Anda di halaman 1dari 34

I.

LAPORAN TUGAS PERENCANAAN SISTEM


PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
KEBAKARAN
Detektor

Oleh :
Tanri Andita W. (0517040024)

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Jurusan Teknik Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya 2019

i
DAFTAR ISI

LAPORAN TUGAS PERENCANAAN SISTEM PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN KEBAKARAN.................................................................................... i
Emergency Response Plan ....................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. 3
1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 6
1.4 Manfaat........................................................................................................................ 6
1.5 Ruang lingkup ............................................................................................................. 6
2 BAB II DASAR TEORI...................................................................................................... 7
2.1 Pengertian kapal .......................................................................................................... 7
2.2 Kebakaran.................................................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi kebakaran .................................................................................................. 8
2.3.1 Proses Penjalaran Api .............................................................................................. 9
2.4 Emergency Response Plan ........................................................................................ 10
2.4.1 Jenis-jenis Detektor ............................................................................................... 10
2.4.2 Alarm Kebakaran ................................................................................................... 15
2.5 Persyaratan pemasangan detektor Berdasarkan BKI Volume IV Rules for Inland
Waterways-Electrical Installations 2015 Edition, pemansangannya sebagai berikut:......... 15
3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 19
3.1 Flowchart .................................................................................................................. 19
3.2 Mengumpulkan Data ................................................................................................. 20
3.3 Identifikasi Bahaya .................................................................................................... 20
3.4 Proteksi Kebakaran ................................................................................................... 20
3.5 Menentukan standar .................................................................................................. 20
3.6 Menentukan Jenis Detektor ....................................................................................... 20
3.7 Menghitung jumlah Detektor .................................................................................... 20
3.7 Menentukan Penempatan Letak Detektor Penempatan Detektor pada kapal dapat
dilihat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan BKI. Peletakkan detector
memilik jarak sendiri yang sudah diatur dalam peraturan. ................................................. 20
3.8 Rekomendasi Selanjutnya melakukan rekomendasi pada kapal yang dianalisa,
rekomendasi ini dilakukan guna mengetahui langkah yang tepat untuk meminimalisir
terjadinya kebakaran pada kapal.......................................................................................... 20
3.9 Kesimpulan dan saran ............................................................................................... 20
4 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN.................................................................... 21
4.1 Spesifikasi kapal ........................................................................................................ 21
4.2 Identifikasi bahaya .................................................................................................... 23
5 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31
6 LAMPIRAN ...................................................................................................................... 32

Ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Segitiga Api ................................................................................................ 8


Gambar 2.2 Alat pendeteksi asap (Smoke detector) ............................................................... 11
Gambar 2.3 Alat pendeteksi panas (Heat detector) ............................................................... 12
Gambar 2.4 Alat pendeteksi gas (gas detector) ..................................................................... 13
Gambar 2.5 Alat pendeteksi api (flame detector)................................................................... 14

iii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada umumnya semua bangunan memiliki potensi kebakaran yang merupakan bahaya
yang tak terduga. Tidak hanya bangunan yang identik dengan gedung, alat transportasi
pun juga memiliki potensi bahaya kebakaran. Kebakaran didefinisikan sebagai
menyalanya api akibat bertemunya oksidator, panas, dan bahan bakar.Dikatakan sebagai
bahaya yang tidak terduga karena kebakaran tidak bisa ditebak oleh siapapun kapan
munculnya nyala api yang menyebabkan kebakaran. Oleh karena itu dibutuhkan alat
otomatis pendeteksi kebakaran yang dinamakan detektor. Detektor merupakan
pendeteksi awal jika sensor menangkap adanya nyala api atau kenaikan suhu tergantung
dari jenis detektor yang dipasang yang kemudian disambungkan ke alarm kebakaran
untuk memberikan tanda-tanda adanya kebakaran. Untuk itu, pemasangan
detektor sangat diperlukan dan harus disesuaikan dengan luasan area yang akan
dipasang.Alat transportasi merupakan salah satu dari beberapa yang memiliki potensi
bahaya kebakaran. Tidak hanya alat transportasi penumpang, alat transportasi barang pun
juga berpotensi terjadinya kebakaran. Kapal kargo atau disebut juga kapal barang
merupakan segala jenis kapal yang membawa barang-barang dari suatu pelabuhan ke
pelabuhan lain. Secara umum kapal kargo didesain khusus untuk proses bongkar muat
barang. Namun dari aktifitas kapal kargo yang digunakan untuk bongkar muat dan
membawa barang ke pelabuhan lain, tidak menutup kemungkinan untuk
terjadinya kebakaran.
Kapal (ship) adalah kendaraan yang besar pengangkut penumpang dan juga barang
yang melalui jalur laut dan atau sungai. Kapal memiliki perbedaan dengan perahu (boat).
Kapal laut merupakan mode transportasi yang paling efektif dan juga efisien karena
kapasitas dan daya angkut yang lebih besar dibanding transportasi lainnya. Kapal
memiliki jenis dan dikelompokkan berdasarkan muatan, tujuan pembuatan, dan juga
bentuknya. Salah satu kapal kargo adalah kapal kargo atau kapal pengangkut barang
berat merupakan kapal yang dirancang khusus mengangkut barang yang ukurannya
besar.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan penugasan SPPK


(Detektor) adalah sebagai berikut :
3
1. Bagaimana menentukan jenis detektor yang diperlukan pada kapal kargo?
2. Bagaimana pemasangan jumlah detektor menurut Biro Klasifikasi Indonesia ?

