Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Lata Belakang
Pada saat ini pola kesakitan menunjukkan bahwa Indonesia
mengalami double burden of disease dimana dimana penyakit menular masih
merupakan tantangan (walaupun telah menurun) tetapi penyakit tidak
menular (PTM) meningkat dengan tajam.
Di tingkat global, 63 % penyebab kematian di dunia adalah penyakit
tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa pertahun, 80 % kematian
ini terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak
menular adalah penyakit kronis dengan durasi yang panjang dengan proses
penyembuhan atau pengendalian kondisi klinisnya yang umumnya lambat.
Pengaruh industrialisasi mengakibatkan makin derasnya arus urbanisasi
penduduk ke kota besar, yang berdampak pada tumbuhnya gaya hidup yang
tidak sehat seperti diet yang tidak sehat, kurangnya aktifitas fisik, dan
merokok. Hal ini berakibat pada meningkatnya prevalensi tekanan darah
tinggi, Gula darah tinggi, lemak darah tinggi, kelebihan berat badan dan
obesitas yang pada gilirannya meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan
pembuluh darah, penyakit paru obtruktif kronik, berbagai jenis kanker yang
menjadi penyebab terbesar kematian (WHO, 2013).
PTM secara global telah mendapat perhatian serius dengan
masuknya PTM sebagai salah satu target dalam Sustainable Development
Goals (SDGs) 2030 khususnya pada goal 3 : ensure healthy lives and well
being. SDGs 2030 telah disepakati secara formal oleh 193 pemimpin negara
pada UN Summit yang diselenggarakan di New York pada 25-27 september
2015. Hal ini di dasari pada fakta yang terjadi di banyak negara bahwa
meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup diiringi dengan
meningkatnya prevalensi obesitas, kanker, penyakit jantung , diabetes dan
penyakit kronis lainnya.
Pembahasan epidemiologi PTM tidak dapat melepaskan diri dari
konsep epidemiologi sendiri dalam menangani maslah penyakit. Akan
dibicarakan konsep PTM sebagai penyakit dari segi epidemiologi, frekuensi
sebagai masalah dalam masyarakat, pengetahuan tentang factor penyebab
atau faktor resikonya dan upaya pencegahan dan rencana terkait.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus

D. Manfaat
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengetian Penyakit Tidak Menular


B. Penyakit Tidak Menular (PTM)
1. Diabetes Melitus
a) Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia)
kronik. Keadaan hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai
banyak orang pada semua lapisan masyarakat di seluruh dunia.
Problem DM, baik aspek perseorangan maupun aspek kesehatan
masyakaratnya terus berkembang meskipun sudah banyak dicapai
kemajuan di semua bidang riset DM maupun pelaksanaan
penderitanya, etiologi dan patofisiologi DM, kemajuan dan riset
pengobatan, perlindungan dan pencegahan terhadap timbulnya
komplikasi DM, kemandirian dalam pengelolahan penderita, dan
bahkan kemajuan ke arah pencegahan diabetes mellitus baik
pencegahan primer maupun sekunder.
Diabetes melitus seperti juga penyakit tidak menular lainnya
akan berkembang sebagai suatu penyebab utama kesakitan dan
kematian di Indonesia. Penyakit ini akan merupakan beban yang besar
bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui komplikasi-komplikasinya.
Untuk dapat mengetahui dan merencanakan yang dibutuhkan
agar dapat diperoleh hasil yang berdaya guna dan tepat guna dalam
menanggulangi masalah DM di Indonesia, tentu saja harus dikaji
dahulu persoalan dan sarana penanggulangan yang ada.
b) Gejala Diabetes Melitus
Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa
dirinya mengidap diabetes mellitus, bahkan sampai bertahun-tahun
kemudian. Namun harus dicurigai adanya DM jika seseorang
mengalami keluhan klasik berupa:
1) poliuria (banyak berkemih)
2) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
3) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
4) Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat
diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa: lemas,
mudah lelah, kesemutan, gatal
5) penglihatan kabur.
6) penyembuhan luka yang buruk
c) Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa
darah yang diajurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.
d) Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel.
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut Autoimun, Idiopatik
Tipe 2 Larvariasimulai yang terutama dominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relative sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta, Defek genetik
kerja insulin, Penyakit eksokrin pancreas,
Endokrinopati, Karena obat atau zat kimia,
Infeksi, Sebab imonulogi yang jarang, Sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM

