Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Penelitian
Pemanfaatan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 untuk meningkatkan Ketahanan Luntur
Warna Kain Congo Red pada Kain Katun

B. Latar Belakang Masalah


Perkembangan peradaban yang disertai dengan majunya teknologi dan
industri telah menimbulkan dampak besar bagi kehidupan manusia. Salah satu
perkembangan industri yang sangat pesat adalah industri tekstil. Industri Tekstil
dan Produk Tekstil (TPT) nasional sangat memegang peran penting dalam
mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Industri tekstil di Indonesia
yang menyumbangkan banyak sumbangan pendapatan negara adalah industri
batik. Seiring berkembangnya industri maka limbah akibat proses industri
semakin meningkat. Limbah zat warna yang dihasilkan oleh industri tekstil pada
umumnya merupakan senyawa yang non-biodegradable. Salah satu zat warna
yang paling banyak digunakan oleh industri tekstil yaitu Congo Red. Hal ini
dikarenakan harga congo red yang ekonomis dan mudah diperoleh. Congo Red
adalah salah satu bahan kimia organik sintetik yang banyak digunakan untuk
industri tekstil berupa bubuk berwarna merah. Zat warna congo red merupakan
zat warna dasar yang penting dalam proses pewarnaan pada industri tekstil.
Corak warna kain merupakan parameter terpenting untuk meningkatkan
nilai tambah tekstil, akan tetapi industri batik dan teksil juga sering mengalami
permasalahan tentang ketahanan daya luntur terhadap corak warna kain setelah
proses pencucian. Ketahanan luntur pada kain dipengaruhi oleh proses pencelupan
baik secara fisika maupun kimia (Wedyatmo, 2013). Maharani,dkk. (2013)
melaporkan bahwa permasalahan tentang ketahanan daya luntur ini dapat diatasi
dengan penambahan agen fiksasi yaitu zat tambahan yang berfungsi untuk
mengikat zat warna. Namun agar penambahan agen fiksasi tersebut tidak
menimbulkan masalah terhadap lingkungan maka diperlukan agen fiksasi yang
ramah lingkungan dan bersifat non-toksik. Salah satu material organik yang
memiliki peran sebagai agen fiksasi yaitu kitosan.

1
Kitosan memiliki stabilitas yang rendah terhadap proses pencucian. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya ikatan kimia antara kitosan dengan selulosa pada
kain (Chung et al., 1998). Penelitian baru melaporkan bahwa kitosan dapat
digunakan sebagai material untuk mengurangi luntur (Houshyar,2001). Davidson
dan Due (1994) melaporkan bahwa pencelupan yag baik pada kain wool yaitu
dengan penambahan kitosan.Kitosan sendiri merupakan polimer alam polikationik
yang bersifat biocompatible, biodegradable, non toksik, dapat membentuk lapis
tipis serta memiliki kemampuan adsorpsi (Al Sagheer, 2005). Dalam pH asam
<6,5, gugus amina bebas (-NH2) terprotonasi menjadi gugus amina kationik (-
NH3). Kitosan memiliki densitas muatan yang tinggi, satu muatan per unit
glukosamin, sehingga muatan positif kitosan dari gugus (-NH 3+) dapat
berinteraksi dengan berbagai material bermuatan negatif (Sanford, 1988 ;
Juntarapun, 2012). Penelitian terdahulu telah melaporkan kitosan dapat digunakan
sebagai material pengolahan limbah zat warna anionik (acid). Zat warna metilen
yellow dapat diserap oleh kitosan dalam media air dilaporkan oleh Mahatmanti
(2003) dan dekolorisasi zat warna Congo Red (Prameswari, 2013). Kitosan
memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap zat warna terutama jenis pewarna
anionik seperti acid, reactive dan direct. Hal ini karena kitosan memiliki struktur
yang unik yaitu polikationik (Arifin, 2012).
Zat warna reaktif Chloranyl Blue H – ERD dapat ditingkatkan dengan
kitosan dilaporkan oleh Wedyatmo dkk,( 2013). Gugus –NH3+ yang dimiliki oleh
kitosan akan mengikat zat warna yang bermuatan negatif. Adanya muatan yang
berbeda tersebut membuat daya ikat antara kitosan dengan zat warna yang akan
diadsorpsi oleh serat kain meningkat. Metode yang saat ini berkembang sangat
pesat dalam fungsionalisasi tekstil adalah metode sol-gel. Proses hidrolisis dan
kondensasi alkoksida logam dari senyawa atau biasa yang disebut sebagai metode
sol-gel dapat dimanfaatkan dalam industri gelas, kaca, keramik dan coating.
Beberapa penelitian untuk meningkatkan sifat ketahanan luntur pewarna
pada pakaian telah dilakukan. Perlekatan atau penabahan zat warna ke dalam
matriks anorganik dapat meningkatkan tahan luntur terhadap pencucian Mahltig
et al. (2004). Penambahan sol anorganik yang ditambahkan pada pewarna kain
organik diketahui dapat meningkatkan ketahanan luntur kain. (Mahltig dan Textor,

2
2008). Penambahan sol anorganik dengan metode sol-gel dapat meningkatkan
sifat tahan luntur zat warna pada tekstil, sol silika dimodifikasi dengan pewarna
Malachite Green dan Guinea Hijau untuk kemudian dicelupkan dengan kain
(Mahltig, 2006). Komposit sol Si/Ti dengan perbandingan molar 14: 01
merupakan komposisi optimum untuk mengurangi kelunturan yang ditambahkan
dalam pewarna CI Direct Green 26, CI Direct Red 89, CI Direct Yellow 86, CI
Direct Blue 9, CI Direct Black 22, and CI Direct Orange 39 dalam pencelupan,
dari penambahan komposit dalam pencelupan kain katun pada pewarna
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh negatif pada kain yang telah dicelup (Liu
et al., 2010).
Mahltig et al., (2005) melaporkan bahwa oksida logam juga dapat
meningkatkan sifat ketahanan mekanik, dan termal. Oksida logam dapat
membentuk lapisan yang tahan terhadap abrasi, oksida logam dapat berperan
sebagai bahan pembawa aditif, seperti senyawa organik untuk fungsionalisasi
tekstil. Mahltig( 2008) melaporkan bahwa matriks dari oksida logam akan
membantu ikatan zat warna dengan selulosa. Sifat pembawa zat aditif dari oksida
logam dapat dimanfaatkan sebagai pembawa aditif dari zat warna menuju ke
permukaan serat kain katun. Kombinasi pigmen warna organik dengan sol ZnO
dilakukan pada kain katun untuk mengurangi lunturnya zat warna Li et al ( 2007 ).
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba membuktikan bahwa ZnO-SiO2 dan
kitosan dapat meningkatkan tahan luntur kain terhadap pencucian terhadap
pewarna kain zat warna anionik Congo Red. Penelitian ini menggunakan metode
sol-gel dalam preparasi matreial anorganiknya. Metode sol-gel adalah metode
pembuatan sol anorganik melalui reaksi hidrolisis dan kondensasi alkoksida
logam dari senyawa melalui prekursor. Alasan menggunakan metode sol-gel
adalah adalah karena sol yang dibentuk transparan maka tidak akan
mempengaruhi zat warna yang akan dicelupkan pada kain, metode sol-gel
diketahui dapat meningkatkan dispersi partikel pada matrik organik (Yuan dkk,
2005). Maltig, 2004 melaporkan bahwa denga metode sol gel dari sol silika dapat
meningkatkan ketahanan luntur kain. Proses pelapisan komposit ZnO-SiO 2 yang
dipreparasi dengan metode sol gel yaitu dengan metode dip-coating dengan teknik
pad-dry-cure, uji ketahanan luntur dilakukan dengan uji leaching test dengan

3
surfaktan sodium dodesil sulfat. Pada penelitian ini digunakan sodium dodesil
sulfat (SDS) karena merupakan surfaktan anionik yang mudah terurai oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Dalam
penelitian ini akan dilakukan penggabungan antara material ZnO-SO2 dengan
kitosan sebagai satu alternatif sebagai material untuk meningkatkan tahan luntur
kain yang ramah lingkungan. Komposit kitosan ZnO-SiO 2 diharapkan memiliki
kemampuan meningkatkan ketahanan luntur pada kain yang lebih tinggi dan
memiliki ketahanan mekanik yang lebih baik

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik komposit kitosan ZnO-SiO2 yang dihasilkan dalam
penelitian ini?
2. Bagaimana ketahanan pencucian pada pengaruh perbandingan komposisi
kitosan, sol SiO2 dan partikel ZnO yang ditambahakan pada Zat warna
anionik Congo Red?

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kitosan
Kitosan merupakan biopolimer alami yang berasal dari kitin, komponen
utama dari kerangka luar crustacean dan arthropoda (juntarapum, 2012). Kitosan
merupakan biopolimer alam yang sangat melimpah. Kitosan merupakan
kopolimer nontoksik yang terdiri dari unit kopolimer β-(1,4)-2-acetamido-2-
deoksi-D-glukosa dan β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan rumus
molekul (C6H11O4N)n. Kitosan berasal dari proses N-deasetilasi Kitin. (Liu et al.,
2006) .
Perkembangan aplikasi baru dari kitosan disebabkan polisakarida ini
bukan hanya terdapat secara melimpah di alam, akan tetapi juga bersifat tidak
beracun dan dapat terurai di alam (biodegradable). Tidak seperti minyak bumi dan
batubara, kitosan merupakan bahan yang terperbarukan (renewable) (Kaban,
2009). Melihat sifat hidrofilik, reaktifitas kimia, kesanggupan membentuk film
dan sifat mekanik yang baik, maka kitosan merupakan bahan yang baik untuk
digunakan dalam berbagai bidang aplikasi. Kitosan tidak larut dalam air tapi larut
dalam pelarut asam dengan pH di bawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk
melarutkan kitosan adalah asam asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0. Pada pH di atas
7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Kitosan merupakan polielektrolit
kationik (pKa6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami.
Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan
hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk
jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Gugus fungsi
dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidrosil sekunder pada C-3
dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia
(Kaban, 2009). Kitosan memiliki struktur yang sama dengan selulosa , namun
gugus hidroksil pada atom karbon kedua digantikan oleh gugus amina. Selulosa
adalah homopolimer sedangkan kitin dan kitosan adalah heteropolimer.Gambar 1.
Gambar 2 dan Gambar 3 akan menggambarkan perbedaan struktur antara kitosan,
kitin dan selulosa.