3
1.3 Tujuan
Tujuan dalam tugas ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat menentukan jenis – jenis detector yang diperlukan pada kapal kargo
2. Dapat menentukan jumlah detektor yang dibutuhkan kapal kargo.
3. Dapat menentukan cara peletakan detector menurut

1.4 Manfaat
1. Mampu menentukan jenis detector yang diperlukan pada kapal kargo
2. Mampu menentukan jumlah dtektor yang harus tersedia pada kapal kargo
3. Mampu mengetahui tata cara peletakan detector menurut BKI

1.5 Ruang lingkup


Pada laporan ini dilakukan suatu analisa yang mengacu pada aturan standar
yang berlaku. Semua yang dikerjakan pada laporan ini semata-mata adalah untuk
lebih memahami dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari pada perkuliahan
sebelumnya.

4
2 BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian kapal


Kapal adalah salah satu jenis alat transportasi laut yang dapat digunakan untuk
mengantarkan penumpang dari satu tempat ke tempat lain. Selain mengantarkan
penumpang, kapal juga dapat digunakan untuk mengantarkan barang. Dari sekian
banyak jenis kapal yang digunakan untuk mengantar barang, salah satunya adalah
kapal kargo.

2.2 Kebakaran
Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan terkadang tidak
dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran sesuatu bahan dalam udara dapat
mengeluarkan energi panas. Kebakaran dapat terjadi karena tiga unsur yang
saling berhubungan,yaitu adanya bahan bakar, oksigen, dan sumber panas atau
nyala. Teori ini dikenal sebagai segitiga api. Menurut teori ini, kebakaran terjadi
akibat adanya 3 faktor yang terdapat di teori segitiga api, yaitu :
1. Bahan Bakar (Fuel)
Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya
pembakaran. Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair, dan gas. Untuk
benda padat dan cair dibutuhkan panas untuk mengubah seluruh atau sebagian
darinya ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya pembakaran.
 Bentuk padat : Bahan bakar padat yang terbakar akan meninggalkan
sisa berupa abu atau arang setelah selesai terbakar. Contohnya : kayu, batu bara,
palstik, gula, lemak, kertas, kulit, dan lain lainya.
 Bentuk cair : Bahan bakar cair contohnya: bensin, cat, minyak tanah,
pernis, turpentine, lacquer, alkohol, olive oil, dan lainnya.
 Bentuk Gas : Bahan bakar gas contohnya: gas alam, asetilen, propan,
karbon monoksida, butan, dan lain-lainnya.
2. Sumber Panas (Heat)
Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat
mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari,
permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi
listrik, percikan api listrik, api las/ potong, gas yang dikompresi.
3. Oksigen
12
Sumber oksigen dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit 15% volume
oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di dalam atmosfir
kita mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan bakar yang
mempunyai cukup banyak kandungan oksigen yang dapat mendukung
terjadinya pembakaran.

Gambar 2.1 Teori Segitiga Api


(Sumber: https://saberindo.co.id/2017/08/03/teori-segitiga-api/)

Pada proses penyalaan, api mengalami empat tahapan, mulai dari tahap
permulaan hingga menjadi besar, berikut penjelasannya :
1. Incipien Stage (Tahap Permulaan) Pada tahap ini tidak terlihat adanya asap,
lidah api, atau panas, tetapi terbentuk partikel pembakaran dalam jumlah yang
signifikan selama periode tertentu.
2. Smoldering Stage (Tahap Membara) CHEMICAL CHAIN REACTION
Universitas Sumatera Utara Partikel pembakaran telah bertambah, membentuk
apa yang kita lihat sebagai “asap”. Masih belum ada nyala api atau panas yang
signifikan.
3. Flame Stage Tercapai titik nyala, dan mulai terbentuk lidah api. Jumlah
asap mulai berkurang, sedangkan panas meningkat
4. Heat Stage Pada tahap ini terbentuk panas, lidah api, asap dan gas beracun
dalam jumlah besar. Transisi dari flame stage ke heat stage biasanya sangat
cepat, seolah-olah menjadi satu dalam fase sendiri.

2.3 Klasifikasi kebakaran


Kategori kebakaran adalah penggolongan kebakaran berdasarkan jenis
bahan yang terbakar. Dengan dikategorikannya kebakaran sesuai jenis bahan
yang terbakar maka akan memudahkan dalam pemilihan media pemadam yang
dipergunakan untuk memadamkan sebuah kebakaran. Berbagai standar dan

12
aturan telah mengklasifikasikan kebakaran sesuai dengan jenis bahan yang
terbakar seperti Permenaker dan NFPA.
Kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu :
a. Kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam. Misalnya: kertas,
kayu, tekstil, karet, plastik, busa, dan lain-lain. Aplikasi media pemadam
yang cocok adalah bahan jenis basah yaitu air.
b. Kelas B, yaitu kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar.
Misalnya: bensin, aspal, gemuk, minyak, alkohol, dan lain-lain. Aplikasi
media pemadam yang cocok adalah jenis busa.
c. Kelas C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan. Misalnya: peralatan
rumah tangga, trafo, komputer, panel listrik, transmisi listrik, dan lain-lain.
Aplikasi media pemadam yang cocok adalahjenis bahan kering seperti
tepung kimia atau CO2.
d. Kelas D, yaitu kebakaran bahan logam. Misalnya: potassium, sodium,
aluminium, magnesium, zinc, dan lain-lain. Bahan pemadam untuk
kebakaran logam tidak dapat menggunakan air dan bahan pemadam seperti
pada umumnya. Karena hal tersebut justru dapat menimbulkan bahaya.
Maka harus dirancang secara khusus media pemadam yang prinsip kerjanya
adalah menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun.
e. Kelas K, yaitu kebakaran minyak goreng atau lemak yang jika dalam
keadaan terlalu panas akan mencapai titik nyala sendiri (auto ignition).

