Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Agung Islamy

Nim : 1706113908
Prodi : THP

PAPER TUGAS TEKNOLOGI KARBOHIDRAT

I. GULA MERAH

Gula merah merupakan hasil olahan dari nira dengan cara menguapkan airnya,
kemudian dicetak. Gula merah adalah gula yang berbentuk padat dan berwarna coklat
kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang digunakan untuk memproduksi gula
merah biasanya berasal dari tanaman kelapa, aren, lontar atau siwalan dan tebu.
Mengingat sumber-sumber bahan baku nira yang demikian beragam, produksi gula
merah telah lama dikenal di berbagai daerah, antara lain di Sumatera Barat, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Gula merah yang berasal
dari Sumatera Barat, JawaTengah, dan Jawa Timur umumnya diproses dengan
menggunakan bahan baku tebu atau Siwalan, sedangkan dari Jawa Barat biasanya
menggunakan bahan baku nira kelapa atau aren.Mutu gula merah terutama ditentukan
oleh penampilannya, yaitu bentuk, warna, dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula
sangat dipengaruhi oleh mutu nira, terutama setelah proses fermentasi (Sardjono,
1986).

Gambar 1. Gula Merah

Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak, serta tidak terlalu keras
sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan lunak. Selain itu gula merah juga
memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan karena
gula merah mengandungbeberapa jenis senyawa gula seperti sukrosa, fruktosa, dan
maltosa (Santoso, 1988). Selain itu, gula merah memiliki sifat-sifat yang spesifik,
sehingga peranannya tidak dapat digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah
memiliki rasa sedikit asam karena adanya kandungan asam-asam organik. Adanya
asam-asam ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma yang khas, sedikit asam
dan berbau karamel. Rasa karamel diduga disebabkan adanya reaksi karamelisasi
akibat panas selaman pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna
coklat pada gula merah (Nengah, 1990). Kecukupan pemasakan dapat mempengaruhi
mutu gula yang dihasilkan. Pemasakan gula yang terlalu lama biasanya akan
menghasilkan gula yang keras dengan warna coklat tua, sedangkan bila
pemasakankurang hasilnya akan lembek dan mudah meleleh (Nengah, 1990).

B. Proses Pengolahan Gula Merah

1. Pengolahan Gula merah berbahan dasar Tebu


Tebu adalah salah satu tanaman pangan yang bersifat perennial (memiliki
kemampuan tumbuh berulang-ulang setelah dipanen) yang memiliki potensi
pengembangan diversifikasi produk yang cukup beragam. Masyarakat luas mengenal
tebu hanya sebagai bahan baku gula pasir di Pabrik-Pabrik Gula (PG) besar gula
dengan kadar maksimum mencapai 20%. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa kisaran pertumbuhan tanaman tebu (Saccharun officinarum L.) yang
normalmembutuhkan fase vegetatif selama enam sampai tujuh bulan. Setelah fase
vegetatif, tebu memerlukan dua sampai empat bulan kering (curah hujan bulanan
kurang dari 100 mm) untuk proses pemasakan tebu. Tanaman tebu lazim ditebang
pada umur rata-rata 12-14 bulan.

Tabel 1. Hasil Analisi Mutu Gula Merah Tebu dibeberapa wilayah

Tahapan proses pengolahan nira pada pembuatan gula merah tebu adalah sebagai
berikut:

(i) Penerimaan nira dari stasiun pengepresan.


Penerimaan nira harus diusahakan bersih dan selama dalam perjalanan dari stasiun
pengepresan ke tempat pengolahan, penampung atau wadah nira harus dalam keadaan
tertutup. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah masuknya kotoran dan benda-benda
asing baik berupa tanaman yang patah, serangga atau benda-benda lainnya.
(ii) Penyaringan.
Penyaringan dilakukandengan menggunakan saringan yang terbuat dari logam anti
karat (stainless steel). Tujuan penyaringan adalah untuk memisahkan kotoran-kotoran
seperti lebah, daun kering, dan serangga lainnya (Dyanti, 2002). Ukuran lubang
cukup halus sehingga efektif untuk menyaring kotoran
yang lembut.

(iii) Pemurnian.
Pada awal proses pemasakan, nira ditambah kapur (CaO) sebanyak 0,1 kg untuk satu
wajan nira. Pemberian kapur pada saat pemasakan dengan suhu tinggi (>70°C)
bertujuan untuk meningkatkan pH nira sehingga dapat mematikan kerja enzim
invertase, dan juga memisahkan kotoran-kotoran seperti tanah dan serat-serat halus
batang tebu yang ikut bersama nira. Kotorankotoran yang terpisah dan mengapung di
atas nira kemudian dibuang. Kotorankotoran hasil pemisahan tersebut dikenal dengan
istilah tante.

