Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia masalah kesehatan mata saat ini adalah masih tingginya

angka kebutaan. Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak saat ini,

sedangkan masalah kesehatan matayang lain termasuk penyakit tumor orbita.

Tujuan upaya kesehatan mata di Indonesia antara lain adalah menurunkan angka

kebutaan, kesakitan mata dan gangguan penglihatan. Salah satu ancaman dan

kesakitan mata disebabkan oleh penyakit tumor mata. Angka kejadian tumor mata

dibandingkan dengan penyakit mata lainnya terhitung kecil, hanya 1% diantara

penyakit keganasan lainnya. Namun dampak yang ditimbulkan oleh tumor mata

pada penderita cukup besar, karena mengakibatkan kebutaan bahkan kematian

karena sifat metastasisnya1.

Tumor orbita adalah tumor yang menyerang orbita. Sehingga merusak jaringan

lunak mata, seperti otot mata, syaraf mata, dan kelenjar air mata. Rongga orbita di

batasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar, sinus ethmoid,

dan sphenoid. Sebelah superior oleh dasar fossa anterior, dan sebelah lateral oleh

zigoma, tulang frontal, dan sayap sphenoid besar. Sebelah inferior oleh atas sinus

maksilaris2.

Tumor orbita dapat berupa tumor primer maupun tumor sekunder dan dapat

bersifat jinak maupun ganas. Semua jaringan pada orbita dapat mengalami

neoplasia. Perluasan dari struktur anatomi yang berdekatan, seperti kelainan

limfoproliferatif dan metastasis hematogen dapat menyebabkan invasi sekuder


pada orbita.2 Beberapa studi mengajukan pembagian tumor orbita berdasarkan

lokasinya sebagai berikut; tumor lakrimal, limfoma, tumor syaraf optik,

keganasan infiltratif karena berbeda pendekatan pengobatan2.

Pemeriksaan awal penderita adalah bertujuan membuat diagnosis. Diagnosis

tumor orbita bergantung pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Manifestasi klinis terpenting dari tumor orbita adalah proptosis,

namun proptosis tidak selalu menjadi keluhan utama. Keluhan utama pasien dapat

pula berupa gangguan tajam penglihatan, diplopia, kelopak mata sulit dibuka, atau

nyeri.6,7 Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus perlu diberikan pada

pemeriksaan tajam penglihatan, lapang pandang, respon pupil, gerakan bola mata

dan inspeksi permukaan bola mata, kelopak mata dan jaringan sekitarnya.

Proptosis merupakan tanda tersering tumor orbita, yang terjadi pada 90% tumor

orbita primer. Moeloek mendapatkan model diagnostik tumor orbita dengan gejala

klinis, usia, penurunan visus, penglihatan ganda, pelebaran fisura, proptosis dan

terabanya massa. Nilai skoring tertinggi didapat pada gejala proptosis3,4.

Pemeriksaan penunjang pada tumor orbita mencakup pemeriksaan darah lengkap

jika perlu termasuk penanda ganas, tes fungsi tiroid, ultrasonografi,

computerizedtomographyscan (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI) dan

arteriografi). Saat ini CT scan adalah teknik terbaik untuk deteksi dan lokalisasi

lesi orbita. Pemeriksaan satandar baku untuk penentuan jenis tumor orbita adalah

pemeriksaan patologi anatomi (PA)3.

Diagnostik penunjang merupakan pemeriksaan yang diperlukan dalam

penatalaksanaan penderita tumor orbita setelah pemeriksaan klinis. Berbagai


macam tumor orbita baik jinak maupun ganas memberikan gambaran CT scan

orbita yang berbeda-beda. Jenis tumor orbita berbagai ragamnya dan pada

tindakan perlu diketahui ketepatan diagnosis, minimal mengetahui sifat jinak atau

ganas dari hasil pemeriksaan patologi anatomi. Sebagai ilustrasi 50% massa yang

melibatkan kelenjar lakrimal adalah tumor epitel. Lesi lainnya mencakup kelainan

limfoinflamsi. Diperkirakan separuh dari tumor epitel kelenjar lakrimal adalah

neoplasma jinak. Adenoma pleomorfik adalah neoplasma jinak tersering yang

ditemukan. Karsinoma kistik adenoid dan karsinoma mukoepidermoid adalah

bentuk keganasan tersering yang berasal dari kelenjar lakrimal.Tindakan pada

adenoma pleomorfik adalah pengangkatan intoto tanpa didahului tindakan biopsi

sebagai ketepatan diagnosis. Oleh karena itu ketepatan diagnosis pada seluruh

tumor orbita sangat diharapkan dari pemeriksaan penunjang, salah satunya adalah

CT scan4.

Salah satu pengobatan pada penderita tumor orbita adalah tindakan radikal berupa

tindakan eksenterasi yang jelas mengakibatkan kebutaan. Tindakan ini merupakan

hal yang kontradiktif bagi dokter ahli mata. Di satu pihak dokter mata bekerja

seteliti mungkin untuk mempertahankan penglihatan dan bola mata, di lain pihak

terpaksa melakukan tindakan operasi radikal untuk mempertahankan nyawa

penderita. Penderita tumor orbita yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan

umumnya berada pada stadium lanjut, sehingga kebanyakan penanganan yang di

berikan adalah pengobatan radikal, yaitu eksenterasi orbita. Eksenterasi orbita

yaitu tindakan pengangkatan bola mata, jaringan lunak orbita, beserta kelopak

mata dan di ikutin dengan rekonstruksi kelopak mata5.