e) Faktor Penyebab
Faktor resiko penyakit diabetes mellitus dapat berupa:
1) Umur.
Usia lanjut (usia> 45 tahun) lebih rentan untuk terkena penyakit
diabetes melitus, daripada yang usia muda.
2) Jenis Kelamin.
Penyakit diabetes mellitus cenderung terjadi pada wanita daripada
pria.
3) Genetika/ etnik.
Jika dalam riwayat keluarga ada yang menderita diabetes mellitus,
maka keturunannya memiliki resiko untuk menderita diabetes
mellitus juga.
 Berat badan lebih (BBR > 110% atau IMT > 25kg/m).
 Hipertensi (> 140/90 mmHg).
 Ibu dengan riwayat melahirkan bayi> 4000 gram.
 Pernah diabetes sewaktu hamil.
 Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida> 250 mg/dl.
 Kurang aktivitas fisik.
f) Interaksi antara host, agent dan environmental:
1. Penjamu / Host
Faktor yang terkena atau terinfeksi penyakit. Diabetes
mellitus dapat menyerang manusia dan hewan. Pada manusia,
tingkat kejadian akan lebih tinggi pada individu yang mempunyai
riwayat keturunan, dan individu yang memiliki berat badan
berlebih.
Sedangkan pada hewan yang dapat menderita diabetes
mellitus contohnya kucing, anjing, kelinci dan lainnya. Perjalanan
sakitnya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh manusia.
2. Agent
Agent adalah faktor yang menyebabkan penyakit. Diabetes
mellitus bukan penyakit menular yang disebabkan oleh satu agent
yang pasti. Yang dapat menyebabkan diabetes mellitus antara lain
pola atau kebiasaan buruk individu, gangguan pancreas maupun
resistiensi insulin.
3. Lingkungan / Environment
Kejadian diabetes mellitus lebih tinggi dialami oleh
individu yang berasal dari kondisi social ekonomi yang baik. Hal
ini kemungkinan dikaitkan juga dengan obesitas yang terjadi
karena ketidakseimbangan gizi. Prevalensi yang tinggi juga
ditunjukkan oleh penderita wanita daripada pria, dan komplikasi
lebih sering terjadi pada penderita usia dewasa daripada anak-anak.
Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes
seperti pada budaya timur yang cenderung banyak mengonsumsi
makanan berkarbohidrat tinggi yang dapat menaikkan kadar gula
darah seseorang.
g) Perjalanan Alamiah Penyakit Diabetes Melitus
1. Prepatogenesis
Pada kondisi ini, terjadi rangsangan yang menimbulkan
penyakit dan individu tersebut belum dinyatakan diabetes.
Misalnya kejadian obesitas yang mendahului sebelum diabetes.
2. Patogenesis
Dalam kondisi ini, individu mulai merasakan adanya
keluhan-keluhan dan terlihat gejala diabetes. Pada pathogenesis
dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:
a. Fase Subklinis
Pada fase ini, bias dikatakan timbulnya gejala masih
merupakan gejala yang umum yang belum dapat dikatakan
sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu
belum dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan alat-alat kesehatan, maka akan ditemukan
kelainan tersebut.
b. Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat.
Dan biasanya individu baru menyadari penyakitnya dan baru
melakukan pengobatan.
3. Post Patogenesis
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu
bisa memasuki fase penyembuhan ataupun meninggal dunia.
Untuk penyakit diabetes mellitus belum dapat disembuhkan,
penyakit ini hanya dapat dikontrol dan diberi pengawasan khusus.
Namun, biasanya individu dengan diabetes yang disertai
komplikasi akan mengalami kecacatan, misalnya pada diabetes
dengan komplikasi stroke. Sedangkan sisanya tetap akan menjadi
carier atau pembawa sifat peyakit dan dapat menularkan kepada
keturunannya.
Model jaring-jaring sebab akibat menekankan bahwa
suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Menurut
model ini perubahan dari suatu faktor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Model ini cocok untuk
menggambarkan penyakit diabetes mellitus, karena DM tidak
bergantung pada satu sebab berdiri sendiri melainkan sebagai
akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan
demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan
dengan memotong mata rantai pada berbagai titik.
2. Soegondo Sidartawa dkk. “Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu”.
Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia Jakarta’
3. 2. Soegondo Sidartawa.2006.“Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia”.
4. 3. M.N. Bustan. 2007.”Epidemiologi Penyakit Tidak Menular”.
Jakarta: Rineka Cipta.
5. 4. http://mitaunair-fk12.web.unair.ac.id/

2. Stroke
a. Segitiga Epidemologi
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun
global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang sebelumnya tanpa peringatan, dan yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke
otak karena pendarahan ataupun non pendarahan. Stroke juga dapat
dikatakan sebagai penyakit otak paling destruktif dengan konsekuensi
berat, termasuk beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada
pasien, keluarga mereka dan masyarakat. Stroke juga merupakan suatu
penyakit deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1) Faktor Penjamu (Host)
Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya,
termasuk burung dan artropoda, yang menjadi tempat terjadi proses
alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu yang berkaitan
dengan kejadian penyakit dapat berupa: umur, jenis kelamin, ras,
etnik, anatomi tubuh, dan status gizi. Yang termasuk dalam faktor
pejamu adalah:
a. Genetik; misalnya sickle cell disease.
b. Umur: ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu.
c. Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang terjadi lebih
banyak atau hanya mungkin pada wanita.
d. Suku/ras/warna kulit: dapat ditemukan perbedaan antara ras
kulit putih (white) dengan orang kulit hitam (black) di Amerika.
e. Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stress,
atau keadaan gizi.
f. Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh karena adanya
infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau
pemberian kekebalan buatan (vaksinasi).
g. Tingkah laku (behavior): gaya hidup (life style), personal
hygiene, hubungan antar pribadi, dan rekreasi.
Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi
epidemiologiknya, bila dilihat dari faktor penjamu itu sendiri yang
dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini
menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami
stroke.
1. Genetik
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik
yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi,
penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh
darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko
stroke.
2. Umur
Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk
mendapatkan serangan stroke.
3. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.
Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita
yang meninggal karena stroke.
4. Suku/Ras/Warna Kulit
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit
putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan ras kulit hitam. Tingkat kejadian stroke di
seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina,
menurut Broderick dkk. Melaporkan orang negro Amerika
cenderung beresiko 1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan
intraserebral (dalam otak) dibandingakn kulit putihnya. Orang
Jepang dan Afrika-Amerika cendrung mengalami stroke
perdarahan intracranial, sedang cendrung terkena stroke
iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak.
5. Keadaan Fisiologi Tubuh
Keadaan gizi yang berlebih pada tubuh seseorang juga
bisa menjadi pencetus terjadinya penyakit stroke. Misalnya,
kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah otak yang bisa
mengarah ke stroke.
6. Tingkah Laku (Behavior)
Hubungan tingkah laku dengan terjadinya penyakit
stroke adalah tentang bagaimana gaya hidup (life style). Pola
gaya hidup yang salah dengan mengkonsumsi makanan dan
minuman tidak sehat, alkohol, rokok, dan jarang melakukan
aktivitas olahraga tentu akan lebih mempercepat resiko
seseorang terjangkit penyakit stroke.
2) Faktor Agent
Agent (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau
kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada
beberapa penyakit agent ini adalah sendiri (single), misalnya pada
penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa
agent yang bekerja sama, misalnya pada penyakit kanker. Agent dapat
berupa unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisik.
a. Unsur biologis, terdapat bukti bahwa infeksi virus dan bakteri, bersama
dengan faktor resiko lain, dapat sedikit meningkatkan resiko timbulnya
stroke dengan meningkatkan kemampuan darah untuk membeku.
b. Unsur nutrisi, kelebihan zat gizi seperti tingginya kadar kolesterol,
kadar gula, dan lemak dalam tubuh juga bisa menimbulkan stroke. Hal
ini terkait dengan timbulnya beberapa penyakit pencetus stroke, seperti
DM, hipertensi, obesitas, dan penyakit jantung.
c. Unsur kimiawi, zat-zat karsinogenik yang terus menerus terakumulasi
dalam tubuh juga merupakan salah satu faktor penyebab penyakit
stroke. Selain itu penggunaan alkohol, rokok, obat-obatan terlarang
yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya bagi tubuh, juga
akan semakin mempercepat seseorang terkena penyakit stroke. Hal ini
disebabkan karena bahan-bahan tersebut cenderung akan meningkatkan
suhu tubuh dan beresiko terjadi stroke.
d. Unsur fisik, misalnya trauma mekanik. Trauma mekanik yang terkait
dengan terjadiya penyakit stroke ini adalah seseorang terjatuh dan
menghantam benda keras, kemudian menyebabkan pembuluh darah
dalam otak menjadi pecah sehingga orang tersebut terkena stroke.
3) Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang
dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor
lingkungan meliputi:
a. Lingkungan fisik: geologi, iklim, geografik.
b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai
sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein).
c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja,
keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana
alam, perang dan banjir).
Misalnya saja dilihat dari lingkungan sosial seperti urbanisasi, yaitu
perpindahan masyarakat desa ke kota. Masyarakat desa yang tadinya
memiliki gaya hidup sederhana dengan mengkonsumsi makanan yang
sehat, tentu saja akan berubah mengikuti gaya hidup orang kota setelah
mereka pindah dan bertempat tinggal di kota. Kebiasaan hidup
masyarakat kota yang lebih mewah dan serba instan akan berbanding
terbalik dengan masyarakat desa yang lebih alami, sehingga urbanisasi juga
akan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke tersebut.
Dari lingkungan fisik, seperti suhu akan mempengaruhi juga
terhadap penyakit stroke. Suhu tinggi merupakan penyebab utama
terjadinya heat stroke. Suhu lingkungan yang tinggi akan sering membuat
dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi dan penderita tidak dapat mengeluarkan
keringat yang cukup untuk mendinginkan tubuhnya, maka suhu tubuh bisa
meningkat sampai pada tingkat yang berbahaya, sehingga terjadi heat
stroke. Lingkungan yang mempunyai kelembaban tinggi dapat
menyebabkan berkurangnya efek pendingin oleh keringat sehingga jika
seseorang berada pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kelembaban
yang tinggi pula maka risiko mengalami heat stroke-nya akan tinggi.
c. Hubungan Penyakit Stroke dengan Segitiga Epidemiologi
1. Karakteristik Segitiga Utama
Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus-menerus dalam keadaan
berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang terciptalah keadaan sehat.
Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadninya gangguan
keseimbanganbermula dari perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias
yang potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dari
ketiganya dan interaksi antara ketiganya.
1. Karakteristik Penjamu
Manusia mempunyai karakteritik tersendiri dalam mengahadapi ancaman
penyakit, yang bisa berupa:
a. resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.
Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme
pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis,
dapat secara alamiah maupun perolehan (non alamiah), sehingga tubuh kebal
terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis
penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan
tersendiri.
c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan
panykit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada
dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya

2. Karakteristik Agent
a. Infektivitas: kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap
lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply)
dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu
mikroorganisme untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap penjamunya. Dosis
infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal
organisme yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda
antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.
b. Patogenesis: kesanggupan mikroorgasnime untuk menimbulkan suatu reaksi
klilnik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang
diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang
yang terinfeksi. Hampir semua orang yang terinfeksi dengan
virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicity), sedangkan orang yang
terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
c. Virulensi: kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis
yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kenatian. Virulensi kuman
menunjukkan beratnya (severity) penyakit.
d. Toksisitas: kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis
dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk
menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
e. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar
setelah memasuki jaringan.
f. Antigenisitas: kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologis
dalam penjamu. Beberapa organisme mempunyai antigenisitas lebih kuat
dibanding yang lain. Jika mene\yerang pada aliran darah akan lebih
merangsang immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan membran.

3. Karakteristik Lingkungan
a. topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang
mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit tertentu.
b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang
berhubungan dengan kejadian penyakit.

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab2-
konsep_dasar_timbulnya_penyakit.pdf

3. Hipertensi
4.
1. Jenis Penyakit : Hipertensi
5.
6. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan diperoleh dua angka.
7. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi
(sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik). Bila tekanan darah 120/80 mmHg maka dikatakan normal.
8. Sedangkan pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan
sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah
140/90 mmHg atau ke atas.
9. Menurut Sudabutar, RP dan Wiguna P (1990) bahwa Hipertensi adalah
suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah (hasil perkalian
antara curah jantung dan resistensi perifer), di mana seseorang dapat
dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole sama atau lebih dari
130 mmHg dan tekanan diastole sama atau lebih dari 90 mmHg.
Tingginya tekanan systole berhubungan dengan besarnya curah jantung
sedangkan tingginya tekanan diastole berhubungan dengan besarnya
resistensi perifer dapat meningkatkan tekanan darah (Prodjosudjadi, W,
2000).
10. Hipertensi dipengaruhi oleh adanya interaksi dua faktor yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Meskipun awalnya tergantung dari faktor
keturunan. Dalam perjalanannya menuju masa dewasa, banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti makanan dan faktor stres. Pada
stadium dini hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun, sehingga
banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah menderita hipertensi.
Sedangkan pada golongan yang menyadari dapat merasakan adanya
gejala berupa sakit kepala, mimisan, pusing, mudah marah, telinga
berdenging, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang
dan sukar tidur sebagai gejala yang banyak dijumpai (Budiman, H,1999).
11.
12. Gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah
13. tinggi meliputi:
14. Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah
beberapa jam.
15. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
16. Mudah lelah, lesu, Impoten.
17. Telinga berdenging.
18. Detak jantung berdebar cepat.
19. Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah
menjadi marah.
20. Menurut WHO (1999) membagi Hipertensi menjadi rendah, sedang,
tinggi, dan tinggi sekali, klasifikasi ini digunakan untuk pedoman
pengobatan juga diklasifikasikan berdasarkan penyebab, menurut tingkat
klinik, luasnya kerusakan organ tubuh, dan peningkatan tekanan sistolik
dan diastolik (Sadan K, 1994). Menurut Kaplan yang dikutip oleh
Sidabutar, RP dan Wiguna, P, 1990). Hipertensi dibedakan berdasarkan
umur dan jenis kelamin yaitu:
21. a. Laki-Iaki umur < 45 tahun bila tekanan darah > 130/90 mmHg
22. b. Laki-laki umur > 45 tahun bila tekanan darah >145/95 mmHg
23. c. Perempuan bila tekanan darah > 160/95 mmHg
24.
25. 2. Gambar Model Hubungan Penyebab dan Penyakit Hipertensi
(Segitiga Epidemiologi/Model Ekologi)

