PENDAHULUAN
A. Lata Belakang
Pada saat ini pola kesakitan menunjukkan bahwa Indonesia
mengalami double burden of disease dimana dimana penyakit menular masih
merupakan tantangan (walaupun telah menurun) tetapi penyakit tidak
menular (PTM) meningkat dengan tajam.
Di tingkat global, 63 % penyebab kematian di dunia adalah penyakit
tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa pertahun, 80 % kematian
ini terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak
menular adalah penyakit kronis dengan durasi yang panjang dengan proses
penyembuhan atau pengendalian kondisi klinisnya yang umumnya lambat.
Pengaruh industrialisasi mengakibatkan makin derasnya arus urbanisasi
penduduk ke kota besar, yang berdampak pada tumbuhnya gaya hidup yang
tidak sehat seperti diet yang tidak sehat, kurangnya aktifitas fisik, dan
merokok. Hal ini berakibat pada meningkatnya prevalensi tekanan darah
tinggi, Gula darah tinggi, lemak darah tinggi, kelebihan berat badan dan
obesitas yang pada gilirannya meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan
pembuluh darah, penyakit paru obtruktif kronik, berbagai jenis kanker yang
menjadi penyebab terbesar kematian (WHO, 2013).
PTM secara global telah mendapat perhatian serius dengan
masuknya PTM sebagai salah satu target dalam Sustainable Development
Goals (SDGs) 2030 khususnya pada goal 3 : ensure healthy lives and well
being. SDGs 2030 telah disepakati secara formal oleh 193 pemimpin negara
pada UN Summit yang diselenggarakan di New York pada 25-27 september
2015. Hal ini di dasari pada fakta yang terjadi di banyak negara bahwa
meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup diiringi dengan
meningkatnya prevalensi obesitas, kanker, penyakit jantung , diabetes dan
penyakit kronis lainnya.
Pembahasan epidemiologi PTM tidak dapat melepaskan diri dari
konsep epidemiologi sendiri dalam menangani maslah penyakit. Akan
dibicarakan konsep PTM sebagai penyakit dari segi epidemiologi, frekuensi
sebagai masalah dalam masyarakat, pengetahuan tentang factor penyebab
atau faktor resikonya dan upaya pencegahan dan rencana terkait.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
BAB II
TINJAUAN TEORI
e) Faktor Penyebab
Faktor resiko penyakit diabetes mellitus dapat berupa:
1) Umur.
Usia lanjut (usia> 45 tahun) lebih rentan untuk terkena penyakit
diabetes melitus, daripada yang usia muda.
2) Jenis Kelamin.
Penyakit diabetes mellitus cenderung terjadi pada wanita daripada
pria.
3) Genetika/ etnik.
Jika dalam riwayat keluarga ada yang menderita diabetes mellitus,
maka keturunannya memiliki resiko untuk menderita diabetes
mellitus juga.
Berat badan lebih (BBR > 110% atau IMT > 25kg/m).
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Ibu dengan riwayat melahirkan bayi> 4000 gram.
Pernah diabetes sewaktu hamil.
Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida> 250 mg/dl.
Kurang aktivitas fisik.
f) Interaksi antara host, agent dan environmental:
1. Penjamu / Host
Faktor yang terkena atau terinfeksi penyakit. Diabetes
mellitus dapat menyerang manusia dan hewan. Pada manusia,
tingkat kejadian akan lebih tinggi pada individu yang mempunyai
riwayat keturunan, dan individu yang memiliki berat badan
berlebih.
Sedangkan pada hewan yang dapat menderita diabetes
mellitus contohnya kucing, anjing, kelinci dan lainnya. Perjalanan
sakitnya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh manusia.
2. Agent
Agent adalah faktor yang menyebabkan penyakit. Diabetes
mellitus bukan penyakit menular yang disebabkan oleh satu agent
yang pasti. Yang dapat menyebabkan diabetes mellitus antara lain
pola atau kebiasaan buruk individu, gangguan pancreas maupun
resistiensi insulin.
