Anda di halaman 1dari 8

INTRODUCTION TO SEMANTICS

paper
Raised to Fulfill The Task of group In The Course “Semantics”
Lecture :

GROUP 1 :
Dede ARIF MAULANA (112301047)
TAZKIYATUL AWALIYAH (112301058)
FENI MAULIANITA (112301362)

ENGLISH DEPARTMENT
FACULTY OF TEACHER TRAINNING and EDUCATION
INSTITUTE OF ISLAMIC STUDIES
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2014 / 1436 h

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi yang tidak terlepas dari arti atau makna dari setiap
perkataan yang bersifat arbiter (sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka).
Artinya tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep
atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut (Chaer, 2007:45).
Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan
berbagai pendekatan, yang antara lainnya melalui pendekatan makna, sedangkan semantik
merupakan komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan dalam pembicaraan linguistik. Tanpa
membicarakan makna, pembahasan linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya
tindakan berbahasa itu tidak lain daripada upaya untuk menyampaikan makna-makna itu. Ujaran-
ujaran yang tidak bermakna tidak ada artinya sama sekali ( Parera, 2004:17 ).
Berkaitan dengan “makna” dalam suatu kegiatan berbahasa yang merupakan satu
kesatuan utuh.
PEMBAHASAN
A. Pengantar Semantik
Semantik berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau
‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’
atau‘ m e l a m b a n g k a n ’ . Y a n g d i m a k s u d t a n d a a t a u l a m b a n g d i s i n i a d a l a h
t a n d a - t a n d a l i n g u i s t i k (Perancis : signé linguistique).
Perkembangan semantik sebenarnya telah dimulai sejak Aristoteles (429-347
SM)mengungkapkan pendapatnya mengenai penggunaan istilah makna yang merupakan satuan
terkecil yang mengandung makna. Perkembangan semantik selanjutnya ditandai dengan
munculnya beberapa tokoh bahasa dan karya-karyanya. Menurut Aminnudin perekmbangan
semantik dibagi dalam tiga periode.
Pada periode pertama istilah semantik masih belum digunakan meskipun kajiannya sudah
dilaksanakan. Periode kedua ditandai dengan munculnya Michel Breal (1883), seorang
kebangsaan Prancis, lewat artikelnya berjudul “Les Lois Inteilectuelles du Langage”. Pada masa
itu,meskipun dengan jelas Breal telah menyebutkan semantik sebagai bidang baru dalam
keilmuan, dia seperti halnya Reisig, mesih menyebut semantik sebagai ilmu yang murni-historis.
Masa pertumbuhan ketiga pertumbuhan studi tentang makna ditandai dengan munculnya karya