2.3.1 Proses Penjalaran Api


Kebakaran biasanya dimulai dari api yang kecil, kemudian membesar
dan menjalar ke daerah sekitarnya. Penjalaran api menurut Ramli (2010),
dapat melalui beberapa cara yaitu : a. Konveksi Yaitu penjalaran api melalui
benda padat, misalnya merambat melalui besi, beton, kayu, atau dinding. Jika
terjadi kebarakaran di suatu ruangan, maka panas dapat merambat melalui
dinding sehingga ruangan di sebelah akan mengalami pemanasan yang
menyebabkan api dapat merambat dengan mudah. b. Konduksi Api juga dapat
menjalar melalui fluida, misalnya air, udara, atau bahan cair lainnya. Suatu
ruangan yang terbakar dapat menyebarkan panas melalui hembusan angin
yang terbawa udara panas ke daerah sekitarnya. Universitas Sumatera Utara c.
Radiasi Penjalaran panas lainnya melalui proses radiasi yaitu pancaran cahaya
atau gelombang eletro-magnetik yang dikeluarkan oleh nyala api. Dalam
proses radiasi ini, terjadi proses perpindahan panas (heat transfer) dari sumber
12
panas ke objek penerimanya. Faktor inilah yang sering menjadi penyebab
penjalaran api dari suatu bangunan ke bangunan lain di sebelahnya
Contoh sumber panas :
1. Bunga api listrik dan busur listrik
2. Listrik statis
3. Reaksi Kimia
4. Gesekan (Friction)
5. Pemadatan (Compression)
6. Api terbuka (Open Flame)
7. Pembakaran Spontan (Spontaneous Combustion)
8. Petir (Lighning)
9. Sinar Matahari

2.4 Emergency Response Plan


Menurut Saifullana dan Joni dalam Journal of Electrical and Electronics,
Detektor kebakaran adalah suatu alat yang berfungsi mendeteksi secara dini
kebakaran, agar kebakaran yang terjadi tidak berkembang menjadi lebih besar.
Dengan terdeteksinya cikal bakal kebakaran, maka intervensi untuk mematikan
api dapat segera dilakukan. Hal ini akan dapat meminimalisasi kerugian sejak
awal. Jika dianalogikan detektor kebakaran adalah alat bantu seperti panca
indera manusia. Sedangkan menurut Hakam, Detektor adalah alat untuk
mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat dipilih tipe yang sesuai
dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat dan
tidak memberikan informasi palsu. Detektor kebakaran ini dipasang ditempat
yang tepat sehingga memiliki jarak jangkauan penginderaan yang efektif sesuai
spesifikasinya

2.4.1 Jenis-jenis Detektor

SNI 03-3989-2000 tentang sistem deteksi dan alarm kebakaran menjelaskan


detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran
dan mengawali suatu tindakan. Detektor dibagi menjadi 4 macam yaitu :
1. Alat Deteksi Asap (Smoke Detector)
Alat ini mempunyai kepekatan yang tinggi dan akan menyalakan alarm bila
tedapat asap diruangan tempat alat ini dipasang. Karena kepekatannya, alat deteksi
ini akan langsung aktif bila terdapat asap rokok. Asap deteksi asap memberi sinyal ke
alarm bahaya dengan cara mendeteksi adanya asap yang berasal dari nyala api yang
tidak terkendali. Prinsip kerja alat tersebut berdasarkan 2 hal :

12
a. Prinsip Ionisasi Pada tipe ini cara mendeteksi asap menggunakan elemen radioaktif
dan dua eletroda (positif dan negative), cara kerjanya adalah sebagai berikut :
- Dalam kondisi normal, antara kedua elektroda timbul suatu medan listrik. -
Elemen radioaktif memancarkan radiasi kearah medan listrik antara 2 elektroda
sehingga terjadi proses Ionisasi, maka akibatnya akan terjadi aliran listrik antara 2
elektroda tersebut, aliran listrik ini masih kecil dan lemah sekali.
- Bila antara elektroda tercemar oleh gas-gas atau asap kebarakan maka aliran
listrik akan membesar sehingga menonaktifkan rangkaian elektronisme. Akibatnya
lampu indicator akan memberikan tanda bahaya disertai bunyi alarm bahaya.
b. Prinsip Photo Elektrik Alat deteksi tipe ini menggunakan bahan bersifat photo
elektrik yang sangat peka sekali terhadap cahaya. Cara kerjanya adalah sebagai
berikut :
- Dalam keadaan normal, bahan photo elektrik mendapat cahaya dari lampu kecil
yang menyala, sehingga bahan tersebut mengeluarkan arus listrik. Arus listrik yang
berasal dari bahan photo elektrik tersebut digunakan untuk membuka suatu saklar
elektronik.
- Bila ada asap yang masuk, maka cahaya akan terhalang dan bahan photo elektrik
berhenti mengeluarkan arus listrik. Akibatnya saklar elektronik yang tadinya
membuka menjadi menutup.
- Menutupnya saklar elektronik akan mengakibatkan suatu rangkaian penghasil
pulsa listrik yang kemudian di teruskan ke lampu indicator dan mengakibatkan
tanda alarm berbunyi.

