Listrik yang digunakan di dalam rumah didapatkan dari pembangkit listrik yang berasal
dari termpat yang jauh namun masih memiliki medan elektromagnetik hingga sebesar 0.2
µT. Rumah yang berdekatan dengan instalasi pembangkit listrik memiliki medan
elektromagnetik yang lebih tinggi dengan densitas aliran elektromagnetik hingga
beberapa µT. Medan listrik pada rumah yang berlokasi persis dibawah jalur listrik adalah
sekitar 10 kV/m. Akan tetapi, kekuatan medan elektromagnetik aakan berkurang seiring
dengan jarakk dari instalasi pembangkit listrik. Pada jarak 50 m hingga 100 m kekuatan
medan elektromagnetik pada rumah sadah sama dengan rumah yang berlokasi jauh dari
instalasi penbangkit listrik. Selain itu dinding rumah juga mengurangi medan elektris jika
dibandingkan dengan tempat terbuka.
Medan elektris dengan frekuensi tinggi biadsanya ditemukan pada lingkungan yang
berada dekat dengan jalur transmisi energy bertegangan tinggi. Akan tetapi, medan
magnetic dengan frekuensi terkuat biasanya ditemui pada motor dan alat-alat listrk lainnya
, atau alat medis seperti MRI yang digunakan dalam bidang medis.
Tabel. 2.X. Kekuatan Medan Elektris yang dapat diukur pada alat-alat elektronik
pada jarak 30 meter (batas paparan 5000 V/m)
Perbedaan dalam kekualan medan magnetic dipengaruhi oleh rancangan produk . Data
diambil di Jerman dengan produk yang memiliki frekuansi 50 Hz. Paparan actual berbeda-
beda sesuai dengan model produk dan jarak penggunaan alat listrk dengan tubuh.
Tabel 2.X. Kekuatan Medan Magnetik pada alat-alat rumah tangga pada jarak
tertentu
Alat Listrik Jarak 3 cm d Jarak 30 cm Jarak 1 m (µT)
(µT) (µT)
Pengering
rambut 6 – 2000 0.01 – 7 0.01 – 0.03
Pencukur elektris 15 – 1500 0.08 – 9 0.01 – 0.03
Penyedot debu 200 – 800 2 – 20 0.13 – 2
Oven Mikrowave 73 – 200 4–8 0.25 – 0.6
Oven elektris 1 – 50 0.15 – 0.5 0.01 – 0.04
Mesin cuci 0.8 – 50 0.15 – 3 0.01 – 0.15
Seterikaan 8 – 30 0.12 – 0.3 0.01 – 0.03
Komputer 0.5 – 30 < 0.01
Kulkas 0.5 – 1.7 0.01 – 0.25 <0.01
Televisi
berwarna 2.5 - 50 0.04 – 2 0.01 – 0.15
( Sumber: Kantor Federal untuk Keamanan Radiasi, Jerman 1999)
Tabel diatas menggambarakan kekuatan medam mangnetik yang semakinberkurang
seiring dengan jarak, dan dalam penggunaannya jarak umum penggunaan alat listrik (30
cm) 100 kali lebih rendah dari ambang bataslimit panduan paparan gelombang magnet
(100 µT pada 50 Hz (83 µT pada 60 Hz) untuk manyarakat umum).
Gambar 2.X. Frekuensi Gelombang Elektromagnetik pada Alat Rumah Tangga dan
Kantor
Oven Microwave
Oven Microwave beroperasi dengan tingkat energy yang sangat tinggi. Akan tetapi adanya
pelindung mengurangi kebocoran keluar oven hingga pada level yang tidak terdeteksi.
Ditambah lagi kebocoran oven microwave semakin berkurang seiring bertambahnya jarak
antara oven dan manusia disekitarnya. Banyak Negara meiliki standar produksi untuk
mencegah terjadinya kebocoran radiasi sehingga tidak membahayakan konsumen.