3. Lingkungan / Environment
Kejadian diabetes mellitus lebih tinggi dialami oleh
individu yang berasal dari kondisi social ekonomi yang baik. Hal
ini kemungkinan dikaitkan juga dengan obesitas yang terjadi
karena ketidakseimbangan gizi. Prevalensi yang tinggi juga
ditunjukkan oleh penderita wanita daripada pria, dan komplikasi
lebih sering terjadi pada penderita usia dewasa daripada anak-anak.
Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes
seperti pada budaya timur yang cenderung banyak mengonsumsi
makanan berkarbohidrat tinggi yang dapat menaikkan kadar gula
darah seseorang.
g) Perjalanan Alamiah Penyakit Diabetes Melitus
1. Prepatogenesis
Pada kondisi ini, terjadi rangsangan yang menimbulkan
penyakit dan individu tersebut belum dinyatakan diabetes.
Misalnya kejadian obesitas yang mendahului sebelum diabetes.
2. Patogenesis
Dalam kondisi ini, individu mulai merasakan adanya
keluhan-keluhan dan terlihat gejala diabetes. Pada pathogenesis
dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:
a. Fase Subklinis
Pada fase ini, bias dikatakan timbulnya gejala masih
merupakan gejala yang umum yang belum dapat dikatakan
sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu
belum dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan alat-alat kesehatan, maka akan ditemukan
kelainan tersebut.
b. Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat.
Dan biasanya individu baru menyadari penyakitnya dan baru
melakukan pengobatan.
3. Post Patogenesis
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu
bisa memasuki fase penyembuhan ataupun meninggal dunia.
Untuk penyakit diabetes mellitus belum dapat disembuhkan,
penyakit ini hanya dapat dikontrol dan diberi pengawasan khusus.
Namun, biasanya individu dengan diabetes yang disertai
komplikasi akan mengalami kecacatan, misalnya pada diabetes
dengan komplikasi stroke. Sedangkan sisanya tetap akan menjadi
carier atau pembawa sifat peyakit dan dapat menularkan kepada
keturunannya.
Model jaring-jaring sebab akibat menekankan bahwa
suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Menurut
model ini perubahan dari suatu faktor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Model ini cocok untuk
menggambarkan penyakit diabetes mellitus, karena DM tidak
bergantung pada satu sebab berdiri sendiri melainkan sebagai
akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan
demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan
dengan memotong mata rantai pada berbagai titik.
2. Soegondo Sidartawa dkk. “Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu”.
Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia Jakarta’
3. 2. Soegondo Sidartawa.2006.“Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia”.
4. 3. M.N. Bustan. 2007.”Epidemiologi Penyakit Tidak Menular”.
Jakarta: Rineka Cipta.
5. 4. http://mitaunair-fk12.web.unair.ac.id/
2. Stroke
a. Segitiga Epidemologi
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun
global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang sebelumnya tanpa peringatan, dan yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke
otak karena pendarahan ataupun non pendarahan. Stroke juga dapat
dikatakan sebagai penyakit otak paling destruktif dengan konsekuensi
berat, termasuk beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada
pasien, keluarga mereka dan masyarakat. Stroke juga merupakan suatu
penyakit deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1) Faktor Penjamu (Host)
Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya,
termasuk burung dan artropoda, yang menjadi tempat terjadi proses
alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu yang berkaitan
dengan kejadian penyakit dapat berupa: umur, jenis kelamin, ras,
etnik, anatomi tubuh, dan status gizi. Yang termasuk dalam faktor
pejamu adalah:
a. Genetik; misalnya sickle cell disease.
b. Umur: ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu.
c. Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang terjadi lebih
banyak atau hanya mungkin pada wanita.
d. Suku/ras/warna kulit: dapat ditemukan perbedaan antara ras
kulit putih (white) dengan orang kulit hitam (black) di Amerika.
e. Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stress,
atau keadaan gizi.
f. Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh karena adanya
infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau
pemberian kekebalan buatan (vaksinasi).
g. Tingkah laku (behavior): gaya hidup (life style), personal
hygiene, hubungan antar pribadi, dan rekreasi.
Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi
epidemiologiknya, bila dilihat dari faktor penjamu itu sendiri yang
dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini
menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami
stroke.
1. Genetik
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik
yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi,
penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh
darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko
stroke.
2. Umur
Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk
mendapatkan serangan stroke.
3. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.
Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita
yang meninggal karena stroke.
4. Suku/Ras/Warna Kulit
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit
putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan ras kulit hitam. Tingkat kejadian stroke di
seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina,
menurut Broderick dkk. Melaporkan orang negro Amerika
cenderung beresiko 1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan
intraserebral (dalam otak) dibandingakn kulit putihnya. Orang
Jepang dan Afrika-Amerika cendrung mengalami stroke
perdarahan intracranial, sedang cendrung terkena stroke
iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak.
5. Keadaan Fisiologi Tubuh
Keadaan gizi yang berlebih pada tubuh seseorang juga
bisa menjadi pencetus terjadinya penyakit stroke. Misalnya,
kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah otak yang bisa
mengarah ke stroke.
6. Tingkah Laku (Behavior)
Hubungan tingkah laku dengan terjadinya penyakit
stroke adalah tentang bagaimana gaya hidup (life style). Pola
gaya hidup yang salah dengan mengkonsumsi makanan dan
minuman tidak sehat, alkohol, rokok, dan jarang melakukan
aktivitas olahraga tentu akan lebih mempercepat resiko
seseorang terjangkit penyakit stroke.
2) Faktor Agent
Agent (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau
kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada
beberapa penyakit agent ini adalah sendiri (single), misalnya pada
penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa
agent yang bekerja sama, misalnya pada penyakit kanker. Agent dapat
berupa unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisik.
a. Unsur biologis, terdapat bukti bahwa infeksi virus dan bakteri, bersama
dengan faktor resiko lain, dapat sedikit meningkatkan resiko timbulnya
stroke dengan meningkatkan kemampuan darah untuk membeku.
b. Unsur nutrisi, kelebihan zat gizi seperti tingginya kadar kolesterol,
kadar gula, dan lemak dalam tubuh juga bisa menimbulkan stroke. Hal
ini terkait dengan timbulnya beberapa penyakit pencetus stroke, seperti
DM, hipertensi, obesitas, dan penyakit jantung.
c. Unsur kimiawi, zat-zat karsinogenik yang terus menerus terakumulasi
dalam tubuh juga merupakan salah satu faktor penyebab penyakit
stroke. Selain itu penggunaan alkohol, rokok, obat-obatan terlarang
yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya bagi tubuh, juga
akan semakin mempercepat seseorang terkena penyakit stroke. Hal ini
disebabkan karena bahan-bahan tersebut cenderung akan meningkatkan
suhu tubuh dan beresiko terjadi stroke.
d. Unsur fisik, misalnya trauma mekanik. Trauma mekanik yang terkait
dengan terjadiya penyakit stroke ini adalah seseorang terjatuh dan
menghantam benda keras, kemudian menyebabkan pembuluh darah
dalam otak menjadi pecah sehingga orang tersebut terkena stroke.
3) Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang
dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor
lingkungan meliputi:
a. Lingkungan fisik: geologi, iklim, geografik.
b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai
sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein).
c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja,
keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana
alam, perang dan banjir).
Misalnya saja dilihat dari lingkungan sosial seperti urbanisasi, yaitu
perpindahan masyarakat desa ke kota. Masyarakat desa yang tadinya
memiliki gaya hidup sederhana dengan mengkonsumsi makanan yang
sehat, tentu saja akan berubah mengikuti gaya hidup orang kota setelah
mereka pindah dan bertempat tinggal di kota. Kebiasaan hidup
masyarakat kota yang lebih mewah dan serba instan akan berbanding
terbalik dengan masyarakat desa yang lebih alami, sehingga urbanisasi juga
akan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke tersebut.
