Anda di halaman 1dari 7

A.

Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang serin
disebabkan oleh infeksi. Penyebab pneumonia antara lain adalah bakteri,
virus, jamur, dan parasit. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
merupakan penyebab utama kematian dan morbiditas oleh penumonia.
Pneumonia bakterial diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu CAP
(Community-acquired pneumonia), HAP (Hospital-acquired pneumonia),
VAP (Ventilator-acquired pneumonia), dan HCAP (Health care-associated
pneumonia).1-3
CAP adalah infeksi akut jaringan paru yang didapatkan melalui
komunitas. HAP adalah infeksi akut jaringan paru yang berkembang 48 jam
atau lebih setelah rawat inap pada pasien yang tidak diintubasi. VAP adalah
infeksi nosokomial pada jaringan paru yang berkembang 48 jam atau lebih
setelah intubasi untuk ventilasi mekanis. HCAP adalah infeksi akut jaringan
paru yang didapatkan melalui fasilitas kesehatan seperti pusat dialisis dan
klinik rawat jalan.1-3

2. Etiologi Pneumonia
Etiologi penumonia khususnya CAP, mencakup agen infeksi yang luas
yaitu bakteri, virus, jamur, dan parasit. Etiologi penumonia bakterial
diklasifikasikan menjadi organisme tipikal dan atipikal.4
Pneumonia tipikal disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, S. Aureus, Streptococcus grup A, moxarella
catarrhalis, bakteri anaerob dan bakteri aerob gram negatif. Pneumonia
atipikal disebabkan oleh Legionella sp., Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, dan C. psittaci.4
Penyebab paling umum CAP adalah S. pneumoniae diikuti oleh
Klebsiella pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Pseudomonas
aeruginosa. Penyebab HCAP dan HAP paling umum adalah MRSA
(Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) dan Pseudomonas aeruginosa.
Penyebab VAP adalah agen MDR (Multidrug resistant) dan non-MDR. Agen
MDR antara lain S. pneumoniae, H. influenzae, dan MSSA. Agen non-MDR
antara lain P. aeruginosa, MRSA, Acinetobacter sp., dan Enterobacteriaceae
yang resisten terhadap antibiotik.4

3. Epidemiologi Pneumonia
Insiden CAP di Amerika Serikat adalah lebih dari 5 juta per tahun,
dengan 80% adalah pasien rawat jalan dan angka kematian kurang dari 1%,
serta 20% adalah pasien rawat inap dengan tingkat kematian 12% hingga
40%. Insiden CAP bervariasi diantara jenis kelamin yang berbeda. CAP lebih
sering terjadi pada pria dan wanita Amerika-Afrika. Insiden CAP pada orang
dewasa adalah 5,15 hingga 7,06 kasus per 1000 orang per tahun, tetapi pada
populasi kurang dari 4 tahun dan lebih dari 60 tahun, terdapat lebih dari 12
kasus per 1000 orang. Tingkat kematian pneumonia adalah 7,3% di Amerika
Serikat dan Kanada, 9,1% di Eropa, dan 13,3% di Amerika Latin.5,6

4. Patofisiologi Pneumonia
Saluran pernapasan bagian bawah adalah bagian tubuh yang tidak steril
dan selalu terpapar oleh patogen lingkungan. Invasi dan propagasi bakteri
patogen dalam parenkim paru terutama alveolus dapat menyebabkan
penumonia bakteri dan sindrom pneumonia yang merupakan respon inflamasi
tubuh terhadap bakteri patogen. Sejumlah pertahanan yang dapat mencegah
proliferasi mikroorganisme ini antara lain adalah rambut di lubang hidung
dan lendir pada nasofaring dan orofaring. Pertahanan lain adalah melalui
bahan kimia yaitu protein surfaktan A dan D yang diproduksi sel epitel
alveolar.7-9
Komponen lain dari sistem pertahanan paru terdiri dari sel-sel imun
seperti makrofag alveolar yang bekerja menelan dan membunuh bakteri.
Apabila bakteri telah menembus oertahanan inang, makrofag alveolar
memulai respon inflamasi untuk memperkuat pertahanan saluran pernapasan
bagian bawah. Respon inflamasi ini adalah penyebab utama manifestasi klinis
pneumonia bakteri.
Pada proses inflamasi yang diinduksi oleh makrofag alveolar, sitokin
dilepaskan dan menyebabkan gejala konstitusional, seperti IL-1 dan TNF
yang menyebabkan demam. IL-8 dan G-CSF (granulocyte colony-stimulating
factor) menginduksi maturasi kemotaksis dan neutrofil, sehingga terjadi
leukositosis pada uji laboratorium serologis dan sekresi purulen. Sitokin ini
dapat menyebabkan kebocoran membran alveoler-kapiler di tempat inflamasi
sehingga menyebabkan sesak napas. Eritrosit juga dapat melewati barrier dan
menyebabkan hemoptisis.7-9

