PENDAHULUAN
A. Judul Penelitian
Pemanfaatan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 untuk meningkatkan Ketahanan Luntur
Warna Kain Congo Red pada Kain Katun
1
Kitosan memiliki stabilitas yang rendah terhadap proses pencucian. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya ikatan kimia antara kitosan dengan selulosa pada
kain (Chung et al., 1998). Penelitian baru melaporkan bahwa kitosan dapat
digunakan sebagai material untuk mengurangi luntur (Houshyar,2001). Davidson
dan Due (1994) melaporkan bahwa pencelupan yag baik pada kain wool yaitu
dengan penambahan kitosan.Kitosan sendiri merupakan polimer alam polikationik
yang bersifat biocompatible, biodegradable, non toksik, dapat membentuk lapis
tipis serta memiliki kemampuan adsorpsi (Al Sagheer, 2005). Dalam pH asam
<6,5, gugus amina bebas (-NH2) terprotonasi menjadi gugus amina kationik (-
NH3). Kitosan memiliki densitas muatan yang tinggi, satu muatan per unit
glukosamin, sehingga muatan positif kitosan dari gugus (-NH 3+) dapat
berinteraksi dengan berbagai material bermuatan negatif (Sanford, 1988 ;
Juntarapun, 2012). Penelitian terdahulu telah melaporkan kitosan dapat digunakan
sebagai material pengolahan limbah zat warna anionik (acid). Zat warna metilen
yellow dapat diserap oleh kitosan dalam media air dilaporkan oleh Mahatmanti
(2003) dan dekolorisasi zat warna Congo Red (Prameswari, 2013). Kitosan
memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap zat warna terutama jenis pewarna
anionik seperti acid, reactive dan direct. Hal ini karena kitosan memiliki struktur
yang unik yaitu polikationik (Arifin, 2012).
Zat warna reaktif Chloranyl Blue H – ERD dapat ditingkatkan dengan
kitosan dilaporkan oleh Wedyatmo dkk,( 2013). Gugus –NH3+ yang dimiliki oleh
kitosan akan mengikat zat warna yang bermuatan negatif. Adanya muatan yang
berbeda tersebut membuat daya ikat antara kitosan dengan zat warna yang akan
diadsorpsi oleh serat kain meningkat. Metode yang saat ini berkembang sangat
pesat dalam fungsionalisasi tekstil adalah metode sol-gel. Proses hidrolisis dan
kondensasi alkoksida logam dari senyawa atau biasa yang disebut sebagai metode
sol-gel dapat dimanfaatkan dalam industri gelas, kaca, keramik dan coating.
Beberapa penelitian untuk meningkatkan sifat ketahanan luntur pewarna
pada pakaian telah dilakukan. Perlekatan atau penabahan zat warna ke dalam
matriks anorganik dapat meningkatkan tahan luntur terhadap pencucian Mahltig
et al. (2004). Penambahan sol anorganik yang ditambahkan pada pewarna kain
organik diketahui dapat meningkatkan ketahanan luntur kain. (Mahltig dan Textor,
2
2008). Penambahan sol anorganik dengan metode sol-gel dapat meningkatkan
sifat tahan luntur zat warna pada tekstil, sol silika dimodifikasi dengan pewarna
Malachite Green dan Guinea Hijau untuk kemudian dicelupkan dengan kain
(Mahltig, 2006). Komposit sol Si/Ti dengan perbandingan molar 14: 01
merupakan komposisi optimum untuk mengurangi kelunturan yang ditambahkan
dalam pewarna CI Direct Green 26, CI Direct Red 89, CI Direct Yellow 86, CI
Direct Blue 9, CI Direct Black 22, and CI Direct Orange 39 dalam pencelupan,
dari penambahan komposit dalam pencelupan kain katun pada pewarna
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh negatif pada kain yang telah dicelup (Liu
et al., 2010).
Mahltig et al., (2005) melaporkan bahwa oksida logam juga dapat
meningkatkan sifat ketahanan mekanik, dan termal. Oksida logam dapat
membentuk lapisan yang tahan terhadap abrasi, oksida logam dapat berperan
sebagai bahan pembawa aditif, seperti senyawa organik untuk fungsionalisasi
tekstil. Mahltig( 2008) melaporkan bahwa matriks dari oksida logam akan
membantu ikatan zat warna dengan selulosa. Sifat pembawa zat aditif dari oksida
logam dapat dimanfaatkan sebagai pembawa aditif dari zat warna menuju ke
permukaan serat kain katun. Kombinasi pigmen warna organik dengan sol ZnO
dilakukan pada kain katun untuk mengurangi lunturnya zat warna Li et al ( 2007 ).
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba membuktikan bahwa ZnO-SiO2 dan
kitosan dapat meningkatkan tahan luntur kain terhadap pencucian terhadap
pewarna kain zat warna anionik Congo Red. Penelitian ini menggunakan metode
sol-gel dalam preparasi matreial anorganiknya. Metode sol-gel adalah metode
pembuatan sol anorganik melalui reaksi hidrolisis dan kondensasi alkoksida
logam dari senyawa melalui prekursor. Alasan menggunakan metode sol-gel
adalah adalah karena sol yang dibentuk transparan maka tidak akan
mempengaruhi zat warna yang akan dicelupkan pada kain, metode sol-gel
diketahui dapat meningkatkan dispersi partikel pada matrik organik (Yuan dkk,
2005). Maltig, 2004 melaporkan bahwa denga metode sol gel dari sol silika dapat
meningkatkan ketahanan luntur kain. Proses pelapisan komposit ZnO-SiO 2 yang
dipreparasi dengan metode sol gel yaitu dengan metode dip-coating dengan teknik
pad-dry-cure, uji ketahanan luntur dilakukan dengan uji leaching test dengan
3
surfaktan sodium dodesil sulfat. Pada penelitian ini digunakan sodium dodesil
sulfat (SDS) karena merupakan surfaktan anionik yang mudah terurai oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Dalam
penelitian ini akan dilakukan penggabungan antara material ZnO-SO2 dengan
kitosan sebagai satu alternatif sebagai material untuk meningkatkan tahan luntur
kain yang ramah lingkungan. Komposit kitosan ZnO-SiO 2 diharapkan memiliki
kemampuan meningkatkan ketahanan luntur pada kain yang lebih tinggi dan
memiliki ketahanan mekanik yang lebih baik
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik komposit kitosan ZnO-SiO2 yang dihasilkan dalam
penelitian ini?