5
Gambar 1. Struktur kitosan

Gambar 2. Struktur selulosa

Gambar 3. Struktur kitin


Sumber : (Kaban,2009)
B. Aplikasi Kitosan
Perkembangan modifikasi kitosan serta turunanya untuk berbagai aplikasi
berkembang sangat pesat . Kitosan sebagai polimer alam yang dapat
diperbaharui ,dengan sifat-sifat biodegradable, biocompatible, dan non toksik
menyebabkan kitosan dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Penelitian
terdahulu juga telah melaporkan bahwa turunan kitosan juga dapat dimanfaatkan
dalam berbagai bidang, N-Acyl chitosan dimanfaatkan bidang tekstil, teknologi
membran, dan bidang medis, turunan kitosan N-Carboxyalkyl (aryl) chitosan
dapat digunakan sebagai media kromatografi (Kumar, 2000). Kitosan dan
turunannya banyak digunakan sebagai coating material untuk serat selulosa, nilon,
kapas, dan wool. Penggunaan sebagai serat termodifikasi antara lain meliputi
bahan pembalut luka, tekstil, medikal, absorben yang sehat dan tidak alergenik,
penghilangan bau dan pakaian dalam antimikroba, pakaian olahraga serta kaus
kaki. Penambahan kitosan sebagai coating pada tekstil meningkatkan
permeabilitas terhadap uap air. Serat wool yang mengandung kitosan atau
turunannya meningkatkan daya celup (Kaban, 2009). Adanya gugus amino dan
hidroksil menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia. Beberapa jens

6
reaksi modifikasi kimia dari kitosan untuk menghasilkan turunan kitosan dapat
dilihat pada skema Gambar 4

Gambar 4. Reasi-reaksi modifikasi kimia dari kitosan menghasilkan turunan


kitosan (Kaban, 2009)

Performance sifat-sifat kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter


penting, salah satunya adalah berat molekul dan derajat deasetilasi (DD).
Besarnya derajat deasetilasi (DD) ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi basa,
temperatur, waktu dan pengulangan proses selama pembentukan kitosan
( Purnawan dkk, 2008)

C. Kitosan Sebagai Bahan Tahan Luntur Tekstil


Kitosan sendiri merupakan polimer alam polikationik yang bersifat
biocompatible, biodegradable, non toksik, dapat membentuk lapis tipis serta
memiliki kemampuan adsorpsi (Al Sagheer, 2005). Kitosan merupakan Kitosan
dapat digunakan sebagai agen antibakteri akibat adanya sifat polikationik yang
dimilikinya. sifat polikationik dimiliki kitosan dalam pH asam <65, gugus amina
bebas (-NH2) terprotonasi menjadi gugus amina kationik (-NH3) , Sifat
polikationik kitosan menyebabkan kitosan dapat berikatan dengan berbagai
material bermuatan negatif (Standford, 1990). Interaksi kitosan yang bermuatan
positif ini dimanfaatkan sebagai material sebagai tahan luntur pada kain, yang
ditambahkan pada zat warna dalam proses Dyeing (pewarnaan) pada serat kain.

7
Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kitosan dimanfaatkan untuk
material pengolahan limbah zat warna sebelum dibuang sebagai limbah, hal ini
dilakukan agar limbah pewarna tekstil yang dibuang tidak menyebabkan
pencemaran. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kitosan digunakan sebagai
delokalisasi pewarna Congo Red (Prameswari, 2013), dan sebagai adsorben zat
warna Direct Black 38 (Arifin dkk, 2013). Penggunaan kitosan sebagai material
yang ditambahkan pada proses Dyeing atau pewarnaan pada kain agar tidak luntur
akibat sifat yang dimiliki oleh kitosan yaitu sifat polikationik sehingga kitosan
mampu menarik atau berikatan dengan material negatif dari zat warna, terutama
zat warna yang bersifat asam (acid) atau anionik , reactive dan direct.

D. Kain Katun
Serat katun tergolong sebagai serat alam (natural fibers) dikarenakan serat
katun berasal dari tumbuhan yang digunakan sebagai bahan industri tekstil atau
sebagai bahan lainnya. Gambar 5 merupakan stuktur dari serat katun.

Gambar 5 Struktur Selulosa dari Serat Kain Katun

(Sumber : http://cotton.missouri.edu/Classrom-Chemical
%20Composition.html)

Hampir semua jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan memiliki
komposisi kandungan kimia berupa selulosa, dan kandungan lainnya merupakan
unsur-unsur lainnya seperti hemi selulosa, lignin, pektin, debu, waxes dan zat-zat
lainnya. Sementara Komposisi serat katun menurut wakelyn (2008) komposisi
kimia dari serat katun terdiri dari 95% selulosa, 1,3 % protein tiga, 1,2 % abu, 0,6
% , wax, 0,3 glukosa persen, dan 0,8 persen asam organik, dan senyawa kimia
lainnya sebesar 3.1 %. Karakteristik dari serat katun dapat dilihatpada Tabel 1.

8
Tabel 1. Karakteristik Serat Katun
Karakteristik Serat katun (%)
Derajat kristalisasi, % 63
Panjang ukuran, nm 83
Lateral ukuran kristal, nm 5
Sudut monoklinik ( , o 96

Berat jenis kristal katun ( 1,611

g/cm3
(Sumber : Haryono Agus dan Sri Budi Harmami. 2010)

Selain itu, serat katun juga memiliki sifat-sifat fisika dari serat katun atau kapas
yaitu sebagai berikut :

1. Warna
Warna serat kapas secara umum adalah putih cream, tetapi sesungguhnya
terdapat bermacam-macam warna putih. Pengaruh mikroorganisme
menyebabkan warna kapas menjadi suram. Warna kapas merupakan salah satu
faktor penentu grade.
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat,
panjang rantai dan orientasinya. Kekutan serat kapas perbundel rata- rata
adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum 70.000 dan maksimum
116.000 pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya
menurundalam keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam
keadaan basah makin tinggi.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa alam,
kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat alam hanya sutera dan wol yang
mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas berkisar 4 – 13 %
bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 % (Syafii, 2012).
4. Ketahanan luntur
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian merupakan salah satu indikator
kualitas produk tekstil baik tekstil rumah tangga maupun komersial. Syarat
mutu ketahanan luntur warna terhadap pencucian adalah staining scale pada
tingkat 4/5 (SNI 1294:2009).

9
Serat katun sangat diminati sebagai bahan pakaian karena memiliki sifat-
sifat yang baik seperti regenerasi, biodegradasi, kelembutan, afinitas pada kulit
dan higroskopik. Zat warna yang ditambahkan pada kain katun kadang tidak tahan
lama terhadap pecucian. Kartini (2010), melaporkan bahwa material TiO2 / SiO2
yang dtambahkan pada zat warna Malachite Green yag dilapiskan pada kain
katun.

E. Zat Warna Congo Red


Congo Red merupakan salah satu zat warna yang termauk senyawa azo.
Congo Red merupakan garam sodium dari benzidinediazo-bis-1-naphthyamine-4-
sulfonic acid. Bersifat larut dalam air, menghasilkan larutan koloid merah,
kelarutannya akan lebih baik dalam pelarut organik seperti etanol. Struktur kimia
Congo Red digambarkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Kimia Pewarna Congo Red

Dan berikut ini beberapa karakteristik dari zat warna Congo Red :

Nama IUPAC :Sodium 3,3’(1E,1’E)-biphenyl-4,4’-diylbis (diazene-2,1-


diyl)bis(4-amonionaphthalene-1-sulfonate)
Rumus molekul : C32H22N6Na2O6S2
Berat molekul : 696,68 g/mol
Warna : Coklat kemerahan (dalam bentuk bubuk) dan merah gelap
dalam larutan
Kelarutan : Larut dalam air, namun kelarutan lebih besar dalam pelarut
organik seperti etanol.
F. Proses Dyeing dan Leaching
Dyeing merupakan proses pencelupan pada kain dengan zat warna, proses
dyeing dapat dilakukan dingin maupun panas. Penambahan sol silika dilaporkan

10
dapat mengurangi lunturnya pakaian, reaksi atau interaksi antara zat warna denga
sol silika dilakukan setelah proses hidrolisis atau dapat dilakukan setelah sol silika
telah siap, kemudian zat warna dicampurkan dengan sol silika tersebut. Astrazon
Blue (AB), (C.I. Basic Blue 3), Alizarin S Red (AS) (C.I. Mordant Red 3), and
Sudan II Blue(SB) dilarutkan pada kompsoit SiO2-Al2O3 setelah sol tersebut
selesai dibuat (Mahltig, 2004). Proses penambahan zat warna pada sol dapat
dilihat pada Gambar 7 dibawah ini :

Gambar 7. Reaksi Sol dengan Pewarna (Mahltig, 2004)

Mahltig (2004), melaporkan tidak ada perbedaan apabila zat warna


dilarutkan pada sol pada proses hidrolisis ataupun setelh sol tersebut selesai
dipreparasi. Setelah penambahan zat warna pada sol, zat warna akan bergerak ke
matriks silika dan oksida logam sehingga daya ikatnya tinggi, dan menghasilkan
ketahanan luntur warna. Mahltig dan Textor (2008) melaporkan pelapisan sol
anorganik dapat dilakukan sebelum dyeing atau setelah dyeing. Proses Leaching
adalah proses pelepasan zat warna dari serat kain melalui proses pencucian
dengan detergen atau surfaktan. Setelah proses leaching kain akan menghasilkan
zat warna permanen, w/arna yang dihasilkan tergantung dari zat warna yang
ditambahkan. Gambar 8 akan menjelaskan proses penambahan zat warna pada sol
pada proses dyeing dan proses leaching.