5. Histopatologi Pneumonia
Secara patologis, lobar pneumonia adalah peradangan eksudatif akut
lobus paru. Hal ini memiliki empat tahap lanjutan apabila tidak ditangani.
Tahap pertama adalah kongesti, pada tahap ini parenkim paru tidak
sepenuhnya terkonsolidasi, dan secara mikroskopik, alveoli memiliki eksudat
serosa, patogen, sedikit neutrofil, dan makrofag.
Tahap kedua adalah red hepatization, pada tahap ini lobus
terkonsolidasi, tegas seperti liver. Secara mikroskopis, terdapat tambahan
fibrin bersama dengan eksudat serosa, patogen, neutrofil, dan makrofag.
Kapiler tersumbat dan dinding alveolar menebal.
Tahap ketiga adalah gray hepatization, konsistensi lobus masih seperti
liver namun berwarna abu-abu karena alveoli diisi supuratif dan eksudatif.
Tahap selanjutnya adalah resolusi, setelah satu minggu terjadi drainase
limfatik atau batuk produktif membersihkan eksudat.10

6. Manifestasi Klinis Pneumonia


Temuan riwayat bakterial pneumonia dapat bervariasi mulai dari
indolent hingga fulminan. Riwayat yang dirasakan pasien pneumonia antara
lain demam dengan takikardia atau kedinginan dan berkeringat, batik dapat
berupa tidak produktif maupun produktif dengan dahak berlendir, bernanah,
atau berwarna darah, nyeri dada pleuritik jika pleura terlibat, sesak napas
dengan pekerjaan harian normal, gejala lain termasuk kelelahan, sakit kepala,
mialgia, dan artralgia.10
Temuan fisik bervariasi antar pasien tergantung pada derajat keparahan
dan konsolidasi paru dan ada atau tidaknya efusi pleura. Temuan klinis
utama, antara lain adalah peningkatan laju pernapasan, fremitus taktil, suara
napas bronkial pada auskultasi, delirium pada pasien tua.10

7. Diagnosis Pneumonia
Pendekatan untuk mengevaluasi dan mendiagnosis pneumonia dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan klinis mencakup penggalian riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menilai tanda dan gejala klinis seperti
peningkatan laju pernapasan, fremitus taktil, suara napas bronkial pada
auskultasi, dan delirium pada pasien tua.
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah lengkap,
biomarker inflamasi seperti ESR dan CRP, kultur darah, analisis dahak atau
pewarnaan gram, pengujian antigen urin atau reaksi rantai polimerase untuk
mendeteksi asam nukleat bakteri tertentu.
Pemeriksaan radiologi mencakup x-ray thoraks sebagai tes pencitraan
awal dan temuan infiltrat paru pada film dianggap sebagai baku emas
diagnosis ketika laboratorium dan manifestasi klinis mendukung.2,11

8. Diagnosis Banding Pneumonia


Diagnosis banding pneumonia pada anak adalah asma, bronkiolitis,
croup, dan sindrom gangguan pernapasan. Diagnosis banding pneumonia
pada orang dewasa adalah bronkitis akut dan kronis, aspirasi benda asing,
asma, atelektasis, bronkiektasis, bronkiolitis, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), infeksi jamur, abses paru, pneumosistis jiroveci pneumonia, gagal
napas, dan infeksi virus.10
9. Komplikasi Pneumonia
Komplikasi yang paling sering terjadi pada bakterial pneumonia adalah
kegagalan pernapasan, sepsis, kegagalan multiorgan, koagulopati, dan
eksaserbasi komorbiditas yang sudah ada sebelumnya. Komplikasi lainnya
adalah infeksi metastasis, abses paru, dan efusi pleura.10

10. Penatalaksanaan Pneumonia


Pada semua pasien dengan pneumonia bakteri, terapi empiris harus
dimulai sesegera mungkin. Langkah pertama dalam pengobatan adalah
penilaian risiko untuk mengetahui apakah pasien harus dirawat dengan rawat
jalan atau rawat inap. Kondisi kardiopulmoner, usia, dan beratnya gejala
mempengaruhi risiko pneumonia bakteri, terutama CAP.12-14
Skor CURB-65 digunakan untuk kuantifikasi risiko pneumonia. CURB-
65 adalah C=confusion atau kebingungan, U=uremia (BUN lebih besar dari
20mg/dL), R=respiratory rate atau laju pernapasan (lebih dari 30 per menit),
B=blood pressure atau tekanan darah (kurang dari 90/60 mmHg), dan usia
lebih dari 65 tahun. Satu faktor risiko dinilai satu poin. Jika total skor adalah
2 atau lebih dari 2, maka pasien harus dibawa ke rumah sakit. Jika totalnya
dalah 4 atau lebih dari 4, maka pasien masuk ke dalam ruang ICU.
Penatalaksanaan yang diberikan bergantung pada tingkat keparahan
pasien. Pengaturan rawat jalan diberikan pada pasien yang memiliki kondisi
komorbiditas seperti diabetes atau keganasan. Rejimen yang diberikan adalah
fluorokuinolon atau beta-lactam ditambah dengan makrolid. Untuk pasien
tanpa kondisi komorbiditas, dapat menggunakan makrolid atau doksisiklin
secara empiris. Pada pasien rawat inap non-ICU, terapi yang disarankan
adalah fluoroquinolone atau makrolid ditambah dengan beta lactam. Pada
pasien rawat inap ICU, terapi yang disarankan adalah beta laktam ditambah
makrolid atau beta laktam ditambah dengan fluoroquinolone.12-14
Setelah mendapatkan hasil kultur positif, terapi berdasarkan patogen
spesifik. Pasien juga mendapatkan konseling berhenti merokok dan vaksinasi
influenza dan pneumokokus. Semua pasien yang dirawat di rumah harus
dijadwalkan untuk kunjungan tindak lanjut dalam waktu 2 hari untuk menilai
komplikasi pneumonia.10

