Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENATALAKSANAAN MANAJEMEN PERAWATAN KRITIS PADA


PASIEN GANGGUAN NEUROLOGI (STROKE HEMORAGIK)
Mata Kuliah: Keperawatan Kritis
Dosen Pembimbing: Ns. Kiki Hardiansyah Safitri, M. Kep, Sp. KMB

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Abdul Holik Sanjaya : 16.0353.688.01
Ade Prihastini Eka. Y : 16.0354.689.01
Afrida Sari : 16.0355.690.01
Afrydella Krisinti. B : 16.0356.691.01
Aisyah Nurlany : 16.0357.692.01
Alex : 16.0358.693.01
Bahtari Aprilia. M : 16.0359.694.01
Cecep Fahrizal : 16.0360.695.01
Christiena Natalia : 16.0361.696.01
Darmayanti : 16.0362.697.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Penatalaksanaan Manajemen
Perawatan Kritis Pada Pasien Gangguan Neurologi (Stroke Hemoragik)”
Makalah ini kami susun berdasarkan berbagai macam sumber buku-buku
referensi, dan media elektronik. Kami mengharapkan agar para pembaca dapat
mengetahui dan memahami tentang hak dan kewajiban pasien.
Selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat masukan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ns. Kiki Hardiansyah Safitri, M. Kep, Sp. KMB selaku dosen pembimbing
Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang penuh semangat dan sabar dalam
membimbing dan mengarahkan serta memberikan masukan-masukan
selama proses penyusunan sampai terselesaikannya makalah ini.
2. Ns. Marina Kristi, M.Kep selaku dosen koordinator Mata Kuliah
Keperawatan Kritis yang penuh semangat dan sabar dalam membimbing
dan mengarahkan serta memberikan masukan-masukan selama proses
penyusunan sampai terselesaikannya makalah ini.
3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan baik bersifat
moril maupun material.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, semoga para pembaca dapat memberikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian
dan dapat dijadikan acuan terhadap penyusunan makalah berikutnya.

Samarinda, 12 Oktober 2019

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan........................................................3
B. Definisi Stroke Hemoragik........................................................................13
C. Faktor Risiko.............................................................................................13
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................16
E. Patofisiologi...............................................................................................16
F. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................18
G. Pemeriksaan Laboratorium........................................................................20
H. Penatalaksanaan.........................................................................................21
BAB III PENUTUP ............................................................................................24
A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana peningkatan
usia dalam masyarakat berdampak terhadap perkembangan prevalensi
penyakit ini. Secara global stroke menempati urutan kedua penyebab
kematian (Pandian, 2013). Namun, di negara-negara maju prevalensi stroke
sudah mengalami penurunan hampir 50%. Data kematian karena stroke di
negara-negara Association of Southeast Asian Nations(ASEAN) lebih
bervariasi. Stroke merupakan penyebab utama kematian di negara-negara
ASEAN sejak tahun 1992. Indonesia menempati urutan pertama kematian di
rumah sakit karena stroke (Jayanti A, 2015).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara
maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di
negara Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke.
Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia
menduduki urutan pertama dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak.
Penyakit stroke merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang masih
menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Seiring dengan
semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu yang
bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak negatif
terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke
membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes,
2014).
Penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian nomer tiga
pada kelompok usia lanjut, setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke masih
merupakan penyebab utama dari kecacatan. Data menunjukkan, setiap
tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat, lebih kurang lima juta orang pernah mengalami stroke. Sementara di
Inggris, terdapat 250 ribu orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di
Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

1
mengalami serangan stroke. Dari jumlah itu, sekitar 2,5 persen di antaranya
meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami cacat ringan maupun berat.
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia
(Sarkamo, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak
(Muttaqin, 2008).
Peran perawat disini adalah melakukan asuhan keperawatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, untuk meningkatkan
kesehatan, melakukan pencegahan, mengobati, dan pemulihan kesehatan
masyarakat.

B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberikan
gambaran tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke hemoragik.