26.
27.
28. Gambar 1. Segitiga Epidemiologi dalam keadaan setimbang (sehat)
29.
30.
31.
32.
33. Gambar 2. Ketidakseimbangan Agen, Pejamu dan Lingkungan
34. (Sakit Hipertensi)
35.
36.
37. 3. Analisa Hubungan Penyebab dan Penyakit Hipertensi
38. Berdasarkan gambar segitiga epidemiologi penyakit hipertensi diatas,
maka penyakit Hipertensi terjadi karena interaksi antara agen penyakit,
pejamu (manusia) dan lingkungan. Yaitu, Suatu keadaan saling
mempengaruhi antara agen penyakit, manusia dan lingkungan secara
bersama-sama dan keadaan tersebut memperberat satu sama lain sehingga
memudahkan agen penyakit untuk menyebabkan hipertensi. Penjelasan
keterkaitan antara 3 faktor tersebut sebagai berikut:
39.
40. A. Host (Penjamu)
41. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu
:

42. a. Daya Tahan Tubuh


43. Penyakit Hipertensi dipengaruhi oleh daya tahan tubuh anusia itu
senmdiri. Daya tahan tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan
gizi, aktifitas, dan istirahat. Kesibukan yang padat juga membuat orang
kurang berolagraga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok ,
minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh menjadi menurun
dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi.
44.
45. b. Genetik/keturunan
46. Pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita
hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini.
47.
48. c. Umur
49. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tetapi
di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menapouse )
berpeluang lebih besar.
50. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya
hipertensi di kalangan wanita usia lanjut. Namun sekarang penyakit
hipertensi tidak memandang golongan umur.
51.
52. d. Jenis Kelamin
53. Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan
dengan perempuan. Wanita > Pria pada usia > 50 tahun
Pria > wanita pada usia < 50 tahun.
54.
55. e. Adat Kebiasaan
56. Kebiasaan- kebiasaan buruk seseorang merupakan ancaman kesehatan
bagi orang tersebut seperti:
57. Gaya hidup modern, kerja keras dalam situasi penuh tekanan, dan
stres terjadi yang berkepanjangan adalah hal yang paling umum serta
membuat orang kurang berolagraga , dan berusaha mengatasi stresnya
dengan merokok, minum alkohol atau kopi, padahal semuanya termasuk
dalam daftar penyebab yang meningkatkan resiko hipertensi.
58. Terbiasa untuk memakan makanan yang asin, sehingga sulit untuk
dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit
dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar
rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).
59. Pola makan yang salah, dan salah dalam memilih makanan.
Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam
jumlah tinggi, dapat meningkatkan tekanan darah kerana mengandung
natrium dalam jumlah yang berlebih.
60.
61. f. Pekerjaan
62. Orang yang mengalami pekerjaan penuh tekanan, misalnya penyandang
jabatan yang menuntut tanggung jawab besar tanpa disertai wewenang
pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah yang lebih tinggi
selama jam kerjanya, dibandingkan dengan rekan mereka yang
pekerjaannya lebih ringan. Stres yang terlalu besar dapat memicu
terjadinya hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.
63.
64. g. Ras/Suku
65. Ras/Suku : Di USA, orang kulit hitam > kulit putih. Di Indonesia penyakit
hipertensi terjadi secara bervariasi.
66.
67. B. Agent (Penyebab Penyakit)
68. Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau
ketidakberadaannya dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi
perjalanan suatu penyakit. Untuk penyakit hipertensi yang menjadi agen
adalah :
69. a. Faktor Nutrisi
70. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam
kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam, serta
kebiasaan memakan makanan yang mengandung banyak garam sehingga
sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar.
71. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya,
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi.
72. Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti
kopi dan alkohol juga dapat meningkatkan resiko hipertensi
73. Konsumsi Makanan cepat saji juga merupakan salah satu
penyebab Hipertensi, karena mengandung penyedap yang berlebihan.
74.
75. b. Faktor Kimia
76. Mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain, Pil KB Kortikosteroid,
Siklosporin, Eritropoietin, Penyalahgunaan Alkohol, Kayu manis (dalam
jumlah sangat besar).
77. c. Faktor Biologi
78. Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui, namun peniliti
telah membuktikan bahwa tekanan darah tinggi berhubungan dengan
resistensi insulin dan/ atau peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia).
Keduanya tekanan darah tinggi dan resistensi insulin merupakan
karakteristik dari sindroma metabolik , kelompok abnormalitas yang
terdiri dari obesitas, peningkatan trigliserid, dan HDL rendah (kolesterol
baik) dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor
pengatur tekanan darah.
79. Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun
hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi
gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat
mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi hipertensi secara
konsisten.
80. Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian
telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus
dianggap sebagai faktor resiko terjadi hipertensi.
81.
82. d. Faktor Fisik
83. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan
lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika
beristirahat.
84. Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu
terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan
85. Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah
bergerak dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah agar bisa menggerakkan berlebih dari tubuh terdebut.
Karena itu obesitas termasuk salah satu yang meningkatkan resiko
hipertensi.
86. C. Environment (Lingkungan)
87.
88. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan manusia.
89. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup misalnya gaya hidup
kurang baik seperti gaya hidupnya penuh dengan tekanan (Stres). Stres
yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit seperti
hipertensi. Dalam kondisi tertekan adrenalin dan kortisol dilepaskan ke
aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah agar
tubuh siap beraksi. Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga),
stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya
hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan.
Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah Pantai lebih
berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibading dengan daerah
pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak terdapat natrium bersama
klorida dalam garam dapur sehingga Konsumsi natrium pada penduduk
pantai lebih besar dari pada daerah pegunungan.
Penyakit hipertensi ditemukan di semua daerah di Indonesia dengan
prevalensi yang cukup tinggi.
90. Dimana daerah perkotaan lebih dengan gaya hidup modern lebih berisiko
terjadinya penyakit hipertensi dibandingkan dengamn daerah pedesaan
91.
http://www.alodokter.com/hipertensi (diakses pada tanggal 20 Maret
2016)
92. http://noviastriana10.blogspot.co.id/2014/03/teori-terjadinya-
penyakit.html
93. (diakses pada tanggal 20 Maret 2016)
94. https://www.google.co.id/search?q=segitiga+epidemiologi&espv=2&biw
=1517&bih=741&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjYxfeu
3s7LAhWWBI4KHY7vCzkQ_AUIBigB&dpr=0.9#imgdii=TXkOOEcf_
Mb5mM%3A%3BTXkOOEcf_Mb5mM%3A%3BFr0nCfZACvTMAM%
3A&imgrc=TXkOOEcf_Mb5mM%3A (diakses pada tanggal 20 Maret
2016)
95. http://fharmacy.blogspot.co.id/2009/10/segitiga-epidemiologi-dari-
penyakit.html
96. (diakses pada tanggal 20 Maret 2016)
97. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18866/1/ikm-okt2005-
9%20(4).pdf
98. (diakses pada tanggal 20 Maret 2016)
99. https://www.deherba.com/tekanan-darah-tinggi-pencegahan-dan-
pengendalian.html
100.
101. Penyakit Jantung Coroner
102. Segitiga Epidemiologi (Host, Agent dan Environtment)
103. Segitiga epidemiologi merupakan dasar yang biasa digunakan
dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
Host,agent, serta environment merupakan komponen yang terdapat pada
segitiga eppidemiologi dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya
dalam terjadinya suatu penyakit, termasuk pada penyakit jantung koroner.
104.
105.
106. 1) Host
107. Host atau pejamu merupakan manusia yang menjadi faktor
terjadinya suatu penyakit. Faktor-faktor yang termasuk didalamnya adalah
umur, jenis kelamin, ras, genetik dan lainnya.
108. a. Usia
109. Tanda dan gejala PJK banyak dijumpai pada individu-individu
dengan usia yang lebih tua, secara patogenesis permulaan terjadinya PJK
terjadi sejak usia muda namun kejadian ini sulit untuk diestimasi.
Diperkirakan sekitar 2 % – 6 % dari semua kejadian PJK terjadi pada
individu dibawah usia 45 tahun. Memasuki usia 45 tahun bagi
pria. Sangat penting bagi kaum pria untuk menyadari kerentanan mereka
dan mengambil tindakan positif untuk mencegah datangnya penyakit
jantung. Bagi wanita, memasuki usia 55 tahun atau
mengalami menopause dini (sebagai akibat operasi).Wanita mulai
menyusul pria dalam hal risiko penyakit jantung setelah
mengalami menopause.
110. Sebelum berusia 40 tahun, perbedaan kejadian PJK antara pria dan
wanita adalah 8 : 1, dan setelah usia 70 tahun perbandingannya adalah 1 :
1. Pada pria insiden puncak manifestasi klinik PJK adalah pada usia 50 –
60 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 60 – 70 tahun. Pada wanita
PJK terjadi sekitar 10-15 tahun lebih lambat daripada pria dan risiko
meningkat secara drastis setelah menopouse.
111. b.Genetik
112. Riwayat serangan jantung di dalam keluarga sering merupakan
akibat dari profil kolesterol yang tidak
normal. Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakn
a dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan
penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
Penyakit jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi
kelainan gen tunggal spesifik yang berhubungan dengan mekanisme
terjadinya
aterosklerotik. Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung be
rhubungan darah
yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko independ
ent untuk terjadinya PJK, dengan rasio odd dua hingga empat kali lebih
besar dari pada populasi control. Agregasi PJK keluarga menandakan
adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti
bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK
pada keluarga dekat.
113. The Reykjavik Cohort Study menemukan bahwa pria dengan
riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar
untuk menderita PJK (RR=1,75;95% CI 1,59-1,92) dan wanita dengan
riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar
untuk menderita PJK (RR=1,83; 95% CI 1,60-2,11) dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai riwayat PJK.
114. c. Kebiasaan merokok.
115. Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit
jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki
hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok
akan mengurangi risiko terjadinyaserangan jantung. Merokok sigaret
menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24
% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Meskipun terdapat penurunan yang
progresif proporsi pada populasi yang merokok sejak tahun 1970-an, pada
tahun 1996 sebesar 29 % laki-laki dan 28 % perempuan masih merokok.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah prevalensi kebiasaan
merokok yang meningkat pada remaja, terutama pada remaja perempuan.
Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif)
memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan
orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko terjadinya PJK akibat
merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali
lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian PJK.
Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang kompleks,
diantaranya :
116. a. Timbulnya aterosklerosis.
117. b.
Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme
arteri koroner)
118. c. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
119. d. Provokasi aritmia jantung.
120. e. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
121. f. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen.
122. g. Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50 %
setelah satu tahun berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun
berhenti. Rokok juga
merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya penyakit saluran na
fas, saluran pencernaan, cirrhosis hepatis, kanker kandung kencing
dan penurunan kesegaran jasmani.
123. Manfaat penghentian kebiasaan merokok lebih sedikit
kontroversinya
dibandingkan dengan diit dan olah raga. Tiga penelitian secara acak
tentang kebiasaan merokok telah dilakukan pada program prevensi
primer dan membuktikan adanya penurunan kejadian vaskuler sebanyak
7-47% pada golongan yang mampu
menghentikan kebiasaan merokoknya dibandingkan dengan yang tida
k. Oleh karena itu saran penghentian kebiasaan merokok merupakan
komponen utama pada program rehabilitasi jantung koroner.
124. d. Hipertensi
125. Hipertensi adalah faktor risiko utama penyakit-penyakit
kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Data penelitian Departemen Kesehatan RI menunjukkan
hipertensi dan penyakit kardiovaskular masih cukup tinggi dan bahkan
cenderung meningkat seiring dengan gaya hidup yang jauh dari perilaku
hidup bersih dan sehat, mahalnya biaya pengobatan hipertensi, disertai
kurangnya sarana dan prasarana penanggulangan hipertensi.
126. Stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi lebih dari
sepertiga penyebab kematian, dimana stroke menjadi penyebab kematian
terbanyak 15,4%, kedua hipertensi 6,8%, penyakit jantung iskemik 5,1%,
dan penyakit jantung 4,6% (Hasil Riskesdas 2007). Data Riskesdas 2007
juga disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan
insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan
(52%) dibandingkan laki-laki (48%). Prevalensi hipertensi yang tinggi
terdapat baik pada populasi laki-laki maupun perempuan, di perkotaan
ataupun di pedesaan, dimana semakin tinggi usia semakin tinggi pula
prevalensinya atau bertambahnya usia kemungkinan terkena hipertensi
juga menjadi lebih besar.
127. e. Obesitas
128. Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko
peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan
beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Data dari
Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai
berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 %
dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %.
129. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan
darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan
menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi
asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar
komposisi makanan , pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan
pakar gizi secara teratur.
130. f. Diabetes Militus
131. Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih progresif,
lebih kompleks, dan lebih difus dibandingkan kelompok control dengan
usia yang sesuai. Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-
pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa
disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD). Kondisi
ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati, fibrosis otot jantung,
dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung.
132. Pada diabetes tergantung insulin (NIDDM), penyakit koroner
dini dapat dideteksi pada studi populasi sejak decade keempat, dan pada
usia 55 tahun hingga sepertiga pasien meninggal karena komplikasi PJK,
adanya mikroalbuminemia atau nefropati diabetic meningkatkan risiko
PJK secara bermakna.
133. Risiko terjadinya PJK pada pasien dengan NIDDM adalah dua
hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum dan tampaknya
tidak terkait dengan derajad keparahan atau durasi diabetes, mungkin
karena adanya resistensi insulin dapat mendahului onset gejala klinis 15 –
25 tahun sebelumnya. Sumber lain mengatakan bahwa, pasien dengan
diabetes mellitus berisiko lebih besar (200%) untuk terjadinya
cardiovasculair diseases dari pada individu yang tidak diabet.
134. g. Jenis Kelamin dan Hormon Seks
135. Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan
kejadiannya lebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit PJK pada
laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dan kondisi ini
terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki darpada
perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun
setelah menopouse insiden PJK meningkat dengan pesat, tetapi tidak
sebesar insiden PJK pada laki-laki. Perokok pada wanita mengalami
menopouse lebih dini daripada bukan perokok. Gejala PJK pada
perempuan dapat atipikal, hal ini bersama bias gender, kesulitan dalam
interpretasi pemeriksaan standart (misalnya : tes latihan treadmill)
menyebabkan perempuan lebih jarang diperiksa dibandingkan laki-
laki. Selain itu manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan
pada laki-laki dan berhubungan dengan tingkat komplikasi perioperatif
yang lebih tinggi pada perempuan.
136. Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko PJK sekitar tiga
kali lipat tetapi beberapa bukti
menunjukkan bahwa risiko dengan preparat generasi ketiga terbaru
lebih rendah. Terdapat hubungan sinergis antara penggunaan kontrasepsi
oral dan merokok dengan risiko relatif infark miokard lebih dari 20 : 1.
137. Faktor risiko kardiovaskuler mayor serupa pada kedua jenis
kelamin, tetapi pria biasanya menderita PJK 10 sampai 15 tahun lebih
awal daripada wanita. Hingga berusia 60 tahun, di Amerika Serikat, hanya
1 dari 17 wanita yang sudah mengalami kelainan koroner, sedangkan pria
1 dari 5. Sesudah usia 60 tahun, PJK menjadi penyebab utama kematian
wanita, sama dengan pria.
138. h. Ras
139. Pada kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna,
laki-laki mendominasi kematian akibat PJK, tetapi lebih nyata pada kulit
putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua.
Onset PJK pada wanita kulit putih umumnya 10 tahun lebih lambat
dibanding pria, dan pada wanita kulit berwarna hitam lebih lambat sekitar
7 (tujuh) tahun.
140. Insidensi kematian dini akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di
Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal dan juga angka
yang rendah pada rasAfro-Karibia.
141. i. Aktivitas Fisik
142. Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem
kardiovaskuler, yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran
darah dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Aktivitas aerobik
secara teratur menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11 % laki-laki dan
4 % perempuan memenuhi target pemerintah untuk berolah raga.
Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan menurunkan
tekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi,
menurunkan kadar
kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein, m
emperbaiki sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri.
143. Diperkirakan sepertiga laki-
laki dan dua per tiga perempuan tidak dapat mempertahankan irama
langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph pada
gradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan i
nsiden PJK sebesar 20 – 40 %. Dengan berolah raga secara teratur sangat
bermanfaat untuk menurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-
kolesterol dan sensitivitas insulin serta menurunkan berat badan dan kadar
LDL-kolesterol.
144. j. Stres dan Kepribadian
145. Stres, baik fisik maupun mental merupakan faktor risiko untuk
PJK. Pada masa sekarang, lingkungan kerja telah menjadi penyebab
utama stress dan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stress
dan abnormalitas metabolisme lipid. Disamping itu juga stres merangsang
sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang
meningkatkan kecepatan denyut jantung dan menimbulkan vaso
konstriksi.
146. Penelitian yang dilakukan terhadap 1000 pasien yang mengalami
serangan jantung dengan melihat sifat dan respon individu terhadap stress,
tampaknya berhubungan dengan risiko peningkatan penyakit jantung.
Beberapa ilmuwan
mempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari prose
s atherosklerosis pada arteri koroner.
147. Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner
(kepribadian tipe
A) antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk
dipandang, keinginan untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur,
kemarahan di jalan, dan lain-lain. Baik ansietas maupun depresi
merupakan predictor penting bagi PJK.
148. k. Kurang Tidur
149. Orang yang tidur kurang dari 7,5 jam per hari mungkin
memiliki risiko penyakit jantung di masa depan yang lebih tinggi. Tidur
telah menjadi komoditas langka di dunia ini walaupun kemungkinan
memiliki kekuatan pencegahan terhadap penyakit seperti kegemukan dan
kencing manis. Dalam masyarakat modern, orang kurang tidur akibat
perubahan gaya hidup. Mereka juga menunjukkan bahwa tidur kurang
memadai – dan kondisi seperti gangguan napas saat tidur (sleep apnea)
dan tekanan darah tinggi (hipertensi) malam hari – adalah faktor risiko
untuk penyakit kardiovaskuler.
150. Para peneliti juga melihat tingginya angka serangan
jantung pada pasien yang tidur dengan durasi pendek dan tekanan darah
meningkat pada malam hari dibandingkan dengan pasien dengan durasi
tidur normal lama dan tidak ada peningkatkan tekanan darah malam hari.
Namun demikian, di antara peserta yang tidak mengalami peningkatan
tekanan darah, terjadinya penyakit kardiovaskuler adalah serupa bagi
mereka yang durasi tidurnya terlama dan tersingkat.
151.
152. 2) Agent
153. Agent atau penyebab suatu penyakit yang berpengaruh pada
terjadinya penyakit jantung koroner adalah agent tidak hidup seperti
radiasi, polusi, zat-zat kimia serta zat karsinogenik.
154. 3) Environment
155. Faktor lingkungan yang terjadi diluar tubuh manusia. Dapat terbagi
menjadi :
156. - Lingkungan fisik
157. - Lingkungan sosio-ekonomi
158. Adanya kelas-kelas sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat
seperti jenis pekerjaan seseorang dapat berdampak pada penghasilan dan
tentunya berpengaruh pada penggunaan pelayanan kesehatan yang ada.
Selain itu kepadatan penduduk, kebudayaan masyarakat setempat dapat
menimbulkan masalah kesehatan serta munculnya berbagai penyakit.

