Anda di halaman 1dari 36

RONA AWAL

A. Komponen Lingkungan Transportasi


Aksesbilitas menuju lokasi kegiatan dilakukan melalui jalur darat. Selain itu,
rencana lokasi kegiatan dapat diakses melalui jalur perairan. Pelabuhan
sebagai prasarana angkutan laut seperti kapal penumpang, kapal ferry dll.
Beberapa jenis pelabuhan yang berada di Pulau Batam disajikan pada Tabel
berikut ini.

Tabel 1 Pelabuhan di wilayah Kota Batam


No Nama Pelabuhan Lokasi Jenis Pelabuhan
1 Kabil Tranship
2 Batu Ampar Barang
3 Sekupang Barang
4 Sekupang International Pulau Batam Penumpang
5 Tanjung Uma Penumpang
6 Batam Center TransNp
7 Nongsa Penumpang

Keterkaitan antar pelabuhan juga menjadi sangat penting, mengingat


wisatawan yang dating bukan hanya dari Pelabuhan Batam. Pelabuhan-
pelabuhan selain dari Pulau Batam yang bisa diakses menuju dan/atau
terintegrasi menuju kawasan pengelolaan pariwisata alam disajikan pada Tabel
berikut ini.

Tabel 2 Pelabuhan di wilayah Kepulauan Riau (Bintan dan Karimun)


No Nama Pelabuhan Lokasi Jenis Pelabuhan
1 Telani Lugoi Penumpang
2 Bulang Linggi Tj Uban Penumpang
3 Sri Bintan Pura Pulau Bintan Penumpang
4 Sri Udana Lobam Barang
5 Sri Bintan Kijang Barang
1 Parit Rampak Barang
Pulau Karimun
2 Balai Karimun Kota Penumpang

Jumlah kunjungan kapal barang dan peti kemas di pelabuhan Batu Ampar
berdasarkan data pada tahun 2012-2016 dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 3 Data jumlah kunjungan kapal barang dan peti kemas di Pelabuhan
Batu Ampar tahun 2012-2016
Bendera Indonesia Bendera Asing Total
Tahun
call call Call
2012 3.958 3.129 7.087
2013 4.176 3.240 7.416
2014 5.020 3.181 8.201
2015 6.341 2.339 8.680
2016 7.488 2.227 9.715
Sumber : Laporan Tahunan Pelabuhan Batam Tahun 2012-2014 dan Kantor Pelabuhan
Laut BP Batam 2015-2016
Gambar 1 Tampilan AIS Untuk Pelayaran di Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah volume bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Batu Ampar


berdasarkan data tahun 2012- 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 4 Data volume bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Batu Ampar
tahun 2012-2016
Perdagangan Dalam Negeri Perdagangan Dalam Negeri
Total
Tahun Bongkar Muat Impor Ekspor
(TEUs) (TEUs) (TEUs) (TEUs) (TEUs)
2012 38.156 35.098 66.208 65.097 204.559
2013 49.666 51.186 67.253 65.502 233.607
2014 59.459 58.747 65.714 62.552 246.472
2015 49.741 69.162 68.692 68.249 255.844
2016 63.545 122.351 86.107 85.458 357.461
Sumber : Laporan Tahunan Pelabuhan Batam Tahun 2012-2014 dan Kantor Pelabuhan
Laut BP Batam 2015-2016

Tabel 5 Lalu Lintas Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut,
2003-2014
Barang / Goods (000 Penumpang (orang)
Jumlah Kapal
Ton) /Passenger (Person)
Berangkat/Datang
Tahun Bongkar
(Number of Ship Muat / Berangkat Datang /
/
Arrival/Departure) Loaded / Arrival Departure
Unloaded
2003 103,65 1,65 3,49 3.393.691 3.545.209
2004 97,75 1,29 3,58 4.282.163 4.384.229
2005 97,05 1,54 3,79 4.176.241 3.987.323
2006 94,24 1,92 3,78 3.093.571 3.078.562
2007 90,27 2,09 3,65 2.761.238 2.653.254
2008 102,71 2,14 4,57 3.265.670 3.263.371
2009 99,77 3,21 5,04 2.791.255 2.833.530
2010 93,68 2,92 5,47 3.264.161 3.163.409
2011 97,37 3,75 6,30 3.672.549 3.529.956
2012 105,53 3,39 6,94 3.898.587 3.809.425
2013 111,94 4,34 7,75 4.144.905 4.084.939
2014 104,08 4,24 8,46 4.085.884 4.139.406
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Batam Tahun 2015
B. Komponen Lingkungan Fisik-Kimia
Secara umum Kota Batam merupakan daerah yang beriklim tropika basah (tipe
iklim A menurut klasifikasi Koppen) yang pada musim kemarau masih terjadi
hujan dengan jumlah curah hujan rata-rata > 55 mm (dengan tanpa jumlah
bulan kering). Wilayah kajian umumnya beriklim tropis mirip dengan iklim
yang ada di pulau Galang Baru. Komponen iklim yang dibahas dalam kajian ini
selengkapnya disajikan pada sub bab berikut ini.
a. Temperatur dan kelembaban
Temperatur udara merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu
rata-rata bulanan dari tahun 2013 - 2017 menunjukkan bahwa kondisi
suhu rata-rata maksimum terjadi pada Bulan Mei yaitu sebesar 33,7oC,
sedangkan suhu rata-rata minimum terjadi pada Bulan Februari sebesar
22,2oC. Suhu udara maksimum dan minimum di daerah studi,
selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 6 Temperatur udara maksimum dan minimum di kota batam


tahun 2013 – 2017
Maks Bulan
Tahun
/min Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Maks 31,0 31,7 33,2 33,4 33,6 32,6 32,8 33,0 32,6 33,0 33,2 31,8
2013
Min 23,0 22,0 23,2 23,6 23,4 23,4 23,0 23,0 22,6 23,2 21,6 21,2
Maks 31,3 31,8 34,4 33,4 34,1 33,4 32,6 33,0 32,4 33,2 33,0 31,2
2014
Min 21,0 22,4 22,5 23,9 23,0 22,8 23,0 22,0 21,6 22,0 22,3 20,9
Maks 33,9 31,7 33,3 34,2 33,8 34,8 33,0 32,5 30,8 31,7 31,1 29,8
2015
Min 22,5 21,8 24,4 22,8 22,4 23,2 22,6 21,4 24,5 24,2 23,8 24,4
Maks 31,8 32,0 32,6 33,4 33,1 34,0 33,4 32,3 32,8 34,1 33,6 32,4
2016
Min 21,4 22,4 23,4 22,6 23,0 21,6 22,7 22,0 22,2 23,9 22,0 22,2
Maks 32,0 31,6 32,6 34,1 33,8 33,4 32,8 32,8 34,0 33,9 32,7 32,0
2017
Min 24,0 22,4 23,2 23,9 23,5 24,5 23,7 23,0 23,8 22,3 23,9 24,0
Maks 32,0 31,7 33,2 33,7 33,7 33,6 32,9 32.7 32,5 33,2 32,7 31,4
Rerata
Min 22,4 22,2 23,4 23,4 23,1 23,1 23,0 22,3 22,9 23,1 22,7 22,5
Sumber : Stasiun Meteorologi & Geofisika Hang Nadim, 2018

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer.


Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air.
Kelembaban nisbi pada tahun 2013 - 2017 rata-rata bulanan maksimum
terjadi pada bulan Agustus sebesar 99,0 %, dan kelembaban udara
minimum rata-rata terendah yang terjadi pada bulan Oktober, yakni 48,0
%. Kelembaban udara maksimum dan minimum di daerah studi,
selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 7 Kelembaban udara maksimum dan minimum di wilayah Batam


tahun 2013 – 2017
Maks Bulan
Tahun
/min Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Maks 91 90 89 91 92 96 96 97 96 96 96 97
2013
Min 57 57 56 53 58 54 42 59 54 52 50 53
Maks 97 97 97 100 97 97 100 100 99 97 99 98
2014
Min 59 57 53 44 48 50 58 56 44 56 49 58
Maks 99 93 97 99 98 97 98 100 98 98 98 98
2015
Min 63 54 56 53 49 49 54 61 51 47 49 57
Maks 100 93 98 100 100 100 98 100 98 98 98 98
2016
Min 51 44 51 58 59 50 50 57 48 43 53 58
Maks 95 99 98 98 98 97 97 98 98 98 98 98
2017
Min 52 53 55 51 42 53 51 52 43 42 57 47
Maks Bulan
Tahun
/min Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Maks 96,4 94,4 95,8 97,6 97,0 97,4 97,8 99,0 97,8 97,4 97,8 97,8
Rerata
Min 56,4 53,0 54,2 51,8 51,2 51,2 51,0 57,0 48,0 48,0 51,6 54,6

b. Curah hujan dan hari hujan


Curah hujan rata-rata tertinggi di Kota Batam terjadi pada bulan
November yaitu 286,1 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Februari, yaitu 85,2 mm. Rata-rata curah hujan bulanan
menunjukkan jumlah curah hujan yang terjadi sepanjang tahun 2013-
2017 berkisar antara 85,2 mm – 286,1 mm. Curah hujan dan hari hujan
di Kota Batam pada tahun 2013-2017 berdasarkan bulan, selengkapnya
disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 8 Curah hujan (mm) dan hari hujan di wilayah Batam


berdasarkan bulan
Bulan
Tahun CH/HH
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
CH 354.9 8.9 91.1 176.8 105.0 211.9 147.2 288.0 211.1 289.2 395.4 249.9
2013
HH 22 4 17 11 17 22 14 16 20 24 21 20
CH 80.0 83.2 301.2 211.5 357.1 90.0 158.8 110.8 175.0 96.8 220.3 307.7
2014
HH 13 8 18 25 18 13 17 16 19 14 23 29
CH 116.6 265.8 33.6 248.6 210.4 102.9 269.7 103.7 190.4 86.8 386.3 315.9
2015
HH 15 17 6 23 21 16 19 20 18 17 22 21
CH 156.7 0.0 57.7 171.5 263.4 194.9 249.7 229.2 162.3 19.9 222.1 298.5
2016
HH 8 0 6 14 20 17 17 23 10 11 22 23
CH 17.3 68.1 89.2 96.2 132.2 79.4 79.4 162.9 44.7 175.3 208.4 218.6
2017
HH 10 12 7 19 18 17 18 18 11 10 19 18
Sumber : Stasiun Meteorologi & Geofisika Hang Nadim, 2018
Keterabgan :
CH = Curah Hujan
HH = Hari Hujan

Fluktuasi rata-rata curah hujan berdasarkan bulan pada tahun 2013-


2017 disajikan pada Gambar berikut ini.

Curah Hujan Hari Hujan


22.2
21.4

400 25
18.8

18.6
18.4

20
15.6
17

17

15.2
Curah Hujan (mm)

300
hari Hujan (hari)
13.6

10.8

15
286.5

278.1

200
8.2

213.6

10
180.9

180.9

178.9

156.7

100
145.1

135.8

133.6

5
114.5
Februari 85.2

0 0
Juli

November

Desember
Mei

September
Juni

Agustus
Januari

Maret

April

Oktober

Gambar 2 Rata-rata curah hujan dan hari hujan berdasarkan bulan pada
tahun 2013-2017
c. Tekanan udara
Tekanan udara menunjukkan nilai kemampatan udara dapat terjadi. Oleh
sebab itu maka berat udara atau tekanan udara berkurang dengan
ketinggian. Tekanan udara di wilayah studi menggambarkan kondisi yang
serupa dengan konsepsi tersebut. Keadaan tekanan udara rata-rata
untuk tahun 2017, berkisar antara 1010 mb – 1013 mb. Tekanan udara
tertinggi di Kota Batam terjadi pada Oktober sedangkan nilai terendah
terjadi pada bulan April. Tekanan Udara Tahunan di Wilayah Batam
(dalam Hpa) disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 9 Tekanan udara tahunan di wilayah Batam


2016 2017
Bulan
Maksimum Minimum Rataan Maksimum Minimum Rataan
Januari 1016 1007.7 1011.85 1016.7 1006.9 1011.8
Februari 1015.6 1005.3 1010.45 1015.7 1007.5 1011.6
Maret 1014.5 1006.3 1010.4 1015.6 1007.4 1011.6
April 1013.8 1006.1 1009.95 1014.4 1005 1010
Mei 1013.3 1005.7 1009.5 1014.5 1006.4 1010.1
Juni 1013.5 1004.4 1008.95 1017.1 1006.9 1010.9
Juli 1013.4 1005.9 1009.65 1016.1 1006.7 1011.9
Agustus 1013.7 1007 1010.35 1015.6 1007.7 1012.2
September 1014.6 1006 1010.3 1016.2 1008.2 1012.5
Oktober 1014.5 1006 1010.25 1016.7 1009.1 1013
November 1013.4 1005.7 1009.55 1015.4 1007.5 1011.5
Desember 1014.5 1004.8 1009.65 1017.4 1009.3 1012.9
Sumber : Stasiun Meteorologi & Geofisika Hang Nadim, 2018