C. Manfaat Penulisan
Dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan pertimbangan dalam
penyusunan materi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya asuhan
keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik. Dan perawat mampu
melakukan intervensi pada klien dengan Stroke Hemoragik, sehingga perawat
dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan perawat terutama pada
kasus stroke hemoragik agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel neuron yang
memiliki fungsi mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ,
membentuk atau menghentikan masukan dari hasil sensasi pancaindra, dan
mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam sistem saraf adalah neuron yang
diikat oleh sel-sel neuroglia, neuron memainkan peranan penting dalam
koordinasi. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer atau tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi atau perifer terdiri dari sistem saraf sadar (saraf somatik)
dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar
mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom
mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung,
gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

Gambar 1. Letak bagian-bagian otak

3
1. Sistem Saraf Pusat
a. Otak
Otak adalah massa besar jaringan saraf yang terletak di dalam
kranium (tengkorak). Otak terdiri atas neuron serta sel neuroglia
penyokong. Otak merupakan sumber beberapa hormon penting dan
tempat integrasi semua informasi/stimulus yang dibawa saraf
sensorik. Otak menerima darah sekitar 15% dari curah jantung atau
sekitar 750 cc per menit. Sel otak selalu memerlukan glukosa
(C6H12O6) untuk metabolisme energi dan memproduksi ATP. Lihat
gambar berikut yang menunjukkan bagian-bagian dari otak.
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges.
Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari
otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung
dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-
jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
2) Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan
terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan
dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan
memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini
berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari
guncangan.
3) Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari
otak dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak
memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak
secara langsung.
Secara anatomi otak dibagi menjadi beberapa bagian/area antara
lain:
a) Cerebrum/otak besar
(1) Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian
besar dari otak kita yaitu 7/8 dari otak.
(2) Mempunyai dua bagian belahan otak yaitu otak besar

4
belahan kiri yang berfungsi mengatur kegiatan organ
tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan
kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh
bagian kiri.
(3) Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang
banyak mengandung badan sel saraf. Sedangkan
bagian medulla berwarna putih yang banyak
mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex
dibagi menjadi tiga area yaitu area sensorik yang
menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua
adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan
koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area
asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori,
kecedasan, nalar/logika, kemauan.
(4) Otak Mempunyai empat macam lobus yaitu:
(a) Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman,
indera peraba.
(b) Lobus temporal berungsi sebagai pusat
pendengaran
(c) Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat
penglihatan.
(d) Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan,
kecerdasan, memori, kemauan, nalar, sikap.
b) Mesencephalon/otak tengah Merupakan bagian otak yang
terletak di depan cerebellum dan jembatan varol serta
berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks
penyempitan pupil mata dan pendengaran
c) Diencephalon/otak depan Merupakan bagian otak yang
terletak di bagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon. Diencephalon terdiri dari talamus dan
hipothalamus. Fungsi dari talamus adalah stasiun pemancar
bagi impuls yang sampai di otak dan medulla spinalis.

5
Sedangkan fungsi hipotalamus adalah pusat pengaturan
suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasa lapar, daya sexualitas, watak, emosi atau sebagai pusat
perilaku.
d) Cerebellum
(1) Merupakan bagian otak yang terletak di bagian
belakang otak besar. Berfungsi sebagai pusat
pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan
keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
(2) Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum
bagian kiri dan belahan cerebellum bagian kanan yang
dihubungkan dengan jembatan varoli/ponds varoli
yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari
kedua bagian cerebellum. Jadi ponds varoli berfungsi
sebagai penghantar impuls dari otot-otot kiri dan kanan
tubuh.
b. Medula
1) Medula obongata
a) Disebut juga batang otak.
b) Terletak langsung setelah otak dan menghubungkan dengan
medulla spinalis, di depan cerebellum.
c) Susunan kortexmya terdiri dari neurit dan dendrite dengan
warna putih dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf
dengan warna kelabu.
d) Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut
jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah,
tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin, sendawa.
2) Medula Spinalis
a) Disebut juga dengan sumsum tulang belakang dan terletak
di dalam ruasruas tulang belakang yaitu ruas tulang leher
sampai dengan tulang pinggang yang kedua.

6
b) Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan
impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.

2. Sistem Saraf Perifer


Sistem saraf perifer adalah sistem saraf yang menghubungkan semua
bagian tubuh dengan sistem saraf pusat. Sistem saraf perifer terdiri dari
dua yaitu:
a. Sistem saraf sadar/somatik
Merupakan sistem saraf yang kerjanya berlangsung dibawah kendali
atau perintah otak atau dibawah kendali kehendak manusia. Sistem
saraf sadar terdiri dari dua yaitu:
1) Sistem saraf pada otak
Sistem saraf pada otak sering disebut dengan saraf cranial terdiri
dari 12 pasang saraf sebagai berikut beserta fungsinya.
a) Nervus Olfaktorius (Nervus Cranialis I)
Nervus olfaktorius terdiri dari komponen saraf sensorik
yang berfungsi untuk penciuman.
b) Nervus Optikus (Nervus Cranialis II)
Nervus optikus terdiri dari komponen saraf sensorik untuk
penglihatan. Setiap nervus mengandung sekitar satu juta
serat, setiap serat berhubungan dengan batang kerucut
retina. Impuls visual ditransmisikan ke area visual otak di
lobus occipitalis.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Cranialis III)
Nervus okulomotorius terdiri dari komponen saraf motorik
yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas,
kontriksi pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular.
d) Nervus Troklearis (Nervus Cranialis IV)
Nervus troklearis terdiri dari komponen saraf motorik untuk
gerakan mata ke bawah dan ke dalam.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Cranialis V)

7
Nervus trigeminus terdiri dari komponen saraf sensorik dan
motorik. Komponen motorik berfungsi sebagai otot
temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral. Komponen sensorik berfungsi
sebagai refleks kornea atau refleks mengedip; komponen
sensorik dibawa oleh saraf kranial V, Respon motorik
melalui saraf kranial VII. Mensarafi kulit wajah, dua pertiga
depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan
rongga mulut, lidah dan gigi.
f) Nervus Abdusens (Nervus Cranialis VI)
Nervus abdusens terdiri dari komponen saraf motorik yang
berfungsi sebagai deviasi mata ke lateral.
g) Nervus Fasialis (Nervus Kraialis VII)
Nervus fasialis terdiri dari komponen saraf motorik untuk
otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata
serta mulut, lakrimasi dan salivasi. Komponen saraf
sensorik untuk pengecapan dua pertiga depan lidah (rasa
manis, asam dan asin).
h) Nervus Auditorius (Nervus Cranialis VIII)
Nervus auditorius memiliki dua bagian yaitu: nervus
koklearis terdiri dari komponen saraf sensorik untuk
pendengaran. Nervus vestibularis atau vestibulokoklearis
terdiri dari saraf sensorik untuk keseimbangan dan posisi
ruang.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Cranialis IX)
Nervus glosofaringeus terdiri dari komponen saraf motorik
pada faring untuk menelan, refleks muntah dan pada parotis
untuk salivasi. Komponen saraf sensorik pada faring, lidah
posterior, termasuk rasa pahit.
j) Nervus Vagus (Nervus Cranialis X)
Nervus vagus terdiri dari komponen saraf motorik pada
faring, laring: untuk menelan, refleks muntah, fonasi; visera

8
abdomen. Komponen saraf sensorik pada faring, laring:
refleks muntah; visera leher, thoraks dan abdomen.
k) Nervus Asesorius (Nervus Cranialis XI)
Nervus asesorius terdiri dari komponen saraf motorik
berfungsi pada otot sternokleidomastoideus dan bagian atas
dari otot trapezius; untuk pergerakan kepala dan bahu.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Cranialis XII)
Nervus hipoglosus adalah saraf motorik untuk pergerakan
lidah.
2) Sistem saraf pada sumsum spinalis (sumsum tulang belakang)
Merupakan sistem saraf yang berpusat pada medula spinalis dan
berjumlah 31 pasang yang terbagi di sepanjang medula
spinalis/ruas tulang belakang.
b. Sistem tidak sadar (otonomik)
1) Merupakan sistem saraf yang cara kerjanya secara tidak
sadar/diluar kehendak/tanpa perintah oleh otak.
2) Sistem saraf yang mensarafi seluruh otot polos, otot jantung,
kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.
3) Dibedakan menjadi dua bagian yaitu saraf simpatik dan saraf
parasimpatik yang keduanya bekerja secara
antagonis/berlawanan.
a) Sistem saraf simpatik
Merupakan 25 pasang simpul saraf (ganglion) yang terdapat
di medulal spinalis. Disebut juga dengan sistem saraf
thorakolumbar karena saraf ini keluar dari vertebrae thorak
ke-1 sampai ke-12 dan vertebrae kolumnar ke-1 sampai
dengan ke-3.
b) Sistem saraf parasimpatik
Merupakan sistem saraf yang keluar dari daerah otak.
Terdiri dari 4 saraf otak yaitu saraf nomor III
(okulomotorik), nomor VII (Facial), nomor IX
(glosofaring), nomor X (vagus). Disebut juga dengan sistem

9
saraf craniosakral karena saraf ini keluar dari daerah cranial
dan juga dearah sakral.
Tabel 1. Fungsi Saraf Otonom
Parasimpatik Simpatik
(a) mengecilkan pupil (a) memperbesar pupil
(b) menstimulasi aliran darah (b) menghambat aliran darah
(c) memperlambat denyut (c) mempercepat denyut
jantung jantung
(d) membesarkan bronkus (d) mengecilkan bronkus
(e) menstimulasi sekresi (e) menghambat sekresi
kelenjar pencernaan kelenjar pencernaan
(f) mengerutkan kantung (f) menghambat kontraksi
kemih kandung kemih

c. Sirkulasi darah otak


Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5 %
dari berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir
mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini
diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke
otak (CBF = cerebral blood flow) adalah 50 – 60 ml/100 g otak
/menit. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis
interna dan arteri vertebralis. Arteri vertebralis menyuplai darah ke
area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung
kepala. Sedangkan arteri karotis interna menyuplai darah ke area
depan dan area bagian atas otak. Dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,
yaitu sirkulus Willisi. Kegunaan sirkulus willisi ini adalah untuk
proteksi terjaminnya pasokan darah ke otak apabila terjadi sumbatan
di salah satu cabang.

10
Gambar 2. Sirkulus Willisi

1) Arteri carotis communis


Arteri ini mempunyai cabang yaitu arteri karotis interna
dan eksterna. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah,
tiroid, lidah dan faring. Arteri karotis interna masuk dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum dan
terbagi menjadi arteri cerebralis anterior dan media.
2) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia
pada pangkal leher, pada sambungan pons dan MO, kedua arteri
vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris yang
bercabang untuk cerebellum, MO, dan pons, dan berakhir
dengan terbagi menjadi arteri cerebralis posterior dextra dan
sinistra.
Circulus arteriosus (circulus Willisi) adalah cincin arteri
pada dasar otak yang dibentuk oleh:
a) Kedua arteri cerebri anterior dan arteri communican
anterior.
b) Arteri cerebri media pada tiap sisi.
c) Arteri communicans posterior (menghubungkan arteri
cerebri media dan posterior pada tiap sisi).
d) Arteri cerebri posterior pada setiap sisi.

11
Normalnya hubungan arteri-arteri ini sangat baik sehingga
sumbatan pada salah satunya tidak mengganggu suplai darah ke
otak.
c) Arteri cerebri anterior
Arteri cerebri anterior memperdarahi lobus frontalis dan
parietalis, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Sumbatan pada cabang utama Arteri cerebri anterior akan
menimbulkan hemiplegia kontralateral yang lebih berat di
bagian kaki dibandingkan bagian tangan serta bisa terjadi
paralisis bilateral dan gangguan sensorik.
d) Arteri cerebri media
Arteri ini memperdarahi sebagian lobus frontalis, parietalis,
temporalis, dan occipitalis. Sumbatan di dekat percabangan
kortikal utamanya dapat menimbulkan afasia berat (hemisfer
serebri dominan bahasa). Selain itu juga mengakibatkan
kehilangan posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral
serta hemiplegia kontralateral yang berat, terutama ekstremitas
atas dan wajah.
e) Arteri cerebri porterior
Arteri ini memperdarahi lobus occipitalis dan sebagian
lobus parietalis. Arteri ini untuk area visual otak

B. Definisi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya pembuluh arteri dan
pembuluh kapiler (Prince, 2006).

12
Gambar 3. Stroke Hemoragik

C. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke dibedakan menjadi 2 yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
1. Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
Faktor risiko yang tidak dapat diubah yatu faktor risiko yang tidak
dapat dikendalikan dan tidak dapat dilakukan pencegahan. Beberapa faktor
risiko yang tidak dapat diubah yaitu:
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko
terkena stroke akan semakin tinggi. Namun, sekarang usia produktif
perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke
dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi
makanan berlemak. Meskipun stroke dapat menyerang segala usia,
diketahui bahwa mereka yang berusia lanjut lebih berisiko terserang
penyakit yang berpontensi mematikan dan menimbulkan kecacatan
menetap.
Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan usia
berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh
mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak.
Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang

13
mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan
lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada
penurunan aliran darah otak.
Setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan usia 10 tahun. Dua pertiga dari kasus stroke adalah usia
65 tahun. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai
pada golongan usia lanjut. Insiden stroke semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Individu berusia di atas 55 tahun
mempunyai risiko terserang stroke iskemik meningkat 2 kali lipat
setiap dekade. Hasil penelitian Lestari (2010) bahwa kejadian stroke
pada usia >55 tahun lebih besar dibandingkan dengan usia 40-55
tahun.
b. Jenis Kelamin
Hasil studi kasus, laki-laki cenderung terkena stroke 3 kali
berisiko dibanding dengan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian di
Mumbai insiden stroke pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan sedangkan di Trivandrum insiden stroke pada perempuan
lebih tinggi disbanding laki-laki.
Menurut buku stroke di usia muda oleh Holistic Health Solution
(2011) bahwa laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada
perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa kematian akibat
stroke lebih banyak pada perempuan. Risiko stroke 20% lebih tinggi
pada laki-laki daripada perempuan. Setelah perempuan menginjak usia
55 tahun, kadar estrogen menurun karena menopause kemudian
akibatnya risiko stroke lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.
Kejadian stroke pada perempuan juga dikatakan meningkat pada usia
pasca menopause, karena sebelum menopause perempuan dilindungi
oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan High
Density Lipoprotein (HDL), dimana HDL berperan penting dalam
pencegahan proses aterosklerosis.
c. Riwayat Keluarga Stroke

14
Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga
stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke cenderung
menderita diabetes mellitus dan hipertensi. Peningkatan kejadian
stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya
faktor risiko stroke. Berdasarkan hasil penelitian riwayat keluarga
stroke mempunyai risiko 2,3 kali lebih besar dibanding yang tidak
mempunyai riwayat keluarga stroke sedangkan, menurut Feigin dkk
(1998) riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar
dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga stroke.
2. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang dapat diubah yaitu faktor penyebab yang dapat
diubah melalui penangan tertentu. Beberapa faktor yang dapat
dikendalikan agar risiko terkena stroke menurun yaitu:
a. Hipertensi
Seseorang dengan tekanan darah tinggi mempunyai peluang besar
untuk mengalami stroke. Batas atas tekanan darah sistemik yang dapat
ditanggulangi oleh autoregulasi yaitu tekanan sistolik 200 mmHg dan
tekanan diastolik antara 110mmHG- 120 mmHg. Hipertensi
merupakan penyebab lazim dari stroke, 60% dari penderita hipertensi
yang tidak terobati dapat menimbulkan stroke. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah
otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka akan timbul
perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
b. Status Merokok
Menurut Sorganvi dkk (2014) merokok berisiko 2 kali lebih besar
terkena stroke. Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan
merokok dengan peningkatan risiko penyakit pembuluh darah
(termasuk stroke). Merokok mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar
terkena stroke. Merokok memacu peningkatan kekentalan darah,
pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding

15
pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko stroke sampai 2 kali
lipat. Serangan stroke bagi perokok dikarenakan pada rokok terdapat
bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan antara lain nikotin, karbon
monoksida, nitrogen oksida, dan hidrogen sianida. Nikotin
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin akan
menurunkan HDL kolestrol dan meningkatkan LDL kolestrol,
sementara asam lemak bebas meningkatkan agregasi trombosit dan
viskositas darah yang semuanya mempercepat aterosklerosis pada
lapisan endotel. Dengan demikian, merokok akan menaikkan
fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menurunkan HDL
kolestrol yang percepat aterosklerosis.
Rokok mengandung bahan kimia toksik diantaranya adalah
nikotin, tar, karbonmonoksida, ammonia, dan lain-lain. Nikotin adalah
kandungan utama dalam rokok. Apabila merokok, nikotin akan masuk
ke dalam sirkulasi darah kemudian masuk ke dalam otak. Dibutuhkan
waktu 7 detik, sejak nikotin dihisap hingga menuju otak. Nikotin yang
masuk ke dalam otak akan menyempitkan pembuluh darah pada otak
sehingga aliran darah ke otak terhambat sehingga sel-sel otak rusak
atau mati yang kemudian dikenal sebagai stroke.

D. Tanda dan Gejala


Menurut (Mahendra dkk, 2004) gejala stroke dapat dibedakan menjadi 3
yaitu:
1. Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit atau jam):
b. Tiba-tiba sakit kepala
c. Pusing bingung
d. Penglihatan atau kehingalan pada satu atau dua mata
e. Kehilangan keseimbangan
f. Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh
1. Gejala stroke ringan
2. Beberapa atau semua gejala diatas

16
3. Kelemahan atau kelumpuhan kaki atau tangan
4. Bicara tidak jelas
1. Gejala stroke berat
b. Semua atau beberapa gejala stroke sementara dan ringan
c. Koma jangka pendek
d. Kelemahan atau kelumpuhan tangan/kaki
e. Bicara tidak jelas atau hilangnya kemampuan bicara
f. Sukar menelan
g. Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan fases
h. Kehilangan daya ingat atau konsentrasi
i. Terjadi perubahan perilaku, misalnya bicara tidak menentu, mudah
marah

E. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan
adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi
aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah
yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga
dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau
ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme
pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya
akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka

17
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah
beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi.
Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami
proliferasi (Price & Willson, 2002). Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan
dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus
wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan
terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma.
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak
seperti cabangcabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari ganglia basalis dan sebagian besar kapsula
interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
Pendarahan yang terjadi langsung kedalam ventrikel otak jarang
dijumpai. Yang lebih sering adalah pendarahan didalam parenkim otak yang
menembus kedalam system ventrikel, sehingga bukti asal pendarahan menjadi
kabur. Seperti pada iskemia, deficit neurologic utama mencerminkan
kerusakan bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang
terjadi pada pendarahan okcipitalis, dan kelemahan atau paralisis pada
kerusakan korteks motoric dilobus frontalis.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan pada elektrokardiogram mungkin termasuk kondisi atrial
fibrilasi, yang bisa membantu mengindikasikan penyebab dari stroke.
Infark miokard yang baru terjadi bisa terlihat dengan adanya perubahan
pada gelombang T, pemendekan interval PR, perpanjangan interval QT,
kontraksi ventrikel yang prematur, bradikardi pada organ sinus, dan
takikardi pada bagian ventrikel dan supraventrikel. Perdarahan
subarakhnoid juga dapat menimbulkan abnormalitas segmen ST, dan

18
gelombang T. Adanya demam dapat mengindikasikan cedera pada
hipotalamus.
2. Foto Toraks
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
3. CT Scan
Computed Tomography (CT-Scan) membuat penggunaan sinar sempit
dari sinar-x untuk memindai kepala dalam lapisan yang berurutan.
Bayangan yang dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari
otak, dengan membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang
kepala, korteks, struktur subkortikal, dan ventrikel. Gambaran yang jelas
pada masing-masing bagian atau “irisan” otak, pada bayangan akhir
merupakan proporsi dari derajat dimana sinar-x diabsorbsi. Bayangan
ditunjukkan pada osiloskop atau monitor TV dan difoto.
Pemindaian CT dilakukan non-invasif, tidak nyeri dan memiliki
derajat sensitivitas untuk mendeteksi lesi atau luka. Kemudian versi-versi
yang baru berkembang dan dokter-dokter menjadi banyak, serta orang-
orang yang berpengalaman dapat menginterpretasikan hasil pemindaian
CT, sehingga meningkatnya jumlah penyakit dan cedera yang dapat
didiagnosis, dan kebutuhan prosedur diagnostik invasif berkurang.
4. Elektro ENsefalo Grafi (EEG)
EEG merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan meletakkan
elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala atau dengan menempatkan
mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan kajian
fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji yang bermanfaat untuk
mendiagnosis gangguan kejang seperti epilepsi dan adalah prosedur
pemindaian untuk koma atau sindrom otak organik. EEG juga bertindak
sebagai indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan parut otak, bekuan
darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola
normal irama dan kecepatan.
5. Carotid Duplex Sonography

19
Untuk mencari penyumbatan di arteri karotid yang berada di kedua
sisi leher.
6. Pencitraan Resonans MAgnetik (MRI)
Pencitraan resonans magnetik (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foton
magnetik (nukleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet kecil
di dalam medan magnet. Setelah pengeboman dengan getaran
radiofrekuensi, foton memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah menjadi
bayangan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan
abnormal serebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik
lainnya. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam
sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam memantau respons
tumor terhadap pengobatan. MRI tidak menyebabkan radiasi ion.
Persiapan Pasien. Sebelum pasien dimasukkan ke dalam ruang MRI,
semua benda-benda logam (anting, cincin kawin, jam tangan, jepitan
rambut, dll) dilepaskan, demikian pula kartu kredit (medan magnet dapat
menghapus data dalam kartu kredit). Riwayat yang lengkap berkaitan
dengan pemakaian benda logam dalam tubuh pasien (mis, penjepit
aneurisma, benda ortopedik, pacu jantung, katup jantung buatan, alat
intrauterin). benda-benda ini harus dibuka. Benda tersebut bila dibiarkan
terpasang terpasang dapat menyebabkan gangguan fungsi, dapat keluar
atau menjadi panas karena mengabsorbsi energi.
7. Transthoracic Echocardiogram
Tes untuk memeriksa struktur dan fungsi jantung serta mendeteksi
adanya kelainan jantung
8. Transesophageal Echocardiogram
Untuk menangkap gambar struktur jantung lebih rinci, tanpa terhalang
dada dan paru-paru. TEE umumnya disarankan ketika TTE tidak
menangkap gambar dengan jelas

G. Pemeriksaan Laboratorium

20
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah,
elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin,
enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin
time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi
maupun hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala
neurologis. Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya
gangguan elektrolit baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun
magnesium (Rahajuningsih, 2009).
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan
neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi.
Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta
morfologi sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia
esensial adalah kelainan sel darah yang dapat menyebabkan stroke
(Rahajuningsih, 2009).

H. Penatalaksanaan
1. Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 L, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril
iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika
didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan

21
300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
2. Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
3. Rehabilitasi Setelah Stroke
Sejak dari serangan awal stroke, intervensi ditujukan untuk
perbaikan fisik dan komunitif klien. Usaha remobilisasi lebih awal
bertujuan untuk mencegah komplikasi penurunan neurologis dan
imobilitas. Setelah beberapa hari pertama dari keajadian akut, edema
serebral biasanya mereda dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa
diidentifikasi. Klien dengan stroke san keluarganya akan menghadapi
kesulitan dalam penyesuaian setelah fase akut berlalu dan kecacatan
terlihat jelas. Pada pemikiran yang lalu dikatakan bahwa kerusakan yang
terjadi pada sistem saraf pusat (SSP) tidak dapat diperbaiki.
Sekarang sudah terbukti, bahwa bahkan pada orang dewasa yang
terkena cedera otak yang signifikan bisa melakukan kegiatan belajar
kembali. Hal yang sangat penting diingat bahwa kegiatan belajar kembali
harus sesegera mungkin dilakukan setelah kejadian cedera. Rehabilitas
sejak dini memungkinkan kegiatan pembelajaran kembali ini bisa terjadi.

22
Tingkat keparahan stoke pada klien akan berpengaruh kepada lamanya
waktu yang digunakan untuk mengembalikan fungsi tubuh.
Tim rehabilitasi interdisiplin merupakan hal penting untuk
membantu dan mendukung klien dan keluarganya selama masa
penyembuhan ini. Pengkajian kemampuan fungsional klien dan
menentukan tujuan yang realistis merupakan bagian dari pendekatan ini.
Oleh karena stroke adalah masalah kesehatan yang umum terjadi, maka
sudah banyak fasilitas yang mengembangkan jaras klinis (clinical
pathways) untuk memberikan petunjuk perawatan.
Dalam perawatan rehabilitasi, perawat memainkan peran penting
dalam memberikan dukungan 24 jam kepada pasien stroke dan anggota
keluarga mereka. Mereka membantu pasien mempertahankan fungsi fisik
danpsikologis mereka,meningkatkan kemampuan hidup mandiri, dan
mencegah komplikasi yang disebabkan oleh hilangnya kemampuan
tersebut. Mereka juga akan memberikan perawatan profesional yang
berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi pasien stroke, seperti
masalah psikologis yang melibatkan kecemasan dan perasaan tidak
berdaya, atau masalah fisik seperti kesulitan menelan, kesulitan dalam
komunikasi, inkontinensia urin, konstipasi, dan rasa sakit akibat tekanan,
dll.
Partisipasi anggota keluarga sangat penting dalam pengobatan
rehabilitasi, dan menjadi tantangan berat bagi perawat untuk hidup
dengan penderita stroke yang sedang memulihkan dirinya. Ketika pasien
merasa tertekan dan tidak berdaya, dorongan dan dukungan dari anggota
keluarga adalah hal yang tidak tergantikan, dan membutuhkan kesabaran
dan pengertian dari mereka semua. Namun pengasuh juga harus merawat
diri mereka sendiri dengan baik. Mereka harus menerapkan keterampilan
yang benar untuk menghindari cedera dan memberi diri mereka sendiri
ruang dan waktu untuk beristirahat. Berbagi perasaan dengan orang lain
dan mencari bantuan sangat disarankan. Dengan demikian, mereka akan
bisa mendukung pemulihan diri pasien secara terus menerus.

23
24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel neuron yang
memiliki fungsi mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ,
membentuk atau menghentikan masukan dari hasil sensasi pancaindra, dan
mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam sistem saraf adalah neuron yang
diikat oleh sel-sel neuroglia, neuron memainkan peranan penting dalam
koordinasi. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer atau tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya pembuluh arteri dan
pembuluh kapiler. Sejak dari serangan awal stroke, intervensi ditujukan untuk
perbaikan fisik dan komunitif klien. Usaha remobilisasi lebih awal bertujuan
untuk mencegah komplikasi penurunan neurologis dan imobilitas. Setelah
beberapa hari pertama dari keajadian akut, edema serebral biasanya mereda
dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa diidentifikasi. Klien dengan stroke
san keluarganya akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian setelah fase
akut berlalu dan kecacatan terlihat jelas. Pada pemikiran yang lalu dikatakan
bahwa kerusakan yang terjadi pada sistem saraf pusat (SSP) tidak dapat
diperbaiki.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa keperawatan maupun pembaca sebaiknya
mengetahui manajemen asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.
Mahasiswa keperawatan juga diharapkan mampu mengimplementasikan
bagaimana cara melakukan pendidikan kesehatan terkait masalah tersebut,
memahami asuhan keperawatannya, dan melakukan penanganan terhadap
serangan stroke pada pasien-pasien terkait.

25
DAFTAR PUSTAKA

Asyifaurrohman M. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik


Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral: Posisi Head
Up 30 0 Di Ruang Icu Pku Muhammadiyah Gombong. Gombong: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong [KTI]

Black J.M., & Hawkson J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis Untik Hasil Yang Diharapkan (3-vol set). Edisi Indonesia 8.
Singapore: Elsevier.

Buluchek GM dkk. 2015. Nursing Interventions Clarification. Jakarta: Buku


kedokteran EGC.

Chaerunnisa G. Laporan Kasus Stroke Infark. Jakarta: Universitas Pembangunan


Nasional “Veteran”

Herdman TH & Kamitsuru Shigemi. 2017. Diagnosis Keperawatan Edisi 10.


Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Ismail Setyopranoto I. 2011. Akreditasi IDI - 3 SKP. Stroke: Gejala dan


Penatalaksanaan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Continuing Medical Education 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011

Jayanti A.A. 2015. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi


Selatan Tahun 2013 (Analisis Data Riskesdas 2013). Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah [Skripsi]

Moorhead Sue dkk. 2015. Nursing Outcomes Clarification. Jakarta: Buku


kedokteran EGC.

Nasution T.H, dkk. 2 Nopember 2017. Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke
Hemoragik Di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Malang:
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. NurseLine Journal. Vol. 2
No. p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X

Priscilla LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5.
Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

STROKE/ IndonesianCopyright © 2016 Hospital Authority. All rights reserved

Wahjoepramono EJ. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut. jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Pelita Harapan, RS Siloam Gleneagles.

26

Anda mungkin juga menyukai