Gambar 2.2 Alat pendeteksi asap (Smoke detector)

2. Alat Deteksi Panas (Heat Detector)

Prinsip dasarnya, jika temperature di sekitar pendeteksi naik lebih tinggi diatas
nilai ambang batas yang ditetapkan dan kemudian akan memicu alarm. Alat
pendeteksi panas di bagi menjadi dua klasifikasi besar yaitu :
a. Pendeteksi panas temperature tetap (Fixed Heat Detector)
Detector ini bekerja terhadap batas panas tertentu. Metodenya didasarkan pada
gaya renggang suatu spiral dan kotak metal yang disangga oleh suatu campuran
logam, maka campuran logam tersebut akan meleleh, dan spiral akan menekan
kontak metal dan menyebabkan rangkaian tertutup. Alat ini bukanah jenis yang
dapat digunakan kembali, ketika diaktifasi, maka alat harus diganti.
b. Pendeteksi kelambatan panas (Rate-of-Rise Heat Detector)
Pendeteksi pelambatan panas biasanya disebut R-O-R merupakan detector yang
bereaksi terhadap kenaikan temperatur di sekitar pendeteksi secara mendadak
dari kondisi batas normal. Prinsip kerjanya, ketika temperature naik dan tekanan
udara di dalam ruangan bertambah lebih cepat lalu keluar melalui lubang yang
dikalibrasi yang menyebabkan diafragma tertekan dan kontak elektrik terhubung

12
yang menyebabkan rangkaian menjadi tertutup. Alat pendeteksi jenis ini dapat
digunakan kembali jika kondisi sudah normal.
c. Alat Deteksi Nyala Api (Flame Detector)
Api mengeluarkan radiasi sinar inframerah dan ultraviolet, keberadaan sinar ini
dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detector. Sesuai dengan
fungsinya, detector ini terbagi atas beberapa jenis yaitu : - Detektor inframerah
(Infrared Detector) - Detektor UV (Ultra Violet Detector) - Detektor foto elektrik
(Photo Electric Detector).

Gambar 2.3 Alat pendeteksi panas (Heat detector)


3. Alat Deteksi Gas (Gas detector)
Gas Detector adalah salah satu jenis fire alarm atau alat keamanan yang berfungsi
sebagai peringatan apabila terjadinya kebocoran gas yang berpotensi sebagai
penyebab terjadinya kebakaran.
Pada umumnya alat ini dapat mendeteksi gas seperti LPG dan LNG, dan ada juga
yang dapat mendeteksi gas kimia beracun yang dapat membahayakan.
Gas detector ideal digunakan pada tempat-tempat yang menggunakan gas seperti
dapur, dan di tempat yang rawan terjadinya kebocoran gas seperti pabrik, lokasi
pertambangan dan lain-lain.

12
Gambar 2.4 Alat pendeteksi gas (gas detector)
4. Alat Deteksi Api (Flame detector)
Flame detector adalah fire alarm yang sensitif terhadap radiasi sinar ultraviolet yang
ditimbulkan oleh nyala api.
Flame detector tidak bereaksi pada lampu ruangan ataupun sumber cahaya lain yang
tidak berhubungan dengan nyala api.
Biasanya flame detector dapat merespon lebih cepat dan lebih akurat ketimbang
smoke detector dan heat detector karena flame detector dirancang khusus untuk
mendeteksi api. Untuk penempatanya, flame detector ideal untuk tempat yang mudah
terbakar seperti pabrik, pompa bensin dan lain-lain.

Namun penempatan flame detector ini harus bebas dari objek yang menghalangi
kinerja dari flame detector, seperti tidak dekat dengan lampu mercury, lampu halogen
dan lampu untuk sterilisasi.

Hindari juga pemasangan pada tempat yang sering terjadi percikan api seperti
bengkel las atau bengkel kerja yang menggunakan gerinda.
Ini disebabkan karena flame detector lebih sensitif terhadap api.

12
Gambar 2.5 Alat pendeteksi api (flame detector)

12
2.4.2 Alarm Kebakaran
Menurut NFPA 72, alarm dibagi menjadi dua yaitu, alarm yang bekerja
dengan manual yang bisa ditekan melalui tombol dalam kotak alarm (break glass), ada
juga sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem detector. Ketika detector mendeteksi
adanya api, maka detector secara otomatis akan segera mengaktifkan alarm. Alarm
kebakaran ada berbagai macam antara lain :
a. Bel, merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebarakan, dapat
difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi kebarakarn.
Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan dalam ruangan terbatas
seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama denga bel, naum jenis suara yang dikeluarkan berupa sirine.
Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sesuai di gunakan di tempat
kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah dibanding
sirine
d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak dapat
mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan pengeras suara
yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier).