d. Arah dan kecepatan angin


Arah dan kecepatan angin di wilayah studi sangat tergantung pada musim
(angin musim) serta kondisi waktu (pagi atau malam). Pada bulan Januari
sampai Maret arah angin dominan bertiup ke arah Timur Laut dengan
kecepatan angin maksimum sekitar 25 knots. Periode bulan April sampai
September arah angin dominan bertiup ke arah Tenggara dengan
kecepatan maksimum 50 knots. Kecepatan dan arah angin rata-rata
bulanan tahun 2013-2017 di wilayah Batam disajikan pada Tabel berikut
ini.
Tabel 10 Kecepatan dan arah angin rata-rata bulanan tahun 2013- 2017
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017
Kec Kec Kec Kec Kec
Bulan Arah Arah Arah Arah Arah
(knot) (knot) (knot) (knot) (knot)
Januari 5 TL 6 TL 5 U 8 U 9 U
Pebruari 8 U 6 TL 1 U 10 TL 10 TL
Maret 3 TL 5 TL 5 TL 8 TL 10 TL
April 3 TG 3 S 3 B 4 TL 8 TL
Mei 4 S 4 S 4 S 3 TG 7 S
Juni 4 S 4 S 3 S 5 S 7 TG
Juli 6 S 5 S 4 S 5 S 8 TG
Agustus 5 S 4 S 4 S 5 S 8 TG
September 5 TG 5 S 3 TG 6 TG 8 TG
Oktober 3 U 4 TL 3 B 4 T 6 TG
Nopember 3 U 4 TL 3 TL 4 S 7 TG
Desember 6 U 4 U 5 U 5 U 5 TG

Sumber : Stasiun Meteorologi & Geofisika Hang Nadim, 2018


Berdasarkan hasil analisa data arah dan kecepatan angin dari ECMWF pada
tahun 2017 yang telah diolah menggunakan software WRPLOT View
menunjukkan wind rose dan wind class frequensi distribusi angin di wilayah
studi disajikan pada Gambar berikut ini.

Wind Rose Musim Barat Wind Class Freq. Distr. Musim Barat

Wind Rose Musim Timur Wind Class Freq. Distr. Musim Timur

Gambar 3 Wind rose dan wind class frequency distribution angin wilayah
studi

Berdasarkan Gambar diatas menunjukkan bahwa wind rose pada musim


barat menunjukkan bahwa arah angin dominan bertiup dari East South
East (ESE)/ Timur-Tenggara (TTG) dengan kecepatan angin terbanyak
adalah 4,08-7,00 knots. Wind rose pada musim timur menunjukkan
bahwa arah angin dominan bertiup dari East South East (ESE)/ Timur-
Tenggara (TTG) dengan kecepatan angin terbanyak adalah 4-7 knots.
Ketika angin bertiup di permukaan laut, tidak hanya satu gelombang yang
terbentuk tetapi banyak gelombang dengan tinggi dan periode yang
berbeda-beda.
C. Hidrooceanografi
Guna menunjang rencana kegiatan pariwisata yang berada di perairan laut,
maka perlu diketahui tentang kondisi hidrooseanografi di sekitar lokasi
rencana kegiatan. Komponen hidrooseanografi yang dikaji dalam dokumen
meliputi bathimetri, arus, gelombang, dll. Komponen yang akan dikaji di dalam
dokumen selengkapnya disajikan pada sub bab berikut ini.
Bathimetri
Bathimetri menggambarkan profil kedalaman perairan. Kondisi
kedalaman ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola
pergerakan air laut. Dalam hal ini kedalaman akan mempengaruhi bentuk
dan kecepatan rambat gelombang air laut (Sverdrup et al, 1961). Dalam
hal ini semakin dalam perairan maka semakin besar cepat rambat
gelombang (parameter gelombang), dimana meningkatnya kecepatan
gelombang manakala meningkatkan tinggi dan kecilnya periode
gelombang. Sebaliknya semakin rendah atau dangkal, maka akan
semakin berkurang kecepatan rambat gelombang namun frekwensi
gelombang mengalami peningkatan.
Wilayah kajian berada pada Perairan di Utara Kecamatan Batu Ampar,
Kota Batam. Wilayah kajian terbagi menjadi 3 lokasi, yaitu Shore Base
dengan kedalaman kurang dari 3 meter, WLJ Blok 1 dengan kedalaman
20 meter hingga 60 meter, dan WLJ Blok 2 dengan kedalaman 10 meter
hingga 50 meter. Kondisi geografis bathimetri Perairan pada wilayah
kajian dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4 Peta bathimetri wilayah studi
Gambar 5 DEM wilayah studi
Pasang surut
Pasang-surut (pasut) ialah proses naik turunnya muka laut yang hampir
teratur, dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari.
Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara
hampir teratur, maka besarnya kisaran pasut juga berubah mengikuti
perubahan posisi-posisi tersebut (Hukum Kepler). Selain itu, pasut terdiri
dari berbagai komponen yang dapat dikelompokkan menurut siklusnya,
seperti komponen harian (diurnal), tengah-harian (semi-diurnal) atau
perempat harian (quarternal).
Data pasang surut pada kajian ini digunakan untuk mengetahui tipe atau
karakteristik pasang surut, dan sebagai input data pemodelan
hidrodinamika. Data pasang surut yang digunakan adalah data pasang
surut di stasiun pengamatan Sekupang di sekitar perairan (P Batam),
yaitu pada koordinat 1°07'26.8" LU dan 103°55'39.0" BT yang diperoleh
dari data Portal data Pasang Surut Badan Informasi Geospasial
pengukuran tahun Januari 2019.
Metode pengolahan data pasang surut dilakukan dengan metode
admiralty. Berdasarkan hasil pengolahan data pasang surut dengan
metode admiralty didapat nilai-nilai komponen pasang surut
selengkapnya disajikan pada Table berikut ini.