11. Prognosis Pneumonia


Prognosis pneumonia tergantung pada berbagai macam faktor,
diantaranya adalah faktor usia, komorbiditas, dan pasien rawat jalan atau
rawat inap. Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun atau kurang dari 4 tahun
memiliki prognosis yang relatif lebih buruk daripada orang dewasa muda.
Resistensi antibiotik sangat memprihatinkan karena dapat meningkatkan
rejimen antibiotik.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Leung AK, Hon KL, Leong KF, Sergi CM. Measles: a disease often forgotten but
not gone. Hong Kong Med J. 2018;24(5):512-520
2. Grief SN, Loza JK. Guidelines for the Evaluation and Treatment of
Pneumonia. Prim. Care. 2018;45(3):485-503
3. Ashurst JV, Dawson A. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure
Island (FL): Pneumonia, Klebsiella. 2018
4. Calik S, Ari A, Bilgir O, Cetintepe T, Yis R, Sonmez U, Tosun S. The
relationship between mortality and microbiological parameters in febrile
neutropenic patients with hematological malignancies. Saudi Med
J. 2018;39(9):878-885
5. Shin EJ, Kim Y, Jeong JY, Jung YM, Lee MH, Chung EH. The changes of
prevalence and etiology of pediatric pneumonia from National Emergency
Department Information System in Korea, between 2007 and 2014. Korean J
Pediatr. 2018;61(9):291-300
6. Lat I, Daley MJ, Shewale A, Pangrazzi MH, Hammond D, Olsen KM., DEFINE
study group and the Discovery Research Network. A Multicenter, Prospective,
Observational Study to Determine Predictive Factors for Multidrug-Resistant
Pneumonia in Critically Ill Adults: The DEFINE Study. Pharmacotherapy. 2018
7. Søndergaard MJ, Friis MB, Hansen DS, Jørgensen IM. Clinical manifestations in
infants and children with Mycoplasma pneumoniae infection. PLoS
ONE. 2018;13(4):e0195288
8. Karakuzu Z, Iscimen R, Akalin H, Kelebek Girgin N, Kahveci F, Sinirtas M.
Prognostic Risk Factors in Ventilator-Associated Pneumonia. Med. Sci.
Monit. 2018;24:1321-1328
9. Phillips-Houlbracq M, Ricard JD, Foucrier A, Yoder-Himes D, Gaudry S, Bex J,
et al. Pathophysiology of Escherichia coli pneumonia: Respective contribution of
pathogenicity islands to virulence. Int. J. Med. Microbiol. 2018;308(2):290-296
10. Sattar SBA, Sharma S. Pneumonia, Bacterial. [Updated 2018 Oct 27]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018
Jan-.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513321/. Diakses
pada 10 Febuari 2019
11. Franquet T. Imaging of Community-acquired Pneumonia. J Thorac Imaging. 2018
;33(5):282-294
12. Ayede AI, Kirolos A, Fowobaje KR, Williams LJ, Bakare AA, Oyewole OB, et
al. A prospective validation study in South-West Nigeria on caregiver report of
childhood pneumonia and antibiotic treatment using Demographic and Health
Survey (DHS) and Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) questions. J Glob
Health. 2018 ;8(2):020806
13. Hanretty AM, Gallagher JC. Shortened Courses of Antibiotics for Bacterial
Infections: A Systematic Review of Randomized Controlled
Trials. Pharmacotherapy. 2018;38(6):674-687
14. Julián-Jiménez A, Adán Valero I, Beteta López A, Cano Martín LM, Fernández
Rodríguez O, et al. CAP group (community-acquired pneumonia) from the
Infections in Emergencies - Sepsis Code working group. [Recommendations for
the care of patients with community-acquired pneumonia in the Emergency
Department]. Rev Esp Quimioter. 2018;31(2):186-202

Anda mungkin juga menyukai