2.5 Persyaratan pemasangan detektor


Berdasarkan BKI Volume IV Rules for Inland Waterways-Electrical Installations 2015
Edition, pemansangannya sebagai berikut:
a. Detektor harus dioperasikan oleh panas, asap atau produk lain dari pembakaran,
nyala api, atau kombinasi faktor-faktor ini. Detektor yang dioperasikan oleh
faktor-faktor lain yang mengindikasikan kebakaran baru jadi dapat
dipertimbangkan oleh Masyarakat asalkan mereka tidak kalah sensitifnya dengan
detektor tersebut. Detektor api hanya dapat digunakan sebagai tambahan untuk
detektor asap atau panas.
b. Detektor asap yang diperlukan di semua tangga, koridor dan rute pelarian di
dalam ruang akomodasi harus disertifikasi untuk beroperasi sebelum kepadatan
asap melebihi 12,5 persen mengaburkan per meter, tetapi tidak sampai kepadatan
asap melebihi 2 persen mengaburkan per meter. Detektor asap yang dipasang di
ruang lain harus beroperasi dalam batas sensitivitas untuk kepuasan Masyarakat
sehubungan dengan menghindari ketidakpekaan detektor atau kepekaan
berlebihan.
c. Detektor panas harus disertifikasi untuk beroperasi sebelum suhu melebihi 78 ° C
tetapi tidak sampai suhu melebihi 54 ° C, ketika suhu dinaikkan ke batas tersebut
pada kecepatan kurang dari 1 ° C per menit. Pada tingkat kenaikan suhu yang

16
lebih tinggi, detektor panas harus beroperasi dalam batas suhu untuk kepuasan
Society sehubungan dengan menghindari ketidakpekaan atau kepekaan detektor.
d. Atas kebijakan Lembaga, suhu operasi yang diperbolehkan dari detektor panas
dapat ditingkatkan hingga 30 ° C di atas suhu kepala geladak maksimum di ruang
pengering dan ruang yang serupa dari suhu lingkungan normal yang tinggi.
e. Semua detektor harus berjenis sehingga dapat diuji untuk operasi yang benar dan
dikembalikan ke pengawasan normal tanpa pembaruan komponen apa pun.
f. Detektor harus dipasang sedemikian rupa sehingga mereka dapat beroperasi
dengan baik. Tempat pemasangan di dekat ventilator, tempat operasi detektor
mungkin terganggu atau di mana kerusakan mekanis diharapkan, harus dihindari
g. Detektor yang dipasang pada langit-langit umumnya harus ditempatkan
setidaknya 0,5 m dari sekat, kecuali di koridor, loker dan tangga.
h. Area maksimum yang dipantau, masing-masing jarak maksimum antara detektor
tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut :
- Detector panas 37 m2 atau jarak tidak lebih dari 9 m
- Detector asap 74 m2 atau jarak tidak lebih dari 11 m
i. Masyarakat dapat meminta atau mengizinkan jarak detektor yang berbeda
berdasarkan data uji yang menunjukkan karakteristik detektor tersebut.
Persyaratan sistem :
a. Sistem deteksi harus memulai alarm suara dan visual yang berbeda dalam hal dari
alarm sistem lain yang tidak menunjukkan kebakaran, di ruang kemudi,
akomodasi dan ruang yang akan dilindungi.
b. Detektor asap harus dipasang di semua tangga, koridor, dan rute keluar di dalam
ruang akomodasi. Pertimbangan harus diberikan pada pemasangan detektor asap
tujuan khusus dalam saluran ventilasi.
c. Ruang akomodasi dan layanan dari pengangkut barang harus dilindungi oleh
sistem deteksi kebakaran dan alarm kebakaran tetap.
d. Instalasi mesin yang telah dirancang untuk kendali otomatis dan jarak jauh
sebagai pengganti dari pengawetan berkelanjutan harus dilindungi oleh sistem
deteksi kebakaran dan alarm kebakaran.
Berdasarkan peraturan BKI Volume IV Rules for Electrical Installations 2014, Sistem
Deteksi kebakaran dan sistem alarm kebakaran (Section 9-Control, Monitoring and Ship’s
Safety Sytems) adalah sebagai berikut :
a. Sistem deteksi kebakaran tidak boleh digunakan untuk tujuan lain, kecuali untuk
penutupan otomatis pintu kebakaran, kipas penutup, penutupan peredam api, sistem
sprinkler, sistem ekstraksi asap, sistem pencahayaan lokasi rendah, sistem pemadam