filolog Swedia, yakni Gustaf Stern, berjudul Meaning and Change of Meaning, with Special
Referance to the Engllish Language(1931). Stern dalam kajian itu, sudah melakukan studi makna
secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa, yakni bahasa Inggris.
Semantik merupakan salah satu cabang ilmu dari linguistik yang mempelajari arti atau
makna dari kata dan kalimat. Kemampuan linguistik seseorang dilihat berdasarkan kemampuan
kebahasaan yang mereka punya. Dewasa ini, pemahaman kemampuan berbahasa seseorang itu
dibedakan berdasarkan pengetahuan berbahasanya, seperti bagaimana cara mengungkapkan kata,
bagaiamana caranya membuat kalimat dan juga mengenai makna dari sebuah kata dan kalimat
itu sendiri.
Dengan demikian di dalam ilmu kebahasaan atau linguistik memiliki beberapa tingkatan
analisis untuk mewakili beberapa kemampuan yang telah disebutkan di atas. Seperti, phonologi
ilmu yang mempelajari bunyi dalam bahasa, syntax ilmu yang mempelajari bagaimana
pembentukan kata menjadi sebuah kalimat, dan semantik ilmu yang mempelajari makna dari
kata dan kalimat dalam bahasa.
Pemahaman terhadap pengetahuan semantik sangat penting untuk studi pemerolehan
bahasa ( bagaimana pengguna bahasa memperoleh pemahaman mengenai makna dari suatu kata
atau kalimat , sebagai pembicara dan penulis , pendengar dan pembaca ).
Ketika seseorang mempelajari sebuah bahasa dari beberapa media baik itu buku, radio
ataupun TV, ada beberapa masalah yang mungkin akan dihadapi. Seperti belajar bahasa dari
buku, akan mudah memahami arti dari pada cara untuk mengucapkannya, ketika belajar melalui
radio akan mudah memahami cara mengucapkannya dari pada memahami apa yang dimaksud,
ketika belajar dari TV akan mudah memahami makna dan cara mengucapkannya tetapi belum
tentu memahami bentuk dari kata atau kalimat yang dipelajari.
Beberapa pengetahuan semantik;
1.1 dan 1.2 menggambarkan seadaan situasi yang sama.
1.1 In the spine, the toracic vertebrae are above the lumbar vertebrae.
1.2 In the spine, the lumbar vertebrae are below the thoraric vertebrae.
1.3 dan 1.4 berlawanan (kontradiksi) satu sama lain.
1.3 Addis Ababa is the capital of Ethiopia.
1.4 Addis Ababa is not the capital of Ethiopia.
1.5 ambigu atau masih samar
1.5 She gave her the slip.
1.6 dan 1.7 entails
1.6 Henry murdered his bank manager.
1.7 Henry’s bank manager is dead.
Beberapa kalimat diatas mengandung aspek-aspek mengenai pengetahuan semantik,
seperti kata not atau hubungan antara above dan below serta murder dan dead