11
Gambar 8. Diagram Proses Dyeing dan Proses Leaching (Mahtigh dan Textor,
2008)

G. Metode Pelapisan
Pelapisan kain untuk menghasilkan kain fungsional telah berkembang
pesat, tujuan dari pelapisan kain dengan material tertentu yaitu untuk menambah
fungsi lain dari tekstil tersebut. Pelapisan kain menggunakan sol gel sangat
diminati karena menghasilkan sol transparan (Mahltig, 2005). Driessche et al.
(2002) melaporkan bahwa metode pelapisan kain untuk metode sol gel
diantaranya adalah flame spraying, plasma spraying, dip coating, spin coating,
aerosol spray pyrolysis, and electrophoretic deposition. Metode pelapisan dip
coating dan spin coating merupakan metode yang paling serbaguna dari metode
sol-gel.
Kain yang dilapisi komposit dengan lapisan pada bagian belakang kain,
memiliki keunggulan dibandingkan dengan kain yang tidak dilapisi komposit,
kain yang dilapisi komposit lebih tahan lama dan kuat, dan terlindung dari efek
meteorologi (hujan, angin, dan sinar UV). Pada pelapisan kain ditambahkan bahan
lain yang fungsinya sebagai bahan pengikat agar daya tarik adhesi antara kain
dengan material komposit melekat dengan baik atau penggabungannya hanya
secara termal atau panas. (Kovačević et al. , 2010)

Gambar 9. (a) pelapisan dua kain menggunakan bahan pengikat (b) pelapisan kain
menggunakan panas (c)
pelapisan kain menggunakan bahan pengikat
(Kovačević et al. , 2010)

12
Penelitian terdahulu oleh dengan metode pelapisan pad-dry, pad-batch,
pad-steam and pad-dry steam dilakukan untuk meningkatkan tahan luntur zat
warna Remazol Blue R Special (C.I Reactive Blue 19), Sumifix Supra Navy Blue
2GF, Kayacion Blue P-GR (C.I Reactive Blue 5) and Procion Blue MXR (C.I
Reactive Blue 4) dan hasil yang optimal dilakukan dengan metode pelapisan dip-
coatin (Houshyar, 2001). Mahltig, 2004 melaporkan komposit SiO2-alumina
dilapiskan dengan zat warna Alizarin Red dengan metode dip-coating dan
padding, dengan derajat leaching sebesar 5%.

H. Material Anorganik
Penggunaan material anorganik seperti oksida logam sangat berkembang
baru-baru ini hal ini dikarenakan lapis tipis dari oskida logam memilki sifat
kekuatan mekanik dan ketahanan terhadap abrasi, pelapisan oksida dapat
berperan sebagai pembawa bahan aditif, seperti senyawa organik (Mahltig et al.,
2005).
Ketahaan luntur pada kain dapat dilakukan dengan menambahkan substrat
tekstil dengan agen primer trialkoxysilanes R-Si (oet) 3 dimana gugus R =
hidroksi, epoxy atau amino yang mengandung substituen, memodifikasi sol
dengan senyawa epoxysilane, sehingga dapat bereaksi dan membentuk ikatan
hidrogen dengan serat katun atau berikatan dengan gugus amino pada kain woll
dipermukaan kain, serta dapat dilakukan dengan penambahan atau pemberian
panas (thermal) dari kain yang telah dilapisi.
Prekursor yang digunakan dalam pembuatan sol silika biasanya adalah
silika alkoksida Si(OR)4 yang dapat bereaksi dengan air dalam reaksi hidrolisis,
reaksi ini menggantikan kelompok alkoksida dengan gugus hidroksil (OH), yang
kemudian dengan reaksi kondensasi menghasilkan ikatan siloksan (Si-O-Si)
sehingga membentuk agregat partikel silika yang mengandung jaringan polimer
tiga dimensi. Gugus silanol Si-OH yang berikatan dengan permukaan serat
selulosa membentuk ikatan hidrogen. ( Barbara et al, 2010). Menurut Maharani
(2011), adanya muatan negatif pada silika ini menyebabkan silika dapat
membentuk ikatan elektrostatik dengan material bermuatan positif seperti kitosan
atau selulosa.

13
Gambar 10. Mekanisme reaksi antara silika dengan selulosa (Li et al., 2007)

Adhesi lapisan silika yang kuat pada tekstil dapat meningkatkan ketahanan
material kationik yang diinteraksikan dengan silika dari proses leaching atau
pelepasan (Mahltig et al., 2004). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan
material silika dalam bentuk oksidanya (SiO2 ) dapat memperkuat interaksi
dengan kain, akibat adanya gugus silanol (Si-OH) dan siloksan Si-O-Si yang
terdapat pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat
interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas (Pramita, 2011).
interaksi dengan zat warna yang ditambahkan, terutama warna yang bermuatan
negatif (anion). Penggunaan pewarna basa (kationik) Malachite Green (MG) , zat
warna postif akan ditarik oleh gugus silanol (Kartini, 2010)

Gambar 11. Reaksi Zat warna malachite Green dengan Komposit Si/Ti

( Kartini,2010)

Salah satu contoh untuk meningkatan tahan luntur dalam literatur adalah
penambahan pewarna Alizarin S Merah yang dilapisan berbasis sol dari
silika/alumina, sehingga dapat meningkatkan ketahanan luntur (Mahltig et al ,
2004 ).

14
I. Metode Sol-Gel
Sol-gel proses merupakan teknik pembuatan suatu material pada
temperatur rendah sehingga reaksi yang terjadi memfasilitasi pemasukan senyawa
organik ke dalam matrik anorganik. Berbagai penelitian terdahulu telah banyak
dilakukan dalam penggunaan metode sol-gel seperti dalam pembuatan keramik
dan bahan gelas ( Dimitriev, 2008),dalam pelapisan tekstil fungsional (Mahltig,
2004), dan untuk meningkatkan ketahanan abrasi dan mencegah pembentukan
pilling akibat pencucian (Brzeziński et al,, 2011). Kelebihan metode sol-gel
diantaraya yaitu dapat memberikan metode yang sederhana, ekonomi dan efektif
untuk menghasilkan pelapis berkualitas tinggi (Dimitriev, 2008).
Beberapa penelitian terdahulu sudah banyak dilakukan dalam penggunaan
metode sol gel. Mahltig( 2005) melaporkan bahwa lapisan sol gel dari silika yang
diterapkan pada pewarna Malachite Green dan Guinea Green dapat meningkatkan
sifat tahan luntur pada tekstil yang dilapisi sol silika. Molekul pewarna dari
Astrazone Biru, Alizarin S Red,dan II Blue dimasukkan ke dalam matriks silika
paa saat pencelupan tekstil diketahui dapat meningkatkan sifat tahan luntur dari
tekstil (Mahltig, 2004). Sol silika yang dimodifikasi dengan oksida logam dengan
diameter partikel < 50 nm menghasilkan lapisan yang transparan. (Mahltig,
2005). Kelebihan dari metode sol gel adalah stabil dan dapat dibuat pada
temperatur rendah, lapisannya yang transparan (Mahltig,2005). Lapisan yang
transparan menyebabkan warna kain tidak terganggu proses pelapisan.

J. Diffuse Reflectant Uv-Vis


Terdapat jenis lain pengukuran absorbansi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan UV/Visible spektrofotometer. Salah satunya adalah pengukuran
yang didasarkan pada kemampuan spektrofotometer untuk mengukur reflektansi
material.Pengukuran reflektansi adalah nilai besar dalam memberikan standar
acuan untuk perbandingan warna sampel yang berbeda. Sebuah spektrofotometer
reflektansi mirip dengan spektrofotometer UV/Visible. Spektrofotometer
reflektansi harus memiliki lebar pita yang cukup lebar untuk memberikan tingkat
energi yang baik untuk pengukuran pantul. Reflektansi spektrofotometer juga
harus memiliki optik dan sistem elektronik dengan sensitivitas tinggi, dan harus
mampu menampung secara fisik reflektans idan transmisi tambahan.

15
Spektrofotometer harus mampu membuat pengukuran dalam baik pada panjang
gelombang tetap yang dipilih maupun melakukan scan selama rentang panjang
gelombang.
Pada diffuse reflectant, cahaya tersebar ke segala arah dari sampel, dengan
ketentuan bahwa cahaya tersebar inidapat dikumpulkanke sebuah detektoroptik,
reflektansi permukaan dapat diukur pada panjang gelombang tertentu, atau dengan
Penelitian terdahulu oleh Maharani (2013) tentang penggunaan komposit kitosan
silika-alumina sebagai agen fiksasi zat warna metil orange dan rhodamin B yang
dianalisis menggunakan DRUV untuk mengetahui reflektansi sebelum dan
sedudah tes leaching.

K. Tinjauan Tentang Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)


Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy atau yang dikenal dengan FT-
IR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia
dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material
semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR
mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan,
padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material.
Prinsip dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan
semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul monoatom (
He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik ( H2, N2, O2, dll).
Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang
mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. frekuensi yang
melewati senyawa diukur sebagai transmitansi, supaya terjadi penyerapan radiasi
inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :
1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke
tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah
terkuantitasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi
elektromagnetik yang diserap
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan
baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan

16
Untuk setiap ikatan kimia yang berbeda seperti C - C, C= C, C= O, O-H
dan sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda. Gambar 12
merupakan spektrum inframerah yang dihasilkan dari komposit kitosan ZnO-
SiO2.. Puncak pada bilangan gelombang didaerah 569,00 cm -1, mempresentasikan
rentangan simetris siloksan (Si-O-Si), gugus silanol pada TEOS berada pada
bilangan gelombang 952 cm-1.

L. Tinjauan tentang X-Ray Diffraction (XRD)


X-Ray Diffraction merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi
fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkan ukuran partikel. Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu
difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom
dalam sebuah kisi periodik. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk
mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...


Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada
sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar
yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai
sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,
makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Contoh dari hasil analisis menggunakan X-Ray
Diffraction dari kitosan diperoleh difraktogram pada Gambar 12.

Intensitas

10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 12. Difraktogram Kitosan (Maharani, 2012)

17
Puncak-puncak karakteristik Kitosan muncul pada sudut 2θ 19,70 o ; 23,28o ;
29,62o ; 32,35o dan 39,52o (Zhang, et al., 2005).

M. Tinjauan tentang Instrumen Scanning Elektron Microscopy (SEM)


SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal
yang dipadukan dengan EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy) sehingga
dapat digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai struktur terkecil
benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen serta
permukaan bahan dengan skala micrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang
menggunakan sumber medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm,
sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia
maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan


anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

Skema instrumen SEM dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 13. Skema instrumen SEM

18
(Sumber : http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-
electron-microscopy/ )

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui karakterisasi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan berbagai variasi
komposisi kitosan, zink oksida dan silika .
2. Mengetahui ketahanan pencucian (% leaching) pada perbandingan komposisi
kitosan dan ZnO, sol SiO2.

B. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
1. Penemuan dan pengembangan material peningkatan ketahanan untur warna
pakaian yang ramah lingkungan yang berkesinambungan untuk kepentingan
pengembangan IPTEK dan industri tekstil.
2. Sebagai solusi jitu bagi industri tekstil untuk menciptakan tekstil dengan warna
yang tahan luntur, sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat
limbah zat warna yang berasal dari industri tekstil.
3. Membangun jiwa peneliti bagi mahasiswas sehingga diharapkan lebih unggul
dalam menerapakan konsep dan pemikiran secara ilmiah

19
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengn tahapan rancangan sebagai
berikut :
1. Preparasi Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Karakterisasi
Penelitian eksperimental ini mengikuti rancangan “ The Pre Test-Post Test
Only Control Group Design “ yang digambarkan sebagai berikut :

Kitosan ZnO-SiO2 H1

Gambar 14. Desain Penelitian “ The Pre Test-Post Test Only Control
Group Design “

X : Penambahan ZnO dan sol SiO2 dengan perbandingan 1:2 ; 1:2 ;


1:1

H2 : Data karakterisasi yang dihasilkan pada kitosan ZnO-SiO2 yang


meliputi data gugus fungsional dengan menggunakan
spektrofotometer FTIR dan XRD

2. Pelapisan Kain dengan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Zat Warna serta
Karakterisasi

20
Penelitian eksperimental ini mengikuti rancangan “ The Pre Test-Post Test
Only Control Group Design “yang digambarkan sebagai berikut :

P0 H0

P1 H1
Hx H4
S1
P2 H2

P3 H3

Gambar 15. Rancangan Penelitian “ The Pre Test-Post Test Only Control
Group

Keterangan :

S1 : Sampel berupa kain katun


P0 : Sampel berupa kain yang akan dilapisi dengan kitosan
P1 : Pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan
1:2:1
P2 : Pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan
1:1:1
P3 : Pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan
1:1:2
H0 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan kitosan dan
zat warna yang meliputi data besar daya tahan luntur dengan DRUV
H1 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit
kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan 1:2:1 yang meliputi
data besar daya tahan luntur dengan DRUV
H2 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit
kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan 1:1:1 yang meliputi
data besar daya tahan luntur dengan DRUV

H3 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit


kitosan ZnO-SiO2 dan zat warna dengan perbandingan 1:1:2 yang meliputi
data besar daya tahan luntur dengan DRUV
Hx : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit
kitosan ZnO-SiO2 yang memiliki % leaching terbaik

21
H4 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit
kitosan ZnO-SiO2 yang meliputi uji tarik mulur dan analisis morfologi
permukaan kain.

B. Populasi

Populasi penelitian ini adalah kitosan hasil isolasi dari limbah cangkang
kepiting bakau (Scylla sp) yang diperoleh dari agen penjual kitosan di daerah
Bandung.

C. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kitosan hasil isolasi limbah
cangkang kepiting bakau ( Scylla sp) yang diperoleh dari agen penjual kitosan di
daerah bandung yang diambil secara random.

D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variable yang digunakan yaitu :
1. Variabel bebas : Perbandingan persen volum larutan kitosan dengan sol
ZnO/SiO2 yaitu 1:1:1; 1:2:1; 1:1:2
2. Variabel respon : senyawa komposit kitosan ZnO/SiO2, senyawa yang terbentuk
akan dianalisis dengan menggunakan FTIR dan XRD, % leaching kain yang
dilapisi komposit kitosan ZnO-SiO2
3. Variabel kontrol : konsentrasi silika 0,01 M, konsentrasi larutan kitosan 0,1 %,
kecepatan tarik ulur saat pencelupan yaitu 30 cm/menit, waktu curing selama
3 menit denga suhu 140oC, suhu dryng 80oC dengan waktu 5 menit.

E. Bahan dan Alat Penelitian


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu :
Satu set alat refluks, Hot plate stirer, pengaduk magnet, cawan porselen,
sentrifuge, alat penggerus (mortar), kaca arloji, penjepit stainless steel,
termometer air raksa, neraca analitis, Oven, Ultrasonic Vibrator, Fourier
Transform Infra-Red Spectrophotometer (FTIR), X-Ray Diffractometer (XRD),
SEM (Scanning Electron Micograph), Autograf, Ultrasonic Vibrator, stiffness
tester, spektrofotometer Diffuse Reflectant Uv-Visible.
2. Bahan

22
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Bandung, serbuk SDS, 2-propanol, Asam asetat, NaOH p.a (Merck), HCl 0,1
M (Merck), CH3COOH p.a (Merck), Etanol p.a (Merck), Etanol teknis, TEOS
(Merck), ZnCl2, Sodium dedocyl sulfate, zat warna congo red dan aquades serta
aqua demineralisasi.

F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Larutan Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO-SiO2
a. Tahap pembuatan larutan kitosan
Larutan kitosan diperoleh dengan cara melarutkan kitosan sebanyak 0,1
gram dalam 100 ml larutan asam asetat 2% menghasilkan konsentrasi
larutan kitosan sebesar 0,1%.
b. Tahap Pembuatan ZnO
Partikel ZnO dibuat dengan cara melarutkan ZnCl2 kedalam air dan
o
dipanaskan sampai temperatur 90 C selama 10 menit, selanjutnya
ditambahkan larutan NaOH dan didiamkan untuk memisahkan supernatan
dan filtratnya. Supernatan dicuci dengan air sampai NaCl hilang.
Selanjutnya supernatan dipanaskan dalam tanur pada temperatur 250 oC
selama 5 jam.
c. Tahap pembuatan sol Silika
Sol silika dibuat dengan cara mencampurkan 5 ml Tetraethyl orthosilicate
(TEOS) dan 96 ml etanol. Selanjutnya ditambahkan 2 ml larutan HCl 0,01
M dan diaduk pada temperatur ruang selama 24 jam dengan pengadukan
konstan.
d. Tahap pembuatan komposit kitosan ZnO/ SiO2
Larutan ZnO dibuat dengan melarutkan partikel ZnO dalam aqua
demineralisasi. Komposit dibuat dengan cara mencampurkan larutan
kitosan, sol silika dan larutan ZnO dengan perbandingan komposisi (v/v) =
1:1:1; 1:2:1; 1:1:2. dan diaduk selama 30 menit.
e. Pembuatan larutan zat warna
Sebanyak 0,01 gram serbuk congo red ditimbang dengan menggunakan
neraca analitis kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL selanjutnya
ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dikocok hingga campuran
homogen.
f. Pembuatan kompositdengan zat warna
Sebanyak 18 gram komposit ditambah dengan 0,9 gram larutan congo red
dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL kemudian ditambah 81,1 mL etanol
dan diaduk hingga tercampur sempurna (Kartini dkk, 2012).

23
g. Tahap Karakterisasi Kitosan dan Komposit kitosan ZnO-SiO2
Karakterisasi kitosan dan komposit kitosan yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi karakterisasi kitosan yang dibeli dari agen penjual kitosan di
Bandung, karakterisasi kitosan dan karakterisasi komposit kitosan ZnO/SiO2
h. Karakterisasi Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Morfologi
Pelapisan Kitosan ZnO-SiO2
1) Analisis Gugus Fungsi Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO/SiO2
Analisis gugus fungsi kitosan dan komposit kitosan ZnO/SiO 2 dilakukan
dengan menggunakan instrumen FTIR. Sampel kitosan ZnO/SiO 2 yang
akan dianalisis diuapkan pelarutnya terlebih dahulu dan dikeringkan
dalam oven sampai kering pada temperatur 60oC. Serbuk komposit yang
diperoleh selanjutnya digerus dengan mortar dan dianalisis dengan
spektroskopi FTIR.
Sampel berbentuk serbuk diambil ± 1/10 dengan spatula, dihomogenkan
Sampel serbuk kitosan ditempatkan pada sample holder yang
ketebalannya 2 mm dalam mortar agat dengan serbuk KBr kira-kira 1
spatula dimasukkan dalam alat pembuat pelet secara merata dan setipis
mungkin. Selanjutnya alat pembuat pelet ditutup, dan dipress dengan
tekanan 80 torr setelah itu dihubungkan dengan pompa vakum dan
biarkan selama ±10 menit. Selanjutnya pompa vakum dimatikan, alat
press dimatikan kemudian diletakkan dalam tempat sampel FTIR,
selanjutnya dimasukkan dalam alat instrumen dan dianalisis dengan
pengaturan untuk scanning tiap sampel : Rentang bilangan gelombang :
4000-400 cm-1, scan 256 dan resolusi 4.

2) Analisis Difraksi Sinar-X (XRD)


Alat XRD pada posisi rata atau sejajar dengan Ganiometer dan luas
penyinaran antara 0,5 x 2 cm sampai 1 x 2 cm, kemudian dilakukan
scanning pada kondisi: X-ray tube X-ray tube (target = Cu, voltage =
40.0 (kV), current = 30.0 (mA)); Slits (divergence slit = 1.00000 (deg),
scatter slit = 1.00000 (deg), receiving slit = 0.15000 (mm)); Scanning
(drive axis = Theta-2Theta, scan range = 5.000 - 89.980), scan mode =

24
Continuous Scan, scan speed = 2.0000 (deg/min),sampling pitch =
0.0200 (deg) , preset time = 0.60 (sec)
3) Analisis permukaan kain dengan SEM
Kain berlapis komposit kitosan ZnO/SiO2 dengan ketebalan sekitar 0,5
mm diletakkan di bawah mikroskop elektron dengan perbesaran 2500x
dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat gambar yang jelas. Gambar
kain difoto dengan kamera digital melalui mikroskop.
i. Pelapisanzat warna dan komposit pada kain
Kain katun yang akan dilapisi oleh material komposit dipotong dengan
ukuran 7 x 3 cm. Dibuat batas atas sebesar 1 cm untuk mengikatkan
benang pada kain agar bisa digantung setelah proses
pencelupan.Selanjutnya dicuci dengan menggunakan etanol teknis untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada kain dan dikeringkan pada
suhu 60 °C selama 15 menit. Kemudian kain dilapisi dengan agen fiksasi
degan variasi komposisi kitosan ZnO-SiO2 1:1:1, 1:2:1; 1:1:2 dan zat
warna congo red seperti di bawah ini :
Agen fiksasi + zat warna dicampur

Kain

Gambar 16. Skema Pencelupan kain dengan Komposit dengan Zat


Warna

Pencelupan kain dilakukan sebanyak 10 kali dengan kecepatan tarik ~ 3


cm/detik. Selanjutnya kain dikering-anginkan selama 5 menit kemudian
ditimbang untuk memperoleh berat wet pick-up.

Wet-pick up (%) = x 100 %

25
Dengan,

A : berat kain awal

B : berat kain setelah diangin-anginkan setelah diberi perlakuan


pencelupan (Maharani dkk, 2013)

Kain selanjutnya dikeringkan dalam oven (drying) pada temperatur 80 °C


selama 5 menit dan dilanjutkan dengan curing pada temperatur 140 °C
selama 3 menit dan ditimbang beratnya hingga konstan.

j. Uji ketahanan luntur zat warna pada kain


Kain yang telah dilapisi oleh agen fiksasi dan zat warna kemudian
dilakukan proses leaching atau pelepasan zat warna yang dilakukan
dengan pencucian menggunakan sodium dodesil sulfat (SDS) 1 %
sebanyak 100 mL. Pada penelitian ini digunakan sodium dodesil sulfat
(SDS) karena merupakan surfaktan anionik yang mudah terurai oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Uji
ketahanan tekstil terhadap zat warna dilakukan dengan menggunakan
analisis spektrofotometer UV-Vis diffuse reflectant (DRUV). Persen
leaching yang diasumsikan sebagai anti pudar dihitung dengan persamaan
dari analisis DRUV yaitu :
D = 100 (rA-rB) / (100-rB)

Dengan,

rA : reflektansi setelah uji leaching

rB : reflektansi sebelum uji leaching

(Mahltig et al.,2006)

Tes Leaching dilakukan dengan menggunakan 1 wt % larutan surfaktan


sodium dodecyl sulfat sesuai dengan maetode dri Mahltig dan Textor
(2006). Pantulan dari spektrum sebelum dan setelah tes pencucian
(leaching) diuji dengan Spektofotometer (Shimadzu UV specular
reflektasi 1700 Pharmaspec). Tingkat pencucian (D) dihitung dengan

26
menggunakan persamaan D = 100 (rA-rB) / (100-rB) (Mahltig dan Textor
2006). rB merupakan pantulan spektrum sebelum tes pencucian
(Leaching) sedangkan rA merupakan pantulan spektrum setelah tes
pencucian (leaching).
k. Uji kekuatan tarik dan mulur kain yang telah dilapisi komposit
kitosan ZnO-SiO2

Kain yang telah dilapisi dengan komposit kitosan ZnO-SiO2 diuji


kekuatan tarik mulurnya. Prinsip dari uji kekuatan tarik mulur adalah
mengukur beban dan kemuluran yang diperlukan untuk menarik kain
sampai putus dengan menggunakan alat uji kuat tarik pada kecepatan 100
mm/menit.

Kuat tarik = F maks

Kemuluran =

Keterangan :

F maks adalah beban maksimum yang diperlukan untuk menarik kain


hingga putus, dinyatakan dalam Newton (N)

ℓ0 adalah panjang atau jarak dua garis mula-mula

ℓ1 adalah panjang atau jarak dua garis setelah kain putus.

(SNI 1294:2009)

G. Kerangka Operasional Penelitian

27
1 gram kitosan ZnCl2 dilarutkan air 5ml TEOS
- dipanaskan 90oC 10 menit Ditambah 96 ml etanol
-dilarutkan
dalam 100 mL - itambah NaOH, didiamkan, Ditambah 2ml HCl 0,01
asam asetat 2 % dicuci air M

Dipanaskan pada tanur Diaduk 24 jam pada suhu


250oC
ruang

Larutan kitosan 1 % Nanosol ZnO-SiO2 0,004 gram congo red

-dikarakterisasi dengan FTIR -dilarutkan dalam


10 mL aquades
- Kain terlapisi zat
warna dan agen fiksasi
Komposit kitosan ZnO-SiO2kain Larutan congo red

kain -dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD

-dicuci dengan
etanol teknis -dicampur

Kain siap pakai Komposit kitosan ZnO-SiO2 + congo red


-dilapisi
O
Kain terlapisi agen fiksasi dan zat warna

-dikarakterisasi dengan DRUV


dan SEM

-diuji kekuatan tarik mulur

Data karakterisasi

Gambar 17. Kerangka Operasional Penelitian

H. Teknik Analisis Data


Data-data yang didapatkan dari penelitian ini secara umum terdiri dari data
kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu pada
data spektra kitosan dan komposit kitosanZnO-SiO2 yang diperoleh dengan
menggunakan FTIR dan XRD. Data-data yang didapatkan dari penelitian ini
akan disajikan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan Data Karakterisasi Komposit

28
No. Sampel Data FTIR

1 Kitosan

2 Kitosan ZnO-SiO2

Data keadaan permukaan kain katun yang telah dilapisi komposit yang
diperoleh melalui SEM akan dianalisis secara kualitatif.Sedangkan besarnya
daya ketahanan luntur zat warna pada kain katun yang diperoleh dengan
menggunakan DRUV dan uji kekuatan tarik mulur dianalisis secara deskriptif
kuantitatif. Data-data yang didapatkan dari penelitian ini akan disajikan
seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Rancangan Data Ketahanan Luntur Zat


Warna pada Kain Katun

No. Sampel % Leaching


Kain terlapisi zat
1
warna
Kain terlapisi
2
kitosan ZnO-SiO2

Hasil terbaik dari ketiga komposisi pelapisan dengan komposit kitosan ZnO-
SiO2 akan diuji kekuatan tarik mulur serta analisis morfologi permukaan kain
dan hasilnya akan disajikan seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Rancangan Data Uji Kekuatan Tarik Mulur serta


Analisis Morfologi Permukaan Kain Katun

Kekuatan Morfologi
Sampel permukaan
Tarik Mulur kain
Kain terlapisi
kitosan ZnO-
SiO2
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

29
Hasil penelitian yang telah dicapai sampai saat ini yaitu tahapan sintesis
komposit kitosan ZnO-SiO2 , karakterisasi gugus fungsi sol ZnO-SiO 2, komposit
kitosan ZnO-SiO2 menggunakan isntrumen FTIR , karakterisasi XRD komposit
kitosan ZnO-SiO2 serta pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO 2 dengan zat warna
congo red pada kain katun. Serta pengujian tahan luntur kain katun yang telah
terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2
A. Preparasi dan Karakterisasi Komposit Kitosan ZnO-SiO2
1. Preparasi Larutan Kitosan
Pembuatan larutan kitosan 1% telah berhasil dilakukan dengan cara
melarutkan serbuk kitosan sebanyak 1 gram ke dalam 100 mL larutan asam
asetat 2%. Hasil yang diperoleh adalah larutan kitosan berwarna kuning jernih
dan larut sempurna (homogen). Larutan kitosan yang homogen ini sangat
diperlukan untuk menghasilkan komposit kitosan ZnO-SiO2 yang pada tahap
selanjutnya akan dilapiskan pada kain katun. Lapisan yang homogen akan
menghasilkanpelapisan yang merata, sempurna dan tidak merusak kain
(Maharani dkk, 2013)
2. Preparasi dan Karakterisasi ZnO-SiO2
Pembuatan serbuk ZnO telah berhasil dilakukan dengan mereaksikan
ZnCl2 sebanyak 5,5 gram, kemudian dimasukkan pada labu dasar bulat dan
dilarutkan dengan 200 mL aquades. Larutan kemudian direfluks sampai suhu
90oC,kemudian dipanaskan selama 10 menit sambil mereaksikan 10 mL NaOH
5 M. Reaksi ini dilakukan dibawah pengadukan konstan menggunakan
magnetik stirer tujuanya adalah agar semua ZnCl2 dapat bereaksi dengan
NaOH sehingga menghasilkan ZnO dan NaCl. Endapan yang dihasilkan
kemudian dipisahkan, endapan yang dihasilkan selanjutnya dicuci dengan
aquades sampai bebas NaCl. Indikator sudah tidak adanya NaCl yaitu ketika
campuran ditetesi dengan AgNO3, tidak akan terbentuk hablur berwarna putih
(AgCl). Endapan yang dihasilkan kemudian dilarutkan pada 2-propanol dan
diultrasonik selama 10 menit. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 6000
rpm elama 15 menit, tujuan sentrifug ini adalah untuk memisahkan endapan
dengan filtrat. Endapan yang dihasilkan berwarna putih, selanjutnya endapan
tersebut dipanaskan dengan suhu 250OC selama 5 jam. Serbuk selanjutnya
ditumbuk dengan mortar dan alu untuk mengahsilkan serbuk ZnO dengan
ukuran yang lebih halus.