(iv) Pemasakan/Pemanasan.
Unit pemasakan nira dapat berupa wajan terbuat dari besi dan berdiameter 90 cm.
Bagase kering dan sekam dijadikan sebagai sumber bahan bakar untuk pemasakan.
Proses pemasakan ini dilakukan dengan perapian sedang agar gula yang terbentuk
berwarna coklat muda. Bila pemanasan terlalu tinggiproses pemasakan cepat, namun
gula yang terbentuk akan berwarna coklat tua sampai kehitaman sebagai akibat
terjadinya browning dan karamelisasi ataupun gula gosong. Sebaliknya bila
pengapiannya kurang panas, proses pemasakan berjalan lambat dan melelahkan.
Semakin lama waktu pemasakan, suhu nira pun akan semakin meningkat hingga
mencapai titik 100-110°C. Selama proses pemasakan akan terbentuk banyak buih.
Untuk menghindari meluapnya buih yang berlebihan, wajan ditutup dengan chubung
yang terbuat dari anyaman bambu, sehingga tidak akan terjadi pencampuran buih nira
dari satu wajan ke wajan yang lain. Chubung tersebut baru akan dibuka kembali pada
saat nira sudah hampir matang yangditandai oleh volume nira berkurang

2. Pengolahan Gula merah berbahan dasar Kelapa


Nira kelapa merupakan salah satu bagian dari tanaman kelapa (Cocos nucifera L)
yang banyak dikembangkan sebagai gula kelapa.Salah satu kendala yang dihadapi
dalam pengolahan nira kelapa adalah mudahnya terjadi kontaminasi oleh ragi liar.
Kontaminasi nira kelapa oleh ragi liar yang menghasilkan enzim sukrase atau
invertase akan menyebabkan sukrosa terpecah menjadi glukosa dan fruktosa. Nira
yang telah rusak tersebut jika dimasak, maka warnanya akan berubah menjadi keruh
kekuning-kuningan dan gula yang dihasilkan tidak dapat mengkristal serta mudah
menyerap air. Proses inversi dapat disebabkan oleh faktor sanitasi, lama penyadapan,
serta keadaan bumbung yang kotor tanpa adanya perlakuan. Perlakuan yang dapat
dilakukan adalah dengan merendam bumbung dengan larutan anti inversi sebelum
dipakai yang berfungsi sebagai desinfektan. Anti Inversi menghambat proses inversi
dengan membunuh mikroba karena mengandung senyawa aktif yang disebut
karboksil benzena atau fenil formic acid dan monosaturated fatty acid.
Kerusakan lain yang dapat terjadi selain inverse adalah terjadinya reaksi Maillard.
Reaksi Maillard menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna cokelat
kehitaman.Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan natrium
metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat berikatan dengan gugus aldehid pada gula
reduksi sehingga tidak dapat berikatan dengan asam amino yang menyebabkan
browning. Tahapan Pembuatan dimulai dari Bumbung tempat yang digunakan untuk
menyadap nira dicuci bersih dengan air biasa lalu dicuci dengan dengan air panas
suhu 100° C. Bumbung diberi air 1 liter dan ditambah dengan larutan anti inversi
sesuai perlakuan. Bumbung yang telah direndam kemudian ditiriskan dan
ditambahkan natrium metabisulfit sesuai perlakuan lalu bumbung dipasang di mayang
dan dilakukan penyadapan selama 12 jam. Nira kelapa yang diperoleh difermentasi
selama 8 jam lalu disaring dengan menggunakan kain saring supaya kotoran bisa
tersaring. Selanjutnya nira kelapa dimasak pada suhu 100°C selama ± 60 menit. Nira
yang sudah masak dan cukup dingin kemudian dicetak ke dalam cetakan gula merah.
Gula yang telah dikeluarkan dari cetakan kemudian dikemas menggunakan kantong
plastik.

3. Pengolahan Gula merah berbahan dasar Aren


Tanaman Aren (Arenga pinnata) berasal dari wilayah tropis berasal dari suku
Palmae. Sebagian Besar nira aren digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula
aren. Namun nira yang digunakan adalah nira yang benar benar segar. Proses
pengolahan secara tradisional dimulai dari mengumpulkan nira dari tempat
penampungan kemudian di tuang ke wajan dan dimasak. Jika nira terlalu sedikit,
maka nira baru pada hari berikutnya bisa dimasukkan dan dimasak atau digodok
dengan nira sebelumnya. Kayu bakar untuk memasak juga sering dijumpai
menggunakan kayu karna prosesnya masih tradisional. Pemasakan dilakukan di api
sedang sehingga gula tidak gosong dan menghitam. Melalui pemasakan , air akan
menguap dan akan tertinggal sirup gula yang kental. Irisan daging kelapa atau kemiri
ditambahkan biasanya agar mempercepat proses pengentalan. Semua kotoran yang
timbul saat pemasakan harus dibuang. Jika telah masak akan terlihat mengental dan
agak sulit untuk diaduk. Selanjutnya Diturunkan dari wajan dan dituang kedalam
cetakan berupa tempurung kelapa (Nugraheni,2011).
II. GULA SEMUT
Dinamakan gula semut karena gula ini mirip dengan rumah semut yang bersarang
di tanah. Secara umum gula semut dikenal dengan Brown Sugar/Palm Zuiker.Gula
semut berbentuk Kristal kecil-kecil sehingga penggunaanya lebih praktis. Nilai pH
nira kurang dari 6 tidak dapat diolah menjadi gula semut karena proses kristalisasinya
menjadi lebih sulit. Gula Semut bersifat higroskopis dan akan mengalami
peningkatan kadar air selam penyimpananya. Kelebihan gula semut diantaranya
seperti lebih mudah larut, mudah dalam pengamasan dan pengangkutan serta
memiliki rasa dan arom yang lebih khas.