2. Bagaimana ketahanan pencucian pada pengaruh perbandingan komposisi
kitosan, sol SiO2 dan partikel ZnO yang ditambahakan pada Zat warna
anionik Congo Red?
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kitosan
Kitosan merupakan biopolimer alami yang berasal dari kitin, komponen
utama dari kerangka luar crustacean dan arthropoda (juntarapum, 2012). Kitosan
merupakan biopolimer alam yang sangat melimpah. Kitosan merupakan
kopolimer nontoksik yang terdiri dari unit kopolimer β-(1,4)-2-acetamido-2-
deoksi-D-glukosa dan β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan rumus
molekul (C6H11O4N)n. Kitosan berasal dari proses N-deasetilasi Kitin. (Liu et al.,
2006) .
Perkembangan aplikasi baru dari kitosan disebabkan polisakarida ini
bukan hanya terdapat secara melimpah di alam, akan tetapi juga bersifat tidak
beracun dan dapat terurai di alam (biodegradable). Tidak seperti minyak bumi dan
batubara, kitosan merupakan bahan yang terperbarukan (renewable) (Kaban,
2009). Melihat sifat hidrofilik, reaktifitas kimia, kesanggupan membentuk film
dan sifat mekanik yang baik, maka kitosan merupakan bahan yang baik untuk
digunakan dalam berbagai bidang aplikasi. Kitosan tidak larut dalam air tapi larut
dalam pelarut asam dengan pH di bawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk
melarutkan kitosan adalah asam asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0. Pada pH di atas
7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Kitosan merupakan polielektrolit
kationik (pKa6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami.
Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan
hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk
jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Gugus fungsi
dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidrosil sekunder pada C-3
dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia
(Kaban, 2009). Kitosan memiliki struktur yang sama dengan selulosa , namun
gugus hidroksil pada atom karbon kedua digantikan oleh gugus amina. Selulosa
adalah homopolimer sedangkan kitin dan kitosan adalah heteropolimer.Gambar 1.
Gambar 2 dan Gambar 3 akan menggambarkan perbedaan struktur antara kitosan,
kitin dan selulosa.
5
Gambar 1. Struktur kitosan
6
reaksi modifikasi kimia dari kitosan untuk menghasilkan turunan kitosan dapat
dilihat pada skema Gambar 4
7
Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kitosan dimanfaatkan untuk
material pengolahan limbah zat warna sebelum dibuang sebagai limbah, hal ini
dilakukan agar limbah pewarna tekstil yang dibuang tidak menyebabkan
pencemaran. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kitosan digunakan sebagai
delokalisasi pewarna Congo Red (Prameswari, 2013), dan sebagai adsorben zat
warna Direct Black 38 (Arifin dkk, 2013). Penggunaan kitosan sebagai material
yang ditambahkan pada proses Dyeing atau pewarnaan pada kain agar tidak luntur
akibat sifat yang dimiliki oleh kitosan yaitu sifat polikationik sehingga kitosan
mampu menarik atau berikatan dengan material negatif dari zat warna, terutama
zat warna yang bersifat asam (acid) atau anionik , reactive dan direct.
D. Kain Katun
Serat katun tergolong sebagai serat alam (natural fibers) dikarenakan serat
katun berasal dari tumbuhan yang digunakan sebagai bahan industri tekstil atau
sebagai bahan lainnya. Gambar 5 merupakan stuktur dari serat katun.
(Sumber : http://cotton.missouri.edu/Classrom-Chemical
%20Composition.html)
Hampir semua jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan memiliki
komposisi kandungan kimia berupa selulosa, dan kandungan lainnya merupakan
unsur-unsur lainnya seperti hemi selulosa, lignin, pektin, debu, waxes dan zat-zat
lainnya. Sementara Komposisi serat katun menurut wakelyn (2008) komposisi
kimia dari serat katun terdiri dari 95% selulosa, 1,3 % protein tiga, 1,2 % abu, 0,6
% , wax, 0,3 glukosa persen, dan 0,8 persen asam organik, dan senyawa kimia
lainnya sebesar 3.1 %. Karakteristik dari serat katun dapat dilihatpada Tabel 1.
8
Tabel 1. Karakteristik Serat Katun
Karakteristik Serat katun (%)
Derajat kristalisasi, % 63
Panjang ukuran, nm 83
Lateral ukuran kristal, nm 5
Sudut monoklinik ( , o 96
g/cm3
(Sumber : Haryono Agus dan Sri Budi Harmami. 2010)
Selain itu, serat katun juga memiliki sifat-sifat fisika dari serat katun atau kapas
yaitu sebagai berikut :
1. Warna
Warna serat kapas secara umum adalah putih cream, tetapi sesungguhnya
terdapat bermacam-macam warna putih. Pengaruh mikroorganisme
menyebabkan warna kapas menjadi suram. Warna kapas merupakan salah satu
faktor penentu grade.
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat,
panjang rantai dan orientasinya. Kekutan serat kapas perbundel rata- rata
adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum 70.000 dan maksimum
116.000 pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya
menurundalam keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam
keadaan basah makin tinggi.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa alam,
kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat alam hanya sutera dan wol yang
mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas berkisar 4 – 13 %
bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 % (Syafii, 2012).
4. Ketahanan luntur
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian merupakan salah satu indikator
kualitas produk tekstil baik tekstil rumah tangga maupun komersial. Syarat
mutu ketahanan luntur warna terhadap pencucian adalah staining scale pada
tingkat 4/5 (SNI 1294:2009).
9
Serat katun sangat diminati sebagai bahan pakaian karena memiliki sifat-
sifat yang baik seperti regenerasi, biodegradasi, kelembutan, afinitas pada kulit
dan higroskopik. Zat warna yang ditambahkan pada kain katun kadang tidak tahan
lama terhadap pecucian. Kartini (2010), melaporkan bahwa material TiO2 / SiO2
yang dtambahkan pada zat warna Malachite Green yag dilapiskan pada kain
katun.