30
Pembuatan sol silika telah dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 1
ml Tetraetil orthosilikat (TEOS) dengan 2 ml HCl 0,1 M yang digunakan
sebagai katalis selanjutnya direaksikan dengan 97 ml etanol p.a, campuran
homogen diaduk menggunakan magnetik stirer selama 24 jam pada suhu
kamar. Hasil yang diperoleh adalah berupa sol jernih yang homogen. Larutan
jernih dan homogen ini akan dadapat memberikan hasil pelapisan kain yang
sempurna dan tidak merusak kain.
Sol silika yang telah dibuat kemudian direaksikan dengan serbuk ZnO
kemudian dianalisis gugus fungsinya menggunakan instrumen FT-IR. Hasil
analisis spektofotometer FTIR ZnO-SiO2 ditujukan pada Gambar 17 diketahui
serapan yang khas dari vibrasi ulur gugus Si-O-Si pada bilangan gelombang
1093,56 cm-1 , berarti telah terbentuk jaringan polimer oksida Si-O-Si dari sol
SiO2 yang dihasilkan dari penelitian ini.Pada bilangan gelombang 792,69 cm-1
merupakan serapan dari vibrasi tekuk gugus Si-OH , sedangkan serapan yang
muncul pada bilangan gelombang 3448,49 cm-1 , merupakan vibrasi ulur dari

OH. Sedangkan munculnya serapan pada bilangan gelombang 791,69 cm -1


merupakan vibrasi ulur dari Si-O ( Maharani dkk, 2013)
Gambar 17. Spektra FTIR ZnO-SiO2

3. Preparasi dan Karakterisasi Komposit Kitosan ZnO-SiO2

31
Pembuatan komposit kitosan ZnO-SiO2 dibuat dengan cara
mencampurkan larutan kitosan 1 % dengan larutan ZnO dan sol SiO 2 dengan
perbandingan 1 : 1 :1, 1:2:1 dan 1:1:2 %b/b. Komposit yang dibuat berupa
larutan komposit tidak berwwarna dan homogen. Karakterisasi dilakukan
dengan spektofotometer FTIR dan XRD. Gambar 18. merupakan spektra FTIR
komposit kitosan ZnO-SiO2

Gambar 18. Spektra FTIR Komposit Kitosan ZnO-SiO2

Berdasarkan spektra FTIR komposit kitosan ZnO-SiO2 pada Gambar 18


terlihat bahwa pada komposit kitosan ZnO-SiO 2 muncul serapan khas gugus-
gugus spesifik dari komposit kitosan ZnO-SiO2 . Puncak serapan pada
bilangan gelombang 952,77 cm-1 menandakan adanya serapan dari gugus
silanol Si-OH. Gambar 19 Spektra FTIR

32
Gambar 19. Spektra FTIR ZnO-SiO2 (A) dan Komposit kitosan
ZnO-SiO2 (B)

Hasil Gambar 19 merupakan perbandingan spektra FTIR ZnO-SiO 2 dan


komposit kitosan ZnO-SiO2, pada bilangan gelombang 1151,42 cm -1
merupakan serapan dari vibrasi ulur Si-O-Si. Pergeseran serapan gugus
siloksan Si-O-Si pada 1151,42 cm-1 dibandingkan spektra inframerah ZnO-SiO2
pada 1093,56 cm-1 menunjukkan adanya interaksi ZnO-SiO2 dengan kitosan.
Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya ikatan hidrogen yaitu terbentuk
gugus silanol Si-OH antara ZnO-SiO2 dengan kitosan pada komposit.Gugus
OH dari ZnO-SiO2 terlihat bergeser, ini diakibatkan adanya interaksi dengan
gugus OH pada kitosan. Gambar 20 merupakan difraktogram dari komposit
kitosan ZnO-SiO2 (Maharani dkk,2013)

33
Gambar 20. Difraktogram Komposit Kitosan ZnO-SiO2

Dari difraktogram komposit kitosan ZnO-SiO2 dapat dilihat bahwa


terdapat pita serapan tajam pola difraksi sinar X kitosan menunjukkan puncak
2θ pada 10,67 o dan 19,66 o. Puncak yang tajam dan kuat pada daerah 31,9 o,
34.36 o,36.4 o,47.7 o merupakan puncak spesifik dari ZnO yang mempunyai sifat
o o o o o o
kristalin. Nilai 2θ pada 31.8 , 34.4 , 36.3 , 47.5 , 56.6 , 62.8 , merupakan
puncak spesifik dari kitosan-ZnO (Salehi et al,2010). Pada nilai 2θ dengan
intensitas yang rendah pada 26.9 o, 33 o ,38.2 o, 51,6 o ,55.2 o , 59 o, 62.6 o , 66 o
merupakan puncak spesifik dari Si, sementara nilai 2θ gugus Si-O-Si terlihat
pada 22.1 o, 25.9 o , 44.1 o, 57 o dan intensitas yang lemah pada daerah 2θ antara
55 o sampai 90 o .

B. Pelapisan Kain dengan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dengan Congo Red


Komposit Kitosan ZnO-SiO2 yang akan dilapiskan pada kain katun,
direaksikan terlebih dahulu dengan zat warna congo red telah dilarutkan dengan
aquades. Campuran komposit dengan zat warna congo red berwarna merah tua.
Kain katun yang siap dilapisi komposit dilapisi dengan agen fiksasi degan variasi
komposisi kitosan ZnO-SiO2 1:1:2; 1:1:1; 1:2:1 dan zat warna congo red seperti di
bawah ini :
Pencelupan kain dilakukan sebanyak 10 kali dengan kecepatan tarik ~ 3
cm/detik. Selanjutnya kain dikering-anginkan selama 5 menit kemudian
ditimbang untuk memperoleh berat wet pick-up. Dibawah ini merupakan Tabel
hasil wet pick up setelah pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan variasi
komposisi..

34
Tabel 5. Wet pick up Komposit Kitosan ZnO-SiO2 yang dilapiskan pada
kain
Wet pick up Komposit Kitosan ZnO-SiO2
1:2:1 1:1:1 1:1:2
80,7 % 96,17 % 105,28 %
82,04 % 100,93 % 1003,78 %
82,23 % 101,99 % 128,9 %

Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa persen wet pick up dari komposisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 1:1:2 , komposit 1:1:2 diperoleh dari 25 ml kitosan,
25 ml ZnO dan 50 ml SiO2. Wet pick up dapat digunakan untuk mengetahui berapa
persen komposit yang berikatan dengan zat warna yang terikat pada serat selulosa.
Komposisi 1:1:2 paling banyak membawa zat warna yang melekat pada serat kain
hal ini diakibatkan adanya oksida logam ZnO, matriks oksida logam akan
membantu ikatan zat warna dengan selulosa, sehingga ikatan yang dihasilkan
semakin kuat. Sifat pembawa zat aditif dari oksida logam dapat dimanfaatkan
sebagai pembawa aditif dari zat warna menuju ke permukaan serat kain katun. Zat
warna akan terikat kuat pada gugus silanol pada SiO 2, karena komposisi SiO2 yang
banyak maka zat warna yang terikat pada SiO2 akan semakin banyak dan kuat
ikatannya pada kain. Gugus silanol akan memperkuat ikatan kain, zat warna dan
kitosan, sehingga zat warna akan terikat kuat, sehingga material komposit-zat
warna yang terikat kain semakin banyak.
Pada komposisi 1:1:1 dan komposisi 1:2:1 memiliki wet pick up kecil
dibandingkan komposisi 1:1:2 hal ini menandakan tidak banyak ikatan antara
kain dengan komposit-zat. Hal ini diakibatkan karena komposisi SiO2 yang tidak
sebanyak pada komposisi 1:1:2. Gugus SiO2 akan meningkatkanikatan ikatan zat
warna, kitosan dan serat kain, dengan komposisi SiO2 yang makin banyak akan
meningkatkan daya ikat zat warna, pada kain.
Kain selanjutnya dikeringkan dalam oven (drying) pada temperatur 80 °C
selama 5 menit dan dilanjutkan dengan curing pada temperatur 140 °C selama 3
menit dan ditimbang beratnya hingga konstan. Tujuan dry adalah untuk
menguapkan air dan pelarut, sedangkan curing adalah untuk lebih merekatkan

35
komposit pada serat kain (Junaidi, 2011). Warna kain setelah dicelupkan zat warna
dengan komposit kitosan ZnO-SiO2 adalah merah, sementara kain yang
dicelupkan zat warna tanpa komposit berwarna merah lebih terang dibanding yang
di celupkan zat warna-komposit kitosan ZnO-SiO2.

C. Uji Ketahanan Luntur Zat Warna pada Kain


Kain yang telah dilapisi oleh agen fiksasi dan zat warna kemudian dilakukan
proses leaching atau pelepasan zat warna yang dilakukan dengan pencucian
menggunakan sodium dodesil sulfat (SDS) 1 % sebanyak 100 mL. Alasan
Digunakan sodium dodesil sulfat (SDS) karena merupakan surfaktan anionik yang
mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Setelah uji leaching menggunakan sodium dodecyl Sulfat dilakukan
proses pengeringan dalam oven (drying) pada temperatur 80 °C selama 5 menit
dan dilanjutkan dengan curing pada temperatur 140 °C selama 3 menit dan
ditimbang beratnya hingga konstan. Saat diuji leaching dengan sodium dodescyl
sulfate warna kain memudar, dan luntur pada larutan sodium dodecyl sulfat, luntur
yang paling besar terjadi pada kain yang dicelupkan zat warna tanpa komposit
kitosan ZnO-SiO2. Hasil Uji ketahanan luntur dari kain katun yang dilapisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 disajikan pada Gambar 20. Berdasarkan Gambar 20
dapat diketahui secara keseluruhan bahwa persen leaching dari komposisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan perbandingan 1:1:2 memiliki persen leaching
paling rendah dibanding dengan kain katun yang dilapisi komposit dengan
perbandingan kitosan ZnO-SiO2 1:1:1 maupun 1:2:1. Hal ini berarti bahwa sifat
ketahanan luntur zat warna congo red pada kain katun yang dilapisi dengan
komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan perbandingan 1:1:2 paling tinggi.