159. Penyakit Ginjal

SEGITIGA EPIDEMIOLOGI

A. PENGERTIAN SEGITIGA

Untuk mempelajari konsep terjadinya penyakit, ada tiga macam model


pendekatan, yaitu: Segitiga Epidemiologi (Epidemiologic Triangle),
Roda (Wheel), Jaring-jaring sebab akibat (The Web of causation).
Segitiga (Triangle) terdiri dari komponen : host, agent, environment. Perubahan
pada salah satu factor/komponen akan mengubah keseimbangan. Hubungan ketiga
komponen digambarkan sebagai tuas dalam timbangan: environment sebagai
penumpu.

Proses terjadinya penyakit merupakan hasil

interaksi antara :
- - Agen (faktor penyebab penyakit)
- - Manusia sebagai penjamu atau host; dan

- - Faktor Lingkungan/Environtment yang mendukung

Ketiganya disebut Trias Penyebab Penyakit


Penyakit terjadi krn adanya ketidakseimbangan antara ke tiga faktor tersebut.

Lebih cocok untuk menerangkan penyebab penyakit gagal

Bentuk Segitiga Epidemiologi

1. Agent
Agent merupakan suatu substansi atau elemen makhluk hidup/bukan makhluk
hidup yang kehadirannya/ketidakhadirannya dapat menimbulkan/mempengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
Jenis: Nutrien, Kimia, Biologik, Fisik, Mekanik.

2. Faktor Host (pejamu)

• Intrinsic factors yang mempengaruhi individu untuk terpapar, kepekaan


(susceptibility), atau berespon terhadap agen penyebab penyakit

• Cth : umur, sex, suku bangsa, dan perilaku adalah beberapa faktor yang
menentukan risiko seseorang untuk terpapar terhadap agen.

3. Faktor Lingkungan

Extrinsic factors yang mempengaruhi agen dan

peluang untuk terpapar.

• Meliputi faktor fisika (e.g. iklim, karakteristik geologis)

• Faktor biologis (e.g. vectors – serangga yang menyebarkan agen); dan

faktor struktural (e.g. kepadatan rumah, dan akses terhadap pelayanan kesehatan
dan sanitasi)

SEGITIGA GAGAL GINJAL

A. Pengertian
Gagal ginjal atau sering juga disebut gagal ginjal terjadi bila fungsi
ginjal sudah sangat buruk dan penderita mengalami gagal metabolisme protein,
lemak dan karbohidrat.Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein
darah (albumin) yang seharusnya dilepaskan ke urine. Awalnya terdapat dalam
jumlah sedikit (mikro-albuminuria).

Bila kondisinya semakin parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria).
Jadi berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil
pemcecahan protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen. Gagal itu
disebut sindroma uremia dengan gejala mual dan muntah.

Sungguh sulit bagi seseorang untuk menerima kenyataan bahwa ia harus


menjalani cuci darah seumur hidup. Selain biayanya mahal, dampak ikutan dari
proses cuci darah itu pun membuat hidup menjadi tidak nyaman. Hal tersebut
harus demikian, karena ginjaltidak mampu berfungsi lagi.

Gagal ginjal termasuk silent killer yang berkembang tanpa


memberikangejala penyakitsebagai tanda peringatan, tahu-tahu sudah menjadi
kasus yang berat. Begitu fungsi ginjalsudah tinggal di bawah 5%, ginjal hampir
tidak berfungsi lagi, dan cuci darah pun dilakukan.

Padahal, gagal ginjal mungkin di awali dari hal yang sepele, yaitu pola
makan tinggilemak dan karbohidrat, kurang gerak, dehidrasi (kurang minum) atau
infeksi saluran kemih yang umum dialami oleh penduduk kota sekarang ini.
Karena itu, waspadailah bila Anda mengalami infeksi saluran kemih yang
berulang atau menderita batu ginjal.

Gagal ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah


pengganti dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari
fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus/ LFG) yang bersifat sementara, ditandai
dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum
lainnya, serta adanya ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan
dan elektrolit

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan semua faal ginjal secara
bertahap diikuti penimbunan sisa metabolism protein dan gagal keseimbangan
cairan elektrolit(Sukandar,2006)Tahapan GGK dapat menjadi Gagal Ginjal
Terminal (GGT) dimana terdapat akumulasi toxinuremia dalam darah yang
membahayakan kelangsungan hidup (Ganong1998).

B. Epidemiologi Gagal Ginjal


1. Distribusi Gagal Ginjal
a. Distribusi Menurut Orang
Gagal ginjal dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin,
umur maupun ras. Menurut penelitian Aghighi, dkk (2009), dari total 35.859
orang, jumlah penderita yang terdaftar di seluruh Rumah Sakit di Iran dari tahun
1997 sampai dengan 2006, terdapat penderita laki-laki sebesar 20.633 orang dan
perempuan sebesar 15.226 orang. Rata-rata umur penderita laki-laki dan
perempuan meningkat dari umur 47 dan 49 tahun menjadi 52,5 dan 53 tahun.
Menurut hasil penelitian Hendrati (1999) menunjukkan bahwa penderita gagal
ginjal yang menjalani hemodialisa di RSUD Dr. Sutomo Surabaya terbanyak pada
laki-laki (77,3%).23 Menurut Marlina (2009), di RSU dr. Pirngadi Medan ,
penderita gagal ginjal akut ( GGA ) yang terbesar pada kelompok umur 40-50
tahun (42%).

b. Distribusi Menurut Tempat

Menurut penelitian Grasmaan (2005), hingga akhir tahun 2004, 52% dari
seluruh penderita gagal ginjal di dunia terdapat di Amerika, Jepang, Brazil dan
Jerman, dimana ke empat negara tersebut memiliki angka populasi penduduk
hanya 11% dari seluruh populasi di dunia. China menempati urutan ke lima
dengan penderita gagal ginjal sebanyak 48.000 penderita.
Pada Tahun 2000 di Indonesia terdapat 3000 penderita gagal ginjal terminal yang
menjalani hemodialisa dengan prevalensi sebesar 1,5/100.000 penduduk.

c. Distribusi Menurut Waktu

Peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus yang terkena penyakit ginjal

di Indonesia menunjukkan angka 8,3% dari seluruh penderita gagal ginjal


terminal

pada tahun 1983. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1993, angka ini telah

meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu 17% dari seluruh penderita gagal ginjal

terminal yang disebabkan nefropati diabetik.28

C. Segitiga Gagal Ginjal


1. Host
 Umur
Seiring bertambahnya usia juga akan diikuti oleh penurunan fungsi ginjal. Hal
tersebut terjadi terutama karena pada usia lebih dari 40 tahun akan terjadi proses
hilangnya beberapa nefron. Perkiraan penurunan fungsi ginjal berdasarkan
pertambahan umur tiap dekade adalah sekitar 10 ml/menit/1,73m2. Berdasarkan
perkiraan tersebut, jika telah mencapai usia dekade keempat, dapat diperkirakan
telah terjadi kerusakan ringan, yaitu dengan nilai GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2.
Artinya, sama dengan telah terjadi penurunan fungsi ginjal sekitar 10% dari
kemampuan ginjal. Dengan semakin meningkatnya usia, dan ditambah dengan
penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetes, ginjal
cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali.

 Gaya Hidup
Gaya hidup tidak banyak bergerak ditambah dengan pola makan buruk yang
tinggi lemak dan karbohidrat (fast food) yang tidak diimbangi serat (sayuran dan
buah), membuat menumpuknya lemak dengan gejala kelebihan berat badan. Gagal
metabolisme lemak menyebabkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida
meningkat. Dalam jangka panjang akan terjadi penumpukan lemak dalam lapisan
pembuluh darah. Ginjal bergantung pada sirkulasi darah dalam menjalankan
fungsinya sebagai pembersih darah dari sampah tubuh.

 Riwayat Penyakit
1. Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah yang tinggi pada penderita hipertensi dapat merusak jaringan
pembuluh darah ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan nefrosklerosis atau
kerusakan pada arteri ginjal, arteriola, dan glomeruli. Hipertensi merupakan
penyebab kedua terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Sekitar 10% individu
pengidap hipertensi esensial akan mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Hipertensi esensial (tidak diketahui penyebabnya) dapat menyebabkan penyakit
ginjal menahun, sedangkan penyakit ginjal merupakan penyebab paling sering
hipertensi sekunder (penyebab dan patofisiologi diketahui, sehingga dapat
dikendalikan dengan obat-obatan). Hipertensi sekunder dapat mempercepat
penurunan faal ginjal bila tidak diobati dengan seksama.

 Penyakit Ginjal Keturunan dan Bawaan

Penyakit ginjal dapat berupa keturunan ataupun bawaan, diantaranya kelaianan


struktur kistik maupun non kistik, kelainan fungsi, kelainan lokasi, jumlah dan
fungsi ginjal. Kelainan struktur kistik atau adanya kista, merupakan suatu rongga
yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material semisolid. Pada ginjal bisa
terdapat satu atau banyak kista yang tersebar, baik hanya satu ginjal maupun
kedua ginjal, baik pada korteks maupun pada medula. Di Amerika Serikat,
proporsi penyakit kista ginjal 11% dari pasien yang mengalami dialisis atau
transplantasi ginjal. Kelainan lokasi, jumlah, dan ukuran ginjal, seperti ginjal
ektopik dimana, pada keadaan ini ginjal berada di tempat yang tidak semestinya.
Biasanya ginjal berukuran lebih kecil daripada normal karena terdapat kelainan
pada sistem pendarahannya.

2. Agent
Karena gagal ginjal merupakan penyakit tidak menular dan penyebabnya bukan
penyebab tunggal, maka disebut dengan faktor resiko.

 Trauma
Terkait terutama trauma pada saluran kemih, antara lain fraktur pelvis,
trauma akibat benda tumpul, dan tusukan benda tajam atau peluru. Fraktur dapat
mengakibatkan perforasi kandung kemih atau robeknya uretra. Pukulan keras
pada tubuh bagian bawah dapat mengakibatkan kontusio, robekan, atau rupture
ginjal.

 Keracunan Obat
Beberapa jenis obat, termasuk obat tanpa resep, dapat meracuni ginjal bila
sering dipakai selama jangka waktu yang panjang. Diantaranya: Antibiotik
(Kanamisin, Gentamisin, Kalistin, Neomisin), aspirin, asetaminofen, ibuprofen
ditemukan paling berbahaya untuk ginjal, pelarut (Karbon tetraklorida, metanol,
etilen glikol), logam berat (merkuri, bismuth, uranium, antimony, arsenic )

3. Environment
 Lingkungan Sosial
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia
akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya
jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal.
Misalnya, pada pekerja di pabrik atau industri.

 Lingkungan Biologis
Kondisi lingkungan yang panas dapat, mempengaruhi terjadinya penyakit
ginjal. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau
peredaran darah ke ginjal dengan akibat gagal penyediaan zat-zat yang diperlukan
oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan. Pada kasus
penderita gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi normal kembali bila
penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin kembali normal, dengan
demikian keadaan fisik secara menyeluruh dapat pulih.

160.

Anda mungkin juga menyukai