Telepon Portabel
Telepon Portabel beroperasi dengan energy yang lebi sedikit jika dibandingkan dengan
telepon seluler. Hal ini disebabkan oleh lokasi pengoprasian yang terbatas sehingga tidak
membutungkan emeisi energy yang besar. Sebagai konsekuensinya medan
elekromagnetiknya dapat diabaikan.
Telepon seluler mentransmisikan energy dan menerima sinyal dari jaringan dengan basis
energy rendah. Setiap stasiun menerima dan memberikan cakupan sinyal untuk area yang
telah ditentukan. Jarak antara stasiun pemancar berkisar antara ratusan meter hinga
beberapa kilometer tergantung dengan nomor yang digunakan dan lokasi pemegang
nomor.
Stasiun pemancar untuk telepon seluler biasanya berada pada puncak gedung maupun
menara dengan tinggi 15 hingga 50 meter. Kekuatan transmisi setiap stasiun pemancar
bervariasi berganung pada nomor yang digunakan, jarak pemanggil,dan jarak dengan
stasiun pemancar.
Radiofrekuensi yang dipancarkan di area public berada dibawah ambang radiasi yang
masih bias ditoleransi. Akan tetapi, pengguna telepon seluler akan mengalami paparan
radiasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan populasi umum. Penggunaan telepon
selluler juga langsung kontak dengan kepala. Namun energy yang diserap oleh kepala
masih di bawah ambang batas paparan radiasi.
Global system for mobile communication (GSM) adalah system nirkabel yang digunakan
pada telepon selular yang mampu menyokong pengiriman sinyal suara maupun pesan singkat.
GSM juga memiliki fitur keamanan, yang medasari diciptakannya kartu SIM. GSM bekerja
dengan empat frekuensi yang berbeda 900 MHz band, 1800 MHz band, 850 MHz band and
1900 MHz band. GSM 900 dan GSM 1800 merupakan standar yang paling umum
digunakan. 850 MHz band dan 1900 MHz dikenalkan karena 900 MHz dan1800 MHz sudah
diciptakan. GSM 1800 memberikan bandwith dan kebutuhan energi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan GSM 900 MHz. The transmission power in the mobile phone is limited
to a maximum of 2 watts in GSM 850 and GSM 900 while maximum power of 1 watt in
GSM 1800 and GSM 1900. (Bhalerao et al., 2013)
Radio frekuensi memiliki kemampuan untuk menembus benda semi-solid seperti daging, dan
janringan hidup dari jarak yang sesuai dengan kekuatan proporsional. Kemampuan ini
menyebabkan pemanasan dielektik pada jaringan pada tubuh manusia. Pemanasan elektik
juga menyebabkan efek thermal peningkatan suhu tubuh.
Efek termal dari intensitas tinggi pada telepon selular menyebabkan pemanasan pada kulit di
dekat daerah kepala dan tengkorak. Suhu pada kulit akan meningkat dan menyeimbangkan
dengan aliran darah ke seluruh tubuh.Keseimbangan suhu ditentukan dengan menghitung
kekuatan rata-rata yang diserap yang dikenal dengan Specific Absorption Rate (SAR). Nilai
SAR biasanya ditentukan dengan nilai 1 g atau 10g dari stimulasi dalam bentuk kubus. Nilai
SAR meningkat seiring berkurangnya jarak ke tubuh (Bhalerao et al., 2013)
E2 TSAR c [W / kg] 2t
Gambar 2.X. Intensitas Frekuensi Radio Frekuensi pada kulit yang berdekatan telinga
Tabel 2.X.
Frequency
No. Tissue Cells
ρ (g/cm2) 900 MHz 1800 MHz
εr σ εr σ
1 Air 12360 - 1.00 0.00 1.00 0.00
2 PEC - - - ∞ - ∞
3 Bone 2188 1850 8.00 0.11 8.00 0.16
2318 34.50 0.60 32.00 0.52
4 Skin/Fat 1100
Kecemasan menganai efek non-termal dari penggunaan telepon seluler semakin meningkat.