B. Semantik dan Semiotik


Bahasa tidak akan pernah terlepas dari unsur tanda dan simbol, karena tanda dan simbol
merupakan satu kesatuan yang dapat mewakili pengetahuan linguistik baik yang verbal maupun
non verbal. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi
penggunaan tanda.
1.8 Those vultures mean there’s a dead animal up ahead
1.9 His high temperature may mean he has a virus
1.10 The red flag means it’s dangerous to swim
1.11 Those stripcs on his uniform mean that he is a sergent.
Beberapa contoh kalimat diatas menunjukan adanya fungsi semiotik dalam bahasa.
Katamean dalam kalimat di atas memiliki beberapa kegunaan pada bentuk sebab akibat, dan juga
menjadi tanda publik yang telah disepakati. Dalam semiotik terdapat istilah tanda dan yang
ditandai gunanya untuk menunjukan tanda dan objek yang diwakilinya.
C.S. Pierce membaginya kedalam tiga bagian yakni icon, indeks dan simbol. Ikon adanya
persamaan antara tanda dengan yang ditandai. Contohnya gambaran dan kehidupan nyata. Index
adanya hubungan yang dekat antara tanda dengan yang ditandai seperti asap dan api, sedangkan
simbol adanya hubungan konvensional antara tanda dengan yang ditandai seperti penggunaan
baju hitam ketika berkabung.
Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang
disampaikan. Semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda yang dapat sesuai
dengan arti yang disampaikan. Dalam bahasa, semiotik semantik merupakan perwujudan makna
yang ingin disampaikan oleh penuturnya dan disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud
tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pendengarnya. Perwujudan
makna suatu bahasa dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin disampaikan oleh
penutur melalui kalimatnya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pendengarnya, jika
ekspresi yang ingin disampaikan penuturnya sama dengan persepsi pendengarnya.
Contoh:
Sebuah ambulan yang meluncur dijalan raya yang membunyikan sirine dengan lampu
merah berputar-putar, menandakan ada orang celaka yang dilarikan ke rumah sakit. Tafsiran
tanda ini berbeda jika sirine itu berasal dari mobil polisi yang melaju di depan rombongan
pembesar, karena sirine itu menanadakan bahwa ada pembesar yang lewat. Begitu pula sirine
yang disertai lampu merah berputar-putar berbeda tafsirannya jika hal itu berasal dari mobil
pemadam kebakaran.
C. Hubungan Semantik Dengan Ilmu Lain
1. Semantik dengan sosiologi
semantik berhubungan dengan sosiologi karena realitas sering dijumpai di masyarakat dalam
menggunakan kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu yang bisa menandai identitas
pembicara dan kelompok.
Misalnya kata "gadis" dan "wanita"
kata "gadis" lebih identik digunakan oleh remaja atau anak-anak, sementara kata "wanita"
tampak lebih sopan untuk diucapkan dan identik dengan orang tua yang menunjukan kesopanan
dalam berbahasa.
2. Semantik psikologi
Ilmu semantik yang berhubungan dengan psikologi tentu lebih berkaitan dengan mental, karena
ekspresi jiwa seseorang diungkapkan melalui bahasa dan memiliki arti sesuai dengan konteks.
Contoh: suka dan duka
Kata "suka" didefinisikan sebagai kegembiraan atau kesenangan seseorang atas sesuatu yang ia
rasa seperti "andi suka bermain bola", sedangkan kata "kesedihan" didefinisikan sebagai
menunjukan perasaan sedih. Contoh: Indonesia berduka atas bencana longsor yang terjadi di
Kabupaten Ciwidei Bandung.
Contoh di atas adalah analisis semantik kata sifat dengan kata lain dapat dikatakan berhubungan
dengan semantik positif dan negatif.
3. Semantik dengan Antropologi
Semantik dianggap suatu kepentingan antropologi sejak analisis makna dalam bahasa, melalui
pilihan kata yang digunakan oleh pembicara, akan mendapatkan klasifikasi praktis menjanjikan
kehidupan budaya penuturnya.
Contoh: Penggunaan / pemilihan kata 'ngelih' atau 'lesu' sama-sama berarti yang mencerminkan
budaya lapar. Kata "ngelih" yang digunakan oleh masyarakat Yogyakarta dan sementara kata
'lamban' adalah istilah untuk orang-orang lapar untuk Jombang timur Jawa di daerah tertentu.
4. Semantik dalam Filsafat
Pada dasarnya mempertanyakan makna filsuf linguistik dalam hubungan antara pidato, pikiran,
realita, dan alam. Teori umum makna antara lain dibedakan
 Teori referensi atau korespondensi
 Teori Teori Kontekstual
 Teori konseptual
 Teori formalisme
1. Teori referensi atau makna dari korespondensi ini mengacu pada rujukan yang diungkapkan
melalui suara simbol bahasa dalam bentuk frase atau kalimat.
Contoh "mantan wakil presiden RI 2004-2009"
2. Teori Kontekstual
Teori Kontekstual makna harus memiliki dasar atau primer terlepas dari konteks situasi baru
untuk mendapatkan makna sekunder.
3. Teori konseptual
Teori Konseptual tergantung pada konsep bahasa dalam pidato, kalimat, frase, wacana
4. Teori formalisme
Teori formalis lebih berkonsentrasi pada pembahasan fitur teks, khususnya properti-properti
bahasa yang digunakan daripada penciptaan konteks dan penerimaan konteks.