Dan berikut ini beberapa karakteristik dari zat warna Congo Red :
10
dapat mengurangi lunturnya pakaian, reaksi atau interaksi antara zat warna denga
sol silika dilakukan setelah proses hidrolisis atau dapat dilakukan setelah sol silika
telah siap, kemudian zat warna dicampurkan dengan sol silika tersebut. Astrazon
Blue (AB), (C.I. Basic Blue 3), Alizarin S Red (AS) (C.I. Mordant Red 3), and
Sudan II Blue(SB) dilarutkan pada kompsoit SiO2-Al2O3 setelah sol tersebut
selesai dibuat (Mahltig, 2004). Proses penambahan zat warna pada sol dapat
dilihat pada Gambar 7 dibawah ini :
11
Gambar 8. Diagram Proses Dyeing dan Proses Leaching (Mahtigh dan Textor,
2008)
G. Metode Pelapisan
Pelapisan kain untuk menghasilkan kain fungsional telah berkembang
pesat, tujuan dari pelapisan kain dengan material tertentu yaitu untuk menambah
fungsi lain dari tekstil tersebut. Pelapisan kain menggunakan sol gel sangat
diminati karena menghasilkan sol transparan (Mahltig, 2005). Driessche et al.
(2002) melaporkan bahwa metode pelapisan kain untuk metode sol gel
diantaranya adalah flame spraying, plasma spraying, dip coating, spin coating,
aerosol spray pyrolysis, and electrophoretic deposition. Metode pelapisan dip
coating dan spin coating merupakan metode yang paling serbaguna dari metode
sol-gel.
Kain yang dilapisi komposit dengan lapisan pada bagian belakang kain,
memiliki keunggulan dibandingkan dengan kain yang tidak dilapisi komposit,
kain yang dilapisi komposit lebih tahan lama dan kuat, dan terlindung dari efek
meteorologi (hujan, angin, dan sinar UV). Pada pelapisan kain ditambahkan bahan
lain yang fungsinya sebagai bahan pengikat agar daya tarik adhesi antara kain
dengan material komposit melekat dengan baik atau penggabungannya hanya
secara termal atau panas. (Kovačević et al. , 2010)
Gambar 9. (a) pelapisan dua kain menggunakan bahan pengikat (b) pelapisan kain
menggunakan panas (c)
pelapisan kain menggunakan bahan pengikat
(Kovačević et al. , 2010)
12
Penelitian terdahulu oleh dengan metode pelapisan pad-dry, pad-batch,
pad-steam and pad-dry steam dilakukan untuk meningkatkan tahan luntur zat
warna Remazol Blue R Special (C.I Reactive Blue 19), Sumifix Supra Navy Blue
2GF, Kayacion Blue P-GR (C.I Reactive Blue 5) and Procion Blue MXR (C.I
Reactive Blue 4) dan hasil yang optimal dilakukan dengan metode pelapisan dip-
coatin (Houshyar, 2001). Mahltig, 2004 melaporkan komposit SiO2-alumina
dilapiskan dengan zat warna Alizarin Red dengan metode dip-coating dan
padding, dengan derajat leaching sebesar 5%.
H. Material Anorganik
Penggunaan material anorganik seperti oksida logam sangat berkembang
baru-baru ini hal ini dikarenakan lapis tipis dari oskida logam memilki sifat
kekuatan mekanik dan ketahanan terhadap abrasi, pelapisan oksida dapat
berperan sebagai pembawa bahan aditif, seperti senyawa organik (Mahltig et al.,
2005).
Ketahaan luntur pada kain dapat dilakukan dengan menambahkan substrat
tekstil dengan agen primer trialkoxysilanes R-Si (oet) 3 dimana gugus R =
hidroksi, epoxy atau amino yang mengandung substituen, memodifikasi sol
dengan senyawa epoxysilane, sehingga dapat bereaksi dan membentuk ikatan
hidrogen dengan serat katun atau berikatan dengan gugus amino pada kain woll
dipermukaan kain, serta dapat dilakukan dengan penambahan atau pemberian
panas (thermal) dari kain yang telah dilapisi.
Prekursor yang digunakan dalam pembuatan sol silika biasanya adalah
silika alkoksida Si(OR)4 yang dapat bereaksi dengan air dalam reaksi hidrolisis,
reaksi ini menggantikan kelompok alkoksida dengan gugus hidroksil (OH), yang
kemudian dengan reaksi kondensasi menghasilkan ikatan siloksan (Si-O-Si)
sehingga membentuk agregat partikel silika yang mengandung jaringan polimer
tiga dimensi. Gugus silanol Si-OH yang berikatan dengan permukaan serat
selulosa membentuk ikatan hidrogen. ( Barbara et al, 2010). Menurut Maharani
(2011), adanya muatan negatif pada silika ini menyebabkan silika dapat
membentuk ikatan elektrostatik dengan material bermuatan positif seperti kitosan
atau selulosa.
13
Gambar 10. Mekanisme reaksi antara silika dengan selulosa (Li et al., 2007)
Adhesi lapisan silika yang kuat pada tekstil dapat meningkatkan ketahanan
material kationik yang diinteraksikan dengan silika dari proses leaching atau
pelepasan (Mahltig et al., 2004). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan
material silika dalam bentuk oksidanya (SiO2 ) dapat memperkuat interaksi
dengan kain, akibat adanya gugus silanol (Si-OH) dan siloksan Si-O-Si yang
terdapat pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat
interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas (Pramita, 2011).
interaksi dengan zat warna yang ditambahkan, terutama warna yang bermuatan
negatif (anion). Penggunaan pewarna basa (kationik) Malachite Green (MG) , zat
warna postif akan ditarik oleh gugus silanol (Kartini, 2010)
Gambar 11. Reaksi Zat warna malachite Green dengan Komposit Si/Ti
( Kartini,2010)
Salah satu contoh untuk meningkatan tahan luntur dalam literatur adalah
penambahan pewarna Alizarin S Merah yang dilapisan berbasis sol dari
silika/alumina, sehingga dapat meningkatkan ketahanan luntur (Mahltig et al ,
2004 ).
14
I. Metode Sol-Gel
Sol-gel proses merupakan teknik pembuatan suatu material pada
temperatur rendah sehingga reaksi yang terjadi memfasilitasi pemasukan senyawa
organik ke dalam matrik anorganik. Berbagai penelitian terdahulu telah banyak
dilakukan dalam penggunaan metode sol-gel seperti dalam pembuatan keramik
dan bahan gelas ( Dimitriev, 2008),dalam pelapisan tekstil fungsional (Mahltig,
2004), dan untuk meningkatkan ketahanan abrasi dan mencegah pembentukan
pilling akibat pencucian (Brzeziński et al,, 2011). Kelebihan metode sol-gel
diantaraya yaitu dapat memberikan metode yang sederhana, ekonomi dan efektif
untuk menghasilkan pelapis berkualitas tinggi (Dimitriev, 2008).
Beberapa penelitian terdahulu sudah banyak dilakukan dalam penggunaan
metode sol gel. Mahltig( 2005) melaporkan bahwa lapisan sol gel dari silika yang
diterapkan pada pewarna Malachite Green dan Guinea Green dapat meningkatkan
sifat tahan luntur pada tekstil yang dilapisi sol silika. Molekul pewarna dari
Astrazone Biru, Alizarin S Red,dan II Blue dimasukkan ke dalam matriks silika
paa saat pencelupan tekstil diketahui dapat meningkatkan sifat tahan luntur dari
tekstil (Mahltig, 2004). Sol silika yang dimodifikasi dengan oksida logam dengan
diameter partikel < 50 nm menghasilkan lapisan yang transparan. (Mahltig,
2005). Kelebihan dari metode sol gel adalah stabil dan dapat dibuat pada
temperatur rendah, lapisannya yang transparan (Mahltig,2005). Lapisan yang
transparan menyebabkan warna kain tidak terganggu proses pelapisan.
15
Spektrofotometer harus mampu membuat pengukuran dalam baik pada panjang
gelombang tetap yang dipilih maupun melakukan scan selama rentang panjang
gelombang.
Pada diffuse reflectant, cahaya tersebar ke segala arah dari sampel, dengan
ketentuan bahwa cahaya tersebar inidapat dikumpulkanke sebuah detektoroptik,
reflektansi permukaan dapat diukur pada panjang gelombang tertentu, atau dengan
Penelitian terdahulu oleh Maharani (2013) tentang penggunaan komposit kitosan
silika-alumina sebagai agen fiksasi zat warna metil orange dan rhodamin B yang
dianalisis menggunakan DRUV untuk mengetahui reflektansi sebelum dan
sedudah tes leaching.
16
Untuk setiap ikatan kimia yang berbeda seperti C - C, C= C, C= O, O-H
dan sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda. Gambar 12
merupakan spektrum inframerah yang dihasilkan dari komposit kitosan ZnO-
SiO2.. Puncak pada bilangan gelombang didaerah 569,00 cm -1, mempresentasikan
rentangan simetris siloksan (Si-O-Si), gugus silanol pada TEOS berada pada
bilangan gelombang 952 cm-1.
Intensitas
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 12. Difraktogram Kitosan (Maharani, 2012)
17
Puncak-puncak karakteristik Kitosan muncul pada sudut 2θ 19,70 o ; 23,28o ;
29,62o ; 32,35o dan 39,52o (Zhang, et al., 2005).
18
(Sumber : http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-
electron-microscopy/ )
BAB III
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui karakterisasi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan berbagai variasi
komposisi kitosan, zink oksida dan silika .
2. Mengetahui ketahanan pencucian (% leaching) pada perbandingan komposisi
kitosan dan ZnO, sol SiO2.
B. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
1. Penemuan dan pengembangan material peningkatan ketahanan untur warna
pakaian yang ramah lingkungan yang berkesinambungan untuk kepentingan
pengembangan IPTEK dan industri tekstil.
2. Sebagai solusi jitu bagi industri tekstil untuk menciptakan tekstil dengan warna
yang tahan luntur, sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat
limbah zat warna yang berasal dari industri tekstil.
3. Membangun jiwa peneliti bagi mahasiswas sehingga diharapkan lebih unggul
dalam menerapakan konsep dan pemikiran secara ilmiah
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengn tahapan rancangan sebagai
berikut :
1. Preparasi Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Karakterisasi
Penelitian eksperimental ini mengikuti rancangan “ The Pre Test-Post Test
Only Control Group Design “ yang digambarkan sebagai berikut :
Kitosan ZnO-SiO2 H1
Gambar 14. Desain Penelitian “ The Pre Test-Post Test Only Control
Group Design “
2. Pelapisan Kain dengan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Zat Warna serta
Karakterisasi
20
Penelitian eksperimental ini mengikuti rancangan “ The Pre Test-Post Test
Only Control Group Design “yang digambarkan sebagai berikut :
P0 H0
P1 H1
Hx H4
S1
P2 H2
P3 H3
Gambar 15. Rancangan Penelitian “ The Pre Test-Post Test Only Control
Group
Keterangan :
21
H4 : Hasil karakterisasi yang dihasilkan pada pelapisan kain dengan komposit
kitosan ZnO-SiO2 yang meliputi uji tarik mulur dan analisis morfologi
permukaan kain.
B. Populasi
Populasi penelitian ini adalah kitosan hasil isolasi dari limbah cangkang
kepiting bakau (Scylla sp) yang diperoleh dari agen penjual kitosan di daerah
Bandung.
C. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kitosan hasil isolasi limbah
cangkang kepiting bakau ( Scylla sp) yang diperoleh dari agen penjual kitosan di
daerah bandung yang diambil secara random.
D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variable yang digunakan yaitu :
1. Variabel bebas : Perbandingan persen volum larutan kitosan dengan sol
ZnO/SiO2 yaitu 1:1:1; 1:2:1; 1:1:2
2. Variabel respon : senyawa komposit kitosan ZnO/SiO2, senyawa yang terbentuk
akan dianalisis dengan menggunakan FTIR dan XRD, % leaching kain yang
dilapisi komposit kitosan ZnO-SiO2
3. Variabel kontrol : konsentrasi silika 0,01 M, konsentrasi larutan kitosan 0,1 %,
kecepatan tarik ulur saat pencelupan yaitu 30 cm/menit, waktu curing selama
3 menit denga suhu 140oC, suhu dryng 80oC dengan waktu 5 menit.
22
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Bandung, serbuk SDS, 2-propanol, Asam asetat, NaOH p.a (Merck), HCl 0,1
M (Merck), CH3COOH p.a (Merck), Etanol p.a (Merck), Etanol teknis, TEOS
(Merck), ZnCl2, Sodium dedocyl sulfate, zat warna congo red dan aquades serta
aqua demineralisasi.