Terutama dengan kecurigaan adanya efek negative pada sel yang menyebabkan kanker dan
gangguan funsi otak. Data yang saat ini ada belun dapat menunjukkan adanya pengaruh
gangguan kesehaatan akibat pengguaan telepon seluler. (Bhalerao et al., 2013)
Radiasi menginduksi prises inflamasi yang agresif pada jaringan yang diradiasi. Respon
radiasi patologis akibat radiasi salah satunya dikenal dengan Acute Radiation Disease (ARD)
atau Acute Radiation Syndromes (ARS) yang didefinisikan sebahai respon akut akibat
paparan dari radiasi yang bersifat toksis. Hal ini dipengaruhi oleh dosis radiasi yang diterima
dan jenisnya. (Radiation Toxins – Effects of Radiation Toxicity, Molecular Mechanisms of
Action, Radiomimetic Properties and Possible Countermeasures for Radiation Injury )
Radiasi ionisasi seperti sinar UV, gelombang ionisasi elektromagnetik ionisasi, dan radiasi
tertentu bersifat karsinogenik. Kontribusi radiasi pada tubuh manusia bersifat kumulatif dan
mempengaruhi dalam waktu yang lama. Sehingga sulit untuk meneliti pengaruh radiasi pada
kejadia kanker secara langsung. (Kumar et al., 2015)
Radiasi elekromagnetik yang mengionisasi (x-rays, γ rays) dan partikel radiasi bersifat
karsinogenik (α particles, β particles, protons, neutrons). Sejak penemuanya terjadi
peningkatan insidensi kejadian tumor solid dengan periode laten yang lambat
( karcinomas payudara, karsinoma kolon, karsinoma tiroid dan paru-paru ). Salah
satu yang mencemaskan adalah penggunaan luas dari computerized tomography (CT
scans). Penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan tiga kali CT scans
memiliki resiko leukemi tiga kali lebih tinggi , dan yang mendapat lima hingga
sepuluh kali CT scan memiliki resiko tumor otak lebih tiga kali lebih tinggi. Namun
resiko keseluruhan pada anak sangatlah rendah ( sekitar 1 kasus leukemia dan 1
kasus tumor otak dalam 10 tahun per 10.000 CT-scan). (Kumar et al., 2015)
Kerusakan DNA terjadi pada spectrum 10-9m dalam waktu 10-6sec sementara tumogenesis
terjadi pada spectrum 10-3 m dalam waktu : 105 sec). Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
memprediksi kejadian kanker (G. Rabee, 2012)
Gambar 2. X. Model Proses Tumorgenesis akibat Paparan Radiasi Ionisasi (B. Ouchi, 2012)
Medan magnetik dengan frekuensi sangat rendah dapat menginisiasi perubahan fisiologis
pada system biologis yang pada spesies yang berbeda. Banyak efek dari medan magnetic
yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas menyebabkan terjadinya
kerusakan pada struktur selular seperti lipid, protein dan asam nukleat. (Avendaño et al., 2012)
Radiasi termal adalah gelombang elektromagnetik yang menyebabkan kenaikan suhu pada
benda yang menyerap energinya. Pada menggunaan telepon selulser pemanasan pada kepala
akan di regulasi oleh aliran darah, namun kornea dan lensa mata tidak memiliki system
regulasi pengaturan suhu seperti itu. Hal ini menyebabkan terjadinya katarak pada mata. Efek
non termal dari radiasi non-ionisasi menyebabkan aktivasi reseptor termal pada sel. Aktivasi
reseptor termal mengakibatkan aktivasi third messenger system yang mengakibatkan gen
mengekspresikan protein stress termal. ((Bhalerao et al., 2013)
Reactive oxygen species ROS merupakan salah satu tipe radikal bebas yang diproduksi di
mitokondria ketika proses respirasi sel yang pada konsentrasi rendah tidak merusak sel.