D. Tiga Tantangan Dalam Memahami Semantik


Ada tiga tantangan yang kita hadapi dalam memahami semantik. Yang pertama adalah
masalah circularity. Bagaimana kita bisa menyatakan arti dari sebuah kata, kecuali dengan kata
lain, baik yang dalam bahasa yang sama atau bahasa yang berbeda? Ini adalah masalah yang
dihadapi seorang penulis kamus: jika Anda mencari kata seperti ferret (Musang) dalam kamus
bahasa Inggris monolingual, Anda mungkin menemukan definisinya seperti, ‘Mustela putorius,
dibiakkan untuk berburu kelinci, tikus, dll' untuk memahami hal ini, Anda harus memahami
kata-kata dalam definisi untuk ini mungkin hewan, jinak, hidup dengan manusia '. Karena
definisi ini juga dalam kata-kata, kita harus memberi makna, misalnya, dari jinak. Dan
seterusnya. Jika definisi arti kata diberikan dalam kata-kata, proses mungkin tidak pernah
berakhir. Pertanyaannya adalah: bisakah kita pernah langkah bahasa luar untuk
menggambarkannya, atau kita selamanya terlibat dalam definisi yang circular (melingkar)?
Masalah kedua yang akan kita temui adalah bagaimana memastikan bahwa definisi dari
sebuah kata yang kita buat adalah tepat. Jika kita bertanya di mana makna dari sebuah kata itu
berada, jawabannya pasti: dalam benak penuturnya. Dengan demikian, sudah jelas makna
merupakan salah satu jenis pengetahuan. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan; misalnya:
apakah ada perbedaan antara jenis pengetahuan yang ini dan jenis pengetahuan yang orang
miliki? Secara khusus: kita dapat membuat perbedaan antara pengetahuan linguistik (tentang arti
kata) dan pengetahuan ensiklopedik (tentang cara dunia ini)? Sebagai contoh, jika saya percaya
bahwa ikan paus adalah ikan, dan Anda yakin bahwa itu adalah mamalia, jadi kata-kata kita
memiliki arti yang berbeda, ketika kami berdua menggunakan kata paus sebagai bentuknoun?
Mungkin Anda masih mengerti ketika saya mengatakan saya bermimpi bahwa saya ditelan oleh
ikan paus.
Ada aspek lain untuk masalah ini: apa yang harus kita lakukan jika kita menemukan
penutur bahasa yang berbeda dalam pemahaman mereka tentang arti sebuah kata? Pengetahuan
yang mana yang harus kita pilih sebagai makna kita? kita mungkin menghindari keputusan
dengan memilih hanya satu pembicara dan membatasi deskripsi semantik kami ke idiolek, istilah
teknis untuk bahasa individu. Strategi lain untuk menyelesaikan perbedaan mungkin untuk
mengidentifikasi ahli dan menggunakan pengetahuan mereka, tetapi seperti yang akan kita lihat,
bergerak menjauh dari speaker biasa untuk menggunakan definisi ilmiah untuk kata-kata
memiliki bahaya membuat semantik setara dengan semua ilmu pengetahuan. Hal ini juga
mengabaikan fakta bahwa kebanyakan dari kita tampaknya mengerti satu sama lain berbicara
tentang, katakanlah, binatang, tanpa pelatihan di bidang zoologi.
Masalah ketiga yang kita hadapi ialah apa maksud dari ungkapan-ungkapan tertentu
dalam sebuah konteks kata atau kalimat, misalnya: jika seseorang mengatakan kepada Anda
cuaca yang bagus di sini, di Irlandia, Anda mungkin menafsirkan secara berbeda pada hari yang
cerah tak berawan dari pada hujan deras. Demikian pula pada kata ‘Dia sekarat’ Masalahnya di
sini adalah bahwa jika konteks dalam kalimat adalah bagian dari makna ucapan ini maka
bagaimana kita dapat memasukkan mereka dalam definisi kita? Untuk memulai, tergantung pada
kemungkinan situasi yang ada, banyaknya penafsiran. Rasanya tidak mungkin jika kita bisa
menerima dan memasukan semua informasi yang relevan ke dalam definisi kita.
E. Semantik dalam Model Grammar
Seperti yang telah disarankan, bagi banyak ahli bahasa tujuan melakukan semantik adalah
untuk membangun sebuah komponen atau bagian dari tata bahasa yang akan berhubungan
terhadap komponen lain seperti sintaks atau fonologi. Ahli bahasa sering menggambar diagram
flowchart-gaya model tata bahasa.
Kami melihat sebelumnya bahwa ahli bahasa mengenalkan berbagai tingkat analisis
bahasa dalam linguistik. Cara lain untuk menggambarkan ini adalah bahwa pengetahuan
linguistik itu membentuk sebuah modul yang berbeda atau modular. Akibatnya, banyak teori
linguistik itu sendiri termodulasi. Pertanyaan kami, modul yang seperti apa? Jawabannya sangat