Indikasi eksenterasi orbita umumnya adalah untuk penderita tumor ganas orbita,

dalam upaya penyelamatan kehidupan penderita dan tumor jinak orbita dengan

indikasi tertentu. Upaya hidup dari penderita tumor tidak semata-mata oleh karena

tindakan orbital, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain3.

Stadium tumor memang berpengaruh terhadap prognosis kehidupan penderita.

Tindakaneksenterasi orbita dilakukan pada stadium lanjut. Akan tetapi pada tumor

epitel seringkali bukan hanya stadium yang menentukan, tetapi besar dan lokasi

tumor juga berperan. Tindakan eksisi pada palpebra, harus diikutin dengan

rekonstruksi yang memadai sehingga fungsi palpebrakembali sebagai organ yang

dapat memproteksi bola mata. Sehingga penegakan diagnosis yang tepat juga

membantu penentuan prognosis pasien tumor orbita4.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Orbita4

Dinding orbita berbentuk piramida, merupakan cavitas dalam skeleton facial

dengan basisnya di anterior dan apeksnya mengarah ke posterior. Orbita berisi

bola mata (bulbus oculi, eyeball) dan melindungi bola mata serta otot-otot

penggerak bola mata, saraf-saraf mata, pembuluh darah, dan apparatus lacrimalis.

Orbita memiliki empat dinding dan satu apeks. Empat dinding orbita adalah

dinding superior (roof, atap), dinding medial, dinding lateral, dan dinding inferior

(floor, dasar).

a. Dinding superior orbita (roof), posisinya hampir horizontal di terutama

ditempati oleh bagian orbita os frontalis, yang memisahkan cavitas orbita dengan

fossa cranialis anterior. Di dekat apex orbita, dinding superior dibentuk oleh

lesser wing sphenoid. Di sebelah anterior, glandula lacrimalis menempati fossa

lacrimal gland pada bagian orbital os frontalis.

b. Dinding medial dibentuk oleh os ethmoidalis, bersama dengan os frontalis, os

lacrimalis, dan os sphenoidalis. Di sebelah anterior, dinding medial ditempati oleh

lacrimal groove dan fossa untuk lacrimal sac.Tulang-tulang yang membentuk

dinding medial ini tipis, bahkan cellulae ethmoidalis sering terlihat melalui tulang

cranium cadaver.
c. Dinding lateral dibentuk oleh processus frontalis os zygomaticus dan greater

wing of the sphenoid. Dinding ini paling kuat dan tebal serta sangat penting

karena paling rentan terhadap trauma langsung. Bagian posteriornya memisahkan

orbita dari lobus temporalis otak dan fossa medialis cranial.

d. Dinding inferior terutama dibentuk terutama oleh maxilla dan sebagian oleh os

zygomaticus dan os palatina. Dinding inferior membentang dari apex sampai

inferior orbital margin. Dinding inferior dipisahkan dengan dinding lateral oleh

inferior orbital fissure.

e. Apeks orbita merupakan tempat masuk semua saraf dan pembuluh darah ke

mata dan tempat insersi semua otot ekstraokuler kecuali m. obliqus inferior.

Fissura orbitalis superior terletak diantara korpus dan alae parvae et magna ossis

sphenoidalis. Vena oftalmika superior dan n.lakrimalis, frontalis dan trabekularis

bejalan melalui annulus Zinn. Ramus superior dan inferior n. Okulomotorius dan

n. abducens dan nasosiliaris berjalan melalui bagian medial dari fissura di dalam

annulus Zinn. Nervus optikus dan arteri oftalmika berjalan melalui kanalis

optikus, yang juga terletak di dalam anulus Zinn. Vena oftalmika inferior dapat

melalui berbagai tempat dari fissura orbitalis superior, termasuk bagian berbatasan

dengan korpus sphenoidalis yang terletak inferomedial annulus Zinn. Vena

oftalmika inferior sering bersama dengan vena oftalmika superior sebelum keluar

dari orbita.2,3
Gambar 2.1 Apeks orbita

Tulang tengkorak membentuk dinding orbita, selain itu didalamnya juga terdapat

apertura seperti foramina etmoidal, fisura orbita superior, fisura orbita interior,

kanal optik, dan tempat- tempat tersebut dilalui oleh saraf –saraf kranial arteri dan

vena.

Jaringan lunak yang terdapat dirongga orbita adalah :

1. Periorbita, jaringan perios yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada kanla

optik bersatu dengan durameter yang meliputi saraf optik di anterior bersatu

dengan septum orbita.

2. Saraf optik, atau saraf ke II kranial yang diselubungi oleh piamater, araknoid,

durameter seperti selubung otak.

3. Otot ekstra okular. Setiap bola mata mempunyai enam buah otot ekstra okular

yang juga diselubungi oleh fasia. Ligamen dan jaringan ikat.


4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan lemak.

5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak

dirongga orbita.

Jelas terlihat bahwa rongga orbita berisi berbagai macam jaringan sehingga

masing-masing jaringan mempunyai kemungkinan untuk tumbuh menjadi

berbagai jenis tumor.