16
kebakaran aplikasi tetap lokal , Sistem CCTV, sistem paging, alarm kebakaran, sistem
PA atau sistem keselamatan kebakaran lainnya.
b. Detektor kebakaran otomatis harus merespons panas, asap atau produk pembakaran
lainnya, api atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Detektor yang diaktifkan oleh
faktor-faktor lain dapat disetujui, asalkan mereka tidak kalah sensitif dari detektor
yang disebutkan di atas.
c. Detektor asap yang diperlukan di semua tangga, koridor, dan rute pelarian dalam
ruang akomodasi harus disertifikasi untuk beroperasi sebelum kepadatan asap
melebihi 12,5% pengaburan per meter, tetapi tidak sampai kepadatan asap melebihi
2% pengaburan per meter.
d. Detektor panas harus digerakkan pada suhu antara 54 ° C dan 78 ° C ketika suhu naik
ke batas tersebut pada tingkat kenaikan kurang dari 1 ° C per menit. Dalam hal
kenaikan suhu yang lebih cepat, nilai ambang batas yang lebih tinggi dapat diizinkan
berdasarkan kesepakatan dengan BKI.
e. Di kamar dengan suhu lingkungan yang tinggi khusus (mis. Ruang pengeringan),
suhu operasi detektor panas mungkin hingga 130 ° C, dan hingga 140 ° C di sauna.
f. Jika sistem deteksi kebakaran tidak dirancang untuk identifikasi detektor jarak jauh
dan terpisah, tidak diperbolehkan bahwa satu zona dapat memantau lebih dari satu
dek di dalam akomodasi, ruang servis, dan stasiun kontrol, kecuali zona yang
memantau tangga tertutup. Untuk menghindari keterlambatan menemukan api, jumlah
kamar tertutup yang dipantau di satu zona terbatas hingga maksimal 50.
Jika sistem deteksi kebakaran dirancang untuk identifikasi detektor jarak jauh dan
terpisah, zona dapat memantau beberapa geladak dan sejumlah ruangan tertutup.
g. Bagian detektor kebakaran dan titik panggilan yang dioperasikan secara manual tidak
boleh terletak di lebih dari satu zona vertikal utama.
h. Detektor asap harus digunakan dalam jalur-jalan, tangga dan rute pelarian.
Detektor di tangga harus ditempatkan setidaknya di tingkat atas tangga dan di setiap
tingkat kedua di bawahnya.
Detektor panas biasanya hanya digunakan di kabin di area akomodasi.
i. Detektor api hanya dapat digunakan sebagai tambahan dari detektor yang diwajibkan.
j. Semua detektor kebakaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga tetap dapat
diservis, tanpa penggantian komponen, saat melewati pengujian berkala.
k. Detektor harus dipasang sedemikian rupa sehingga mereka dapat beroperasi dengan
baik. Tempat pemasangan di dekat ventilator, tempat operasi detektor mungkin
terganggu atau di mana kerusakan mekanis diharapkan, harus dihindari.
Detektor yang dipasang di langit-langit umumnya harus ditempatkan setidaknya 0,5
16
meter dari sekat, kecuali di koridor, loker, dan tangga.
Area maksimum yang dipantau, masing-masing jarak maksimum antara detektor tidak
boleh melebihi nilai berikut:
- Detector panas 37 m2 atau jarak tidak lebih dari 9 m
- Detector asap 74 m2 atau jarak tidak lebih dari 11 m
Jarak dari bulkhead tidak boleh melebihi:
- 4,5 m untuk detector panas
- 5,5 m untuk detector asa

16
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Flowchart

Mulai

Mengumpulkan
Data Data Kapal :
Layout Kapal
Dimensi Kapal
Identifikasi
Bahaya

Menentukan
Proteksi
Kebakaran

Menentukan
Standar

Menentukan Jenis
Detektor

Menghitung
Jumlah Detektor

Menentukan
Penempatan
Letak Detektor

Apakah Sudah
Sesuai Dengan
Standar

YA

Melakukan
Rekomendasi

Menentukan
Kesimpulan dan
Saran

Selesai

17
3.2 Mengumpulkan Data
Pengumpulan data diperlukan untuk menunjang pengerjaan bab 4 dan bab
5.dan data yang di perlukan adalah layout kapal dan dimensi kapal .

3.3 Identifikasi Bahaya


Melakukan identifikasi bahaya apa saja yang mungkin terjadi di kapal. Dalam
hal ini didapatkan bahwa kapal memiliki bahaya terbakar.

3.4 Proteksi Kebakaran


Setelah melakukan identifikasi bahaya, maka menentukan proteksi kebakaran
yang sesuai. Pada laporan ini, Detektor merupakan proteksi kebakaran yang akan
dianalisa lebih lanjut.

3.5 Menentukan standar


Setelah mengetahui proteksi kebakaran yang digunakan maka dilakukan studi
penentuan standar. Terdapat 3 standar yang membahas mengenai detektor pada kapal,
yaitu NFPA, BKI, dan IMO. Pada laporan ini menggunakan standar BKI (Biro
Klasifikasi Indonesia)

3.6 Menentukan Jenis Detektor


Hal ini dianalisa berdasarkan ruangan pada kapal dan potensi kebakaran yang
dapat terjadi pada setiap ruangan pada kapal kargo.

3.7 Menghitung jumlah Detektor


Menghitung jumlah kebutuhan Detektor pada kapal, dan disesuaikan dengan
ruangan-ruangan yang ada di kapal.

3.8 Menentukan Penempatan Letak Detektor


Penempatan Detektor pada kapal dapat dilihat sesuai dengan ketentuan yang
ada dalam peraturan BKI. Peletakkan detector memilik jarak sendiri yang sudah
diatur dalam peraturan.

3.9 Rekomendasi
Selanjutnya melakukan rekomendasi pada kapal yang dianalisa, rekomendasi
ini dilakukan guna mengetahui langkah yang tepat untuk meminimalisir terjadinya
kebakaran pada kapal.

3.10 Kesimpulan dan saran


Langkah terakhir menentukan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dan diberikan saran agar penyusunan
laporan kedepan nya menjadi lebih baik atau dapat mengurangi kebakaran pada
kapal.

23
4 BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Spesifikasi kapal


Nama Kapal = MV. LIONES SAMUDERA
Type Kapal = General Cargo
Lpp = 98,60 m
Lwl = 100,57 m
B = 16,33 m
H = 8,40 m
T = 6,80 m
Cb = 0,73
Kecepatan Dinas = 12,5 knots
Radius Pelayaran = 1575 mil laut
Jarak Pelayaran = Jakarta – Bitung
Waktu Pelayaran = 126 jam
Kapal cargo terdiri dari beberapa bagian ,yaitu:
1. Forecastle deck
2. Top deck
3. Navigation deck, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu:
a. Whell House
b. Chart Room
c. Radio Room
d. Toilet
e. ESEP Room
4. Bridge deck, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu:
a. Captain Room
b. Chief Officer
c. Daily Office
d. Chief Engineer
e. Kamar mandi (1)
f. Kamar mandi (2)
5. Boat deck, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu :
a. Second Officer
b. Doctor Room
c. Polyclinic
d. Relax Room

23
e. Second Engineer Room
f. Radio Operator
g. Toilet dan Bathroom
6. Poop deck, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu :
a. Pantry
b. Mess Room
c. Second Engineer Room
d. Mechanic Room
e. Equipment
f. Smoking Room
g. Toilet dan bathroom
h. Chief cook Room
i. Mosque
j. Quarter Master I Room
k. Quarter Master I Room
7. Main deck, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu :
a. Container Room (Luas = )
b. Fire Man Room
c. Asisten Cook & Electical Room
d. Mess Room
e. Galley
f. Tally Office
g. Rope Store
h. Dry Provision
i. Food Storage (fish store, meat store, vegetable store)
j. Dry Room
k. Laundry Room
l. Toilet and bathroom
m. Oiler Room
n. ABK Room (steward&cadet, Boatswain&seaman Room, Boys Room)
o. Engine Casing Room (Luas = )
p. CO2 Room
8. Double Bottom, terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu :
a. Ballast Tank Room
b. Fresh Water Room (1)
c. Fresh Water Room (2)
23
d. After Peak Tank Room (1)
e. After Peak Tank Room (2)
f. Stering Gear Room

4.2 Identifikasi bahaya


Mengidentifikasi bahaya apa sajakah yang kemungkinan dapat terjadi pada
setiap ruangan di kapal tersebut dan mengklasifikasikan sesuai dengan kelas
kebakarannya.

23
NAMA RUANG POTENSI KEBAKARAN KELAS KEBAKARAN
Forcastle deck
tempat untuk - Komponen motor terbakar Kelas C
pengait
rantai(motor)
Top deck - -
Navigation deck
Radioroom -bahan mudah terbakar Kelas A, C
(kertas, meja, kursi, barang
elektronik)
-konsleting listrik
Wheel house -konsleting listrik Kelas C
Chart room -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan kayu mudah terbakar
Esep room -konsleting listrik Kelas C
Bridge deck
Chief engineer -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
C. engineer days -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
room kasur, sofa)
-konsleting listrik
Captain days room -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
Captain room -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
Boat deck
Chief cook room -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
Chief officer room -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
Spare -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
kasur, sofa)
-konsleting listrik
Medical store -kebakaran cairan(misal Kelas B, C
:alkohol)
-konsleting listrik
Safety jacket locker -bahan mudah terbakar (kain) Kelas A, C
-konsleting listrik
Radio operator -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A, C
room kasur, sofa)
-konsleting listrik
Poop deck
Pantry -lpg bocor Kelas A
-konsleting listrik
-logam terbakar

Mess Room chief Kelas A


class - Konsleting listrik 23
- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tempat tidur,
sofa, dan lain- lain)

Assistant cook room Kelas A


- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tempat tidur,
sofa, dan lain- lain)

Second officer -bahan mudah terbakar (kursi, Kelas A


kasur, sofa)
-konsleting listrik
Meeting room Kelas A
- Konsleting listrik
- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tali, logam,
dll)

Relax room Kelas A


- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (seperti sofa)

Toilet & shower - -

Mosque
- Konsleting listrik Kelas A
- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (seperti kain)

Main deck
Rope store -bahan mudah terbakar Kelas A, C
-konsleting listrik
Container Room - Peralatan yang ada diruangan Kelas A
dapat terbakar (muatan
kontainer)

Fire man room - Konsleting listrik Kelas A


- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tempat tidur,
sofa, dan lain- lain)

Mechanic & - Konsleting listrik Kelas A


Electical Room - Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tempat tidur,
sofa, dan lain- lain)

Mess Room Kelas A


- Konsleting listrik
- Peralatan yang ada diruangan
dapat terbakar (tempat tidur,
sofa, dan lain- lain)

23
Dry provition store -konsleting listrik Kelas C
Vegetable store -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan mudah terbakar(plastic,
kain)
Fish store -konsleting listrik Kelas A, C, K
-bahan mudah
terbakar(plastik, kain)
-minyak nabati dari ikan
Meat store -konsleting listrik Kelas A, C, K
-bahan mudah
terbakar(plastik, kain)
-lemak serta minyak daging
Galley -konsleting listrik Kelas A, B, C, K
-bahan mudah
terbakar(minyak ikan, lemak,
kain, plastik,)
Mess room crew -konsleting listrik Kelas A, C
class -bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Boatswain & -konsleting listrik Kelas A, C
assistant cook -bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Oiler -konsleting listrik KelasB, C
-bahan oli mudah terbakar
Seaman -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Electrican & -konsleting listrik Kelas A, C
mechanics -bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Quarter master -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Steward and boys -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Laundry dry room -konsleting listrik Kelas A, C
-bahan mudah terbakar(kursi,
meja)
Engine room -kebakaran motor dan instalasi Kelas B, C
listrik

4.3 Perhitungan detektor


Sebelum menentukan peletakan detektor, terlebih dahulu harus mengetahui luas
ruangan yang meliputi panjang dan lebar ruangan serta mengetahui detektor jenis apa
yang akan digunakan pada ruangan tersebut. Sementara untuk tangga, koridor, dan rute
pelarian pada tiap deck sudah ditetapkan di peraturan BKI untuk menggunakan detektor
jenis asap.