Tabel 11 Komponen pasang surut hasil pengolahan metode admiralty


So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A 147.98
cm 3 58.40 16.41 10.091 36.27 20.59 0.140 0.133 4 12
- - - - - - - - -
g⁰ 696.00 595.41 22.57 403.76 28.06 46.77 1136.81 412.72 23 28
Keterangan :
M2 = komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 = komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semi diurnal)
K2 = komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan
(semi diurnal)
K1 = komponen matahari-bulan (diurnal)
O1 = komponen utama bulan (diurnal)
P1 = komponen utama matahari (diurnal)
M4 = komponen utama bulan (kuartel diurnal)
MS4 = komponen matahari-bulan

Hasil pengolahan data pasang surut menunjukan nilai bilangan Formzahl


(F) sebesar 0,76. Berdasarkan nilai Formzahl disimpulkan bahwa tipe
pasang surut pada area kajian adalah Pasang Surut Campuran Condong
Harian Ganda (Mixed Tide, Prevalling Semidiurnal) karena range nilai
Formzahl nya 0,25<F≤1,5 (Tabel 2.18). Tipe pasang surut tersebut
merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari akan tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda.
Tabel 12 Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzahl

Nilai Tipe Pasang Surut Keterangan


Formzahl
0,00 < F ≤ Setengah Harian  Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
0,25 (Semidiurnal/ surut.
Ganda)  Bentuk gelombang simetris
0,25 < F ≤ Campuran dengan  Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
1,50 tipe ganda lebih surut.
menonjol (Condong  Bentuk gelombang pasang per tama tidak sama
Ganda) dengan gelombang pasang kedua (asimetris)
dengan bentuk condong semi diurnal.
1,50 < F ≤ Campuran dengan  Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
3,00 tipe tunggal lebih surut.
menonjol (Condong  Bentuk gelombang pasang per tama tidak sama
Tunggal) dengan gelombang pasang kedua (asimetris)
dengan bentuk condong diurnal.
F > 3,00 Harian (Tunggal)  Dalam sehari terjadi sekali pasang dan sekali
surut

Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide, prevailing semi
diurnal) merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda. Ilustrasi pola gerak pasut
campuran condong harian ganda selengkapnya disajikan pada Gambar
berikut ini.

Gambar 6 Pola gerak pasut campuran condong harian ganda

Berdasarkan data unsur-unsur pasut di stasiun wilayah studi, dapat


memperkirakan kisaran perubahan tinggi muka laut (sea level) di perairan
tersebut. Besarnya kisaran perubahan tinggi muka laut di sekitar lokasi
rencana kegiatan disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 13 Kisaran tinggi muka air laut di perairan sekitar lokasi rencana
kegiatan

Kisaran Muka Laut Notasi Tinggi (cm)


Tinggi muka laut pada air pasang tertinggi WHWL 278.995
Tinggi muka laut rerata MSL 147.983
Tinggi muka laut pada air surut terendah LLWL 16.972
Sumber : Analisis Data

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tinggi muka air laut rerata
(MSL) adalah 147,983 cm. Kisaran (range) pasut yang besar terjadi pada
waktu pasut purnama, sedangkan range pasut terkecil terjadi pada saat
pasut perbani. Pasut purnama adalah pasang tertinggi (dan surut
terendah) yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada waktu bulan
purnama ataupun bulan mati. Kebalikan dari pasut purnama adalah
pasut perbani, dimana kisaran pasang surutnya paling rendah, yang
terjadi pada waktu bulan sabit (perempat pertama maupun perempat
ketiga).

Gambar 7 Elevasi pasang surut Stasiun Pengamatan Sekupang bulan


Januari 2019 (Sumber: BIG, 2019).

Arus
Pola umum arus permukan di perairan Batam dan sekitarnya dipengaruhi
oleh pasang surut (pasut). Pola pergerakan arus mengikuti pola pasang
susurt yang terjadi, pada saaat menuju pasang dan pasang tertinggi, arus
laut bergerak menuju daratan. Sedangkan pada saat menuju surut dan
surut terendah, arus laut bergerak menuju laut. Arah pergerakan arus
mengikuti pola pasang surut yang terjadi. Kecepatan arus maksimum
pada Musim Barat mencapai 0,45 m/s, dengan kondisi terjadi pada saat
pasang menuju surut. Sedangkan kecepatan arus maksimum pada
Musim Timur mencapai 0,4 m/s, dengan kondisi terjadi pada saat pasang
menuju surut. Saat kondisi surut terendah dan pasang tertinggi
kecepatan arus relatif kecil. Pola umum arus permukan di perairan Batam
dan sekitarnya dipengaruhi oleh pasang surut (pasut). Pola pergerakan
arus mengikuti pola pasang susurt yang terjadi, pada saaat menuju
pasang dan pasang tertinggi, arus laut bergerak menuju daratan.
Sedangkan pada saat menuju surut dan surut terendah, arus laut
bergerak menuju laut.
Arah pergerakan arus mengikuti pola pasang surut yang terjadi.
Kecepatan dan arah arus laut dianalisis pada 3 lokasi rencana kegiatan
yaitu Shore Base, WLJ Blok 1, dan WLJ Blok2. Berdasarkan hasil simulasi
model hidrodinamika arus laut, diketahui bahawa pola arus laut pada
WLJ Blok 1 dan WLJ Blok 2 hampir sama, sedangkan pada lokasi Shore
Base kecapatan arus laut relatif kecil. Profil kecepatan dan arah arus laut
terhadap fluktuasi muka air laut di wilayah studi disajikan pada Gambar
berikut.

Sekitar Shore Base


WLJ – Blok 1.
WLJ – Blok 2.

Gambar 8 Profil kecepatan dan arah arus terhadap fluktuasi muka air laut

Sedangkan mawar arus laut (current rose) di sekitar wilayah studi pada
musim barat dan musim timur disajikan pada Gambar berikut ini.
Sekitar Shore Base
WLJ – Blok 1.
WLJ – Blok 2.