bergagam dari teori ke teori. Masalah sebenarnya, tentu saja, bahwa unit di semua tingkat
linguistik menjadi bagian dari klasifikasi umum: untuk berkomunikasi makna. Ini berarti bahwa
dalam setidaknya satu sisi, makna adalah produk dari semua tingkatan linguistik. Mengubah satu
fonem kedalam fonem yang lain, satu kata kerja berakhir untuk kata kerja yang lain yang lain,
atau salah satu urutan kata untuk urutan kata yang lain akan menghasilkan perbedaan makna.
F. Makna kata dan makna kalimat
Untuk mengetahui dan memahami sebuah bahasa, terutama bahasa ibu seseorang, pasti di
dalamnya akan melibatkan ribuan kata. Seperti disebutkan sebelumnya, kita dapat menyebutnya
sebagai leksikon. Kita bisa bayangkan mental leksikon itu sangat luas tetapi terbatas dalam hal
pengetahuan, bagian yang harusnya menjadi bagian semantik. Leksikon ini tidak sepenuhnya
statis karena kami terus belajar dan melupakan kata-kata. Jelas, meskipun, bahwa pada satu
waktu kita memegang jumlah yang besar pengetahuan semantik dalam ingatan.
Frase dan kalimat juga memiliki makna, tentu saja, tapi perbedaan penting antara makna
kata di satu sisi, dan frase dan makna kalimat di sisi lain, lebih kepada produktivitas.sangat
memungkinkna untuk membuat kata baru tetapi hal ini jarang sekali terjadi atau muncul.
G. Beberapa Anggapan Penting Mengenai Semantik
a. Referensi dan makna
Referensi adalah ditafsirkan sebagai hubungan kata benda atau kata ganti dan objek yang
dinamai oleh kata benda atau kata ganti itu.
Sense adalah disebut juga dengan tema. Pengertian ini dicapai apabila pembicara dengan
lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaa n bahasa yang
digunakan atau disepakati bersama.
b. Ujaran, kalimat dan proposision
Ketiga istilah yang digunakan untuk menggambarkan bahasa tingkat yang berbeda. Yang
paling konkret adalah ucapan: ucapan dibuat dengan berbicara (atau menulis). Kalimat adalah
unit gramatikal yang terdiri dari satu atau lebih klausa. Proposision adalah bagian makna klausa
atau kalimat konstan.
c. Makna Literal dan Makna non-literal
Makna literal adalah makna yang sebenarnya dan dapat dikatakan pula bahwa makna
literal adalah makna yang sudah tertera pada kamus. Dalam setiap pernyataan kita tidak perlu
berfikir maksud lain karena makna dari kalimat-kalimat tersebut sudah sangat umum bagi kita.
Contohnya: I am hungry
Contoh ini sangat mudah dan jelas untuk dimengerti. Dari contoh tersebut tidak perlu
dicari artinya karena lazim digunakan pada percakapan sehari-hari.
Menurut Saeed makna non literal bisa disebut juga figurative language karena non literal
meaning juga digunakan dalam metafora, ironi, metonimi, hiperbola dan juga litotes.
Contohnya: I could eat a hourse
Kata I memiliki makna literal , akan tetapi horse tentunya tidak paham dalam arti yang
sebenarnya. Kalimat tersebut tentunya tidak dapat diartikan secara literal, untuk memahaminya
diperlukan konteks kalimatnya. Pada contoh tersebut tidak mengandung makna bahwa seseorang
dapat memakan seekor kuda, melainkan contoh tersebut menggunakan keadaan seseorang yang
sangat kelaparan.
d. Semantik dan Pragmatik
Perbedaan yang sulit antara semantik dan pragmatik. Istilah-istilah ini menunjukkan
bidang-bidang terkait dan complementari studi, baik mengenai transmisi makna melalui bahasa.
Semantik: hubungan tanda-tanda untuk objek yang tanda-tandanya berlaku
Pragmatik: hubungan tanda-tanda untuk interpereters.

KESIMPULAN
Pada pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa semantik merupakan salah satu
cabang linguistik yang mempelajari makna dari kata dan kalimat. Pengetahuan tentang tata
bahasa atau linguitstik merefleksikan kemampuan berbahasa seseorang. Ada beberapa masalah
yang ditemui dalam mempelajari semantik, diantaranya circularity, konteks dan status dari
pnegetahuan linguistik. Dalam pembahasan diatas juga disebutkan adanya hubungan antara
makna kata dan makna kalimat. Serta mengenalkan beberapa teori semantik berdasarkan sub
bagian; reference, sense, utterance, sentence, propositions, makna literal dan non literal serta
semantik dan pragmatik.

REFERENSI
Aminuddin. 2001. Semantik (Pengantar Studi tentang Makna). Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai