Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus. (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Smeltzer C
Suzanne, 2002)
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

2. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi sistem pernapasan
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang
dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk
menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis
inferior, konka nasalis posterior dan onka nasalis media yang berfungsi untuk
mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan
ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.
Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita
suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang
terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk
mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek
daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang
lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung
paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-
gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Paru-paru dibagi dua : Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus
pulmodekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Paru-paru kiri, terdiri
dari dua lobus, pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima
buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga
buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-paru
yang disebut hilus. Pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua:
a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-
paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

Gambar 1 Anatomi Paru-paru

2) Fisiologi sistem pernapasan


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
(Price,1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi. (Price,1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya
sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan
uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. (Price,1994)
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama. (Rab,1996)

3. Etiologi
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80%
karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
 Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal,
dan atelektasis akut.
 Eksudat
- Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
- Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)

4. Tanda dan Gejala


a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

5. Fatofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena
adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%)
mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan
vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid
yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi.
Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya
tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar
proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. (Guyton dan Hall
, 1997)
Secara skematis, patofisiologi efusi pleura dapat digambarkan sebagai berikut :

TBC 80 % Cardiomegali, neoplasma, penyakit abdomen, infeksi, cedera, dll

Proses peradangan Adanya bendungan cairan dalam ronggga pleura

Pembentukan cairan berlebihan Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura

Efusi Pleura

Akumulasi cairan yang Proses peradangan pada rongga pleura Fungsi pleura (torakosintesis)
Berlebihan dari rongga pleura

Penurunan ekspansi paru Nyeri Pengeluaran Aspirasi cairan pleura


Endogen+Pyrogen melalui jarum

Sesak napas Febris Hipersecresi mukus Resiko infeksi

Ketidakefektifan Penurunan suplai O2 Demam Secret tertahan di saluran napas


Pola napas

Gg. Pertukaran gas Kelemahan Gg. Rasa nyaman hipertermi Ronchi (+)

Intoleransi aktifitas Metabolisme tubuh Bersihan jalan napas tidak


meningkat efektif

Nutrisi kurang

6. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

7. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada
efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

8. Penatalaksanaan
 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
 Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan
paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


1. Kebutuhan Oxygenasi
Penumpukan cairan dalam rongga pleura mengakibatkan penurunan ekspansi paru
menyebabkan complience dan recoil paru menurun sehingga pernapasan menjadi
dangkal dan suplai oksigen berkurang.
2. Kebutuhan rasa aman
Penumpukan cairan dalam rongga pleura dan proses inflamasi menstimulasi sel
mast memproduksi mediator kimia : bradikinin, prostaglandin, serotonin dan histamin
mengakibatkan rasa nyeri dan pireksia.
3. Kebutuhan nutrisi
Penekanan terhadap struktur abdomen sekunder akibat penumpukan cairan dalam
ronggga pleura mengakibatkan rasa penuh pada abdomen dan mual, mengakibatkan
intake nutisi menurun.
4. Kebutuhan aktifitas
Ekspansi paru menurun mengakibatkan supay O2 kejaringan menurun,
mengakibatkan metabolisme anaerob, penimbunan asam laktat, produksi ATP
menurun, terjadi kelemahan fisik (patique).
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
c Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran
tinggi badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i
– e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni. (Alsagaf H, Ida Bagus,
Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994)
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah
nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhaadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Dyspnea
Objektif 2. Sulit bicara
1. Batuk tidak efektif 3. Ortopnea
2. Tidak mampu batuk Objektif
3. Sputum berlebih 1. Gelisah
4. Mengi, wheezing dan/atau 2. Sianosis
ronkhi kering 3. Bunyi napas menurun
5. Mekonium di jalan napas 4. Frekuensi napas berubah
(pada neonates) 5. Pola napas berubah

b. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru,


kerusakan membrane alveolar – kapiler.
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Dyspnea 1. Pusing
Objektif 2. Penglihatan kabur
1. PCO2 Objektif
meningkat/menurun 1. Sianosis
2. PO2 menurun 2. Diaforesis
3. Takikardia 3. Gelisah
4. PH arteri 4. Napas cuping hidung
meningkat/menurun 5. Pola napas abnormal
5. Bunyi napas tambahan (cepat/lambat,
regular/ireguler,dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan)
7. Kesdaran menurun
c. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Dyspnea 1. Ortopnea
Objektif Objektif
1. Penggunaan otot bantu 1. Pernapasan pursed – lip
pernapasan 2. Pernapasan cuping hidung
2. Fase ekspirasi memanjang 3. Diameter thoraks anterior –
3. Pola napas abnormal (mis. posterior meningkat
Takipnea, bradipnea 4. Ventilasi semenit menurun
hiperventilasi, kussmaul, 5. Kapasitas vital menurun
cheyene – stokes) 6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan


metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Cepat kenyang setelah makan
Objektif 2. Kram/nyeri abdomen
1. Berat badan menurun 3. Nafsu makan menurun
minimal 10% di bawah Objektif
rentang ideal 1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
e. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh nyeri (tidak tersedia)
Objektif Objektif
1. Tampak meringis 1. Tekanan darah meningkat
2. Bersikap protektif (mis. 2. Pola napas berubah
Waspada posisi 3. Nafsu makan berubah
menghindari nyeri) 4. Proses berpikir terganggu
3. Gelisah 5. Menarik diri
4. Frekuensi nadi meningkat 6. Berfokus pada diri sendiri
5. Sulit tidur 7. Diaphoresis

f. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh tidak nyaman 1. Mengeluh sulit tidur
Objektif 2. Tidak mampu rileks
1. Gelisah 3. Mengeluh
kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Objektif
1. Menunjukkan gejala distress
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
g. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
h. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispneu setelah beraktifitas
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh lelah 1. Dyspnea saat/setelah
Objektif aktivitas
1. Frekuensi jantung 2. Merasa tidak nyaman setelah
meningkat >20% dari beraktivitas
kondisi istirahat 3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No No Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Diagnosa
1 I Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status
keperawatan selama …x24 jam pernafasan dan
diharapkan bersihan jalan napas oksigenasi
kembali efektif dengan kriteria 2. Lakukan fisioterapi
hasil: dada
- Frekuensi 3. Ajarkan pasien
pernafasan bagaimana
normal 12 – menggunakan inhaler
20x/menit 4. Kolaborasi dengan tim
medis untuk
- Irama pernafasan pemberian
normal (regular) bronkodilator
- Kemampuan
untuk
mengeluarkan
sekret

