Anda di halaman 1dari 3

Ancaman masalah kesehatan yang bisa dialami pengungsi

Gempa di Lombok ini memaksa ribuan warga untuk mengungsi, sehingga tak bisa menjalani
aktivitas seperti biasa. Dalam kondisi darurat seperti ini, dengan berkumpulnya banyak orang
dari berbagai kelompok usia yang terpusat di tempat pengungsian, berbagai masalah kesehatan
mungkin terjadi pada pengungsi. Risiko terjadinya penyakit pun meningkat jika kebersihan
tempat pengungsian tidak terjaga dengan baik.

Lalu, apa saja ancaman penyakit yang dapat menyerang pengungsi gempa Lombok? Berikut ini
daftarnya:

1. Diare

Penyakit diare biasanya menghantui pengungsi karena tidak terjaganya kebersihan makanan
yang ada di dapur umum. Dengan logistik yang terbatas, membuat korban bencana tidak
memiliki pilihan makanan untuk disantap. Kebersihannya juga tidak ada yang menjamin.

“Diare ini biasanya menyerang anak-anak daripada orang dewasa. Bagi anak-anak, tubuh mereka
rentan dengan asupan makanan yang tidak bersih,” kata dr. Theresia Rina Yunita dari
KlikDokter menambahkan.

2. Penyakit kulit

Masalah kebersihan tidak hanya menyebabkan diare, tetapi juga bisa menyerang kulit. Biasanya,
para korban gempa di tempat-tempat pengungsian akan kesulitan mendapatkan akses air bersih.
Akibatnya, kesulitan ini akan membuat para pengungsi tidak nyaman untuk mandi sehingga
kerap melewatkan mandi. Tubuh pun bisa gatal-gatal yang biasanya muncul karena jamur.

3. Depresi

Depresi juga rentan dialami para pengungsi bencana alam. Penyebabnya adalah karena musibah
tersebut mengakibatkan duka dan kerugian, seperti kehilangan anggota keluarga atau kerabat,
kehilangan rumah dan harta benda, dan masih banyak lagi.

"Depresi ini biasanya muncul karena para pengungsi belum bisa menerima kenyataan rumah
mereka hancur, harta benda pun raib. Belum lagi stres karena adanya keluarga yang jadi korban,
atau meninggal dunia, akibat gempa" ujar dr. Theresia.

Selain tiga masalah di atas, kelaparan juga menjadi salah satu faktor utama yang harus
diperhatikan. Dengan keterbatasan sumber makanan, kelaparan bisa menimbulkan berbagai
penyakit lain.

Kondisi pengungsian memang sering kali jauh dari kata ideal dalam kebersihan, sehingga
kondisi ini rentan menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagi pengungsi. Walaupun begitu,
para pengungsi gempa Lombok bisa menurunkan risiko penyakit yang mengintai di tempat
pengungsian, yaitu dengan melakukan hal sesederhana mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir sebelum makan. Selain itu, gunakan masker jika sedang batuk atau pilek, dan jika sakit
sebaiknya segera memeriksakan diri ke pos kesehatan yang ada di sekitar lokasi pengungsian.

[RN/ RVS] https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3607088/masalah-kesehatan-yang-


bisa-dialami-pengungsi-gempa-lombok

Jakarta - Pada 12 September 2007 yang lalu telah terjadi gempa besar di wilayah barat Sumatera. Satu
hari setelah gempa bantuan mulai bermunculan namun masih banyak kendala untuk menyampaikan
bantuan kepada para korban gempa. Masalah kesehatan adalah masalah yang utama pada kondisi
pascabencana. Hal ini teramati pada 2 kondisi bencana besar yang terjadi di Indonesia (gelombang
Tsunami di Aceh dan gempa besar di Yogyakarta).Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa
dapat dibagi dalam 3 fase: (1) penyakit akut akibat gempa, (2) penyakit ikutan pada beberapa hari-
minggu pasca gempa, dan (3) masalah kesehatan mental akibat gempa.Penyakit akut pascabencana
adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Pada kasus gempa, penyakit
yang berhubungan langsung dengan kejadian gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang. Hal
ini teramati pada kejadian gempa besar di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Penelitian Maegele,
dkk (2006) menunjukkan bahwa pada kasus gempa besar dan Tsunami di Aceh cedera anggota gerak
bawah dan patah tulang adalah yang paling umum dijumpai. Penyakit ikutan pascabencana dapat
berhubungan langsung dengan kejadian bencana akibat hilangnya sumber kebutuhan primer dan akibat
rusaknya infrastruktur penunjang. Pada hari-hari pertama sampai dengan minggu pertama masalah
utama yang menjadi fokus perhatian adalah ketersediaan pangan. Penelitian Rossi, dkk (2007)
menunjukkan bahwa ketersediaan pangan menjadi masalah utama pada beberapa hari pascabencana.
Penyakit ikutan pascabencana dapat muncul akibat rusaknya infrastruktur penunjang. Simak
peningkatan kasus leptospira yang signifikan akibat tercemarnya air oleh tikus pada banjir di Jakarta.
Pada kondisi ini kejadian luar biasa infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan penyakit kulit menular
mudah merebak di tempat-tempat penampungan pengungsi yang padat. Penelitian Grievink, dkk (2007)
menunjukkan besarnya masalah kesehatan akibat penyakit ikutan pasca gema dapat menetap sampai
dengan 18 bulan. Kajian Wilder-Smith (2005) memperlihatkan bahwa kondisi tempat pengungsian pada
kasus-kasus bencana sangat memudahkan transmisi penyakit dari satu orang ke orang yang lain.
Penyakit yang umum menular di tempat pengungsian adalah diare, infeksi saluran pernafasan akut, dan
penyakit kulit infeksious (MMWR, 2005). Tindakan pencegahan yang memadai dan penemuan kasus
sakit secara dini harus dilakukan. Beberapa bulan sampai dengan tahun pascabencana masalah
kesehatan yang menonjol adalah masalah kesehatan mental. Trauma berkepanjangan akibat reaksi stres
akut saat bencana bisa menetap menjadi kecemasan yang berlebihan. Penulis beberapa kali menjampai
kasus gangguan tidur kronis akibat cemas yang berlebihan pada para korban gempa di Yogyakarta. Stres
pasca trauma merupakan masalah kesehatan utama di daerah bencana. Stres pasca trauma
menimbulkan beban kesehatan yang tidak sedikit. Pasien dengan stres pasca trauma akan berkali-kali
mengunjungi fasilitas kesehatan dengan berbagai keluhan fisik yang berganti-ganti. Sekali waktu ia akan
datang dengan keluhan sakit kepala. Di lain waktu dengan nyeri tengkuk dan di waktu yang berbeda
dengan nyeri perut. Hal ini di dunia medis dikenal dengan nama gejala psikosomatik. Gejala sakit lebih
berhubungan dengan kondisi psikologis, dan bukan karena penyakit fisik. Masalah kesehatan mental
terjadi pada banyak kasus. Penelitian Keane, dkk (2006) menunjukkan bahwa kejadian stres
pascatrauma terjadi pada 7%-8% dari seluruh populasi. Penelitian Mills, dkk (2007) memperlihatkan
bahwa kejadian stres akut pascabencana terjadi pada 62% korban badai Katrina di Amerika Serikat. Stres
pascatrauma lebih mudah dijumpai pada kelompok wanita. Stres pascatrauma akan menetap sampai 2
tahun pada 38%-49% populasi.Gangguan stres pasca trauma umum dijumpai pada wanita, pasien
dengan cedera badan, kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda, dan memiliki kepribadian
yang tidak matang. Intervensi dini harus dilakukan. Pada kasus-kasus yang berkepanjangan dapat
muncul gangguan kejiwaan yang serius. Penyakit pasca gempa bukan hanya terjadi sebagai akibat
langsung dari gempa namun juga terjadi beberapa hari sampai tahun setelah gempa. Pada kondisi
segera setelah gempa tindakan medis yang cepat dan tepat harus dilakukan. Pasien dengan patah
tulang, luka robek harus mendapatkan perawatan yang memadai untuk mencegah kejadian infeksi.
Bantuan harus juga difokuskan untuk mencegah muncul dan merebaknya penyakit-penyakit infeksi di
tempat penampungan. Infrastruktur pendukung kehidupan harus dipulihkan sesegera mungkin.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rusaknya infrastruktur air bersih meningkatkan
risiko yang sangat signifikan untuk penyebaran penyakit menular di tempat pengungsian. Akses para
korban terhadap fasilitas kesehatan harus terjamin. Seorang pengungsi yang sakit harus dapat
memperoleh bantuan kesehatan dengan mudah.Hal ini untuk mencegah penyebaran penyakit pada para
pengungsi yang lain. Manusia adalah mahkluk fisik, menatl, sosial, dan spiritual yang utuh. Aspek
kehidupan mental pascabencana harus juga diperhatikan. Kehilangan anggota badan (misalnya:
amputasi), kehilangan anggota keluarga, rusaknya rumah dan harta benda, dan hilangnya tatanan sosial
di masyarakat memiliki dampak stress yang sangat besar bagi para korban bencana. Dukungan
psikososial harus dibeikan sesegera mungkin. Rizaldy Pinzon, dr, MKes, SpSBekerja dan tinggal di
Yogyakartamedidoc2002@yahoo.com<\/b>

Anda mungkin juga menyukai