F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Larutan Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO-SiO2
a. Tahap pembuatan larutan kitosan
Larutan kitosan diperoleh dengan cara melarutkan kitosan sebanyak 0,1
gram dalam 100 ml larutan asam asetat 2% menghasilkan konsentrasi
larutan kitosan sebesar 0,1%.
b. Tahap Pembuatan ZnO
Partikel ZnO dibuat dengan cara melarutkan ZnCl2 kedalam air dan
o
dipanaskan sampai temperatur 90 C selama 10 menit, selanjutnya
ditambahkan larutan NaOH dan didiamkan untuk memisahkan supernatan
dan filtratnya. Supernatan dicuci dengan air sampai NaCl hilang.
Selanjutnya supernatan dipanaskan dalam tanur pada temperatur 250 oC
selama 5 jam.
c. Tahap pembuatan sol Silika
Sol silika dibuat dengan cara mencampurkan 5 ml Tetraethyl orthosilicate
(TEOS) dan 96 ml etanol. Selanjutnya ditambahkan 2 ml larutan HCl 0,01
M dan diaduk pada temperatur ruang selama 24 jam dengan pengadukan
konstan.
d. Tahap pembuatan komposit kitosan ZnO/ SiO2
Larutan ZnO dibuat dengan melarutkan partikel ZnO dalam aqua
demineralisasi. Komposit dibuat dengan cara mencampurkan larutan
kitosan, sol silika dan larutan ZnO dengan perbandingan komposisi (v/v) =
1:1:1; 1:2:1; 1:1:2. dan diaduk selama 30 menit.
e. Pembuatan larutan zat warna
Sebanyak 0,01 gram serbuk congo red ditimbang dengan menggunakan
neraca analitis kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL selanjutnya
ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dikocok hingga campuran
homogen.
f. Pembuatan kompositdengan zat warna
Sebanyak 18 gram komposit ditambah dengan 0,9 gram larutan congo red
dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL kemudian ditambah 81,1 mL etanol
dan diaduk hingga tercampur sempurna (Kartini dkk, 2012).
23
g. Tahap Karakterisasi Kitosan dan Komposit kitosan ZnO-SiO2
Karakterisasi kitosan dan komposit kitosan yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi karakterisasi kitosan yang dibeli dari agen penjual kitosan di
Bandung, karakterisasi kitosan dan karakterisasi komposit kitosan ZnO/SiO2
h. Karakterisasi Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO-SiO2 dan Morfologi
Pelapisan Kitosan ZnO-SiO2
1) Analisis Gugus Fungsi Kitosan dan Komposit Kitosan ZnO/SiO2
Analisis gugus fungsi kitosan dan komposit kitosan ZnO/SiO 2 dilakukan
dengan menggunakan instrumen FTIR. Sampel kitosan ZnO/SiO 2 yang
akan dianalisis diuapkan pelarutnya terlebih dahulu dan dikeringkan
dalam oven sampai kering pada temperatur 60oC. Serbuk komposit yang
diperoleh selanjutnya digerus dengan mortar dan dianalisis dengan
spektroskopi FTIR.
Sampel berbentuk serbuk diambil ± 1/10 dengan spatula, dihomogenkan
Sampel serbuk kitosan ditempatkan pada sample holder yang
ketebalannya 2 mm dalam mortar agat dengan serbuk KBr kira-kira 1
spatula dimasukkan dalam alat pembuat pelet secara merata dan setipis
mungkin. Selanjutnya alat pembuat pelet ditutup, dan dipress dengan
tekanan 80 torr setelah itu dihubungkan dengan pompa vakum dan
biarkan selama ±10 menit. Selanjutnya pompa vakum dimatikan, alat
press dimatikan kemudian diletakkan dalam tempat sampel FTIR,
selanjutnya dimasukkan dalam alat instrumen dan dianalisis dengan
pengaturan untuk scanning tiap sampel : Rentang bilangan gelombang :
4000-400 cm-1, scan 256 dan resolusi 4.
24
Continuous Scan, scan speed = 2.0000 (deg/min),sampling pitch =
0.0200 (deg) , preset time = 0.60 (sec)
3) Analisis permukaan kain dengan SEM
Kain berlapis komposit kitosan ZnO/SiO2 dengan ketebalan sekitar 0,5
mm diletakkan di bawah mikroskop elektron dengan perbesaran 2500x
dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat gambar yang jelas. Gambar
kain difoto dengan kamera digital melalui mikroskop.
i. Pelapisanzat warna dan komposit pada kain
Kain katun yang akan dilapisi oleh material komposit dipotong dengan
ukuran 7 x 3 cm. Dibuat batas atas sebesar 1 cm untuk mengikatkan
benang pada kain agar bisa digantung setelah proses
pencelupan.Selanjutnya dicuci dengan menggunakan etanol teknis untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada kain dan dikeringkan pada
suhu 60 °C selama 15 menit. Kemudian kain dilapisi dengan agen fiksasi
degan variasi komposisi kitosan ZnO-SiO2 1:1:1, 1:2:1; 1:1:2 dan zat
warna congo red seperti di bawah ini :
Agen fiksasi + zat warna dicampur
Kain
25
Dengan,
Dengan,
(Mahltig et al.,2006)
26
menggunakan persamaan D = 100 (rA-rB) / (100-rB) (Mahltig dan Textor
2006). rB merupakan pantulan spektrum sebelum tes pencucian
(Leaching) sedangkan rA merupakan pantulan spektrum setelah tes
pencucian (leaching).
k. Uji kekuatan tarik dan mulur kain yang telah dilapisi komposit
kitosan ZnO-SiO2
Kemuluran =
Keterangan :
(SNI 1294:2009)
27
1 gram kitosan ZnCl2 dilarutkan air 5ml TEOS
- dipanaskan 90oC 10 menit Ditambah 96 ml etanol
-dilarutkan
dalam 100 mL - itambah NaOH, didiamkan, Ditambah 2ml HCl 0,01
asam asetat 2 % dicuci air M
-dicuci dengan
etanol teknis -dicampur
Data karakterisasi
28
No. Sampel Data FTIR
1 Kitosan
2 Kitosan ZnO-SiO2
Data keadaan permukaan kain katun yang telah dilapisi komposit yang
diperoleh melalui SEM akan dianalisis secara kualitatif.Sedangkan besarnya
daya ketahanan luntur zat warna pada kain katun yang diperoleh dengan
menggunakan DRUV dan uji kekuatan tarik mulur dianalisis secara deskriptif
kuantitatif. Data-data yang didapatkan dari penelitian ini akan disajikan
seperti pada Tabel 3.