36
Gambar 20. Grafik Persen Leaching

Komposisi 1:1:2 terdiri dari reaksi 25 ml kitosan, 25 ml ZnO dan 50 ml sol


silika. Semakin banyak penambahan SiO2 pada komposit akan memperkuat ikatan
dengan kain, kitosan dan zat warna congo red. Ketahanan luntur yang besar
terhadap zat warna congo red yang dilapiskan pada kain katun, pada komposisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan komposisi 1:1:2 diakibatkan adanya oksida
logam ZnO, matriks oksida logam akan membantu ikatan zat warna dengan
selulosa, sehingga ikatan yang dihasilkan semakin kuat. Sifat pembawa zat aditif
dari oksida logam dapat dimanfaatkan sebagai pembawa aditif dari zat warna
menuju ke permukaan serat kain katun . Zat warna akan terikat kuat pada gugus
silanol pada SiO2. Penelitian terdahulu juga melaporkan bahwa matriks silika dan
oksida logam menghasilkan daya ikat yang tinggi, dan menghasilkan ketahanan
luntur warna (Mahltig dan Textor, 2008). Penambahan material silika dalam
bentuk oksidanya (SiO2) dapat memperkuat interaksi dengan kain, akibat adanya
gugus silanol (Si-OH) dan siloksan Si-O-Si yang terdapat pada SiO 2 yang
berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat interaksi dengan kain
sehingga kitosan tidak mudah lepas (Pramita, 2011).
Persen leaching paling tinggi pada variasi komposisi komposit 1:2:1 yang
terdiri dari volume kitosan sebanyak 25 ml, ZnO 50 ml dan 25 ml. Persen
leaching yang dihasilkan paling besar, diakibatkan gugus gugus silanol (Si-OH)
dan siloksan Si-O-Si yang terdapat pada SiO2 pada komposisi 1:2:1 paling kecil,
sehingga ikatan gugus silanol (Si-OH) dan siloksan Si-O-Si yang terdapat pada

37
SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dengan kain, serta memperkuat
ikatan zat warna, interaksinya sangat lemah dibanding komposisi 1:1:1 dan 1:1:2.
Sehingga saat dilakukan tes leaching, zat warna akan mudah lepas, dan sifat tahan
luntur nya sangat rendah, walaupun ZnO yang ditambahkan komposisinya paling
banyak namun ikatannya akan mudah lepas saat pencucian. Karena ZnO tidak
bekerja dengan optimum, tanpa adanya SiO2 ZnO akan mudah lepas saat tes
leaching. Oksida logam dapat dimanfaatkan sebagai pembawa aditif dari zat
warna menuju ke permukaan serat kain katun, akan tetapi interaksinya dengan
kain kurang diperkuat dengan penambahan SiO2. Penambahan SiO2 yang kurang
optimal akan membuat ikatan antara gugus silanol dari SiO2 kurang kuat.
Komposisi komposit kitosan ZnO-SiO2memiliki persen leaching yang lebih
rendah dibanding komposisi 1:2:1. Hal ini berarti bahwa komposiis 1:1:1
memiliki sifat ketahanan lunturnya lebih tinggi dibanding dengan komposisi
1:1:1, hal ini dikarenakan ZnO yang berfungsi sebagai pembawa aditif dari zat
warna menuju ke permukaan serat kain katun memiliki interaksi yang kuat dengan
SiO2 dengan komposisi yang sama. ZnO yang ditambahkan akan bekerja secara
optimum membawa zat warna menuju kepermukaan kain.

D. Uji Tarik Mulur Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO2


Untuk mengetahui kekuatan mekanik kain katun yang dilapisi komposit
kitosan ZnO-SiO2 maka diukur kekuatan tarik dan mulur dari kain terlapisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 menggunakan alat autograph.Pengukuran kekuatan
tarik dan mulur akin dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelapisan
komposit kitosan ZnO-SiO2 pada kain dan dibandingkan dengan kain tanpa
pelapisan kompoist. Data hasil pengukuran tarik dan mulur terhadap kain yang
telah dilapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dan kain tanpa katun tanpa dilapisi
komposit disajikan pada Tabel 6.

38
Tabel 6. Data Kekuatan Tarik dan Mulur Kain Katun dan Kain Katun Terlapisis
Komposit

Jenis Kain Kekuatan Mulur % Mulur


Tarik (kg) (cm)
Kain Katun tanpa Pelapisan Komposit 33,000 0,15899 15,899
dan Zat Warna
Kain Katun terlapisi komposit Kitosan 32,000 0,17549 17,549
ZnO-SiO2 dan zat warna congo red

Dari hasil pengujian kekuatan tarik dan mulur kain terlihat bahwa dengan
pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 kekuatan tarik dari kain terlapisi kitosan
ZnO-SiO2 menurun jika dibandingkan kain tanpa dilapisi komposit kitosan ZnO-
SiO2 dan zat warna congo red. Penurunan kekuatan tarik dari kain terlapisi
komposit dan zat warna ini tidak begitu signifikan, penurunannya hanya 1 kg.
Mulur kain katun terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 mengalami kenaikan jika
dibandingkan kain katun tanpa pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dan zat
warna. Hal ini dikarenakan adanya interaksi yang kuat antara komposit kitosan
ZnO-SiO2 dan zat warna congo red sehingga pertambahan panjang kain pada saat
kain putus dibandingkan dengan panjang kain semula meningkat.

E. Karakterisasi Morfologi Kain Katun Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO2

A B

39
C D

E
Gambar 21. Hasil Analisis Morfologi Kain dengan SEM (A) Kain Terlapisi
Komposit Kitosan ZnO-SiO2 (300x) (B) Kain Kontrol (300x) (C)
Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO2 (1000x) (D) Kain
Kontrol (1000x) (E) Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO 2
(1500x)

Hasil Mofologi kain yang terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO 2 dan kain
kontrol (terlapisi zat warna tanpa komposit) telah disajikan pada Gambar 21. Dari
Gambar 21 (A dan B) dapat dilihat bahwa pada perbesaran 300x antara kain yang
terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dan kain kontrol Pada Gambar A terlihat
partikel-partikel yang homogen dan menyebar secara merata pada permukaan kain
akan tetapi belum begitu jelas perbedaannya. Pada kain kontrol yang tidak dilapisi
komposit terlihat bahwa permukaannya lebih halus dibandingkan yang dilapisi
dengan komposit kitosan ZnO-SiO2.
Pada perbesaran 1000x terlihat sangat jelas perbedaan antara kain kontrol
dengan kain yang dilapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan zat warna. Pada
serat kain terlihat jelas banyak partikel-partikel yang menempel secara menyebar

40
pada permukaan kain. Partikel-partikel tersebut merupakan komposit Kitosan
ZnO-SiO2 yang melekat pada serat kain. Pada Gambar 21 (E) merupakan
perbesaran 1500x. Dari perbesaran 1000x semakin jelas bahwa kain katun kontrol
yang hanya dilapisi zat warna lebih halus dan tidak ada partikel-partikel homogen
yang menyebar pada serat kain katun. Hal ini sesuai dengan penelitian dari
AbdElhady (2012) dari hasil analisis uji SEM tampak partikel-partikel yang
menyebar pada kain, partikel-partikel tersebut merupakan kitosan-ZnO.
Gambar 22 merupakan hasil analisis AbdElhady (2012).

Gambar 22. Serat Kain Katun yang dilapisi Komposit Kitosan-ZnO


(AbdElhady, 2012)

41
BAB VI

KESIMPULAN

 Karakterisasi kimia dari komposit kitosan ZnO-SiO2 yang dilapiskan pada kain
katun sebagai agen ketahanan luntur zat warna congo red, dilakukan
menggunakan instrumen FT-IR, XRD. Pada analisis FT-IR terdapat muncul
serapan khas gugus-gugus spesifik dari komposit kitosan ZnO-SiO 2 . puncak
serapan pada bilangan gelombang 952,77 cm-1 menandakan adanya serapan
dari gugus silanol Si-OH. Sedangkan analisis instrumen XRD puncak 2θ
kitosan pada 10,67 o dan 19,66 o. Nilai 2θ pada 31.8 o, 34.4 o , 36.3 o , 47.5 o , 56.6
o
, 62.8 o ,merupakan puncak spesifik dari kitosan-ZnO (Salehi et al,2010). Pada
nilai 2θ 26.9 o, 33 o ,38.2 o, 51,6 o ,55.2 o , 59 o, 62.6 o , 66 o merupakan puncak
spesifik dari Si, nilai 2θ gugus Si-O-Si pada 22.1 o, 25.9 o , 44.1 o, 57 o, 55 o
sampai 90 o . Dari analisis kain terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan
instrumen SEM dan zat warna congo red terlihat bahwa partikel-partikel yang
homogen merata pada serat kain katun .
 Persen leaching terendah dimiliki oleh komposisi kitsoan ZnO-SiO 2 dengan
peebandingan v/v 1:1:2. Persen leaching terendah menandakan bahwa zat
warna yang terlapis pada kain memiliki tingkat luntur yang paling rendah
(tahan terhadap luntur).

42
Daftar Pustaka

Anonim.2014.http://cotton.missouri.edu/ClassromChemical
%20Composition.html. Diakses tangal 22 Mei 2014
AbdElhady,M.M.2012. Preparation and Characterization of Chitosan/Zinc Oxide
Nanoparticles for Imparting Antimicrobial and UV Protection to Cotton
Fabric. Journal Carbohydrate Chemistry, Hal 1-6.
Al Sagheer, dkk. 2005. Thermal andMechanical Properties of Chitosan/SiO2
Hybrid Compositeshal 1-8

Chung, Y.K., Lee, K.K., and Kim, J.W. 1998. Durable Press and Antimicrobial
Finishing of Cotton Fabrics with a Citric Acid and Chitosan Treatment.
Textile Research Journal, 68, 772-775.
Day, R.A. and Underwood, A.L. 1983. Analisis Kimia Kuantitatif. Terjemahan
Soendoro. Jakarta : Erlangga.
Farouk, Asma, Mussa,Shaban,Textor,Torsten.2012. ZnO Nanoparticles-Chitosan
Composite as Antibacterial Finish for Textiles. International Journal of
Carbohydrate Chemistry.Hal. 1-8

Haryono, Agus., Harmami, Sri Budi. 2010. Aplikasi Nanopartikel Perak Pada
Serat Katun Sebagai Produk Jadi Tekstil Antimikroba. Jurnal Kimia
Indonesia Vol. 5 (1), Hal 1-6.
He, Q., Wu, L., Gu, G., and You, B., 2002, Preparation and Characterization of
Acrylic/Nano-TiO2 Composite Latex, High Perform. Polym., 14, 383-396.

Hermawan.2011.Analisis Perekonomian Indonesia. Hal 45-67

Housyar, Shadidan H. Amirshashi.2001. Treatment of Cotton with Chitosan and


Its Effect on Dyeability with Reactive Dyes. Jurnal Iranian Polymer Journal /
Volume 11 No.5

I, Van Driessche, G. Penneman, E. Bruneel, and S. Hoste‡.2002. Nonvacuum-


based deposition techniques for superconducting ceramic coatings. Jurnal
Pure Appl. Chem., Vol. 74, No. 11, pp. 2101–2109

Junaidi, A.B., Kamil, I., Sunardi. 2011. Stabilitas Lapisan Kitosan Pada Kain
Katun: Pengaruh Berat Molekul Kitosan. Jurnal Sains dan Terapan Kimia,
Vol.5, No.2, 96-104

Juntarapun, Kantima.2012. Antimicrobial Activity of Chitosan and Tanic Acid o


Cottn Fabrious Material. J. Textile and Fashion

43
Jeon, Y.J. and Kim, S.K., 2000, Antitumor Activity of Chitosan Oligosaccharides
Reactor System, J. Microbiology and Biotechnology, 12, 503-507.

Kaban, Jamaran. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosa dan Aplikasi Produk yang
Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara

Kartini, Indriana., Ilmi, Indriana. 2012. Wash Fastness Improvement of Malachite


Green Dyed Cotton Fabrics Coated with Nanosol Composites of Silica-
Titania. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Kovačević, Stana, Darko Ujević and Snježana Brnada. 2010. Coated Textile
Materials. Department of Clothing Technology
Li, Zheng-Rong dan Jiang, Wang-Chao. Synthesis and Application of Novel
Aqueous Anionic Polyurethane as a Durable Press Finishing Agent of
Cotton Fabrics. Jurnal Textile Research 77(4) 228-335
Liu, Nan,. 2005. MW and concentration of chitosan on antibacterial activity of
Escherichia coli. J. Carbohydrate Polymers Hal. 60-66

Liu, N., Chen, X.G., Park, H.J., Liu C.G., Liu, C.S., Meng, X.H., and Yu, L.J,
2006. Effect of MW and Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity
of Escherichia coli, Carbohydr. Polym., 64, 60-65.

Maharani, Dina Kartika. 2010. Pembuatan Agen Antibakteri Ramah Lingkungan


Dari Nano Komposit Kitosan-Silika Titania, Laporan Penelitian Strategis
Nasional, Unesa.

Maharani, Dina Kartika. 2008. Komposit Kitosan-Epoksi Silika Sebagai Bahan


Antibakteri Pada Kain Katun. Tesis yang tidak dipublikasikan. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Maharani, Dina Kartika., Cahyaningrum, Sari Edi., Amaria., Rusmini. 2012.
Preparasi dan Karakterisasi Nano Komposit Kitosan-Silika dan Kitosan-
Silika Titania. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 19, No. 1, Maret.
2012: 52-55.
Maharani, Dina Kartika., Rusmini., Dwiningsih, Kusumawati. 2013. Pemanfaatan
Potensi Alam Kitosan Berpadu Material Nano SiO 2/Al2O3 Sebagai Agen
Fiksasi Zat Warna Dalam Upaya Mengurangi Limbah Zat Warna Industri
Batik dan Tekstil. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya.
Mahltig, B., Bottcher, H., Knittel, D. and Schollmeyer, E.. 2004. Light dan
Fading Wash Fastness of Dyed Nanosol-Coated Textiles. Textile Research
Journal 74:521-527.

44
Mahltig, B., Haufe, H. and Bottcher, H.. 2005. Functionalisation of Textiles by
Inorganic Sol-Gel Coatings. Journal of Materials Chemistry 15:4385-4398.
Mahltig, B., Textor, T. 2006. Combination of Silica sol and Dyes on Textiles.
Journal Sol-Gel Science Technology 39:111-118.

Milllane, R.P. 1990. Molecular and crystal structures of polysaccharides with


cellulosic backbones, Proceeding of a conference on Frontiers in
Carbohydrate Research, Purdue University, Indiana USA.

Parelstein,Ilana. 2013.Chitosan and chitosan–ZnO-based complex nanoparticles:


formation, characterization, and antibacterial activity. Journal of Materials
Chemistry B

Pramita, Dhienta Cory. 2011. Daya Hambat Lapisan SiO2 dan Komposit
Kitosan/Ag Pada Kain Katun Terhadap Aktivitas Bakteri, (Online),
http://eprints.uns.ac.id/10417/1/186792811201111221.pdf. Diakses 13
Maret 2014

Purnawan, Chandra.2008. Kitosan dari Cangkang Udang dan Aplikasi Kitosan


Sebagai Bahan Antibakteri pda Kain Katun. Universitas Yogyakarta

Ramadhani, Bagus. 2014. Proses Pencelupan (Dyeing) SMK Tekstil Texmaco


Pemalang. http://borosh.blogspot.com/2014/02/proses-pencelupan-dyeing-
smk-tekstil.html diakses pada tanggal 10 Maret 2014
Syafii, Imam. 2012. Mengenal Serat Kapas.
http://pusatekaos.blogspot.com/2012/11/mengenal-serat-kapas.html diakses
pada tanggal 11 Febuari 2014

Saito, Mitumasa,.1993. Antibacterial, Deodorizing and UV Absorbing Materials


Obtained With Zinc Oxide (ZnO) Coated Fabrics, Journal of Industrial
Textiles, 23, 150-164

Sandford, P.A.,.1990.High Purity Chitosan and Alginate : Preparation, Analysis


and Applications. Proceeding of a conference on Frontiers in Carbohydrate
Research, Purdue University, Indiana USA.

Wang, Z., Li G., Peng H.. 2005. Study on novel antibacterial high-impact
polystyrene/TiO2 nanocomposites. Journal of Material Science vol 40.

Wedyatomo, 2013. Studi Ketahanan Luntur Warna Kain. Jurnal Politeknosa


Vol.XI NO.2

Yadav A., Prasad V., Kathe S., Raj, S.. 2006. Functional finishing in cotton
fabrics using zinc oxide nanoparticles. Bull. Mater. Sci., Vol. 29, No. 6,
November 2006, pp. 641–645.

45
Zhang, Z, Chen, L., Ji, J.,Huang Y., Chen, D.. 2003. Antibacterial Properties of
Cotton Fabrics Treated with Chitosan. Textile Res. J.,. 73, 1103-1106.

Zheng, L.Y and Zhu, J.F. 2003,.Study on antimicrobial activity of chitosan with
different molecular weights. Carbohydr. Polym., 54, 520-527.

Wedyatomo, 2013. Studi Ketahanan Luntur Warna Kain. Jurnal Politeknosa


Vol.XI NO.2

X. Wang, Y. Du and H. Liu. 2004. Preparation, characterization and


antimicrobial activity of chitosan–Zn complex. Carbohydr. Polym., 2004,
56, 21–26.

46
LAMPIRAN 1

Gambar 1 Tahap Persiapan Kain Gambar 2. Serbuk ZnO

Gambar 3. Sol Silika Gambar 4. Larutan ZnO

Gambar 6. Zat warna congo red Gambar 7. Komposit yang ditambah


zat warna congo red

47
Gambar 8. Kain terlapisi Komposit Gambar 9. Analisis XRD komposit
Kitosan ZnO-SiO2 kitosan ZnO-SiO2

Gambar 10. Proses Leaching


dengan (SDS) Sodium Dodecyl
Sulfate

48
Lampiran 2

1. Spektra FTIR ZnO-SiO2

2. Spektra FTIR Kitosan ZnO-SiO2

49
Lampiran 3

Difraktogram Komposit Kitosan ZnO-SiO2

50
Lampiran 4

a. Wet Pick up Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO2

A ( Berat Awal Kain) B (Berat Kain setelah Wet pick up Komposit


(gram) diangin-anginkan) Kitosan ZnO-SiO2
(gram)
1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2
0,2696 0,2848 0,2404 0,2696 0,5587 0,4935 80,7 96,17 105,28
% % %
0,2790 0,2475 0,2807 0,5079 0,4973 0,5720 82,04 100,93 1003,78
% % %
0,2786 0,2462 0,2760 0,5077 0,4973 0,6319 82,23 101,99 128,9 %
% %

b. Persen Leaching
rA rB D (%)
1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2
83,59 79,90 82,75 79,93 78,74 82,60 18,24 5,46 0,86
83,67 79,90 82,60 79,93 79,07 81,97 18,63 3,97 3,49

rA rB D (%)
81,52 67,95 42,34
81,52 67,94 42,37

Rata-rata persen Leaching :


Rata-Rata D (%)
1:2:1 1:1:1 1:1:2 Zat Warna tanpa Komposit
18,44 4,72 2,18 42,36

51
Lampiran 5

Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO- Kain Kontrol yang dilapisi Zat warna
SiO2 dengan zat warna (300x) (300x)

Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO- Kain Kontrol yang dilapisi Zat warna
SiO2 (1000x) (1000x)

Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-


SiO2 (15000x)

52

Anda mungkin juga menyukai