Gambar 9 Mawar arus laut (current rose) di sekitar wilayah studi


Berdasarkan distribusi arah arus laut (Current Rose) tampak bahwa pola
arus laut di wilayah kajian mempunyai arah gerakan dominan bolak-
balik.
Kecepatan arus laut pada lokasi Shore Base memiliki nilai maksimal
sebesar 0,15 m/s. Kecepatan maksimum tersebut terjadi pada kondisi
pasang tertinggi dan pasang menuju surut. Arah arus laut pada lokasi
tersebut secara dominan bergerak bolak-balik yakni ke Selatan pada saat
Surut Terendah dan ke arah Utara pada saat Pasang Tertinggi.
Kecepatan arus laut pada lokasi WLJ Blok 1 memiliki nilai maksimal
sebesar 0,5 m/s. Kecepatan maksimum tersebut terjadi pada kondisi
pasang menuju surut. Arah arus laut pada lokasi tersebut secara dominan
bergerak bolak-balik yakni ke Barat pada saat Surut Menuju Pasang dan
ke arah Timur pada saat Pasang Menuju Surut.
Pola arus laut pada lokasi WLJ Blok 2 tidak jauh berbeda dengan lokasi
WLJ Blok 1. Kecepatan arus laut pada lokasi WLJ Blok 2 memiliki nilai
maksimal sebesar 0,55 m/s. Kecepatan maksimum tersebut terjadi pada
kondisi pasang menuju surut. Arah arus laut pada lokasi tersebut secara
dominan bergerak bolak-balik yakni ke Barat Daya pada saat Surut
Menuju Pasang dan ke arah Timur Laut pada saat Pasang Menuju Surut
Pola spasial arus laut musim barat dan musim timur di wilayah kajian
ditampilkan dalam bentuk model seperti Gambar berikut.
Gambar 10 Model arus laut wilayah studi pada kondisi pasang tertinggi
(atas) dan pasang menuju surut (bawah) Musim Barat
Gambar 11 Model arus laut wilayah studi pada kondisi surut terendah
(atas) dan surut menuju pasang (bawah) Musim Barat
Gambar 12 Model arus laut wilayah studi pada kondisi pasang tertinggi
(atas) dan pasang menuju surut (bawah) Musim Timur
Gambar 13 Model arus laut wilayah studi pada kondisi surut terendah
(atas) dan surut menuju pasang (bawah) Musim Timur
Gelombang
Gelombang laut merupakan gerakan naik turunnya air laut tanpa disertai
dengan perpindahan massa airnya. Ada beberapa penyebab terjadinya
gelombang laut, tetapi yang paling sering adalah karena adanya tiupan
angin. Data gelombang di wilayah kajian bersumber dari ECMWF
(European Centre for Medium-Range Weather Forecasts) berupa data tinggi
dan periode gelombang selama 5 tahun dari tahun 2013-2017.
Berdasarkan data Tingi dan Periode Gelombang tersebut ditinjau dari
berbagai musim, yaitu Musim Barat dan Musim Timur. Data gelombang
yang digunakan tersebut merupakan data Gelombang dari laut lepas yang
selanjutnya akan dilakukan pemodelan penjalaran gelombang ke pesisir
pantai.
Sebagian besar gelombang laut diwilayah kajian dipengaruhi oleh tofografi
dasar laut dan keadaan angin. Dimana kondisi gelombang tertinggi dari
arah Timur Laut dengan ketinggian gelombang mencapai 2,2 m dengan
periode gelombang 6,5 s. Gelombang yang terbentuk di perairan laut di
wilayah kajian didapat dari analisa hindcasting yang kemudian di
disorting dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi gelombang seperti
terlihat pada Tabel berikut.
Tabel 14 Kejadian gelombang pada Musim Barat (tahun 2013-2017)
Tinggi Gelombang
Arah Datang Jumlah
< 0.2 0.2 - 0.4 0.4 - 0.6 0.6 - 0.8 > 0.8
Utara 3.56 18.78 13.33 6.50 3.11 45.28
Timur Laut 9.44 15.67 12.78 6.50 1.78 46.17
Timur 0.22 0.17 0.00 0.00 0.00 0.39
Tenggara 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06
Selatan 0.11 0.11 0.00 0.00 0.00 0.22
Barat Daya 0.06 0.11 0.00 0.00 0.00 0.17
Barat 0.39 0.67 0.11 0.17 0.06 1.39
Barat Laut 0.56 3.17 1.83 0.61 0.17 6.33
Jumlah 14.39 38.67 28.06 13.78 5.11 100.00

Tabel 15 Kejadian gelombang pada Musim Timur (tahun 2013-2017)


Tinggi Gelombang
Arah Datang Jumlah
< 0.2 0.2 - 0.4 0.4 - 0.6 0.6 - 0.8 > 0.8
Utara 1.03 0.38 0.00 0.00 0.00 1.41
Timur Laut 0.05 0.05 0.00 0.00 0.00 0.11
Timur 0.16 0.38 0.00 0.00 0.00 0.54
Tenggara 11.68 35.43 9.02 0.54 0.00 56.68
Selatan 4.84 21.74 4.51 0.65 0.05 31.79
Barat Daya 2.07 3.04 0.43 0.05 0.00 5.60
Barat 1.36 1.74 0.38 0.16 0.00 3.64
Barat Laut 0.22 0.00 0.00 0.00 0.00 0.22
Jumlah 21.41 62.77 14.35 1.41 0.05 100.00

Grafik tinggi gelombang dan periode gelombang di wilayah studi


selengkapnya disajikan pada Gambar berikut ini.
Tinggi dan
Periode
Gelombang
Musim Barat

Tinggi dan
Periode
Gelombang
Musim
Timur

Gambar 14 Tinggi gelombang dan periode gelombang di wilayah studi


selama 5 Tahun (2013 – 2017)

[Musim Barat] [Musim Timur]

Gambar 15 tinggi dan arah dating gelombang di wilayah studi pada


Musim Barat dan Musim Timur

Berdasarkan model penjalaran Gelombang di wilayah kajian tampak


bahwa tinggi gelombang maximum terjadi pada saat Musim Barat. Tinggi
Gelombang maximum di wilayah studi yang terjadi pada Musim Barat
mencapai 0,7 m dengan arah datang gelombang dari arah Timur Laut.
Tinggi Gelombang maximum di wilayah studi yang terjadi pada Musim
Timur mencapai 0,3 m dengan arah datang gelombang dari arah Timur.
Model eksisting penjalaran Gelombang di wilayah studi dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 16 Model Penjalaran Gelombang di wilayah studi pada Musim


Barat (atas) dan Musim Timur (bawah)

Variasi tinggi dan periode gelombang yang terbentuk tergantung pada


kecepatan angin dan durasi (lama angin bertiup). Semakin besar
kecepatan angin maka semakin banyak variasi periode dan ukuran
gelombang yang terbentuk, sehingga secara keseluruhan ukuran
gelombang akan semakin besar. Sebagaimana kecepatan angin yang
meningkat, maka tidak hanya energi gelombang yang meningkat tetapi
ketinggian serta periode gelombang pun akan meningkat pula
sebagaimana dapat dilihat berdasarkan gambar di atas. Selain itu, periode
dari energi maksimum akan bergeser kepada periode gelombang yang
lebih panjang. Sehingga semakin besar energi gelombang, maka periode
gelombang juga akan meningkat. Semakin lama panjang durasi angin
yang bertiup, maka semakin banyak variasi periode dan ukuran
gelombang yang terbentuk. Sehingga mengakibatkan ukuran gelombang
semakin besar. Ketiga faktor di atas bekerja bersama-sama menentukan
variasi periode dan ukuran gelombang.