Dari lingkungan fisik, seperti suhu akan mempengaruhi juga
terhadap penyakit stroke. Suhu tinggi merupakan penyebab utama
terjadinya heat stroke. Suhu lingkungan yang tinggi akan sering membuat
dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi dan penderita tidak dapat mengeluarkan
keringat yang cukup untuk mendinginkan tubuhnya, maka suhu tubuh bisa
meningkat sampai pada tingkat yang berbahaya, sehingga terjadi heat
stroke. Lingkungan yang mempunyai kelembaban tinggi dapat
menyebabkan berkurangnya efek pendingin oleh keringat sehingga jika
seseorang berada pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kelembaban
yang tinggi pula maka risiko mengalami heat stroke-nya akan tinggi.
c. Hubungan Penyakit Stroke dengan Segitiga Epidemiologi
1. Karakteristik Segitiga Utama
Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus-menerus dalam keadaan
berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang terciptalah keadaan sehat.
Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadninya gangguan
keseimbanganbermula dari perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias
yang potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dari
ketiganya dan interaksi antara ketiganya.
1. Karakteristik Penjamu
Manusia mempunyai karakteritik tersendiri dalam mengahadapi ancaman
penyakit, yang bisa berupa:
a. resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.
Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme
pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis,
dapat secara alamiah maupun perolehan (non alamiah), sehingga tubuh kebal
terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis
penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan
tersendiri.
c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan
panykit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada
dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya
2. Karakteristik Agent
a. Infektivitas: kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap
lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply)
dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu
mikroorganisme untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap penjamunya. Dosis
infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal
organisme yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda
antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.
b. Patogenesis: kesanggupan mikroorgasnime untuk menimbulkan suatu reaksi
klilnik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang
diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang
yang terinfeksi. Hampir semua orang yang terinfeksi dengan
virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicity), sedangkan orang yang
terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
c. Virulensi: kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis
yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kenatian. Virulensi kuman
menunjukkan beratnya (severity) penyakit.
d. Toksisitas: kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis
dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk
menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
e. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar
setelah memasuki jaringan.
f. Antigenisitas: kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologis
dalam penjamu. Beberapa organisme mempunyai antigenisitas lebih kuat
dibanding yang lain. Jika mene\yerang pada aliran darah akan lebih
merangsang immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan membran.
3. Karakteristik Lingkungan
a. topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang
mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit tertentu.
b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang
berhubungan dengan kejadian penyakit.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab2-
konsep_dasar_timbulnya_penyakit.pdf
3. Hipertensi
4.
1. Jenis Penyakit : Hipertensi
5.
6. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan diperoleh dua angka.
7. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi
(sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik). Bila tekanan darah 120/80 mmHg maka dikatakan normal.
8. Sedangkan pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan
sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah
140/90 mmHg atau ke atas.
9. Menurut Sudabutar, RP dan Wiguna P (1990) bahwa Hipertensi adalah
suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah (hasil perkalian
antara curah jantung dan resistensi perifer), di mana seseorang dapat
dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole sama atau lebih dari
130 mmHg dan tekanan diastole sama atau lebih dari 90 mmHg.
Tingginya tekanan systole berhubungan dengan besarnya curah jantung
sedangkan tingginya tekanan diastole berhubungan dengan besarnya
resistensi perifer dapat meningkatkan tekanan darah (Prodjosudjadi, W,
2000).
10. Hipertensi dipengaruhi oleh adanya interaksi dua faktor yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Meskipun awalnya tergantung dari faktor
keturunan. Dalam perjalanannya menuju masa dewasa, banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti makanan dan faktor stres. Pada
stadium dini hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun, sehingga
banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah menderita hipertensi.
Sedangkan pada golongan yang menyadari dapat merasakan adanya
gejala berupa sakit kepala, mimisan, pusing, mudah marah, telinga
berdenging, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang
dan sukar tidur sebagai gejala yang banyak dijumpai (Budiman, H,1999).
11.
12. Gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah
13. tinggi meliputi:
14. Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah
beberapa jam.
15. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
16. Mudah lelah, lesu, Impoten.
17. Telinga berdenging.
18. Detak jantung berdebar cepat.
19. Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah
menjadi marah.
20. Menurut WHO (1999) membagi Hipertensi menjadi rendah, sedang,
tinggi, dan tinggi sekali, klasifikasi ini digunakan untuk pedoman
pengobatan juga diklasifikasikan berdasarkan penyebab, menurut tingkat
klinik, luasnya kerusakan organ tubuh, dan peningkatan tekanan sistolik
dan diastolik (Sadan K, 1994). Menurut Kaplan yang dikutip oleh
Sidabutar, RP dan Wiguna, P, 1990). Hipertensi dibedakan berdasarkan
umur dan jenis kelamin yaitu:
21. a. Laki-Iaki umur < 45 tahun bila tekanan darah > 130/90 mmHg
22. b. Laki-laki umur > 45 tahun bila tekanan darah >145/95 mmHg
23. c. Perempuan bila tekanan darah > 160/95 mmHg
24.
25. 2. Gambar Model Hubungan Penyebab dan Penyakit Hipertensi
(Segitiga Epidemiologi/Model Ekologi)
26.
27.
28. Gambar 1. Segitiga Epidemiologi dalam keadaan setimbang (sehat)
29.
30.
31.
32.
33. Gambar 2. Ketidakseimbangan Agen, Pejamu dan Lingkungan
34. (Sakit Hipertensi)
35.
36.
37. 3. Analisa Hubungan Penyebab dan Penyakit Hipertensi
38. Berdasarkan gambar segitiga epidemiologi penyakit hipertensi diatas,
maka penyakit Hipertensi terjadi karena interaksi antara agen penyakit,
pejamu (manusia) dan lingkungan. Yaitu, Suatu keadaan saling
mempengaruhi antara agen penyakit, manusia dan lingkungan secara
bersama-sama dan keadaan tersebut memperberat satu sama lain sehingga
memudahkan agen penyakit untuk menyebabkan hipertensi. Penjelasan
keterkaitan antara 3 faktor tersebut sebagai berikut:
39.
40. A. Host (Penjamu)
41. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu
:
SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
A. PENGERTIAN SEGITIGA
interaksi antara :
- - Agen (faktor penyebab penyakit)
- - Manusia sebagai penjamu atau host; dan
1. Agent
Agent merupakan suatu substansi atau elemen makhluk hidup/bukan makhluk
hidup yang kehadirannya/ketidakhadirannya dapat menimbulkan/mempengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
Jenis: Nutrien, Kimia, Biologik, Fisik, Mekanik.
• Cth : umur, sex, suku bangsa, dan perilaku adalah beberapa faktor yang
menentukan risiko seseorang untuk terpapar terhadap agen.
3. Faktor Lingkungan
faktor struktural (e.g. kepadatan rumah, dan akses terhadap pelayanan kesehatan
dan sanitasi)
A. Pengertian
Gagal ginjal atau sering juga disebut gagal ginjal terjadi bila fungsi
ginjal sudah sangat buruk dan penderita mengalami gagal metabolisme protein,
lemak dan karbohidrat.Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein
darah (albumin) yang seharusnya dilepaskan ke urine. Awalnya terdapat dalam
jumlah sedikit (mikro-albuminuria).
Bila kondisinya semakin parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria).
Jadi berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil
pemcecahan protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen. Gagal itu
disebut sindroma uremia dengan gejala mual dan muntah.
Padahal, gagal ginjal mungkin di awali dari hal yang sepele, yaitu pola
makan tinggilemak dan karbohidrat, kurang gerak, dehidrasi (kurang minum) atau
infeksi saluran kemih yang umum dialami oleh penduduk kota sekarang ini.