Produksi ROS yang meningkat menyebabkan kondisi yang diikenal dengan nama stress
oksidatif. Stress oksidatif berperan pada proses patologis yang ada. Namun ROS juga
diproduksi oleh neutrophil dan macrophage untuk membersihkan sel yang tidak diinginkan
dan mikroba. (Kumar et al., 2015)
Radikal bebas terutama (ROS) menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid Kerusakan dapat
terjadi pada membrane sel, sehingga menyebabkan gangguan motilitas dari sel, kematian
sel, dan kerusakan pada level DNA. ( Use of laptop computers connected to internet through
(Avendaño et al., 2012)
Kerusakan sel akibat radikal bebas terutama akibat ROS merupakan mekanisme yang penting
dalam proses patologis dari kerusakan jaringan seperti kerusakan akibat zat kimia, radiasi,
dan jejas iskemia reperfusi, penuaan sel , fagositosis microbial. (Kumar et al., 2015)
Radikal bebas memiliki electron bebas yang menyerang molekul organic maupun inorganic
seperti protrin, lipid, karbohidrat dan asam nukleat. Beberapa kasus dapat berbentuk
perubakan dengan proses auto-katalisis yaitu ketika molekul yang bereaksi dengan radikal
bebas dan akhirnya berubah menjadi radiakal bebas juga sehingga menyebabkan kerusakan
yang berkesinambungan. (Kumar et al., 2015)
( OH,
̇ tiga electrons).
3. Reaksi metabolic enzimatik yang disebabkan oleh obat yang menyebabkan
terbentuknya
4. Transisi metal seperti seperti pada besi dan tembaga
Reaksi transisi intraselular dan katalisasi radikal bebas digambarkan dengan reaksi
Fenton (H2O2 + Fe2+ → Fe3+ + ̇OH + OH−). Sebagian besar besi inraseluler
berbentuk feri (Fe3+) dan harus direduksi menjadi fero agar dapat
berpartisipasi pada reaksi Fenton. Reaksi ini dipercepat dengan O2 yang
+ 2H2O).
3. Glutathione peroxidase yang melindungi sel dari jejas akibat pemecahan radikal
bebas (H2O2 + 2G ̇SH → GSSG [glutathione homodimer] +2H2O, atau 2 OH
kerusakan degradasi
malignansi
membran sel proteosomal
Gambar 2. X. Proses Patologis pada Sel Akibat Radikal Bebas (robin cotran edisi 9 bab
cell injury)
Kerusakan pada DNA menyebabkan adanya kematian sel. Kematian sel dapat terjadi dengan
cara apoptosis atau nekrosis.
Tabel 2. X . Perbedaan antara Apoptosis dan Nekrosis (Popov, Jones and Maliev, 2012)
Apoptosis Nekrosis
Avendaño, C., Mata, A., Sanchez Sarmiento, C. and Doncel, G. (2012). Use of
laptop computers connected to internet through Wi-Fi decreases human sperm
motility and increases sperm DNA fragmentation. Fertility and Sterility, 97(1),
pp.39-45.e2.
Bhalerao, G., Zope, R., Khaire, G. and Tambe, B. (2013). Human Brain with Emr
of Cell Phone.International Journal of Modern Engineering Research
(IJMER), [online] 3(1). Available at:
http://www.ijmer.com/papers/Vol3_Issue1/BY31307310.pdf [Accessed 22
Aug. 2015].
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., Cotran, R. and Robbins, S. (2015). Robbins and
Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelpia: Elsevier, pp.47-48.
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., Cotran, R. and Robbins, S. (2015). Robbins and
Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier, pp.324-
325.
Popov, D., Jones, J. and Maliev, V. (2012). Radiation Toxins - Effects of Radiation
Toxicity, Molecular Mechanisms of Action, Radiomimetic Properties and
Possible Countermeasures for Radiation Injury. Current Topics in Ionizing
Radiation Research.