Vaskularisasi Orbita

1. Sistem arteri

Pasokan darah orbita terutama berasal dari arteri ophtalmika, yang

merupakan cabang dari arteri carotis interna. arteri ophtalmika ini dipercabangkan

pada saat arteri carotis keluar dari sinus cavernosus. A. Ophtalmika berjalan lurus

dibawah n. optik dan memasuki rongga orbita melalui canalis optikus. Arteri ini

memberi banyak cabang dengan variasi yang signifikan. Secara umum, cabang a.

ophthalmika ini dibagi menjadi 3 grup, yakni okular, orbital dan ekstraorbital,

sesuai dengan target organnya.

Pembuluh darah orbita dan extraorbita kemudian bercabang dan

beranastomose dengan pembuluh darah dari a. carotis externa. A. Zygomatic

berasal dari a. lakrimalis yang mempercabangkan divisi temporal dan fasial yang

beranastomose dengan cabang a. temporalis superfisial.

Sebagian kecil berasal dari a. karotis eksterna yang mempercabangkan

arteri maxillaris interna dan arteri fasialis. Arteri ophtalmika berjalan diabawa
nervus optic melalui duramater disepanjang canalis opticus, yang memasuki

orbita. Cabang mayor arteri ophtalmika adalah :

- Cabang ke otot- otot ekstraokuler

- Arteri retina centralis

- A. ciliaris posterior

Cabang terminal arteri ophtalmika berjalan ke anterior dan membentuk

anastomose dengan cabang a. carotis externa pada daerah fasial.(2,3,5,7

Gambar 2.2 vaskularisasi orbita, sistem arteri


Gambar 2.3 skema perjalanan A.oftalmika dan jaringan yang disuplainya

2. Sistem vena

Vena-vena orbita berkelok-kelok dan saling beranastomose satu dengan

yang lain. Vena-vena tersebut tidak berkatup. Orbita memperoleh drainase oleh

vena oftalmik superior dan inferior kemudian ke sinus kavernosus. Aliran utama

vena orbita terutama berasal dari vena oftalmik superior, yang mulai berjalan pada

kuadran superonasal orbita kemudian ke posterior melalui fissura infraorbitalis

inferior masuk ke sinus kavernosus.


Gambar 2.4, vaskularisasi orbita, sistem vena
Gambar 20. Skema Vena Orbita 9

2.2 Definisi6

Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor orbita terdiri

dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau

metastase.

2.3 Etiologi6

1. Mutasi Gen

2. Malformasi Kongenital

3. Penyakit Vaskular

4. Inflamasi Intraokuler

5. Trauma

2.4 Klasifikasi Tumor Orbita7,8


Tumor orbita terbagi menjadi 3 yaitu : tumor primer, sekunder, dan metastasi.

A. Tumor primer terjadi dari struktur orbita yang bervariasi :

1. Tumor divalopmental : dermoid, epidermoid, lipodermoid dan teratoma

2. Tumor vaskular : hemagioma dan limfangioma

3. Tumor jaringan adipose : liposarcoma

4. Tumor jaringan : fibroma, fibrokarsoma, dan fibromatosis.

5. Tumor asseous dan kartilage : osteoma, kondroma, osteoblastoma, sarkoma

osteogenik sesudah irradiasi, displasia fibrous dari tulang dan sarkoma Ewing’s.

6. Tumor miomatous : Rabdomioma, leomyoma dan rabdomiosarkama

7. Tumor saraf optik : glioma dan meningioma

8. Tumor glandula lakrimal : benign mixed tumor, malignant mixed tumor dan

tumor limfoid.

9. Tumor jaringan limfositik : limfoma benign dan maligna

10. Histiocytosis – X

B. Tumor sekuder, merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya

C. Tumor metastasis tumor yang berasal dari penyebaran tumor primer.

A. Tumor Orbita Primer


• Tumor Developmental

- Dermoid

Dermoid merupakan tumor yang umum terdapat pada anak-anak tetapi terdapat

juga pada orang dewasa. Lokasi kista dermoid biasanya berada diorbita

superotemporal, tetapi dapat juga berada ditempat lain, yaitu didaerah

superonasal. Permukaan tumor halus. Jenis kista ini tidak disertai rasa sakit. Pada

umumnya dermoid tidak menyebabkan eksoftalmos, karena terletak dianterior

septum orbita. Kadang- kadang terdapat pedikel dibelakang septum dan melekat

dengan perioseteum orbita. Hal ini menyababkan kelainan pada tulang (fosa

lakrimal, dan dapat terlihat secara radiologis. Pada pengangkatan tumor

dilanjurkan agar membuang pedikel tersebut guna mencegah kekambuhan. Secara

mikroskopis, tumor berbentuk padat bercampur dengan komponen kista, berisi

materi seperti keju. Pada gambar histologis dinding kista terdiri dari epitel

skuamosa berlapis, dan kista berisi kelenjar keringat, folikel rambut dan kelenjar

sibasea. Lumen dari kista berisi dari sisa –sisa keratin dan rambut. Sering terjadi

ruptur pada kista dan dapat menyebabkan inflamasi.