Hasil terbaik dari ketiga komposisi pelapisan dengan komposit kitosan ZnO-
SiO2 akan diuji kekuatan tarik mulur serta analisis morfologi permukaan kain
dan hasilnya akan disajikan seperti pada Tabel 4.
Kekuatan Morfologi
Sampel permukaan
Tarik Mulur kain
Kain terlapisi
kitosan ZnO-
SiO2
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Hasil penelitian yang telah dicapai sampai saat ini yaitu tahapan sintesis
komposit kitosan ZnO-SiO2 , karakterisasi gugus fungsi sol ZnO-SiO 2, komposit
kitosan ZnO-SiO2 menggunakan isntrumen FTIR , karakterisasi XRD komposit
kitosan ZnO-SiO2 serta pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO 2 dengan zat warna
congo red pada kain katun. Serta pengujian tahan luntur kain katun yang telah
terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2
A. Preparasi dan Karakterisasi Komposit Kitosan ZnO-SiO2
1. Preparasi Larutan Kitosan
Pembuatan larutan kitosan 1% telah berhasil dilakukan dengan cara
melarutkan serbuk kitosan sebanyak 1 gram ke dalam 100 mL larutan asam
asetat 2%. Hasil yang diperoleh adalah larutan kitosan berwarna kuning jernih
dan larut sempurna (homogen). Larutan kitosan yang homogen ini sangat
diperlukan untuk menghasilkan komposit kitosan ZnO-SiO2 yang pada tahap
selanjutnya akan dilapiskan pada kain katun. Lapisan yang homogen akan
menghasilkanpelapisan yang merata, sempurna dan tidak merusak kain
(Maharani dkk, 2013)
2. Preparasi dan Karakterisasi ZnO-SiO2
Pembuatan serbuk ZnO telah berhasil dilakukan dengan mereaksikan
ZnCl2 sebanyak 5,5 gram, kemudian dimasukkan pada labu dasar bulat dan
dilarutkan dengan 200 mL aquades. Larutan kemudian direfluks sampai suhu
90oC,kemudian dipanaskan selama 10 menit sambil mereaksikan 10 mL NaOH
5 M. Reaksi ini dilakukan dibawah pengadukan konstan menggunakan
magnetik stirer tujuanya adalah agar semua ZnCl2 dapat bereaksi dengan
NaOH sehingga menghasilkan ZnO dan NaCl. Endapan yang dihasilkan
kemudian dipisahkan, endapan yang dihasilkan selanjutnya dicuci dengan
aquades sampai bebas NaCl. Indikator sudah tidak adanya NaCl yaitu ketika
campuran ditetesi dengan AgNO3, tidak akan terbentuk hablur berwarna putih
(AgCl). Endapan yang dihasilkan kemudian dilarutkan pada 2-propanol dan
diultrasonik selama 10 menit. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 6000
rpm elama 15 menit, tujuan sentrifug ini adalah untuk memisahkan endapan
dengan filtrat. Endapan yang dihasilkan berwarna putih, selanjutnya endapan
tersebut dipanaskan dengan suhu 250OC selama 5 jam. Serbuk selanjutnya
ditumbuk dengan mortar dan alu untuk mengahsilkan serbuk ZnO dengan
ukuran yang lebih halus.
30
Pembuatan sol silika telah dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 1
ml Tetraetil orthosilikat (TEOS) dengan 2 ml HCl 0,1 M yang digunakan
sebagai katalis selanjutnya direaksikan dengan 97 ml etanol p.a, campuran
homogen diaduk menggunakan magnetik stirer selama 24 jam pada suhu
kamar. Hasil yang diperoleh adalah berupa sol jernih yang homogen. Larutan
jernih dan homogen ini akan dadapat memberikan hasil pelapisan kain yang
sempurna dan tidak merusak kain.
Sol silika yang telah dibuat kemudian direaksikan dengan serbuk ZnO
kemudian dianalisis gugus fungsinya menggunakan instrumen FT-IR. Hasil
analisis spektofotometer FTIR ZnO-SiO2 ditujukan pada Gambar 17 diketahui
serapan yang khas dari vibrasi ulur gugus Si-O-Si pada bilangan gelombang
1093,56 cm-1 , berarti telah terbentuk jaringan polimer oksida Si-O-Si dari sol
SiO2 yang dihasilkan dari penelitian ini.Pada bilangan gelombang 792,69 cm-1
merupakan serapan dari vibrasi tekuk gugus Si-OH , sedangkan serapan yang
muncul pada bilangan gelombang 3448,49 cm-1 , merupakan vibrasi ulur dari
31
Pembuatan komposit kitosan ZnO-SiO2 dibuat dengan cara
mencampurkan larutan kitosan 1 % dengan larutan ZnO dan sol SiO 2 dengan
perbandingan 1 : 1 :1, 1:2:1 dan 1:1:2 %b/b. Komposit yang dibuat berupa
larutan komposit tidak berwwarna dan homogen. Karakterisasi dilakukan
dengan spektofotometer FTIR dan XRD. Gambar 18. merupakan spektra FTIR
komposit kitosan ZnO-SiO2
32
Gambar 19. Spektra FTIR ZnO-SiO2 (A) dan Komposit kitosan
ZnO-SiO2 (B)
33
Gambar 20. Difraktogram Komposit Kitosan ZnO-SiO2
34
Tabel 5. Wet pick up Komposit Kitosan ZnO-SiO2 yang dilapiskan pada
kain
Wet pick up Komposit Kitosan ZnO-SiO2
1:2:1 1:1:1 1:1:2
80,7 % 96,17 % 105,28 %
82,04 % 100,93 % 1003,78 %
82,23 % 101,99 % 128,9 %
Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa persen wet pick up dari komposisi
komposit kitosan ZnO-SiO2 1:1:2 , komposit 1:1:2 diperoleh dari 25 ml kitosan,
25 ml ZnO dan 50 ml SiO2. Wet pick up dapat digunakan untuk mengetahui berapa
persen komposit yang berikatan dengan zat warna yang terikat pada serat selulosa.