D. Komponen Biologi
Kodisi biologi khususnya untuk wilayah perairan didalam kajian menggunakan
dua parameter, yaitu tingkat kesuburan perairan serta analisis kasar ekosistem
yang ada dilokasi kegiatan. Setelah dokumen ini di sahkan maka angkat
dilakukan pengambilan sampel langsung dilapangan terkait dengan kedua
aspek tersebut. Analisis awal kesuburan serta ekosistem diuraikan sebagai
berikut :
a. Kesuburan perairan
Analisis kesuburan perairan menggunakan beberapa parameter yaitu
Konsentrasi Klorofil-a, Salinitas dan TSS (Total Suspended Solid).
Penginderaan klorofil-a didasarkan pada kenyataan bahwa semua
fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna hijau yangada pada
setiap tumbuhan. Klorofil-a cenderungmenyerap warna biru dan merah,
dan memantulkan warna hijau. Spektrum cahaya yang dipantulkan oleh
klorofil-a ini dapat diindera oleh sensor satelit. Hasil penginderaan dapat
menunjukkan sebaran biomassa fitoplankton yang dijabarkan dalam
satuan klorofil (mg/m3). Konsentrasi klorofil-a dalam suatu perairan dapat
dijadikan suatu indikator untuk menentukan tingkat kesuburan perairan
(Purwadhi,2001).
Konsentrasi klorofil-a sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan kondisi
spasial. Di wilayah pesisir dan perairan pantai, konsentrasi klorofil-a lebih
tinggi. Sedangkan di wilayah laut lepas konsentrasi menjadi rendah.
Disamping itu, kondisi perairan laut yang terdapat di daerah tropis
umumnya memiliki konsentrasi yang rendah. Faktor lain yang
mempengaruhi konsentrasi klorofil-a yaitu kualitas dan kondisi perairan
(Salinitas, dan Total Suspended Solid). Proses Pemetaan Klorofil-a Perairan
Menggunakan Citra Landsat-8 yaitu sebagai berikut.
1. Konversi Radiometri Digital Number ke TOA Reflectance
Data yang digunakan adalah citra Landsat-8 yang level-1 berupa data
mentah dalam format Digital Number (DN). Dikarenakan pada
algoritma ini digunakan nilai reflektansi, maka data citra harus
diekstrak terlebih dahulu dikoreksi radiometri dari nilai DN (digital
number) ke nilai radiansi. Kemudian dari nilai radiansi ke nilai
Reflektansi. Formula yang digunakan untuk mengkonversi DN menjadi
nilai reflektansi menggunakan formula khusus dari penyedia data
(USGS), yakni :

ρλ`={(ρmax-ρmin)/(Qcalmax-Qcalmin)} * (Qcal-Qcalmax)

Keterangan
ρλ = Spectral reflectance (tanpa koreksi solar angle)
ρMAXR = Max Detected Reflectance Level
ρMINR = Min Detected Reflectance Level
QCALMAX = Max Pixel Value
QCALMIN = Min Pixel Value
QCAL = Digital Number

2. Konversi TOA Reflectance menjadi Nilai Klorofil-a, Salinitas dan TSS


Algortima yang digunakan untuk klorofil-a menggunakan algoritma
Buditama et al. (2017) dan Budiman (2004), karena dalam penelitian
ini digunakan data citra Landsat 8, maka formulasi algoritma tersebut
sedikit mengalami perubahan rasio band. Rasio band yang digunakan
menyesuaikan panjang gelombang rasio band dalam algoritma
Buditama et al. (2017) untuk identifikasi klorofil-a dan salinitas adalah
Band 2, Band 3, dan Band 4. Sedangkan rasio band yang digunakan
untuk identifikasi TSS adalah Band 4. Formula identifikasi parameter
ekosistem perairan pada data citra Landsat yakni seperti berikut:

𝐵4
𝐶𝐻𝐿𝑎 = (2,41 ∗ ) + 0,187
𝐵3
𝑆𝐿𝑁 = 29,983 + 165,047 ∗ (𝐵2) − 260,227 ∗ (𝐵3) + 2,609 ∗ (𝐵4)
𝑇𝑆𝑆 = (8.1429 ∗ 𝐸𝑥𝑝(23.704 ∗ 𝐵4))

Notes:
CHLa = Chlorophyll-a Concentration (mg/m)
SLN = Salinity (ppt)
TSS = Total Suspended Solid (mg/L)
B(n) = Landsat 8 OLI canal reflectance value on n order band