2 II Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi,


keperawatan selama …x 24 jam kedalaman pefnafasan
diharapkan gangguan 2. Catat perubahan pada
pertukaran gas teratasi dengan saturasi O2, volume
Kriteria hasil tidal akhir CO2 dan
- Akral hangat perubahan nilai
- Tidak ada tanda analisa gas darah
sianosis 3. Auskultasi suara
- Saturasi oksigen nafas, catat area
normal 95 – 100 dimana terjadi
% penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
4. Kolaborasi dengan tim
medis untuk
pemberian terapi O2
3 III Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda –
keperawatan selama …x24 jam tanda vital pasien
diharapkan pola napas kembali 2. Posisikan pasien semi
efektif dengan kriteria hasil: fowler
- Frekuensi 3. Bantu dan ajakan
pernafasan pasien untuk batuk dan
normal (12 – nafas dalam yang
20x/mnt) efektif
- Pola pernafasan 4. Kolaborasi dengan tim
normal medis untuk
- Suara auskultasi pemberian terapi O2
nafas normal
(vesikuler)
4 IV Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kalori dan
keperawatan selama …x24 jam asupan makanan
diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Bantu pasien dalam
pasien terpenuhi dengan kriteria menentukan pedoman
hasil: atau piramida yang
- Asupan makanan paling cocok dalam
terpenuhi memenuhi kebutuhan
- Asupan cairan nutrisi dan preferensi
terpenuhi 3. Ajarkan pasien untuk
- Rasio berat memantau kalori dan
badan/tinggi intake makanan
badan dalam dengan buku harian
rentang normal makanan
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi mengenai diet
pasien
5 V Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selama …x24 jam nyeri komprehensif
diharapkan nyeri berkurang yang meliputi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
- Nyeri yang frekuensi, kualitas,
dilaporkan intensitas atau
berkurang beratnya nyeri dan
dengan skala faktor pencetus
nyeri 0 2. Ajarkan prinsip –
- Ekspresi wajah prinsip manajemen
tidak meringis nyeri seperti tekhnik
dan merintih relaksasi
- Nadi kembali 3. Edukasi klien dengan
normal (60 – memberikan informasi
100x/mnt) mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
4. Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
6 VI Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kulit terutama
keperawatan selama …x24 jam daerah tonjolan tubuh
diharapkan pasien merasa lebih terhadap adanya tanda
nyaman dengan kriteria hasil: – tanda tekanan atau
- Relaksasi otot iritasi
- Posisi pasien 2. Posisikan pasien untuk
yang nyaman memfasilitasi
kenyamanan
(misalkan gunakan
prinsip – prinsip
keselarasan tubuh,
sokong dengan bantal.
Dan imobilisasi
bagian tubuh yang
nyeri)
3. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung
4. Edukasi klien
memberikan sumber –
sumber – sumber yang
relevan dan berguna
mengenai manajemen
penyakit dan cidera
pada pasien dan
keluarga
7 VII Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji luka pasien untuk
keperawatan selama …x24 jam melihat ada tidaknya
diharapkan tidak terjadi resiko tanda – tanda infeksi
infeksi dengan kriteria hasil: 2. Lakukan teknik
- Tidak ada perawatan luka yang
kemerahan tepat
- Tidak ada cairan 3. Edukasi klien dan
(luka) yang keluarga mengenai
berbau busuk bagaimana cara
menghindari infeksi
seperti melakukan
cuci tangan efektif
4. Delegatif pemberian
terapi antibiotic yang
sesuai
8 VII Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi respon klien
keperawatan selama …x24 jam terhadap aktivitas.
diharapkan pasien dapat Catat laporan dyspnea,
melakukan aktivitas dengan peningkatan
baik dengan kriteria hasil: kelemahan/kelelahan
- Menunjukkan dan perubahan tanda
peningkatan
toleransi vital selama dan
terhadap sesudah aktivitas
aktivitas yang 2. Jelaskan pentingnya
dapat diukur istirahat dalam
dengan tak rencana pengobatan
adanya dyspnea dan perlunya
dan kelemahan keseimbangan
berlebihan aktivitas dan istirahat
- Tanda – tanda 3. Bantu aktivitas
vital dalam perawatan diri yang
rentang normal diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan
4. Kolaborasi dengan
ahli terapis dalam
perencanaan dan
pemantauan program
aktivitas

4. EVALUASI
a. Bersihan jalan napas kembali efektif dan mampu mengeluarkan secret
b. Tercapainya ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tidak adanya gejala distress pernapasan
c. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas normal), tidak
adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura, dan tidak ada sesak
d. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
e. Tidak adanya nyeri
f. Gangguan rasa nyaman dapat teratasi, pasien dalam posisi nyaman
g. Infeksi tidak terjadi
h. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi, dapat melakukan
aktvitas dengan baik, tak adanya dyspnea dan kelemahan berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

1. Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya ; 1995
2. Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
3. Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995
4. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1999
5. Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
6. Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995
7. Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
8. Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 1994
9. Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990
10. Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999
11. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994
12. B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
13. Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
14. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998
15. Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000

Anda mungkin juga menyukai