Karena itu, waspadailah bila Anda mengalami infeksi saluran kemih yang
berulang atau menderita batu ginjal.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan semua faal ginjal secara
bertahap diikuti penimbunan sisa metabolism protein dan gagal keseimbangan
cairan elektrolit(Sukandar,2006)Tahapan GGK dapat menjadi Gagal Ginjal
Terminal (GGT) dimana terdapat akumulasi toxinuremia dalam darah yang
membahayakan kelangsungan hidup (Ganong1998).
Menurut penelitian Grasmaan (2005), hingga akhir tahun 2004, 52% dari
seluruh penderita gagal ginjal di dunia terdapat di Amerika, Jepang, Brazil dan
Jerman, dimana ke empat negara tersebut memiliki angka populasi penduduk
hanya 11% dari seluruh populasi di dunia. China menempati urutan ke lima
dengan penderita gagal ginjal sebanyak 48.000 penderita.
Pada Tahun 2000 di Indonesia terdapat 3000 penderita gagal ginjal terminal yang
menjalani hemodialisa dengan prevalensi sebesar 1,5/100.000 penduduk.
pada tahun 1983. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1993, angka ini telah
meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu 17% dari seluruh penderita gagal ginjal
Gaya Hidup
Gaya hidup tidak banyak bergerak ditambah dengan pola makan buruk yang
tinggi lemak dan karbohidrat (fast food) yang tidak diimbangi serat (sayuran dan
buah), membuat menumpuknya lemak dengan gejala kelebihan berat badan. Gagal
metabolisme lemak menyebabkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida
meningkat. Dalam jangka panjang akan terjadi penumpukan lemak dalam lapisan
pembuluh darah. Ginjal bergantung pada sirkulasi darah dalam menjalankan
fungsinya sebagai pembersih darah dari sampah tubuh.
Riwayat Penyakit
1. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah yang tinggi pada penderita hipertensi dapat merusak jaringan
pembuluh darah ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan nefrosklerosis atau
kerusakan pada arteri ginjal, arteriola, dan glomeruli. Hipertensi merupakan
penyebab kedua terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Sekitar 10% individu
pengidap hipertensi esensial akan mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Hipertensi esensial (tidak diketahui penyebabnya) dapat menyebabkan penyakit
ginjal menahun, sedangkan penyakit ginjal merupakan penyebab paling sering
hipertensi sekunder (penyebab dan patofisiologi diketahui, sehingga dapat
dikendalikan dengan obat-obatan). Hipertensi sekunder dapat mempercepat
penurunan faal ginjal bila tidak diobati dengan seksama.
2. Agent
Karena gagal ginjal merupakan penyakit tidak menular dan penyebabnya bukan
penyebab tunggal, maka disebut dengan faktor resiko.
Trauma
Terkait terutama trauma pada saluran kemih, antara lain fraktur pelvis,
trauma akibat benda tumpul, dan tusukan benda tajam atau peluru. Fraktur dapat
mengakibatkan perforasi kandung kemih atau robeknya uretra. Pukulan keras
pada tubuh bagian bawah dapat mengakibatkan kontusio, robekan, atau rupture
ginjal.
Keracunan Obat
Beberapa jenis obat, termasuk obat tanpa resep, dapat meracuni ginjal bila
sering dipakai selama jangka waktu yang panjang. Diantaranya: Antibiotik
(Kanamisin, Gentamisin, Kalistin, Neomisin), aspirin, asetaminofen, ibuprofen
ditemukan paling berbahaya untuk ginjal, pelarut (Karbon tetraklorida, metanol,
etilen glikol), logam berat (merkuri, bismuth, uranium, antimony, arsenic )
3. Environment
Lingkungan Sosial
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia
akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya
jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal.
Misalnya, pada pekerja di pabrik atau industri.
Lingkungan Biologis
Kondisi lingkungan yang panas dapat, mempengaruhi terjadinya penyakit
ginjal. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau
peredaran darah ke ginjal dengan akibat gagal penyediaan zat-zat yang diperlukan
oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan. Pada kasus
penderita gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi normal kembali bila
penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin kembali normal, dengan
demikian keadaan fisik secara menyeluruh dapat pulih.
160.