Komposisi 1:1:2 paling banyak membawa zat warna yang melekat pada serat kain
hal ini diakibatkan adanya oksida logam ZnO, matriks oksida logam akan
membantu ikatan zat warna dengan selulosa, sehingga ikatan yang dihasilkan
semakin kuat. Sifat pembawa zat aditif dari oksida logam dapat dimanfaatkan
sebagai pembawa aditif dari zat warna menuju ke permukaan serat kain katun. Zat
warna akan terikat kuat pada gugus silanol pada SiO 2, karena komposisi SiO2 yang
banyak maka zat warna yang terikat pada SiO2 akan semakin banyak dan kuat
ikatannya pada kain. Gugus silanol akan memperkuat ikatan kain, zat warna dan
kitosan, sehingga zat warna akan terikat kuat, sehingga material komposit-zat
warna yang terikat kain semakin banyak.
Pada komposisi 1:1:1 dan komposisi 1:2:1 memiliki wet pick up kecil
dibandingkan komposisi 1:1:2 hal ini menandakan tidak banyak ikatan antara
kain dengan komposit-zat. Hal ini diakibatkan karena komposisi SiO2 yang tidak
sebanyak pada komposisi 1:1:2. Gugus SiO2 akan meningkatkanikatan ikatan zat
warna, kitosan dan serat kain, dengan komposisi SiO2 yang makin banyak akan
meningkatkan daya ikat zat warna, pada kain.
Kain selanjutnya dikeringkan dalam oven (drying) pada temperatur 80 °C
selama 5 menit dan dilanjutkan dengan curing pada temperatur 140 °C selama 3
menit dan ditimbang beratnya hingga konstan. Tujuan dry adalah untuk
menguapkan air dan pelarut, sedangkan curing adalah untuk lebih merekatkan
35
komposit pada serat kain (Junaidi, 2011). Warna kain setelah dicelupkan zat warna
dengan komposit kitosan ZnO-SiO2 adalah merah, sementara kain yang
dicelupkan zat warna tanpa komposit berwarna merah lebih terang dibanding yang
di celupkan zat warna-komposit kitosan ZnO-SiO2.
36
Gambar 20. Grafik Persen Leaching
37
SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dengan kain, serta memperkuat
ikatan zat warna, interaksinya sangat lemah dibanding komposisi 1:1:1 dan 1:1:2.
Sehingga saat dilakukan tes leaching, zat warna akan mudah lepas, dan sifat tahan
luntur nya sangat rendah, walaupun ZnO yang ditambahkan komposisinya paling
banyak namun ikatannya akan mudah lepas saat pencucian. Karena ZnO tidak
bekerja dengan optimum, tanpa adanya SiO2 ZnO akan mudah lepas saat tes
leaching. Oksida logam dapat dimanfaatkan sebagai pembawa aditif dari zat
warna menuju ke permukaan serat kain katun, akan tetapi interaksinya dengan
kain kurang diperkuat dengan penambahan SiO2. Penambahan SiO2 yang kurang
optimal akan membuat ikatan antara gugus silanol dari SiO2 kurang kuat.
Komposisi komposit kitosan ZnO-SiO2memiliki persen leaching yang lebih
rendah dibanding komposisi 1:2:1. Hal ini berarti bahwa komposiis 1:1:1
memiliki sifat ketahanan lunturnya lebih tinggi dibanding dengan komposisi
1:1:1, hal ini dikarenakan ZnO yang berfungsi sebagai pembawa aditif dari zat
warna menuju ke permukaan serat kain katun memiliki interaksi yang kuat dengan
SiO2 dengan komposisi yang sama. ZnO yang ditambahkan akan bekerja secara
optimum membawa zat warna menuju kepermukaan kain.
38
Tabel 6. Data Kekuatan Tarik dan Mulur Kain Katun dan Kain Katun Terlapisis
Komposit
Dari hasil pengujian kekuatan tarik dan mulur kain terlihat bahwa dengan
pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 kekuatan tarik dari kain terlapisi kitosan
ZnO-SiO2 menurun jika dibandingkan kain tanpa dilapisi komposit kitosan ZnO-
SiO2 dan zat warna congo red. Penurunan kekuatan tarik dari kain terlapisi
komposit dan zat warna ini tidak begitu signifikan, penurunannya hanya 1 kg.
Mulur kain katun terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 mengalami kenaikan jika
dibandingkan kain katun tanpa pelapisan komposit kitosan ZnO-SiO2 dan zat
warna. Hal ini dikarenakan adanya interaksi yang kuat antara komposit kitosan
ZnO-SiO2 dan zat warna congo red sehingga pertambahan panjang kain pada saat
kain putus dibandingkan dengan panjang kain semula meningkat.
A B
39
C D
E
Gambar 21. Hasil Analisis Morfologi Kain dengan SEM (A) Kain Terlapisi
Komposit Kitosan ZnO-SiO2 (300x) (B) Kain Kontrol (300x) (C)
Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO2 (1000x) (D) Kain
Kontrol (1000x) (E) Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO-SiO 2
(1500x)
Hasil Mofologi kain yang terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO 2 dan kain
kontrol (terlapisi zat warna tanpa komposit) telah disajikan pada Gambar 21. Dari
Gambar 21 (A dan B) dapat dilihat bahwa pada perbesaran 300x antara kain yang
terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dan kain kontrol Pada Gambar A terlihat
partikel-partikel yang homogen dan menyebar secara merata pada permukaan kain
akan tetapi belum begitu jelas perbedaannya. Pada kain kontrol yang tidak dilapisi
komposit terlihat bahwa permukaannya lebih halus dibandingkan yang dilapisi
dengan komposit kitosan ZnO-SiO2.
Pada perbesaran 1000x terlihat sangat jelas perbedaan antara kain kontrol
dengan kain yang dilapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan zat warna. Pada
serat kain terlihat jelas banyak partikel-partikel yang menempel secara menyebar
40
pada permukaan kain. Partikel-partikel tersebut merupakan komposit Kitosan
ZnO-SiO2 yang melekat pada serat kain. Pada Gambar 21 (E) merupakan
perbesaran 1500x. Dari perbesaran 1000x semakin jelas bahwa kain katun kontrol
yang hanya dilapisi zat warna lebih halus dan tidak ada partikel-partikel homogen
yang menyebar pada serat kain katun. Hal ini sesuai dengan penelitian dari
AbdElhady (2012) dari hasil analisis uji SEM tampak partikel-partikel yang
menyebar pada kain, partikel-partikel tersebut merupakan kitosan-ZnO.
Gambar 22 merupakan hasil analisis AbdElhady (2012).