Gambar 2.Gula Semut

Proses Pengolahan Gula Semut

Pengolahan yang dilakukan untuk membuat gula semut sama seperti proses awal
pada pembuatan gula kelapa, yaitu dimulai dari pengumpulan nira, penyaringan nira
hingga proses pemasakan 110oC nira hingga mengental. Setelah nira mengental dan
sudah didinginkan 70oC, selanjutnya digranulasi, granulasi adalah proses
pengadukan yang dilakukan secara kontinu untuk mengubah bentuk dari awalnya
nira kental menjadi gumpalan kristal.Pengolahan gula semut dapat dilakukan dua
cara yaitu gula semut yang dibuat dari nira aren dan yang dibuat dari gula aren cetak
yang sudah jadi. Pembuatan gula semut yang dibuat dari gula aren cetak dikarenakan
banyaknya permintaan dari konsumen. Produsen menarik atau bahkan membeli gula
aren cetak yang ada dipasaran untuk diolah menjadi gula semut karena keuntungan
yang nantinya didapat lebih tinggi, disamping itu juga untuk memanfaatkan rekondisi
produk gula aren cetak. Pada prinsipnya proses produksi gula semut meliputi : proses
penyadapan dan penyaringan nira atau pemilihan nira, pemasakan nira, proses
granulasi/kristalisasi, pengayakan, pengeringan dan pengemasan (Mustaufik, 2008).
Proses pengadukan dilakukan untuk memperkecil ukuran gula semut hasil
granulasi (reduction size) sebelum melewati proses pengayakan. Pengayakan
dilakukan setelah proses pengadukan selesai, ayakan yang digunakan memiliki
diameter ayakan 20-30 mesh. Setelah tahap penggilingan dan pengayakan selesai
maka didapat produk akhir berupa gula semut (Rosidi, 1989). Bahan yang digunakan
untuk pembuatan gula semut pada kelompok pengrajin gula semut adalah nira aren
segar sebagai bahan baku, kapur sirih atau sulfit dan minyak kelapa atau santan.
Kapur sirih berfungsi untuk menetralkan nira sampai derajat keasaman (pH) berkisar
5,0 - 6,0 sehingga fermentasi terhambat. Minyak kelapa atau santan berfungsi untuk
menjaga agar busa atau buih tidak meluap ketika pemasakan berlangsung. Bahan
baku gula semut aren dapat juga berasal dari gula aren cetak yang dibuat sendiri atau
dari pedagang gula aren cetak.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula semut aren ditingkat pengrajin
gula aren pada umumnya meliputi kain saring untuk menyaring nira aren sebelum
dimasak, wajan sebagai tempat nira dimasak, tungku kayu sebagai sumber perapian,
ember atau wadah lain untuk menampung nira dari bumbung, serok untuk
mengambil buih atau kotoran ketika nira mendidih, pengaduk kayu berbentuk garpu
atau jangkar untuk proses granulasi/kristalisasi, kertas lakmus untuk mengontrol pH
nira dan termometer untuk mengukur suhu serta ayakan yang celah-celahnya cukup
rapat untuk menyeragaman ukuran partikel gula semut aren (Suroso, 2012).
Bahan yang digunakan untuk pembuatan gula semut pada kelompok pengrajin gula
semut adalah nira aren segar sebagai bahan baku, kapur sirih atau sulfit dan minyak
kelapa atau santan. Kapur sirih berfungsi untuk menetralkan nira sampai derajat
keasaman (pH) berkisar 5,0 - 6,0 sehingga fermentasi terhambat. Minyak kelapa atau
santan berfungsi untuk menjaga agar busa atau buih tidak meluap ketika pemasakan
berlangsung. Bahan baku gula semut aren dapat juga berasal dari gula aren cetak yang
dibuat sendiri atau dari pedagang gula aren cetak.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula semut aren ditingkat pengrajin
gula aren pada umumnya meliputi kain saring untuk menyaring nira aren sebelum
dimasak, wajan sebagai tempat nira dimasak, tungku kayu sebagai sumber perapian,
ember atau wadah lain untuk menampung nira dari bumbung, serok untuk mengambil
buih atau kotoran ketika nira mendidih, pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar
untuk proses granulasi/kristalisasi, kertas lakmus untuk mengontrol pH nira dan
termometer untuk mengukur suhu serta ayakan yang celah-celahnya cukup rapat
untuk menyeragaman ukuran partikel gula semut aren (Suroso, 2012).

Anda mungkin juga menyukai