NAMA RUANG LUAS JUMLAH JENIS


RUANGAN DETEKTOR DETEKTOR
POOP DECK 3
23
Mail room 1,8 m x 2,8 m Panas
1
Pantry 3 m x 2,8 m 1 panas
Mess room cheef 4,2 m x 2,8 m Panas
1
class
Office room 1,8 m x 2,8 m 1 Panas
Mosque 1,8 m x 4,5 m 1 Panas
Cadets 3,6 m x 2,8 m 1 Panas
Second engineer 2,4 m x 2,8 m 1 Panas
Second officer 2,4 m x 2,8 m 1 Panas
BOAT DECK 2
Chief cook 3,6 m x 2,9 m 1 Panas
Chief officer 3,6 m x 2,9 m 1 Panas
Spare room 2,4 m x 3,3 m 1 Panas
Radio operator 3,6 m x 2,9 m 1 Panas
Medical store 1,8 m x 2,9 m 1 Panas
BRIDGE DECK 1
Capt. And chief 3,6 m x 11 m 2 Panas
engineer room
MAIN DECK 4
Vegetable store 3 m x 3,6 m 1 Asap
2
Rope store 5,3 m 1 Panas
2
Dry provition 5,8 m 1 Panas
room
Galley 9,5 m2 1 Panas
CO2 room 5,2 m2 1 Panas
Laundry and dry 5,7 m2 1 Panas
room
Mess room crew 4,2 m x 4,8 m 1 Panas
class
Boatswain and 2,4 m x 4,8 m 1 Panas
assistant cook
Oiler 2,4 m x 3,3 m 1 Panas
Steward and boys 2,4 m x 4,3 m 1 Panas
Quarter master 2,4 m x 4,6 m 1 Panas
Electrican and 2,4 m x 4,8 m 1 Panas
mechanics
Seaman (2) 2,4 m x 4,9 m 1 Panas
Engine chasing 7,2 m x 3,3 m 1 Panas
NAVIGATION DECK
Navigation deck 4,6 m x 9,02 m 1 Panas
Wheel house 1 Panas
Radio room 1,6 m x 1,7 m 1 Panas
Chart room 1,6 m x 1,7 m 1 Panas
Esep room 1,1 m x 1,7 m 1 Panas

Untuk koridor pada masing-masing deck, dipasang detektor asap sesuai dengan
standard pada BKI. Untuk jumlahnya, pada poop deck terdapat 3 buah detektor, boat
deck 2 buah, bridge deck 1 buah, navigation deck 1 buah, serta main deck 4 buah.
Jumlah tersebut kami sesuaikan dengan luas koridor serta jangkauan detektor itu
sendiri.

23
4.4 Menentukan penempatan letak detektor
Tata letak detektor untuk bagian poop deck ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Pada
poop deck, terdapat 11 buah detektor dimana 8 detektor berjenis detektor panas diletakkan pada
masing-masing ruangan, sedangkan 3 lainnya berjenis detektor asap diletakkan pada koridor. Untuk
gambar bagian deck lainnya terdapat pada lampiran.

4.5 Rekomendasi
Pada standard BKI, detektor yang digunakan adalah panas dan asap. Rekomendasi
yang bisa diberikan yaitu detektor harus ditempatkan pada tempat dimana detektor dapat
bekerja secara optimal. Posisi dekat saluran ventilasi atau posisi lain dimana pola aliran
udara dapat mempengaruhi kinerja dan posisi dimana dampak atau kerusakan fisik
mungkin harus dihindari.

23
23
5 BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Jumlah detektor yang digunakan pada kapal kargo Rajendra ini adalah sebanyak 44 buah
yang tersebar di ruangan dan koridor kapal. Untuk penyebarannya yaitu pada poop deck
terdapat 11 buah detektor, boat deck 7 buah, bridge deck 3 buah, navigation deck 5 buah,
main deck 18 buah
2. Jenis detektor yang digunakan pada kapal ini adalah detektor asap sebanyak 10 buah dan 34
lainnya merupakan detektor panas.

23
6 DAFTAR PUSTAKA
[1] Biro klasifikasi Indonesia. Rules for inland waterway vessel – Electrical
installation , (VOL IV) ,.2015
[2] J. W. Simatupang, “Sistem Pendeteksi Kebakaran Rumah Terintegrasi,”
vol. 6, no. 2, pp. 91–98, 2019.
[3] M. Hakam, “Manajemen pencegahan dan pengendalian kebakaran pada
kapal penumpang melalui upaya perancangan detektor,” 2014.
[4] Lita, “Mengenal Cara Kerja dan Jenis-jenis Alat Pendeteksi Kebakaran,”
2018.[Online].Available:https://www.sewakantorcbd.com/blog/mengena
l- cara-kerja-dan-jenis-jenis-alat-pendeteksi-kebakaran/.
[5] SNI 03-3989-2000 tentang sistem deteksi dan alarm kebakaran
menjelaskan detektor kebakaran
[6] M. Hakam, “Manajemen pencegahan dan pengendalian kebakaran pada
kapal penumpang melalui upaya perancangan detektor,” 2014.

23
7 LAMPIRAN

24
24
24

Anda mungkin juga menyukai