41
BAB VI
KESIMPULAN
Karakterisasi kimia dari komposit kitosan ZnO-SiO2 yang dilapiskan pada kain
katun sebagai agen ketahanan luntur zat warna congo red, dilakukan
menggunakan instrumen FT-IR, XRD. Pada analisis FT-IR terdapat muncul
serapan khas gugus-gugus spesifik dari komposit kitosan ZnO-SiO 2 . puncak
serapan pada bilangan gelombang 952,77 cm-1 menandakan adanya serapan
dari gugus silanol Si-OH. Sedangkan analisis instrumen XRD puncak 2θ
kitosan pada 10,67 o dan 19,66 o. Nilai 2θ pada 31.8 o, 34.4 o , 36.3 o , 47.5 o , 56.6
o
, 62.8 o ,merupakan puncak spesifik dari kitosan-ZnO (Salehi et al,2010). Pada
nilai 2θ 26.9 o, 33 o ,38.2 o, 51,6 o ,55.2 o , 59 o, 62.6 o , 66 o merupakan puncak
spesifik dari Si, nilai 2θ gugus Si-O-Si pada 22.1 o, 25.9 o , 44.1 o, 57 o, 55 o
sampai 90 o . Dari analisis kain terlapisi komposit kitosan ZnO-SiO2 dengan
instrumen SEM dan zat warna congo red terlihat bahwa partikel-partikel yang
homogen merata pada serat kain katun .
Persen leaching terendah dimiliki oleh komposisi kitsoan ZnO-SiO 2 dengan
peebandingan v/v 1:1:2. Persen leaching terendah menandakan bahwa zat
warna yang terlapis pada kain memiliki tingkat luntur yang paling rendah
(tahan terhadap luntur).
42
Daftar Pustaka
Anonim.2014.http://cotton.missouri.edu/ClassromChemical
%20Composition.html. Diakses tangal 22 Mei 2014
AbdElhady,M.M.2012. Preparation and Characterization of Chitosan/Zinc Oxide
Nanoparticles for Imparting Antimicrobial and UV Protection to Cotton
Fabric. Journal Carbohydrate Chemistry, Hal 1-6.
Al Sagheer, dkk. 2005. Thermal andMechanical Properties of Chitosan/SiO2
Hybrid Compositeshal 1-8
Chung, Y.K., Lee, K.K., and Kim, J.W. 1998. Durable Press and Antimicrobial
Finishing of Cotton Fabrics with a Citric Acid and Chitosan Treatment.
Textile Research Journal, 68, 772-775.
Day, R.A. and Underwood, A.L. 1983. Analisis Kimia Kuantitatif. Terjemahan
Soendoro. Jakarta : Erlangga.
Farouk, Asma, Mussa,Shaban,Textor,Torsten.2012. ZnO Nanoparticles-Chitosan
Composite as Antibacterial Finish for Textiles. International Journal of
Carbohydrate Chemistry.Hal. 1-8
Haryono, Agus., Harmami, Sri Budi. 2010. Aplikasi Nanopartikel Perak Pada
Serat Katun Sebagai Produk Jadi Tekstil Antimikroba. Jurnal Kimia
Indonesia Vol. 5 (1), Hal 1-6.
He, Q., Wu, L., Gu, G., and You, B., 2002, Preparation and Characterization of
Acrylic/Nano-TiO2 Composite Latex, High Perform. Polym., 14, 383-396.
Junaidi, A.B., Kamil, I., Sunardi. 2011. Stabilitas Lapisan Kitosan Pada Kain
Katun: Pengaruh Berat Molekul Kitosan. Jurnal Sains dan Terapan Kimia,
Vol.5, No.2, 96-104
43
Jeon, Y.J. and Kim, S.K., 2000, Antitumor Activity of Chitosan Oligosaccharides
Reactor System, J. Microbiology and Biotechnology, 12, 503-507.
Kaban, Jamaran. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosa dan Aplikasi Produk yang
Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara
Liu, N., Chen, X.G., Park, H.J., Liu C.G., Liu, C.S., Meng, X.H., and Yu, L.J,
2006. Effect of MW and Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity
of Escherichia coli, Carbohydr. Polym., 64, 60-65.
44
Mahltig, B., Haufe, H. and Bottcher, H.. 2005. Functionalisation of Textiles by
Inorganic Sol-Gel Coatings. Journal of Materials Chemistry 15:4385-4398.
Mahltig, B., Textor, T. 2006. Combination of Silica sol and Dyes on Textiles.
Journal Sol-Gel Science Technology 39:111-118.
Pramita, Dhienta Cory. 2011. Daya Hambat Lapisan SiO2 dan Komposit
Kitosan/Ag Pada Kain Katun Terhadap Aktivitas Bakteri, (Online),
http://eprints.uns.ac.id/10417/1/186792811201111221.pdf. Diakses 13
Maret 2014
Wang, Z., Li G., Peng H.. 2005. Study on novel antibacterial high-impact
polystyrene/TiO2 nanocomposites. Journal of Material Science vol 40.
Yadav A., Prasad V., Kathe S., Raj, S.. 2006. Functional finishing in cotton
fabrics using zinc oxide nanoparticles. Bull. Mater. Sci., Vol. 29, No. 6,
November 2006, pp. 641–645.
45
Zhang, Z, Chen, L., Ji, J.,Huang Y., Chen, D.. 2003. Antibacterial Properties of
Cotton Fabrics Treated with Chitosan. Textile Res. J.,. 73, 1103-1106.
Zheng, L.Y and Zhu, J.F. 2003,.Study on antimicrobial activity of chitosan with
different molecular weights. Carbohydr. Polym., 54, 520-527.
46
LAMPIRAN 1
47
Gambar 8. Kain terlapisi Komposit Gambar 9. Analisis XRD komposit
Kitosan ZnO-SiO2 kitosan ZnO-SiO2
48
Lampiran 2
49
Lampiran 3
50
Lampiran 4
b. Persen Leaching
rA rB D (%)
1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2 1:2:1 1:1:1 1:1:2
83,59 79,90 82,75 79,93 78,74 82,60 18,24 5,46 0,86
83,67 79,90 82,60 79,93 79,07 81,97 18,63 3,97 3,49
rA rB D (%)
81,52 67,95 42,34
81,52 67,94 42,37
51
Lampiran 5
Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO- Kain Kontrol yang dilapisi Zat warna
SiO2 dengan zat warna (300x) (300x)
Kain Terlapisi Komposit Kitosan ZnO- Kain Kontrol yang dilapisi Zat warna
SiO2 (1000x) (1000x)
52