isoniazid.
P0
1,20a 0,45
(kontrol -)
P1
2,16b 0,75
(kontrol +)
P2 1,83ab 0,75
P3 1,50ab 0,84
P4 1,33ab 0,52
BAB 5 PEMBAHASAN
perbaikan sel hepatosit yang sudah mengalami kerusakan degenerasi, nekrosis, dan
kongesti pada vena centralis yang disebabkan induksi obat anti tuberkulosis
5.1 Degenerasi
reversible. Perubahan ini ditandai dengan adanya akumulasi beberapa produk dari
hasil metabolisme sel seperti air, lemak, protein, glikogen dan sebagainya (Robbins
et al., 2001).
untuk itu sel harus mengeluarkan energi metabolik untuk memompa ion natrium
keluar dari sel sehingga senyawa-senyawa toksik yang melukai membrane sel.
Dampak yang terjadi adalah kenaikan konsentrasi ion natrium didalam sel yang
38
diikuti dengan masuknya air ke dalam sel sehingga sel membengkak dan sitoplasma
tampak jernih.
Degenerasi sel hepar pada penelitian ini akibat rifampisin dan isoniazid yang
Radikal bebas didefinisikan sebagai molekul atau senyawa yang mempunyai satu atau
lebih elektron bebas yang tidak berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak
berpasangan ini sangat reaktif dan mudah menarik elektron dari molekul lainnya.
Radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel sehat dalam tubuh karena radikal
bebas tersebut sangat reaktif. Radikal bebas tidak hanya menyerang bakteri penyakit,
tetapi juga tubuh sendiri bila radikal bebas dalam tubuh berlebihan. Radikal bebas
5.2 Nekrosis
Gangguan degenerasi sel yang berlangsung cukup lama dan apabila pengaruh
zat toksik cukup hebat maka sel akan melampaui nilai ambang batas dalam
ditandai dengan adanya perubahan morfologi pada inti sel yaitu piknotis, karioreksis,
dan kariolisis. Piknotis yaitu proses terjadinya penyusutan dan pemadatan inti sel
sehingga menjadi lebih basofilik dimana warna sel terlihat lebih biru dengan
pewarnaan H.E dan secara secara mikroskopis ditandai dengan inti sel tampak lebih
fragmen kromatin yang menyebar. Sedangkan kariolisis ditandai dengan inti sel yang
degradatif progresif enzim yang mengindikasikan kematian sel. Hal ini dapat
mengenai kelompok sel atau bagian suatu struktur atau suatu organ (Dorland, 2005).
menunjukkan bahwa suatu metabolit reaktif obat dapat menyebabkan peninggian dari
stres sel, penghambatan dari kerja mitokondria sel ataupun memicu suatu reaksi
Kerusakan sel hati akibat rifampisin dan isoniazid ini karena adanya
pembentukan radikal bebas melalui reaksi peroksidasi lipid yang akan menghasilkan
lipid peroksida. Reactive Oxygen Species (ROS) akan meningkat melalui dua
destruksi ROS menyebabkan terjadinya inflamasi, stress oksidatif, dan kerusakan sel
disebabkan oleh bendung darah yang berada pada sinusoid, berasal dari percampuran
darah yang dibawa oleh arteri hepatika dan vena porta. Darah yang dibawa oleh arteri
hepatika berisi darah kotor. Gangguan pada kutub trikuspidalis akan menyebabkan
hambatan aliran darah dari vena cranial atau vena caudal menuju atrium kanan
selanjutnya menuju ventrikel kanan. Akibatnya terjadi bendung darah pada vena cava
Secara visual maka daerah jaringan atau organ yang mengalami kongesti akan
berwarna lebih merah (ungu) dan secara mikroskopis kaliper-kapiler dalam jaringan
melebar penuh berisi darah. Hal ini terjadi akibat peningkatan cairan pada suatu
tempat yang terjadi karena proses pasif yang disebabkan kegagalan aliran cairan
Kongesti pada penelitian ini terjadi akibat adanya inflamasi yang disebabkan
adanya stres oksidatif karena tidak adanya keseimbangan antara produksi oksidan
memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan antioksidan yang dimiliki meniran ini
juga mampu menyeimbangkan jumlah Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal
menurunkan reaksi oksidasi lipid, menurunkan stress sel, dan membantu mekanisme
6.1 Kesimpulan
bahwa ekstrak meniran (Phyllantus niruri Linn.) dapat mengurangi kerusakan sel
hepar yang mengalamai degenerasi, nekrosis, dan kongesti vena centralis akibat
6.2 Saran
sebagai berikut :
hepar.
43
(Rifampisin dan Isoniazid). Penelitian ini dilaksanakan dibawah bimbingan Ibu DR.
Nenny Harijani, M. Si, drh , selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Dr. Wiwik
tanaman (herbal) sebagai pengobatan saat ini sudah semakin banyak dilakukan oleh
masyrakat diseluruh dunia. Hal ini dikarenakan efek samping dari pemakaian obat
herbal yang lebih kecil dibandingkan dengan pemakaian obat sintetik, selain itu harga
obat asal tanaman juga lebih murah jika dibandingkan dengan obat sintetik, dan juga
obat asal tanaman bisa mudah didapatkan. Salah satu jenis obat asal tanaman yang
Kerusakan hepar saat ini bisa disebabkan banyak faktor, selain karena dari
virus dan bakteri penyebab lainnya bisa dari efek samping pemakaian obat-obat terapi
untuk penyakit lain, contohnya kerussakan hepar yang diakibatkan oleh konsumsi
adalah asetilasi oleh enzim sitokrom P-450 dan CYP 2E1 (cytochrome P-450 2E1)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR 45
dan meningkatkan produksi sitokin yang diinduksi nitric oxide (NO) dan interleukin8
(IL-8) dalam epitel sel hati.Berbagai bentuk sitokrom, seperti CYP1A1, CYP1A2 dan
perubahan dalam ekspresi CYPs. Radikal bebas yang terbentuk ini akan berikatan
nantinya bisa menyebabkan sampel jaringan hati mengalami kerusakan yang dinilai
Tanaman obat (herbal) yang sekarang ini sering digunakan adalah tanaman
obat meniran (Phyllanthus niruri linn). Flavonoid yang terdapat dalam meniran dapat
peroksidasi lemak, dan mengubah struktur membran sel. Phyllanthus terbukti dapat
(GPX), dan glutathione reductase (GR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
potensi ektrak meniran (Phyllanthus niruri linn) sebagai hepatoprotektor pada tikus
Hewan coba penelitian ini adalah tikus putih galur wistar umur 3 bulan yang
kemudian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu P0 (tanpa induksi obat anti
CX-41. Hasil dari pengamatan dan skoring seluruh preparat histopatologi hepar tikus
Wallis, apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa P3 dan P4 merupakan dosis optimal yang
degenerasi, nekrosis, dan kongesti vena centralis yang paling parah terdapat pada P1.
merupakan dosis optimal yang dapat melindungi sel-sel hepar pada tikus putih
Saran yang dapat dianjurkan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai potensi ekstrak meniran pada organ lainnya dan penggunaan meniran
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Nurika. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak valerian (valeriana officinalis)
terhadap hepar mencit BALB/C.
Arbiyanti, Dina. 2013. Potensi Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap kadar serum
Bilirubin Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Paracetamol
[Skripsi]. Fakultas kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Arianti, Rini. 2012. Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Alang-Alang (Imperata clyndrica). Fakultas Matematika dn Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arimbi. 2010. Respon Sel dan Jaringan Terhadap Injury. Departemen Patologi
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.
Surabaya. 17-40.
As’ari, Hasan. 2009. Efek Pemberian Madu Terhadap Kerusakan Sel Hepar Mencit
(Mus musculus) Akibat Paparan Parasetamol [Skripsi]. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sebeles Maret.
Astuti, Chory Puji. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Delima (Punica
granatum Linn) Terhadap Kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
Serum Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dalam Proses Gagal Ginjal Akut
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Astuti, S.D. 2009. Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya (Carica papaya, Linn.)
Terhadap Aktivitas AST & ALT Pada Tikus Galur Wistar Setelah Pemberian
Obat Tuberkulosis (Isoniazid & Rifampisin. Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi. Surakarta.
47
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II. Yayasan Sauna Wana Jaya.
Jakarta.
Jubb, Kennedy, and Palmer’s. 2007. Pathology of Domestic Animals. Saunders. New
York.
Koeman, J.H. 1998. Pengantar Ilmu Toksikologi. 3rd ed. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Kusmiati. 2010. Potensi Senyawa Lotein Bunga Kenikir (Tagetas erecta L.) Sebagai
Anti Oksidan. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Murda, B.K.K. 2009. Efek Cendawan Ulat Cina (Cordyceps sinensis [Berk.] Sacc.)
Terhadap kadar Interleukin 1 Pada mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi
Parasetamol [Skripsi]. Universitas Kristen Maranatha. Bandung.
Nor, H.M.R. Othman, A.S. Abubakar, S. Qamar, U.A. 2010. Antrimicrobial Studies
Of Cosmos caudatus Kunth. Journal Of Medical Plants Research. Vol 4(8).
669-673.
Pangestu, K.A. 2013. Pengaruh Meniran (Phyllanthus niruri linn) Terhadap Kadar
Total Protein Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Dengan
Parasetamol [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Price, S.A And Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (Phatophysiologi: Clinical Concepts of Disease Processes). Edisi 6,
volume 1. Alih Bahasa Hartanto H, Wulansari P., Maharani D.A. Penerbit
Buku Kedokteran ECG. Jakarta. 182-219
Robbins, S.L and Kumar, V. 2001. Buku Ajar Patologi I (Basic Pathology Part II).
Edisi 4. Editor : Dr. Jonatan Oswari. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Sari DSP, Laksmi DA, Nurina N, Kubro Z. 2012. Uji peningkatan level Reactive
Oxygen Species (ROS) intraseluler dengan Monosodium Glutamat (MSG)
terhadap regresi pertumbuhan sel hela in vitro. BIMFI. 1(1):10–20
Stringer, Janet L. 2009. Konsep dasar famakologi : panduan untuk mahasiswa. EGC.
Jakarta.
Sheng-Teng Huang, MD, PhD; Jong-Hwei S. Pang, PhD; Rong-Chi Yang,
PhD. 2009. Department of Chinese Medicine, Chang Gung Memorial
Hospital-Kaohsiung Medical Center. Anti-cancer Effects of Phyllanthus
urinaria and Relevant Mechanisms. [31 Maret 2010]
Sumardi, M. 2010. Efek Meniran (Phyllanthus niruri Linn) terhadap Kadar AST dan
ALT Mencit Balb/C yang Diinduksi Asetaminofen [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sunarno dan Fitriana. 2012. Peran meniran (Phyllanthus niruri Linn) Dalam
mereduksi Kerusakan Hepar Akibat Salmonela.
Thomson, A,D., Cotton, R.E. 2001. Catatan Kuliah Patologi 3rd ed. Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
Yuworo, N.S. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jinten Hitam (Nigella sativa)
Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Penderita Diabetes Mellitus Type 1 [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Zhao J. 2013. Protective Effects of Metallothionein on Isoniazid andRifampicin-
Induced Hepatotoxicity in Mice.J. PLoSONE. 8(8):720-58.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR
Ranks
kontrol - 5 9.50
kontrol + 6 22.33
P1 6 21.67
Skor_nekrosis
P2 6 9.50
P3 6 11.08
Total 29
kontrol - 5 9.00
kontrol + 6 22.00
P1 6 21.25
Skor_degenerasi
P2 6 13.33
P3 6 8.42
Total 29
kontrol - 5 10.50
kontrol + 6 20.75
P1 6 17.50
Skor_kongesti
P2 6 13.33
P3 6 12.17
Total 29
51
SKRIPSI PENGARUH MENIRAN TERHADAP MARTA VALEN F
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR 52
Test Statisticsa,b
df 4 4 4
Total 11
Total 11
Total 11
Test Statisticsa
Total 11
Total 11
Total 11
Test Statisticsa
Total 11
Total 11
Total 11
Test Statisticsa
Total 11
Total 11
Total 11
Test Statisticsa
Total 12
Total 12
Total 12
Test Statisticsa
Total 12
Total 12
Total 12
Test Statisticsa
Total 12
Total 12
Total 12
Test Statisticsa
P1 6 9.00 54.00
Total 12
P1 6 8.67 52.00
Total 12
P1 6 7.33 44.00
Total 12
Test Statisticsa
P1 6 8.92 53.50
Total 12
P1 6 8.75 52.50
Total 12
P1 6 7.67 46.00
Total 12
Test Statisticsa
P2 6 6.00 36.00
Total 12
P2 6 8.08 48.50
Total 12
P2 6 6.67 40.00
Total 12
Test Statisticsa
Case Summariesa
N 5 5 5
N 6 6 6
Total N 6 6 6
Mean 3.1667 2.1667 1.8333
Case Summariesa
Perlakuan P2 N 6 6 6
6 6 6 6
29 29 29
Std. Deviation
Total 2.0345 1.2759 1.6207
N
1.56941 1.19213 .72771
Mean
Std. Deviation
Dosis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan log dosis 2,1, log
Dosis 1 :
Dosis 2 :
Dosis 3 :
P1 (1) 3 1 1
P1 (2) 6 3 3
P1 (3) 6 3 2
P1 (4) 3 3 2
P1 (5) 1 1 2
P1 (6) 3 3 3
P2 (1) 3 1 1
P2 (2) 3 3 3
P3 (3) 5 3 2
P4 (4) 3 3 2
P5 (5) 4 1 2
P5 (6) 1 3 3
Kelompok Nekrosis Degenerasi Kongesti
P3 (1) 1 1 1
P3 (2) 1 0 1
P3 (3) 1 1 1
P3 (4) 1 1 1
P3 (5) 1 1 2
P3 (6) 1 1 3
P4 (1) 1 0 1
P4 (2) 1 0 1
P4 (3) 1 0 1
P4 (4) 1 0 1
P4 (5) 1 0 2
P4 (6) 2 3 2
Lampiran 6. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Manusia dan Berbagai
Jenis Hewan.
Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
1,0 7,0 2,225 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,47 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmut
0,14 1,0 1,47 3,9 4,2 9,2 17,8 31,5
400 kg
Kelinci
0,008 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 14,2
1,5 kg
Kucing
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 13,0
2 kg
Kera
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg
ADLN – PERPUSTAKAAN UNAIR
P0 P1 P2 P3 P4
AquadestRifampisin
Rifampisindan
danisoniazid
isoniazid
Rifampisin
1 jam
dankemudian
isoniazid
Rifampisin
+1 meniran
jam
dan
kemudian
isoniazid,1
2mg + meniran
jam kemudian
2,7mg + meniran 3,4mg
Per oral
28hari
Euthanasi
Pemeriksaan histopatologi