Berdasarkan analisis citra satelit di perairan sekitar Batu Ampar


dihasilkan peta sebaran Klorofil-a, Salinitas, dan TSS. Masing-masing
peta tersebut ditampilkan secara visual dengan gradasi warna untuk
memudahkan dalam interpretasinya. Sebaran konsentrasi klorofil-a di
sekitar wilayah kajian memiliki nilai 1 hingga melebihi 2 mg/m 3. Nilai
klorofil cenderung lebih tinggi pada daerah pesisir dan dalam Teluk
Batam Center, nilai kandungan klorofil-a pada wilayah pesisir yaitu
melebihi 1,8 mg/m3. Kondisi sebaliknya terjadi pada perairan laut
lepas/dalam, dimana konsentrasi klorofil cenderung lebih kecil. Pada
lokasi kegiatan yakni WLJ Blok-1 dan WLJ Blok-2 konsentrasi klorofil
memilki kisaran nilai 1,2 hingga 1,5 mg/m3.
Sebaran konsentrasi Salinitas di sekitar wilayah kajian memiliki nilai
20 hingga melebihi 30 ppt. Berbeda hal nya dengan sebaran klorofil-a,
kandungan salinitas cenderung lebih rendah pada daerah pesisir dan
dalam Teluk Batam Center, nilai kandungan salinitas pada wilayah
pesisir secara dominan kurang dari 23 ppt. Kondisi sebaliknya terjadi
pada perairan laut lepas/dalam, dimana konsentrasi salinitas
cenderung lebih tinggi. Pada lokasi kegiatan yakni WLJ Blok-1 dan WLJ
Blok-2 konsentrasi salinitas memilki kisaran nilai 27 hingga 29 ppt.
Sebaran konsentrasi TSS di sekitar wilayah kajian memiliki nilai 15
hingga melebihi 45 mg/L. Sama hal nya dengan sebaran klorofil-a,
kandungan TSS cenderung lebih tinggi pada daerah pesisir dan dalam
Teluk Batam Center, nilai kandungan TSS pada wilayah pesisir secara
dominan melebihi 40 mg/L, bahkan ada yang melebihi 45 mg/L.
Kondisi sebaliknya terjadi pada perairan laut lepas/dalam, dimana
konsentrasi TSS cenderung lebih rendah. Pada lokasi kegiatan yakni
WLJ Blok-1 dan WLJ Blok-2 konsentrasi TSS memilki kisaran nilai 19
hingga 21 mg/L.Peta sebaran klorofil-a, salinitas dan TSS (Total
Suspended Solid) terlampir pada gambar berikut.
Gambar 17 Distribusi klorofil-a di sekitar wilayah Kajian berdasarkan
pendekatan analisis citra satelit Landsat-8
Gambar 18 Distribusi Salinitas di sekitar wilayah Kajian berdasarkan
pendekatan analisis citra satelit Landsat-8
Gambar 19 Distribusi TSS di sekitar wilayah Kajian berdasarkan
pendekatan analisis citra satelit Landsat-8
b. Kajian Ekosistem Mangrove
Kajian ekosistem didalam dokumen ini difokuskan kepada ekosistem
mangrove, mengingat bahwa di lokasi kegiatan berdasarkan identifikasi
awal yang telah dilakukan, serta informasi dari masyarakat pada saat
sosialisasi/ konsultasi publik, tidak ditemukan terumbu karang serta
lamun.
Mangrove adalah tumbuhan yang memiliki kemampuan khusus untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan ekstrim, seperti kondisi tanah yang
tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil.
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di daerah terlindung, laguna, muara sungai) yang
tergenang pada saat surut dimana komunitas tumbuhan ini bertoleransi
terhadap garam. Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut,
hutan payau atau hutan bakau. Istilah bakau sebenarnya hanya
merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan
mangrove yaitu Rhizophora sp. (Sobingah,2016).
Untuk mengidentifikasi hutan mangrove dengan data citra satelit Landsat
8 digunakan komposit RGB 564 di mana ketiga band tersebut termasuk
dalam kisaran spektrum tampak dan inframerah – dekat. Untuk
menghitung nilai kerapatan hutan mangrove digunakan metode rasio band
Inframerah dekat (NIR) dan band merah (Green et al., 2000 dalam Waas,
2010) dengan formula di bawah ini :
(𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝐸𝐷)
𝑁𝐷𝑉𝐼 =
(𝑁𝐼𝑅 + 𝑅𝐸𝐷)
Pada Rumus diatas NDVI adalah Normalized Vegetation Index, NIR adalah
Band 5 pada Landsat 8 sedangkan RED merupakan Band 4 pada Landsat
8.
Berdasarkan analisis citra satelit tampak bahwa tidak terdapat ekosistem
mangrove di kecamatan Batu Ampar, akan tetapi di kecamatan lain
disekitar wilayah kajian terdapat bebrapa lokasi yang memiliki ekosistem
mangrove, yang tersebar di dalam Teluk Batam Center atau Kecamatan
Batam Kota dan Nongsa. Total luasan hutan mangrove di sekitar wilayah
kajian yakni 552 Ha. Luasan ekosistem mangrove tersebut dibagi menjadi
3 klasifikasi berdasarkan kerapatan tajuk yakni kerapatn rendah, sedang,
dan tinggi. Dominan ekosistem mangrove disekitar wilayah kajian memiliki
kerapatan sedang seluas 257 Ha, selanjutnya untuk kerapatan tinggi
seluas 206 Ha, dan kerapatan rendah ekosistem mangrove seluas 89 Ha.
Peta distribusi kerapatan mangrove di sekitar wilayah kajian terlampir pada
gambar berikut.
Gambar 20 Distribusi Kerapatan Mangrove di sekitar wilayah Kajian
berdasarkan pendekatan analisis citra satelit Landsat-8
E. Aktifitas Nelayan
Komoditas unggulan dari hasil tangkapan nelayan di Kota Batam terdiri
dari kelompok pelagis (ikan tongkol krai dan tenggiri). Jenis ikan dari
kelompok pelagis kecil (ikan teri, selar, kembung, tembang dan gulamah).
Jenis dari kelompok ikan demersal (manyung, bawal putih, bawal hitam,
belanak, dan kakap putih). Kelompok ikan karang (kakap
merah/bambangan, ekor kuning/pisang-pisang, kerapu karang, ikan
baronang dan lencam), kelompok Crustace (udang putih, kepiting dan
rajungan) dan kelompok moluska (cumi-cumi dan sotong).
Pola hasil tangkapan ikan tongkol krai adalah berfluktuasi sedangkan pola
hasil tangkapan ikan tenggiri cenderung naik. Rata-rata hasil tangkapan
ikan tongkol krai adalah 3.611 ton/tahun (56,83 % dari total tangkapan
pelagis besar) dan rata-rata hasil tangkapan ikan tenggiri adalah 2.743
ton/tahun (43,17 % dari total tangkapan pelagis besar). Komoditas
unggulan untuk kelompok pelagis kecil di Kota Batam tediri dari ikan teri,
selar, kembung, tembang dan gulamah. Ikan teri merupakan kelompok
pelagis kecil yang memiliki produksi tangkapan tertinggi dengan rata-rata
produksi tangkapan 2.131 ton/tahun (31,8 % dari total tangkapan ikan
pelagis kecil). Kemudian diikuti oleh ikan kembung sebesar 2.087 ton
(31,14 % dari total tangkapan pelagis kecil), ikan selar 1.273 ton (18,9 %),
ikan tembang 718,4 ton (10,7 %) dan ikan gulamah sebesar 277 ton (4,14
%).
Pola Komoditas utama dari kelompok ikan demersal ini adalah ikan
manyung yang memiliki rata-rata hasil tangkapan sebesar 19,14 % (1767
ton) dari total hasil tangkapan ikan demersal di Kota Batam. Komoditas
unggulan berikutnya dari kelompok ikan demersal ini adalah ikan bawal
putih sebesar 14 % (1317,4 ton) dengan pola hasil tangkapan yang
berfluktuasi. Rata-rata tangkapan ikan bawal hitam 10 % (1003 ton)
dengan pola hasil tangkapan yang cenderung berfluktuasi. Tangkapan ikan
belanak 10,5 % (978 ton) dengan pola hasil tangkapan yang meningkat dan
ikan kakap putih sebesar 10,3 % dari total tangkapan ikan demersal (956
ton) dengan pola hasil tangkapan cenderung meningkat.
Pada kelompok ikan karang, komoditas utama adalah ikan ekor kuning
rata-rata hasil tangkapan 1642 ton (33,7 % dari total hasil tangkapan ikan
karang di Kota Batam), kemudian diikuti oleh ikan kakap merah dengan
rata-rata hasil tangkapan sebesar 1474 ton (30,2 % dari total tangkapan
ikan karang). Pola hasil tangkapan untuk ikan kakap merah dan ikan ekor
kuning ini adalah berfluktuasi. Komoditas unggulan berikutnya dari ikan
karang adalah Ikan lencam sebesar 12,7 % (619 ton), ikan baronang
sebesar 12,5 % (599 ton) dan ikan kerapu karang sebesar 11 % (597 ton).
Pola hasil tangkapan rajungan adalah berfluktuasi dan pola hasil
tangkapan udang putih adalah cenderung meningkat. Rajungan
merupakan komoditas utama dari kelompok krustase yang ditangkap di
Kota Batam, dimana rata-rata hasil tangkapan kepiting ini adalah sebesar
523 ton (32 % dari total hasil tangkapan krustase). Sedangkan rajungan
adalah omoditas utama selanjutnya dari kelompok krustase dengan rata-
rata hasil tangkapan sebesar 312 ton (19,3 % dari total hasil tangkapan
krustase di Kota Batam).
Cumi-cumi dan sotong merupakan komoditas unggulan dari kelompok
moluska di Kota Batam. Hasil tangkapan cumi-cumi menempati urutan
pertama dengan rata-rata tangkapan sebesar 259 ton atau 52,5 % dari
total hasil tangkapan moluska di Kota Batam, dan hasil tangkapan sotong
menempati urutan ke dua dari kelompok krustase yaitu sebesar 1234,3 ton
(47%).
Aktivitas perikanan di Kota Batam banyak didominasi oleh kapal perikanan
motor tempel (36%), kemudian perahu papan kecil (41%). Kapal motor lebih
rendah, kecuali yang berukuran dibawah 5 GT yang mencapai 18%.
Kegiatan penangkapan di Kota Batam juga didominasi oleh alat tangkap
pancing (37%). Alat tangkap jaring insang mencapai 26% dan jaring angkat
mencapai 16%. Sisanya adalah pukat antara 4-9%. Alat tangkap jaring
insang dan pancing ditujukan untuk menangkap ikan pelagis kecil dan
ikan karang.
Di Batam sendiri ada 4 musim yang sangat mempengaruhi aktivitas
penangkapan ikan oleh nelayan, yaitu (Dhewani dkk, 2009:5):
a. Musim timur, yang berlangsung antara bulan Februari sampai April.
Saat itu umumnya perairan relatif tenang sehingga aktivitas
penangkapan tinggi. Musim ini dikenal juga sebagai musim ikan.
b. Musim selatan, yang berlangsung dari bulan Mei sampai Juli. Pada
bulan-bulan ini aktivitas penangkapan nelayan berkurang drastis.
Musim ini dikenal juga sebagai musim kurang ikan.
c. Musim barat, yang berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober.
Saat itu aktivitas penangkapan membaik kembali namun tidak sebaik
pada waktu musim timur.
d. Musim utara, yang berlangsung dari bulan November sampai Januari.
Pada musim ini kondisi laut bergelombang, ombak besar dan angin
kencang sehingga aktivitas penangkapan terhenti.
Daerah penangkapan ikan nelayan Kota Batam berada di selat Malaka
hingga Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan laut Cina Selatan.
Dasar penenruan daerah penangkapan ikan adalah dengan melihat arus,
kecerahan dan besar gelombang. Disamping itu adat dan kebiasaan
menangkap ikan di perairan tertentu menjadi alasan lain dalam pemilihan
fishing ground oleh para nelayan.
Gambar 21 Peta Daerah Penangkapan Ikan Musim Selatan

Gambar 22 Peta Daerah Penangkapan Ikan Musim Timur


Gambar 23 Peta Daerah Penangkapan Ikan Musim Barat

Gambar 24 Peta Daerah Penangkapan Ikan Musim Utara


Jenis kapal/perahu yang umumnya digunakan adalah perahu kayu dengan
spesifikasi panjang kapal di prakirakan 4-12 m, lebar 1,5 m, tinggi 1,5- 6 m,
palkah 2 m. Alat penggerak perahu yang digunakan menggunakan 1 unit
mesin dengan besar daya 20 s.d 30 PK. Berdasarkan pengamatan. Alat
tangkap yang umum digunakan adalah jaring. Selain itu, nelayan juga
menggunakan pancing dan payang dengan jumlah kepemilikan alat tangkap
oleh masing-masing nelayan 1-5 buah dengan ukuran jaring kisaran dari
ukuran kecil hingga sedang. Jumlah tenaga kerja atau lebih umum disebut
anak buah kapal (ABK) rata-rata berjumlah 2-10.

Tabel 16 Produksi, Nilai Produksi, dan JumlahRTP Sektor Perikanan


Tangkap DiKecamatan Batu Ampar Tahun 2017
No Jenis Perikanan Produksi Nilai Produksi RTP
1 Perikanan Tangkap 91,25 1.961.875 124
2 Budidaya Ikan di Laut - - 13
3 Budidaya Ikan Air Tawar - - -
4 Jumlah 91,25 1.961.875 137
Sumber: Kecamatan Batu Ampar Dalam Angka, Tahun 2018

Tabel 17 Jumlah Armada Tangkap Berdasarkan Gross Tonase, di


Kecamatan Batu Ampar Tahun 2017
N
o Jenis Armada Tangkap Jumlah Armada Tangkap
1 Perahu tanpa Motor 15
2 Motor Tempel 43
3 0 – 5 GT 8
Sumber: Kecamatan Batu Ampar Dalam Angka, Tahun 2018

Nelayan yang terkena dampak pengoperasian dan pengelolaan area labuh dan alih
muatan/ ship to ship adalah nelayan Kelurahan Batu Merah di kecamatan Batu
Ampar. Menurut data Kartu Nelayan yang terdaftar di Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Dirjen Perikanan Tangkap, terdapat 11 keanggotaan nelayan
yang terdaftar untuk nelayan di Kelurahan Batu Merah, Kecamatan Batu
Ampar dengan spesifikasi nelayan yang memiliki kapal sendiri berjumlah 7
nelayan dengan ukuran kapal < 10 GT dengan alat tangkap berupa alat
pancing. Sebanyak 4 nelayan tidak memiliki perahu akan tetapi memliki alat
penagkap ikan. Pada umumnya nelayan yang tidak memiliki perahu hanya
sebagai ABK atau berprofesi sebagai nakhoda (Error! Reference source not
found.).
Contoh Kartu Nelayan Tanpa Perahu Contoh Kartu Nelayan Dengan Perahu
Sampel Kartu Nelayan Wilayah Batu Ampar, Kelurahan Batu Merah

Anda mungkin juga menyukai