- Epidermoid

Epidermoid sama dengan dermoid, hanya tidak berisi kelenjar –kelenjar. Kadang

– kadang sulit untuk membedakan secara histologis epidermoid yang berasal dari

kongenital atau akibat trauma masuknya epidermis kedalam jaringan. Dalam hal

ini diperlukan anamnesis yang baik.


- Teratoma

Teratoma berbeda dengan derdoid dalam strukturnya. Tumor tidak hanya berisi

jaringan ektoderm saja, tetapi juga mesoderm. Biasanya tumor berbentuk kista

dengan eksoftalmos yang luar biasa besarnya. Tumor sudah ada saat kelahiran.

Pembedahan eksentrasi kadang-kadang masih dapat dilakukan pengangkatan

tumor dengan tetap membiarkan bola mata di

rongga orbita.

• Tumor Vaskular

- Hamangioma

Hemangioma termasuk yang banyak terdapat di orbita dan merupakan tumor

primer yang jinak. Hemangioma dibagi dalam 2 tipe, kapiler dan kavernosa.

Hemangioma kapiler

Hamangioma kapiler merupakan tumor jinak. Penampakannya berupa nodul

merah, di palbebra disebut strawberry birthmark. Tumor cenderung membesar

pada bulan – bulan pertama setelah kelahiran, dengan cara infiltratif ke jaringan

sekitarnya. Tumor dapat meluas, multipel sampai mengenai daerah kepala dan

leher. Perjalanan penyakit hemangioma kapiler tumbuh dengan pesat menjelang

enam bulan kehidupan dan mengecil setelah anak berumur 1 tahun. Pertumbuhan

hemangioma lebih sesuai dikatakan sebagai pertumbuhan hemartroma dari pada


pertumbuhan neoplasma. Involusi sempurna, 30% akan terjadi pada umur 3 tahun,

60% pada umur 4 tahun, 76% pada umur 7 tahun. Bila tumor hanya mengenai

daerah orbita tanpa lesi di palpabra, maka persangkaan terhadap hemangioma

didapat dari warna kebiru –biruan yang terjadi di palpebra atau konjungtiva. Pada

perabaan tumor akan terasa lunak seperti busa. Daerah predileksi sering terjadi di

daerah superonasal. Gambaran mikroskopis tumor terbentuk nodul padat berisi sel

proliferasi sel endotel jinak dan berlumen. Dengan meningkatnya umur rongga

vaskuler ini menjadi ektatik dan skarifikasi terjadi spontan atau akiabt pengobat.

Pengobatan hanya dilakukan atas indikasi disfungsi okular atau deformitas

kosmetik yang terlalu luar. Pengobatan steroid dapat dilakukan untuk mengurangi

besarnya tumor. Radiasi dengan dosis rendah dikatakan cukup berhasil mengobati

hemangioma. Tindakan pembedahan, injeksi zat sklerosing, krioterapi hendaknya

dibatasi sedapat mungkin.

Hemangioma kavernosa

Hemangioma kavernosa adalah tumor yang terjadi pada masa dewasa, dan

penampakan klinis jarang pada masa kanak- kanak. Tumor terdiri dari rongga –

rongga dengan ukuran yang sangat bervariasi. Rongga tersebut dibatasi oleh septa,

berukuran cukup tebal dengan dinding dilapisi sel endotel. Pertumbuhan slowly

prograsif. Tumor berkapsul tidak mempunyai sifat regresi. Lokasi tumor sering

terdapat didaerah intrakonal retrobulbar. Diagnosa dapat dibuat dengan diagnostik

penunjang A dab B scan ultrasonografi dan CT scan. Arteriografy dan venograpi

tidak menunjang, karena lesi terisolasi dari jaringan vaskular. Pengobatan dengan
pembedahan. Biasanya tumor sangat mudah ditaksir karena tumor berkapsul.

Perubahan sel menjadi tumor ganas sangat jarang terjadi.

- Limfangioma

Limfangioma diorbita frekuensinya lebih sedikit dari hemangioma, tetapi

pertumbuhannya sangat ekstensif. Pada anak –anak pertumbuhan tumor ini lebih

buruk karena seringnya terjadi infeksi sekunder. Gambaran histologi limfangioma

memperlihatkan dinding yang tipis, limfoid dengan beberapa folikel limfa banyak

didapat di antara dinding rongg. Pada tumor ini sering terjadi pendarahan kedalam

rongga, sehingga sukar membedakannya dari hemangioma.

• Tumor Myomatous

- Rabdomiosarkoma

Tumor ini merupakan tumor ganas yang sering didapati pada anak –anak.

Pertumbuhan tumor sangat cepat menimbulkan proptosis. Biasanya massateraba

didaerah kuadran nasal atas. Tindakan biopsi sebaiknya segera dilakukan untuk

membuat diagnosis. Diagnosis dapat dibantu dengan ultrasonografi, CT scan atau

tomografi. Kadang – kadang biopsi sukar dilakukan, walaupun demikian

diagnosis sering diketahui pada waktu pencarian metastasis dengan pemeriksaan

aspirasi sum –sum tulang.

Gambaran mikroskopik dibagi dalam 3 kategori : embrional, alveolar,pleomorfik.

Pengobatan rabdomiosarkoma adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan

sitostatika. Kombinasi antara radiasi sebesar 5000 – 6000 rad, dengan sitostatika
dan eksenterasi, menunjukkan angka keberhasilan yang lebih baik dari pada angka

keberhasilan yang dicapai oleh pembedahan eksenterasi saja.

• Tumor Saraf

Glioma dan maningioma berasal dari saraf optik, neurilemmoma dan

neurofibroma berasal dari saraf perifer. Nonkromafin paraglioma atau tumor

badan korotis, granular sel mioblastoma, alveolar softpart sarcoma, diduga berasal

dari saraf, sangat jarang ditemukan.

- Neurofibroma

Neurofibroma adalah jenis tumor saraf yang terbanyak ditemukan. Tumor ini

merupakan priliferasi endoneural matriks dengan dominasi dari sel schwann, yang

berada diselubung saraf. Neurofibroma tipe fleksiforn tumbuh infiltratif dan dapat

terjadi pada penyakit von recklinghausen. Biasanya tipe ini dimulai pada masa

anak –anak, pengangkatannya sangat sukar. Disamping dilakukan eksenterasi,

sebaiknya vermiform cords diangkat, karena tumor ini dapat kambuh lagi.

Neurofibroma yang berbentuk soliter biasanya bila terjadi pada ornag dewasa

maka prognosisnya lebih baik. Tumor ini berkapsul, pengangkatannya tidak

menyebabkan masalah karena dapat diangkat intoto.

- Glioma

Glioma biasanya ditemui pada anak-anak pada dekade pertama pada

kehidupannya. Kurang lebih seperempat dari penderita glioma disertai penyakit

neurofibroma. Gejala klinisnya memperlihatkan bahwa padapenderita terdapat


proptoss, kelainan saraf optik, cafe aulait spot yang ganda di tubuh. Gejala ini

sangat karateristik untuk penyakit glioma. Diagnosa dapat dibuat dengan CT scan

X – ray standart. Penggunaan USG akan memperlihatkan hilangya gambar saraf

optik yang karateristik. Gambar CT scan akan memperlihatkan pembesaran saraf

optik. Dengan X–ray standar kadang – kadang terlihat pembesaran kanal optik.

Bila terdapat pembesaran kanal sebaiknya dilanjutkan dengan foto tomografi

untuk menilai kemungkinan ekstensi ke intrakranial. Gambaran mikroskopis

glioma memperlihatkan tumor berisi sel astrosit dengan diferensiasi baik.

Pertumbuhan tumor ini invasif dan apabila disertai penyakit neurofibromatosis,

tumore dapat berproliferasi sampai ruangsubaraknoid. Glioma tanpa neurofibroma

biasanya hanya tumbuh disekitar saraf mata. Pada anak –anak tumor tidak

bergenerasi ganas, keganasan pada glioma hanya terjadi pada orang dewasa.

Pengobatan masih kontroversial. Hal ini disebabkan masih adanya dugaan bahwa

tumor merupakan suatu pertumbuhan hemartoma. Oleh ophthalmology basic and

Clinial Science Course American Academic of Opththalmology dikemukakan

pengobatan glioma sebagai berikut :

1. Dapat dilakukan pembedahan. Untuk pemeriksaan histologik biobsi dapat

dilakukan melalui medial bola mata dengan disinsersi rektus medial. Pembedahan

orbitotomi lateral dilakukan bila ingin mengangkat satu segmen saraf optik.

2. Dilakukan operasi intrakranial bila tumor berada tumor berada di intrakranial,

kanal optik, atau bila ingin memperoleh lapang operasi yang luas.
3. Diberikan radiasi bila tumor tidak mungkin untuk diangkat lagi atau

pertumbuhannya sangat angresif.

4. Tidak dianjurkan pembedahan bilamana intrakranial sudah meningkat.

• Maningioma

Tumor berasal dari sel meningiotelial lapisan araknoid. Lapisan araknoid ini

berada dirongga orbita, dan merupakan pembungkus serabut saraf optik.

Maningioma intra orbita yang berasal dari selubung saraf optik disebut

maningioma primer intra orbita, sedangkan yang berasal dari invasi intrakranial

disebut maningioma sekunder intra orbita. Selain meningioma primer dan

sekunder primer dan sekunder di dapat juga meningioma ektopik. Meningioma

merupakan tumor yang tumbuh lambat progresif, umumnya terjadi pada wanita

dewasa muda. Meningioma mempunyai sifat keganasan lokal, tidak bermetastasis.

Selain dari pada itu meningioma mempunyai sifat menjalar melalui lubang –

lubang kranial sehingga tumor dapat memasuki daerah intrakranial atau

sebaliknya meningioma intrakranial dapat memasuki intraorbita. Foto orbita dapat

dilakukan secara rutin, tetapi kadang –kadang tidak memberikan gambar yang

karateristik. Dengan USG gambar saraf optik akibat tumor yang mengelilingi

saraf tersebut menjadi tidak karateristik lagi. Dan sebaiknya diperiksa dengan CT

scan. Terapi adalah pembedahan, tetapi sukar menghindari komplikasi trauma

saraf optik. Sebaliknya bila fungsi saraf optik dipertahankan tanpa melakukan

pengangkatan tumor secara total pada saat operasi, kemungkinan tumor akan

tumbuh kembali. Angka keberhasilan tergantung dari pengangkatan adekuat.


• Histiocytosis –X

Penyakit ini mempunyai karateristik proliferasi idiopatik abnormal dari histiositik

dengan pembentukan granuloma. Penyakit primer cenderung pada anak-anak

dengan melibatkan orbita terdapat pada 20 % kasus. Histiocytosis –X dibagi

menjadi tiga jenis yaitu :

1. Hand – Schuller – Christian disease. Penyakit kronik disebarkan dari

Histiocytosis yang melibatkan jaringan dan tulang. Ditandai dengan proptosis,

diabetes insipidus dan kerusakan / cacat pada tulang tengkorak.

2. Letterer – Siwe disease. Bentuk sistemik dari histiocytosis – Xdi tandai dengan

penyebaran kejaringan lunak dan viscera dengan atau tanpa melibatkan perubahan

tulang.

3. Eosinophilic granuloma. Ditandai oleh granuloma soliter atau multipel

melibatkna tulang. Penyakit ini biasanya terjadi pada dewasa muda.

B. Tumor Orbita Sekunder

Tumor yang berasal dari kelopak mata karsinoma sela basa, sel skuamosa dan

kelenjar sebasea dapat menyebar secara lokal kedalam orbita anterior. Tumor

yang berasal dari hidung dan sinus paranasal, tumor ini sering melibatkan orbita

(50%). Tumor nasofaring, tersering dari sinus maksilaris, tumor ini melibatkan

orbita. 30% kasus tumor menunjukkan gejala proptosis. Dan meningioma

menginvasi orbita posterior.

C. Tumor Orbita Metastase


Tumor – tumor metastase mencapai orbita melalui penyebaran hematogen, karena

orbita tidak memiliki saluran limfe. Metastase biasanya berasal dari payudara

pada wanita dan paru pada pria. Pada anak –anak tumor metastase paling sering

terjadi adalah neuroblastoma, yang sering berkaitan dengan pendarahan periokular

spontan, sewaktu tumor yang tumbuh cepat mengalami nekrois. Tumor –tumor

metastase jauh lebih sering terdapat dikoroid dari pada didalam orbita, mungkin

karena sifat pasokan darahnya. Banyak tumor metastase di orbita respon terhadap

radiasi dan komoterapi. Tumor kecil yang terlokalisasi dan simtomatik kadang –

kadang dapat di eksisi secara total maupun parsial. Neuroblastoma pada anak

berusia kurang dari 11 bulan memiliki prognosis yang relatif baik. Ornag dewasa

yang mengalami tumor metastase diorbita memiliki usia harapan hidup yang

sangat sempit.

2.5 Gejala dan Tanda Tumor Mata9

1.Nyeri Orbital : Jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat.

2.Proptosis : pergeseran bola mata ke depan adalah gambaran yang sering

dijumpai berjalan bertahap dan tidak nyeri (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas).

3.Pembengkakan kelopak mata (oedema palpebra) : mungkin jelas pada

pseudotumor

4.Palpasi : bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola

mata, terutama tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.

5.Gerak mata : sering terbatas oleh sebab mekanis


6.Ketajaman Penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf

optic atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.

2.6 Pemeriksaan Tumor Orbita10

Oleh karena letaknya yang tertutup rapat, maka sulit menemukan tumor orbita

pada stadium dini. Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang

bola mata adalah terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol

(proptosis). Proptosis tidak selalu disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi

dapat disebabkan oleh penyakit lain, misalnya proses inflamasi atau kelainan

pembuluh darah. Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa. Axial

displacement disebabkan oleh lesi-lesi retrobulbar seperti hemagioma, glioma,

menigioma, metastase, arterivena malformasi dan lesi lainnya di dalam muscle

cone. Non axial displacement disebabkan oleh lesi – lesi yang terletak di luar

muscle cone. Superior displacement disebabkan oleh tumor sinus maxillaris yang

mendesak lantai orbita dan mendorong bola mata keatas. Inferomedial

displacement dapat dihasilkan dari kista dermoid dan tumor – tumor kelenjar

lakrimal. Nyeri juga dapat dikeluhkan oleh penderita yang merupakan gejala dari

invasi karsinoma nasofagerial atau lesi –lesi matastatik. Terkadang disebabkan

oleh lokasi tumor, sulit untuk menegakkan diagnosa hanya berdasarkan

pemeriksaan klinis saja. Sehingga membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai

penunjang dalam menegakkan diagnosa.

Untuk pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan tahap – tahap pemeriksaan

sebbagai berikut :
A. Tahap Pemeriksaan Medis

Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :

1. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab proptosis. Hal ini penting

karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi, penyakit infeksi,

tiroid dan tumor. Sebaiknya pemeriksaan ini sudah dapat membedakan tumor dari

penyebab- penyebab tersebut diatas.

Untuk dapat membedakan ke empat penyakit – penyakit yang disebutkan

diatas dapat dibuat anamnesis :

1.1 Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan penambahan proptosis

bila penderita dalam posisi membungkuk.

1.2 Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya

tandatandainfenksi lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya

riwayat penyakit sinusitis atau abses gigi.

1.3 Penyakit tiroid : adanya tanda- tanda penyakit tiroid seperti tremor, gelisah

yang berlebihan, berkeringat banyak dan adanya penglihatan ganda.

Bila dari pernyataan – pernyataan ini tidak dapat dijawab, maka riwayat penyakit

bisa diarahkan ke penyakit tumor dan dapt dilanjutkan dengan pencarian perkiraan

jenis tumor.

1.4 Tumor Retrobulbar


- Lama terjadinya proptosis, karena umumnya proptosis dapat terjadi lebih pada

tumor jinak, sedangkan tumor ganas proptosi terjadi lebih cepat.

- Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan jenis

tumor yaitu tumor anak –anak dan tumor dewasa.

- Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan terjadinya

proptosis, dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau saraf optik, sedangkan

bila tidak bersamaan dengan terjadinya proptosis kemungkinan letak tumor diluar

daerah ini.

- Adanya tanda –tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat badan

menurun.

- Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena kemungkinan tumor diorbita

merupakan metastasis.

2. Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain :

- Penilaian penglihatan (visus)

- Penilaian struktur palpebra

- Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa atau

pulsasi.

- Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.


- Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola matan dan kondisi

bagian bola mata khususnya nervus optikus.

3. Pemeriksaan orbita

- Pengukuran proptosis : untuk mengetahui adanya derajat proptosis

dengan memperbadingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata normal

antara 12 – 20 mm dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi 2 mm. Bila

penonjolan bola mata lebih dari 20 mm atau beda kedua mata lebih dari 3 mm ini

merupakan keadaan patologi.

Pengukuran dapat dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.

- Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan macam

jaringan yang berada di orbita. Ada dua arah proptosis yang harus diperhatikan

yaitu sentrik dan eksentrik. Proptosis sentrik disebabkan oleh tumor yang berada

di konus.

Kemungkinan jenis tumornya adalah glioma, maningioma atau hemangioma.

Proptesis ekstresik harus dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk menduga

kira – kira jenis tumornya, misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh tumor

yang berasal dari kelenjar lakrimal atau kista dermoid. Arah inferetemporal

disebabkan oleh tumor dermoid, mukokel sinus etmoid atau sinus frontal atau

meningkokel. Arah superior disebabkan oleh tumor berasal dari antrum maksila.

- Proptosis bilateral atau uniteral : bisa membantu dalam memperkirakan jenis

tumor.
- Palpasi : pada atumor yang teraba sebaiknya dinilai konsistensinya kistik atau

solid, pergerakan dari dasar, adanya rasa sakit pada penekanan dan halus dan

benjolannya permukaan tumor. Dapat memperkirakan terdapatnya massa pada

anterior orbita, khususnya pembesaran kelenjar lakrimal. Peningkatan tahanan

retrobulbar merupakan abnormalitas yang spesifik. Dapat oleh karena tumor

retrobulbar merupakan abnormalitas yang difus seperti pada Thyroid– assosiated

Orbytopathy (TAO). Sebaiknya dilakukan palpasi kelenjar limfatik regional.

- Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata atau tulang mastoid

untuk mendeteksi adanya bruit pada kasus – kasus fistula kavernosa carotid.

B. Tahap Pemeriksaan Diagnostik Penunjang

1. Pemeriksaan Primer

Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien – pasien dengan

kelainan orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat untuk

memepelajari anatonomi dan penilaian dari tulang. Magnetic Resonance Imaging

(MRI) sangar efektif dalam menilai perubahan jaringan lunak, khususnya lesi-lesi

yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur intrakranial. Ultrasonography

(USG) dapatsangat membantu dalam beberapa kasus.

2. Pemeriksaan Sekunder

Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography dan

arteriography. Jarang dilakukan tetapi sangat berguna dalam kasus – kasus

tertentu.
3. Pemeriksaan Patologi

Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi –lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa

pemeriksaan histopatologi dimana dapat berupa fine – needle aspiration

biopsy(FNAB, Incisional biopsy, excisional biopsy.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini dicari dengan berbagai jalan dan

sedapat mungkin menghindar pembedahan. Pada mata, pembedaan sering

merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini disebabkan sukarnya atau belum

didapatnya diagnosa jenis tumor. Untuk menghindari pembedahan eksploratif ini

dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti tumor mareker, immunologi.

Pemeriksaan laboratorium juga dilakuakan dalam rangka menyeleksi abnormalitas

fungsi tiroid dan penyakit – penyakit lainnya. Diagnosa tidak selamanya

berdasarkan biopsi, khususnya bila lokasi tumor tidak diketahui secara pasti.

Diagnosa dapat dibuat dengan bantuan USG. Metode diagnostik diatas tidak harus

dilakukan seluruh pada setiap kasus tetapi tergantung pada indikasi klinis dan

status sosial pasien.

C. Tahap Konsultasi Antar Disiplin

Orbita merupakan bagian dari kranial dan sangat berdekatan dengan organ

lainnya, sehingga disiplin bedah saraf dan Telinga – Hidung – Tenggorok sangat

diperlukan. Banyak tumor mata merupakan bagian ini atau sebaliknya. Selain itu,

tumor organ lainnya, seperti karsinoma serviks, paru – paru, payudara, tiroid

ataupun limfoma maglima sering bermetastasi di orbita. Jelas dibidang penyakit


tumor. Meskipun bidang keahlian kedokteran berlainan, namun penanganan

penyakit tumor mata tidak dapat dipisahkan dari kerjasama dengan bidang

kedokteran lainnya.

2.7 Tatalaksana 9,10

Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau

eksisi. Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai

perawatan. Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan

berbagai atimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon

terhadap pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan.

Pseudotumor biasanya ditangani secara medis dengan steroid sistemik.

Hemangioma kapiler juga dapat diobati dengan non surgical, seperti suntikan

steroid. Pengobatan yang diberikan pada tumor tidaklah sama, tergantung dari

jenis tumor dan stadium saat tumor ditemukan. Terdapat lima sirgical space dalam

cavum orbita yaitu :

a. Subperiorbital surgical space (subperiosteral)%, antara tulang dan periorbita

b. Extraconal surgical space (peripheral), terletak antara periorbita dan muscle

cone

c. Intraconal surgical space (central), terletak didalam musclle cone

d. Episcleral seruang intrakranial surgical space (sub – teon) teletak antara kapsul

tenon dan bola mata


e. Subarachnoid surgical space, terletak antara nervur optus dan nerve sheath

Insisi untuk mencapai surgical space tersebut melalui orbitotomi anterior dan

orbitotomi lateral. Lesi orbita dapat meliputi lebih dari satu ruang sehingga

membutuhkan kombinasi dari beberapa pendekatan. 2,9,10 Ekssentrasi dapat

dipertimbangkan di dalam penanganan tumor yang meluas dari sinus, wajah,

palpebra, konjungtiva atau runag intrakranial.

2.8 Komplikasi3,4

Komplikasi yang paling ditakutkan adalah terjadi hilangnya penglihatan, yang

dapat disebabkan karena tekanan intraorbita yang terlalu tinggi dengan disertai

retraksi bola mata Kejadian perdarahan dapat terjadi saat maupun setelah operasi

yang akan menekan nervus optikus dan menyebabkan oklusi arteri retina sentral.

Perdarahan dapat terjadi akibat robekan pada arteri ethmoidalis anterior atau

posterior. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi seperti perforasi bola mata,

diplopia, ptosis dan paresthesia.

2.8 Prognosis1,2

Prognosis pasien dengan tumor orbita bervariasi tergantung pada lokasi dan

diagnosis patologikal tumor tersebut


BAB 3

KESIMPULAN

Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita, sebagian

merusak jaringan lunak mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Tumor mata jarang

ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus paranasalis, dan

sekelilingnya.

Tumor orbita diklasifikasikan berdasarkan asal tumor menjadi: tumor

orbita primer, tumor orbita sekunder, dan tumor orbita metastatic. Klasifikasi

tumor orbita yang lain dapat berdasarkan asal jaringan/ lokasi anatominya; tumor

kelenjar lakrimalis, tumor jaringan limfoid, tumor retina, tumor tulang, tumor

selubung saraf optic, tumor saraf optic, tumor jaringan ikat dan tumor metastase

melalui darah.

Gejala dan tanda dari tumor orbita meliputi: nyeri orbital, proptosis

(penonjolan bola mata), pembengkakan kelopak mata, palpasi teraba massa, gerak

mata terbatas, ketajaman penglihatan terganggu. Untuk menegakkan diagnosis

tumor mata diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan

tambahan.

Penanganan tumor orbita dibedakan berdasarkan sifat tumor apakah tumor

bersifat jinak atau ganas. Bila tumor jinak maka memerlukan eksisi dan atau

pendekatan konservatif. Bila tumor orbita bersifat ganas maka memerlukan

tindakan biopsy dan redioterapi dan kemoterapi.


Tumor orbita bisa juga berasal dari tempat lain sehingga disebut sebagai

tumor sekunder. Kebanyakan tumor orbita sekunder berasal dari hidung dan sinus

paranasal. Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita tumor

orbita bervariasi tergantung pada lokasi dan diagnosis patologikal tumor tersebut.

Angka kematian sangat dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Tentu saja

pada stadium lanjut angka kelangsungan hidup lebih buruk.


DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology : Ophtalmic Pathology and


Intraocular Tumors, section 4, 2007-2008. Page 251-303.

2. America Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus in Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2008-09 :
390-99

3. American Cancer Society. 2012. Retinoblastoma.

4. Augsburger JJ, Schneider S. 2004. Tumors of Conjunctiva and Cornea. In


Opthalmology. Mosby. Spain.

5. Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing.


Penerbit : LWW, Philadelphia.

6. Classon, Marie and Ed Harlow. The Retinoblastoma Tumors Suppresor in


Development and Cancer. Nature Publishing Group USA : 2002. Vol 2 :
910-917.

7. Feri M dan Sagiran. 2000. Hemangioma Karya Ilmiah. Bagian Bedah FK


UMY. Yogyakarta.

8. Finger, PT. 2010. Squamous carcinoma and intraepithelial neoplasia of


the conjunctiva. Available from : http:// www.Eyecancer.com/Patient/
Condition.aspx?
nID=38&Category=Conjunctival+Tumors&Condition=+Carcinoma+and+
Intraepithelial+Neoplasia+of+the + Conjunctiva

9. Hasan Q., Tan T.S, Gush J, Peters S, Davis P. Steroid Therapy of a


Proliferating Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. J
Pediatr 2000; 105: 117-20.

10. Ilyas, S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai