Anda di halaman 1dari 21

PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.

1, Juni 2016

PENERAPAN CLIENT CENTERED THERAPY TERHADAP


KLIEN “KK” YANG MENGALAMI GRIEVING
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI A KOTA BANDUNG

Mulyadi
Panti Sosial Bina Grahita Nipotowe Palu
mulyadi6450@gmail.com

Abstract
Grief is the physical, psychological, social, and spiritual reactions to a significant loss in a person’s
life. This study aims to obtain empirical description and analysis of the techniques of client centered
therapy technique to give resolve of clients who have grieving in SLBN A Kota Bandung.
The research method used in this study is Single Subject Design (SSD) N = 1. This study uses a
model of multiple cross design variables. Data collection techniques used were observation,
interview and documentation. The data source used is the primary data source and secondary data
source. Test the validity of using a statistical test with the formula of Pearson's product moment
correlation and reliability testing using Chronbach Alpha technique. The results of this study were
analyzed using the technique of quantitative analysis using the formula 2 standard deviations.
The results showed that the applied client centered therapy technique can be used to give solve the
grieving of respondent, including the ability to implement aspects of psychological, physical and
social. Interventions performed using an individual approach.

Key words: grieving, client centered therapy technique

Abstrak

Grief adalah reaksi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual terhadap kehilangan di dalam kehidupan
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran empirik dan analisis terhadap tehnik
client centered therapy untuk memberikan menyelesaian masalah grieving yang dialami oleh klien
di SLBN A Kota Bandung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Single Subject Design (SSD)
N = 1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara,
dan studi dokumentasi. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder. Uji validitas menggunakan test statistik dengan formula dari Parson’s dan uji relialibilitas
menggunakan Chronbach Alpha technique. Hasil dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
teknik analisis kuantitatif menggunakan rumus 2 standar deviasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik client centered therapy dapat digunakan
untuk mengurangi dan menghilangkan grieving yang dialami oleh responden, yang mencakup
kemampuan dalam aspek psikologi, fisik, dan sosial. Intervensi yang digunakan merupakan
pendekatan individual.

Kata kunci: grieving, teknik client centered therapy

16
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Pendahuluan yakni penyandang disabilitas tubuh yang


berjumlah 3.010.830, penyandang disabilitas
Penyandang disabilitas visual merupakan
rungu wicara sejumlah 2.547.626 orang dan
salah satu bagian dari penyandang disabilitas
penyandang disabilitas intelektual berjumlah
yang memiliki keterbatasan sensoris pada
1.389.614 orang. Sedangkan penderita
indera penglihatan. Indera penglihatan tersebut
penyakit kronis berjumlah 1.158.012 orang.
tidak mampu berfungsi selayaknya orang awas
Data tersebut menunjukkan bahwa populasi
sehingga penyandang disabilitas netra harus
penyandang disabilitas visual merupakan
mengandalkan fungsi perabaan atau taktual
yang tertinggi jumlahnya bila dibandingkan
maupun pendengaran atau auditori dalam
dengan penyandang disabilitas lainnya.
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Sekolah Luar Biasa Negeri A Kota Bandung
Penggunaan fungsi taktual dan auditori tidak
merupakan salah satu lembaga pendidikan
selalu dapat menggantikan fungsi visual yang
yang dikhususkan untuk penyandang
memang memegang peranan yang cukup vital
disabilitas visual. Sebagai sekolah luar biasa
dalam kehidupan manusia sehingga bagi
untuk disabilitas visual tertua di Indonesia
individu yang mengalami disabilitas netra, hal
SLBN A Kota Bandung cukup dikenal di
ini merupakan salah satu kehilangan terbesar
Indonesia dan menjadi SLB rujukan dari
yang dapat memunculkan hambatan-hambatan
seluruh Indonesia. Hal ini menyebabkan
dalam beraktivitas.
SLBN A Kota Bandung memiliki tingkat
kompleksitas dan keragaman kondisi yang
Hambatan yang dialami oleh penyandang
cukup tinggi.
disabilitas visual seringkali berupa hambatan
dalam orientasi dan mobilitas dimana
Peneliti telah melakukan penanganan kasus
penyandang disabilitas visual kesulitan dalam
terhadap dua orang siswa di SLBN A Kota
mengenali lingkungannya dan melakukan
Bandung dalam kegiatan praktikum.
perpindahan tempat terutama bagi penyandang
Berdasarkan hasil asesmen, diketahui bahwa
disabilitas netra yang tidak bisa menggunakan
kedua siswa tersebut memiliki permasalahan
alat bantu seperti tongkat. Selain itu seringkali
yang berbeda walaupun mereka memiliki
pula penyandang disabilitas netra mengalami
kesamaan, yaitu orang dengan disabilitas
hambatan dalam mengontrol lingkungannya
visual. Kedua siswa tersebut adalah “KK” dan
dan dirinya karena keterbatasan akan
“DS”, “KK” mengalami griefing dan “DS”
persepsi ruang, dan hambatan dalam
mengalami tingkat percaya diri yang rendah.
memahami suatu konsep secara holistik
sehingga lingkup dan variasi pengalaman
Peneliti kemudian menentukan untuk memilih
menjadi lebih terbatas. Masih banyak
“KK” untuk menjadi responden pada
hambatan-hambatan lainnya yang mungkin
penelitian ini berdasarkan hasil dari praktikum
terjadi dan apabila hambatan-hambatan
yang telah dilakukan sebelumnya,
tersebut tidak dapat diatasi maka akan
menggunakan teknik wawancara motivasional
menyebabkan penyandang disabilitas netra
atau motivational interviewing. “KK” masih
rentan terhadap berbagai permasalahan.
menunjukkan tanda-tanda griefing, seperti
kondisi emosional yang masih fluktuatif, dan
Permasalahan yang dialami penyandang
masih membatasi diri untuk bergaul dengan
disabilitas visual perlu mendapatkan perhatian
orang lain di sekitarnya.
mengingat jumlah populasinya cukup banyak
di Indonesia. Data Kementrian Sosial pada
Wawancara motivasional dapat didefinisikan
Desember 2010 menunjukkan bahwa dari
sebagai sebuah metode client centered
11.580.117 orang penyandang disabilitas,
(berpusat pada klien), dan metode direktif
sekitar 30 % dari jumlah tersebut atau
untuk membantu seseorang menggali dan
3.474.035 orang merupakan penyandang
mengatasi ambivalensi yang dialami melalui
disabilitas visual. Selebihnya merupakan
tahap perubahan. Ini sangat berguna bila
penyandang disabilitas jenis lainnya seperti

17
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

dilakukan pada klien yang berada pada tahap perubahan signifikan tapi hasilnya belum
prekontemplasi dan kontemplasi, tapi prinsip maksimal. Oleh karena itu peneliti akan
dan keterampilan wawancara sangat penting melakukan penelitian lebih lanjut tentang
pada semua tahap. Wawancara motivasional penerapan teknik client centered therapy
merupakan teknik pekerjaan sosial dalam mengatasi griefing pada “KK” di SLBN
berdasarkan pendekatan humanisme A Kota Bandung.
eksistensial, dimana mengutamakan klien
sebagai pusat dari tindakan pekerjaan sosial. Rumusan Masalah Penelitian

Wawancara motivasional cukup efektif Berdasarkan uraian diatas, permasalahan


sebagai tindakan awal untuk menghadapi klien pokok penelitian ini adalah “bagaimana
yang mengalami griefing seperti KK, karena penerapan teknik client centered therapy dapat
dengan teknik ini klien merasa lebih bisa mengatasi griefing pada responden”.
terbuka untuk mengungkapkan perasaannya. Selanjutnya pokok permasalahan penelitian ini
Namun untuk tindakan lebih lanjut pada “KK” dirinci pada sub-sub permasalahan yaitu
peneliti akan menggunakan teknik yang lebih Apakah penerapan client centered therapy
kompleks yaitu client centered therapy. efektif dalam mengatasi masalah psikologis
Teknik ini juga merupakan teknik pekerjaan responden?, Apakah penerapan client
sosial yang disusun berdasarkan pendekatan centered therapy efektif dalam mengatasi
humanisme eksistensial, dimana masalah fisik responden?, Apakah penerapan
mengedepankan keberadaan dan penghargaan client centered therapy efektif dalam
kepada peran klien. Dalam proses pelaksanaan mengatasi masalah sosial responden ?
client centered therapy, akan digunakan pula
teknik wawancara motivasional di dalam sesi Tujuan Penelitian
wawancara dengan “KK”.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
Perbedaan paling utama dalam pelaksanaan memperoleh gambaran secara empirik dan
kedua teknik ini adalah berada pada peran menganalisa penerapan teknik client centered
yang dilaksanakan oleh peneliti. Dimana therapy dalam mengatasi griefing pada
dalam teknik client centered therapy peneliti responden. Adapun manfaat dari penelitian ini
lebih banyak menjadi pendengar aktif, adalah secara teoritik hasil penelitian ini
sedangkan pada wawancara motivasional, diharapkan dapat memberikan sumbangan
peneliti masih banyak memberikan arahan- pemikiran untuk menambah atau memperkaya
arahan dan motivasi yang berasal dari peneliti wawasan dan pengetahuan bagi praktik
itu sendiri. Teknik client centered therapy pekerjaan sosial khususnya mengenai
sangat mengedepankan dan menghargai segala penerapan teknik client centered therapy
keinginan, dan kemampuan dari responden. dalam mengatasi griefing pada responden
Peneliti dan responden dalam memutuskan disabilitas visual. Secara praktis hasil
segala sesuatu berdasarkan hasil pemikiran penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dari responden, karena keputusan yang sumbangan pemikiran atau menjadi referensi
diambil adalah hasil dari pemikiran dari dalam penanganan masalah griefing pada
responden itu sendiri. responden disabilitas visual.

Teknik client centered therapy dirasa sangat Ruang Lingkup dan Keterbatasan
ideal untuk diaplikasikan pada responden yang Penelitian
mengalami grieving seperti “KK” yang
sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari
penelitian lanjutan terhadap “KK”. Hal ini hasil kegiatan praktikum yang telah dilakukan
dikarenakan walaupun sudah dilakukan terhadap responden disabilitas visual yang
intervensi dan sudah memperoleh beberapa mengalami grieving dengan menggunakan

18
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

client centered therapy. Client centered proses hubungan terapi/ pertolongan pekerja
therapy merupakan satu bentuk terapi untuk sosial harus tulus, pintar, dan mampu
menangani masalah responden yang telah merefleksikan apa yang dilakukan dan
dilakukan untuk mengatasi grieving. Ruang dikatakan oleh klien, menghormati kondisi
lingkup penelitian ini lebih difokuskan pada klien secara positif, dan memberikan rasa
kondisi grieving responden “KK” yang belum empati terhadap klien.
mengalami perubahan sesuai dengan rumusan
masalah. Dalam proses penyembuhan/ perawatan klien,
pekerja sosial harus melakukan beberapa hal,
Tinjauan Pendekatan Humanisme dan yaitu Centring, artinya pekerja sosial harus
Client Centered Therapy siap untuk terlibat dalam permasalahan-
permasalahan klien dan kemudian mampu
memahami dan aktif melakukan kontak
Manusia dan eksistensinya merupakan pola- terhadap klien. Visualisation, artinya
pola kehidupan yang dapat dilihat. Sementara memberikan gambaran terhadap klien bahwa
dalam arti filosofi yang spesifik, teori sesuatu itu pasti terjadi dan melalui proses
pekerjaan sosial tentang model-model serta menghindari proses eksplorasi diri yang
latihan/praktik dengan berbagai bentuknya terus menerus. Action, yaitu pekerja sosial
bertujuan supaya manusia bisa hidup harus bertindak terbuka, karena klien merasa
berkelompok secara baik. bahwa keamanan yang terjaga tidak selalu
penting bagi dirinya.
Dalam model-model latihan ini, secara umum
membahas tentang kehidupan manusia yang Model client centered therapy atau terapi
mencoba memberikan respon/ tanggapan berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R.
terhadap apa yang mereka alami di dunia. Para Rogers. Sebagai hampiran keilmuan
pekerja sosial mencoba membantu mereka merupakan cabang dari psikologi humanistik
dalam mendapatkan keterampilan sehingga yang menekankan model fenomenologis.
mereka bisa menggali dirinya sendiri, dan Konseling person-centered mula-mula
secara personal mereka bisa berperan serta dikembangkan pada 1940an sebagai reaksi
dalam lingkungannya dan bisa menerima terhadap konseling psikoanalitik. Semula
tentang sesuatu apa saja yang mempengaruhi- dikenal sebagai model nondirektif, kemudian
nya. diubah menjadi client-centered.
Beberapa tokoh/penulis terkenal yang Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-
membahas tentang sistem latihan model-model centered sebagai reaksi terhadap apa yang
manusia dan eksistensinya dalam pekerjaan disebutnya keterbatasan-keterbatasan men-
sosial. Sebagai contoh pandangan Laing dasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi
tentang kesehatan mental, Rogers tentang terutama sebagai penunjang pertumbuhan
pusat terapi bagi kliennya. Brandon dan Keefe pribadi seseorang dengan jalan membantunya
tentang sistem-sistemnya seperti dengan dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan
meditasi dan pusat terapi Gestalt oleh Peris untuk memecahkan masalah-masalah.
Ethal (1973). Krill, seorang penulis dalam Pendekatan client centered ini menaruh
pekerjaan soosial mengemukakan model- kepercayaan yang besar pada kesanggupan
model latihan yang diambil dari pemikiran- seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan
pemikiran manusia dan eksistennsinya beserta menemukan arahnya sendiri.
contoh-contoh pendekatannya.
Ciri-Ciri Teknik Client Centered dari Rogers,
Ada beberapa hal yang bagi pekerja sosial jika
yaitu Klien dapat bertanggungjawab, memiliki
ingin diterima oleh kliennya, yaitu genuine
kesanggupan dalam memecahkan masalah dan
and congruent, artinya dalam melakukan
memilih perilaku yang dianggap pantas bagi

19
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

dirinya. Menekankan dunia fenomenal klien. Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian
Dengan empati dan pemahaman terhadap merupakan lawan dari konsep diri sebagai
klien, terapis memfokuskan pada persepsi diri produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani
klien dan persepsi klien terhadap dunia. terapi untuk mencari sejenis formula guna
membangun keadaan berhasil dan berbahagia,
Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa tapi mereka menjadi sadar bahwa
hasrat kematangan psikologis manusia itu pertumbuhan adalah suatu proses yang
berakar pada manusia sendiri. Psikoterapi itu berkesinambungan. Para klien dalam terapi
bersifat konstrukstif dimana dampak berada dalam proses pengujian persepsi-
psikoteraputik terjadi karena hubungan persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya
konselor dan klien. Karena hal ini tidak dapat serta membuka diri bagi pengalaman-
dilakukan sendirian (klien). Efektifitas pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
terapeutik didasarkan pada sifat-sifat
ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif Proses-proses yang terjadi dalam terapi
dan empati yang akurat. Pendekatan ini dengan menggunakan pendekatan Client
bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun Centered adalah sebagai berikut:
dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap Terapi memusatkan pada pengalaman
dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, individual. Terapi berupaya meminimalisir
peneliti dan klien memperlihatkan rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan
kemanusiawiannya dan partisipasi dalam serta menopang eksplorasi diri. Perubahan
pengalaman pertumbuhan. perilaku datang melalui pemanfaatan potensi
individu untuk menilai pengalamannya,
Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi membuatnya untuk memperjelas dan men-
Client Centered yaitu Keterbukaan pada dapat tilikan pearasaan yang mengarah pada
Pengalaman, sebagai lawan dari kebertahanan, pertumbuhan.
keterbukaan pada pengalamam menyiratkan
menjadi lebih sadar terhadap kenyataan Melalui penerimaan terhadap klien, peneliti
sebagaimana kenyataan itu hadir diluar membantu untuk menyatakan, mengkaji dan
dirinya. Tujuan yang kedua adalah memadukan pengalaman-pengalaman
Kepercayaan pada Organisme Sendiri. Salah sebelumnya kedalam konsep diri. Dengan
satu tujuan terapi adalah membantu klien redefinisi, pengalaman, individu mencapai
dalam membangun rasa percaya terhadap diri penerimaan diri dan menerima orang lain dan
sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan menjadi orang yang berkembang penuh.
klien terhadap pengalaman-pengalamannya Wawancara merupakan alat utama dalam
sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya terapi untuk menumbuhkan hubungan timbal
sendiripun mulai timbul. balik.

Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan Tinjauan Grieving


kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak
mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri Grief merupakan reaksi yang terjadi akibat
bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang dari kehilangan (Rando, 1991). Berbagai
semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya reaksi yang merupakan akibat dari reaksi
dari pada mencari pengesahan bagi kehilangan, baik itu reaksi fisik, psikologis,
kepribadiannya dari luar. Dia mengganti sosial, dan spiritual kadang mendatangkan
persetujuan universal dari orang lain dengan kerugian yang signifikan dalam kehidupan
persetujuan dari dirinya sendiri. Dia seseorang. Grief paling sering dikaitkan
menetapkan standar-standar tingkah laku dan dengan kematian, tetapi juga terjadi di
melihat ke dalam dirinya sendiri dalam berbagai peristiwa sebagai akibat dari
membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan perceraian, kehilangan persahabatan, kehilang-
bagi hidupnya.

20
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

an pekerjaan, berpindah rumah atau tempat sebagai bentuk pengalihan perhatian. Tanda-
tinggal, atau karena penyakit tertentu. tanda yang paling besar terjadi jika seseorang
Grief bisa sangat rumit, yang mempengaruhi mengalami grieving juga terjadi pada keadaan
kehidupan individu dengan cara yang mungkin emosional atau psikologis. Beberapa
tidak diharapkan pada keadaan fisik, mental diantaranya, yaitu menjadi pelupa,
dan emosional. Efeknya bisa bertahan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
bertahun-tahun, terutama jika individu tersebut keasyikan dengan pikiran orang yang sudah
belum menemukan cara yang efektif untuk meninggal, bermimpi tentang orang yang
berdamai dengan kehilangannya. sudah meninggal, halusinasi pendengaran atau
penglihatan, memiliki rasa kehadiran orang
Grief tidak bisa dihindari dalam kehidupan yang sudah meninggal, syok, marah,
setiap orang. Walaupun rasa sakit dari kebingungan, tidak percaya, cemas, lekas
kerugian yang signifikan mungkin tidak marah, depresi, kesepian, panik, merasa
pernah sepenuhnya hilang, tetapi proses grief/ bersalah, dan resistensi untuk kembali ke
berduka yang efektif dapat memungkinkan normal.
individu untuk bergerak melalui masa Reaksi-reaksi diatas memiliki keterkaitan.
berkabung bukan menjadi terperangkap dalam Menurut Albert Ellis (1962) Pada saat kita
perasaan intens depresi, rasa bersalah atau berada dalam keadaan emosi maka akan
kesedihan. terjadi perubahan pada tubuh/ fisiologis.
Indikatornya antara lain, galvanic skin
Grieving diekspresikan dengan berbagai cara, response, yaitu pada waktu emosi terangsang,
dan setiap individu mempunyai pengalaman ada perubahan listrik pada kulit yang dapat
yang berbeda dalam mengekspresikannya dilihat. Elektrode ditempelkan pada kulit
(Paul Klodniski, 2004). Beberapa reaksi dari (misal telapak tangan) yang dihubungkan
grieving datang dan pergi dalam waktu yang dengan galvanometer. GSR ini merupakan
singkat, sementara beberapa diantaranya indikator peka dari perubahan dalam keadaan
bertahan untuk waktu yang lama. Beberapa emosional.
berpengaruh sangat kuat namun beberapa
diantaranya juga pengaruhnya ringan-ringan Perubahan lain yang terjadi adalah perubahan
saja. tekanan darah dan perubahan dalam distribusi
darah pada saat emosi, misalnya muka merah
Tanda-tanda grieving dapat dilihat dari karena marah. Terjadi perubahan karena
beberapa aspek seperti terjadi pada aspek fisik, pembuluh darah di kulit membesar dan
perilaku, dan emosional. Pada aspek fisik ditemukan lebih banyak darah di permukaan
terjadi sesak napas, perut yang tidak nyaman, kulit. Sebaliknya terjadi pada waktu seorang
sakit tenggorokan, mati rasa, kelelahan, sakit berada dalam kondisi ketakutan.
kepala, mendesah, kehilangan berat badan, Perubahan lain yang terjadi sebagai akibat
pusing, jantung berdetak keras, rasa reaksi emosional yaitu perubahan pada denyut
kekosongan, penyakit umum seperti pilek dan jantung, nafas, respon pupil mata, sekresi air
flu, gejala fisik yang sama dengan orang-orang liur muncul pada waktu perangsangan
yang meninggal. emosional, ketegangan otot dan tremor,
gerakan usus, misalnya rangsangan emosional
Reaksi kedua yang terjadi akibat grieving dapat mengakibatkan diare.
adalah reaksi yang terjadi pada perubahan
perilaku. Beberapa tanda yang terjadi yaitu Tahapan Proses Grieving
tiba-tiba kehilangan atau peningkatan gairah
seksual dan nafsu makan, gangguan tidur,
Grieving bukanlah hal yang statis. Reaksi
gelisah, ketidakmampuan untuk duduk,
kehilangan akan berubah seiring waktu, selain
menarik diri dari teman, situasi sosial, berhenti
itu, grieving adalah proses yang sehat dan
bekerja, melakukan kegiatan fisik berlebih
normal. Ahli grieving sering menggambarkan

21
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

grieving dalam tahap, atau pola perubahan dari sudah mulai bergerak ke berkembangnya
waktu ke waktu. keasadaran.
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam
proses, diantaranya: Sedangkan, menurut Kubler Ross (1969)
terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan
dan kehilangan – individu berfikir positif – 1. Denial (mengingkari)
kompensasi positif terhadap kegiatan yang Reaksi pertama individu yang mengalami
dilakukan – perbaikan – mampu kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
beradaptasi dan merasa nyaman. menolak kenyataan bahwa kehilangan itu
terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak
dan kehilangan – individu berfikir negatif – mungkin”. Bagi individu atau keluarga
tidak berdaya – marah dan berperilaku yang mengalami penyakit terminal, akan
agresif – diekspresikan ke dalam diri (tidak terus menerus mencari informasi tambahan.
diungkapkan) – muncul gejala sakit fisik. Reaksi fisik yang terjadi pada fase
pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan mual, diare, gangguan pernafasan, detak
dan kehilangan – individu berfikir negatif– jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas
diekspresikan ke luar diri individu – cepat berakhir dalam waktu beberapa menit
berperilaku konstruktif – perbaikan – sampai beberapa tahun.
mampu beradaptasi dan merasa
kenyamanan. 2. Anger (marah)
Sadar kenyataan kehilangan proyeksi pada
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan orang sekitar tertentu, diri sendiri dan
dan kehilangan – individu berfikir negatif– obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – kesadaran akan kenyataan terjadinya
diekspresikan keluar diri individu – kehilangan. Individu menunjukkan
berperilaku destruktif – perasaan bersalah – perasaan yang meningkat yang sering
ketidakberdayaan. diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau
5. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak
bertahan terhadap kehilangan adalah jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
pemberian makna (personal meaning) yang bicara kasar, menolak pengobatan, dan
baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
kompensasi yang positif (konstruktif). becus. Respon fisik yang sering terjadi pada
fase ini antara lain, muka merah, nadi
Fase kehilangan menurut Engel: cepat, gelisah, susah tidur, tangan
Pada fase ini individu menyangkal realitas mengepal.
kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. 3. Bergaining (tawar menawar)
Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, Apabila individu telah mampu
keringat berlebih. Pada fase kedua ini individu mengungkapkan rasa marahnya secara
mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar
mungkin mengalami keputusasaan secara menawar dengan memohon kemurahan
mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
depresi. Fase realistis kehilangan. Individu dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu
sudah mulai mengenali hidup, marah dan bisa ditunda maka saya akan sering
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu berdoa”. Apabila proses berduka ini

22
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

dialami oleh keluarga maka pernyataannya dapat berlangsung dari jam ke minggu, dan
sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang biasanya terjadi sekitar waktu upacara
sakit bukan anak saya”. berkabung dan pengumpulan keluarga dan
teman-teman.
4. Depression (bersedih yang mendalam)
Individu pada fase ini sering menunjukkan 2. Acute mourning
sikap antara lain menarik diri, tidak mudah Tahap ini dimulai ketika individu mengakui
bicara, kadang-kadang bersikap sebagai kehilangan. Ini melibatkan perasaan intens,
pasien yang sangat baik dan menurut, atau umumnya dalam gelombang periodik
dengan ungkapan yang menyatakan ketidaknyamanan emosional dan fisik.
keputusasaan, perasaan tidak berharga. Perasaan ini dapat mencakup panik, rasa
Gejala fisik yang sering diperlihatkan bersalah, sedih, marah dan kesepian.
adalah menolak makanan, susah tidur, letih, Individu dapat menarik diri dari teman dan
dorongan libido menurun. keluarga dan menjadi sangat menyakitkan
dengan hanya memikirkan kehilangan yang
5. Acceptance (menerima) telah dialami. Tahap ini dapat berlangsung
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi beberapa bulan.
perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat
kepada objek atau orang lain akan mulai 3. Restitution
berkurang, atau hilang, individu telah Restitusi secara bertahap menggantikan
menerima kenyataan kehilangan yang tahap sebelumnya, seperti berdamai dengan
dialaminya, gambaran objek atau orang lain kehilangan yang telah dialami. Ini
yang hilang mulai dilepaskan dan secara menandai kembali ke kesejahteraan dan
bertahap perhatian beralih pada objek yang kemampuan untuk terus hidup. Individu
baru. Fase menerima ini biasanya mulai mengalihkan perhatian kembali ke
dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya dunia di sekitarnya.
betul-betul menyayangi baju saya yang
hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau Tinjauan Pekerjaan Sosial Klinis dengan
“apa yang dapat saya lakukan supaya saya Disabilitas
cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai Praktik pekerjaan sosial klinis adalah
fase-fase tersebut dan masuk pada fase pendekatan berbasis sistem yang
damai atau fase penerimaan maka dia akan mengintegrasikan metode yang telah
dapat mengakhiri proses berduka dan divalidasi secara empiris dan kerangka
mengatasi perasaan kehilangan secara kerja (framework) yang eklektik. Orientasi
tuntas. Tapi apabila individu tetap berada berbasis sistem untuk memahami dan
pada salah satu fase dan tidak sampai pada memecahkan masalah tetapi juga
fase penerimaan, jika mengalami mengintegrasikan teknik lanjutan dalam
kehilangan lagi maka akan sulit baginya psikodinamika, kognitif dan perilaku
masuk pada fase penerimaan. (Lambert Maquire, 2002).

Salah satu model yang paling jelas dari Pendekatan klinis (mikro) merujuk pada
kehilangan dan berkabung adalah berikut ini berbagai keahlian dan keterampilan pekerja
yang dikembangkan oleh para ahli grieving, sosial dalam mengatasi masalah yang
DeVaul dan Zisook (Paul Klodniski, 2004) dihadapi oleh individu. Penekanan
pemberdayaan dilakukan terhadap klien
1. Shock secara individu melalui bimbingan,
Tahap ini dapat mencakup perubahan konseling, stress management, crisis
tingkat kepercayaan dan penolakan, intervention. Tujuan utamanya adalah
perasaan menjadi mati rasa dan lumpuh. Ini membimbing atau melatih klien dalam

23
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. mewujudkan keberfungsian sosial.


Model ini sering disebut sebagai pendekatan
yang berpusat pada tugas (task centered Beberapa bentuk intervensi yang sering
approach). Sedangkan metode utama digunakan dalam pendekatan pekerjaan sosial
yang digunakan pekerja sosial dalam klinis (individu) adalah: 1) Dengan
setting mikro tersebut adalah terapi pendekatan psikososial untuk mencapai
perseorangan (case work) dan terapi keberfungsian sosial klien. Teknik-teknik
kelompok (group work) yang di dalamnya yang dapat digunakan dalam intervensi ini
melibatkan terapi berpusat pada klien, terapi adalah relaksasi dan Cognitif Behavioral
perilaku, terapi keluarga dan terapi Therapy. 2) Menitikberatkan pada individu
kelompok. (direct intervention), yang memandang
perlunya penyembuhan langsung sebagai
Selain pendekatan mikro, dalam praktik penyediaan cara yang sistematis tetapi luwes,
pekerjaan sosial klinis juga mengenal seperti layanan konseling dan wawancara
pendekatan meso. Pendekatan yang terapeutik, 3) Implementasi perspektif
memfokuskan pemberdayaan terhadap kekuatan (strength perspective). Pekerja sosial
sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan perlu menciptakan kondisi yang positif atau
dengan menggunakan kelompok sebagai mendukung, dimana pekerja sosial perlu
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, untuk menumbuhkan kesadaran diri klien.
dinamika kelompok, biasanya digunakan Karena pendekatan ini memandang bahwa
sebagai strategi dalam meningkatkan klienlah yang memiliki solusi dalam
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan pemecahan masalahnya. Dengan adanya
sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan kesadaran dalam diri klien tentang apa yang
memecahkan permasalahan yang dirasakan dan kekuatan yang dimilikinya,
dihadapinya. maka akan mempermudah dalam penyelesaian
masalah, sehingga klien dapat mengetahui dan
Pekerjaan sosial sebagai aktivitas secara sadar menyelidiki kebutuhan-
kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian kebutuhannya, menemukan cara untuk
abad yang lalu, telah memiliki memenuhinya dan konsekuensi dari pilihan
perhatian yang mendalam pada tersebut.
pemecahan masalah yang dihadapi klien.
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti Praktik Pekerjaan Sosial dengan
menolong orang agar mampu menolong Disabilitas
dirinya sendiri (to help people to help
themselves), penentuan nasib sendiri (self The National Association Of Social Work
determination), bekerja dengan klien (NASW) (dalam Zastrow, 1999:5)
(working with people) dan bukan bekerja mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai
untuk klien (working for people), menunjuk- kegiatan profesional yang bertujuan untuk
kan betapa pekerjaan sosial memiliki menolong individu, kelompok, masyarakat
komitmen yang kuat terhadap pemberdaya- dalam meningkatkan keberfungsian sosial dan
an klien dan bahwa pekerjaan sosial menciptakan kondisi sosial yang membuat
merupakan profesi yang populis dan tidak mereka dapat mencapai tujuan-tujuan
elitis. sehingga fokus dari pekerjaan sosial adalah
membantu orang melaksanakan fungsi
Pekerjaan sosial juga merupakan aktivitas sosialnya. Keberfungsian sosial inilah yang
profesional yang dilandasi dengan dasar merupakan ciri khas dari pekerjaan sosial
utama berupa kerangka pengetahuan, yang membedakan dengan profesi lain.
kerangka keterampilan dan kerangka nilai.
Dalam praktik pekejaan sosial hal ini Menurut DuBois dan Miley (2005)
ditujukan untuk terapi sosial dalam upaya bahwa saat seseorang mengalami

24
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

disabilitas, mereka mengalami tantangan merupakan bukti bagi efektivitas manipulasi


tertentu dan mengalami hambatan dalam itu.
pemenuhan tugas-tugas kehidupan terutama
mengalami hambatan dalam keberfungsiannya Single Subject Design (SSD) berguna dalam
sosialnya. Karena kondisi tersebut maka penelitian terapan karena dapat memberikan
penyandang disabilitas terkadang rentan dan umpan balik dari pelaksanaan intervensi, dan
dianggap sebagai disavented group yaitu dapat memberikan gambaran mengenai
kelompok yang kurang beruntung. kemajuan dari suatu program intervensi
terhadap individu, keluarga, kelompok atau
Pekerja sosial sebagai profesi yang membantu suatu kasus tertentu. Single Subject Design
meningkatkan keberfungsian sosial diharap- (SSD) sesuai dan mudah diadopsi untuk
kan dapat membantu para penyandang praktik pekerjaan sosial dimana proses
disabilitas untuk memulihkan maupun asesmen, penentuan tujuan intervensi dan hasil
meningkatkan keberfungsian sosial mereka tertentu, intervensi atau treatment, dan
dengan mengembalikan kemampuan individu evaluasi kemajuan dilakukan secara paralel
yang mengalami hambatan agar dapat kembali sehingga Single Subject Design (SSD) dapat
mengakses digunakan untuk mengevaluasi praktik dan
perkembangan kemajuan klien melalui
Metode Penelitian kegiatan monitoring kemajuannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Single Subject Design (SSD) relevan dengan
kuantitatif dengan memakai disain subyek praktik pekerjaan sosial karena dalam
tunggal (Single Subject Design) dimana N=1. pelaksanaannya menunjukkan adanya tiga
Menurut Cozby (2009 : 32) desain proses dalam praktik pekerjaan sosial, yaitu:
eksperimental kasus tunggal secara tradisional asesmen, intervensi, dan evaluasi. Single
dulu disebut dengan desain subyek tunggal, Subject Design (SSD) minimal harus memiliki
tapi sekarang istilah-istilah yang digunakan tiga komponen yaitu: pengukuran yang
adalah kasus tunggal dan partisipan tunggal. berulang-ulang, fase baseline, dan fase
Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan intervensi, seperti yang dikatakan oleh Engel
istilah subyek tunggal. & Schuut (2012 : 208), yaitu: As a social work
research tool, this type of design minimally
Penelitian dengan Single Subject Design, atau has three components: (a) repeated
dikenal dengan SSD, merupakan metode measurement, (b) baseline phase, and (c)
evaluasi yang banyak digunakan dalam treatment phase.
praktek pekerjaan sosial dalam seting Dalam Single Subject Design (SSD)
pelayanan langsung yang ditujukan untuk pengukuran perlu dilakukan secara berulang-
mengevaluasi perubahan perilaku klien setalah ulang baik sebelum intervensi maupun selama
diberikan intervensi dalam kurun waktu yang intervensi. Ada kalanya karena suatu alasan
ditentukan. Perbandingan tidak dilakukan krisis yang memerlukan intervensi secara
antar individu dalam kelompok tetapi cepat, seorang terapis dapat menggunakan
dibandingkan pada subyek yang sama dalam pengukuran preintervention berupa catatan
kondisi yang berbeda. Cozby (2009 : 328) pribadi subyek, riwayat subyek dengan
mengatakan bahwa dalam sebuah desain menanyakannya pada orang yang kompeten,
subyek tunggal, perilaku si subyek diukur catatan pribadi klien dan lain-lain. Fase
sepanjang waktu selama satu periode kendali Baseline merupakan status subyek terhadap
basis (baseline). Manipulasi itu kemudian target perilaku yang hendak dicapai sebelum
diperkenalkan selama suatu periode perlakuan, pelaksanaan intervensi. Fase Treatment
dan perilaku si subyek terus diteliti. Suatu merupakan periode waktu selama intervensi
perubahan pada perilaku si subyek dari diimplementasikan.
periode basis hingga periode pertakuan

25
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Definisi Operasional Uji Validitas dan Realibilitas Alat Ukur

1. Client centered therapy terapi yang Dalam penelitian ini digunakan validitas isi
digunakan pada klien KK untuk mengatasi (Content Validity) yaitu sejauhmana butir tes
masalah griefing yang dialaminya mencakup keseluruhan indikator kompetensi
yang dikembangkan dan materi atau bahan
2. Griefing adalah perasaan berduka yang yang ingin diukur. Validitas ini disebut juga
dialami oleh KK setelah dia mengalami validitas muka, yaitu: face validity is simply
kehilangan penglihatan yang ditentukan the opinion of someone who has looked over
dengan menggunakan alat ukur griefing the instrument that is appears to measure what
is says it measures (Vonk, dkk, 2007 : 41).
Populasi dan Teknik Sampel
Instrumen yang digunakan, yaitu skala
Sampel dalam penelitian ini menggunakan grieving yang bertujuan untuk mengetahui
subyek tunggal dimana perilaku setelah diberi tingkat grieving atau kehilangan yang dialami
perlakuan dibandingkan dengan perilaku oleh klien. Aspek-aspek yang diukur antara
sebelum diberi pelakuan (baseline). Subyek lain: pengaruh grieving terhadap aspek
dalam penelitian ini adalah “KK” yang berusia psikologis, fisik, dan sosial.
25 tahun, seorang klien yang bersekolah di
SLBN A Kota Bandung, mengalami griefing Jenis dan Sumber Data
setelah kemampuan indera penglihatannya Sumber data yang digunakan dalam penelitian
hilang. Penelitian ini hanya akan ini adalah sumber data primer yaitu data yang
menggunakan satu subjek, mengingat sifat diperoleh secara langsung dari responden
penelitian ini adalah rinci dan komprehensif penelitian, yaitu klien “KK” melalui
sehingga sangat membutuhkan kehadiran dan wawancara, kusioner, observasi terutama
pengamatan yang intensif dari penulis. terhadap penerapan client centered therapy
dalam mengatasi grieving di SLBN A Kota
Instrumen Penelitian Bandung. Sumber data sekunder adalah data
yang diperoleh secara tidak langsung dari
1. Instrumen grieving responden penelitian, tetapi data diperoleh dari
Instrumen grieving bertujuan untuk hasil studi dokumentasi. Data tersebut yang
mengetahui tingkat grieving atau berhubungan dengan penerapan client
kehilangan yang dialami oleh klien. Aspek- centered therapy dalam mengatasi grieving di
aspek yang diukur antara lain: pengaruh SLBN A Kota Bandung seperti data tertulis,
grieving terhadap aspek psikologis, fisik, dokumen, photo, data statistik dan literatur-
dan sosial. literatur yang berhubungan dengan penelitian.

2. Pedoman wawancara Teknik Pengumpulan Data


Peneliti menggunakan pedoman wawancara
untuk mengetahui lebih dalam 1. Wawancara
permasalahan dan faktor-faktor apa Wawancara merupakan suatu proses tanya
mempengaruhi kondisi griefing klien. jawab atau dialog secara lisan yang
Pedoman wawancara juga digunakan untuk dilakukan antara peneliti dengan KK yang
menggali informasi mengenai KK kepada bertujuan untuk memperoleh informasi
pihak terkait lain, dalam hal ini teman- yang dibutuhkan oleh peneliti. Pedoman
teman dan pihak sekolah. untuk wawancara telah disiapkan
sebelumnya oleh peneliti sehingga akan
mempermudah dalam pelaksanaannya, dan
pertanyaan dapat berkembang setelah
berada di lapangan sesuai dengan

26
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

kebutuhan penelitian. Sasaran wawancara Pembahasan


ditujukan kepada KK, teman KK, dan pihak
sekolah. Gambaran Penanganan Masalah pada
Responden “KK”
2. Kuesioner
Dalam penelitian ini digunakan daftar Responden penelitian adalah salah satu siswa
pertanyaan dalam grieving yang harus diisi di SLBN Kota Bandung yang sekarang ini
oleh subyek pada saat sebelum dan setelah duduk di kelas XI jurusan musik. Penanganan
dilakukan intervensi untuk melihat intervensi yang dilakukan pada responden
pengaruhnya. adalah dengan teknik motivational
interviewing. Dari intervensi tersebut
3. Observasi diperoleh hasil yang cukup signifikan, yaitu
Observasi merupakan kegiatan pengumpul- responden sudah mau mulai berkomunikasi
an data secara visual tentang gejala yang dengan orang lain walaupun terbatas kepada
diamati dalam penelitian dan meng- orang-orang yang dikenalnya saja. Selain itu,
interpretasikan hasil pengamatan tersebut responden juga sudah mau tampil pada acara
ke dalam sebuah catatan. Metode ini pentas seni sekolah sebagai vokalis band.
digunakan untuk melihat dan mengamati Namun selama penelitian, ada dugaan bahwa
secara langsung keadaan di lapangan agar responden masih mengalami grieving. Hal
peneliti memperoleh gambaran yang lebih tersebut terlihat dari observasi peneliti bahwa
luas tentang permasahan yang diteliti. responden masih suka menyendiri di
Peneliti mengamati secara langsung target kamarnya dan masih jarang bergaul dengan
perilaku selama fase baseline, perlakuan/ orang baru, bahkan untuk menegur orang yang
intervensi, dan fase hasil dengan baru ditemuinya saja tidak pernah. Selain itu
menggunakan pedoman observasi. informasi dari guru musik responden bahwa
Observasi dilakukan di sekolah dan asrama responden sering melamun di kelas, jarang
KK. berbicara kepada warga kelas, dan sangat
pendiam. Sehingga pada penelitian ini, peneliti
4. Studi Dokumentasi akan mengembangkan teknik baru yang lebih
Studi dokumentasi merupakan teknik luas cakupannya yaitu teknik client centered
pengumpulan data yang dilakukan therapy, dimana dalam teknik ini teknik
berkaitan dengan data yang tidak dapat motivational interviewing tetap digunakan.
diperoleh melalui teknik wawancara dan
observasi. Studi ini dilakukan dengan cara Responden mengalami disabilitas visual baru
mempelajari dan menganalisis isi dokumen beberapa bulan terakhir sebelum masuk ke
untuk kepentingan penelitian. SLBN A Kota Bandung dan bertemu dengan
peneliti. Akhir September 2013 klien mulai
Analisis Data bersekolah di SLBN A Kota Bandung. Saat
pertama bersekolah, klien diantar oleh
kakeknya dari Karawang untuk bersekolah di
Dalam penelitian ini, teknik analisa data
SLBN A Kota Bandung.
dilakukan dengan menggunakan statistik
inferensial. Statistik inferensial dilakukan
Sebelum mengalami disabilitas visual,
untuk menguji hipotesis dengan uji t atau t-
responden mengaku tinggal berpindah-pindah
test, dan untuk mengukur rata-rata perbedaan
bersama teman-temannya di daerah Majalaya
antara skor target pengukuran yang diperoleh
dan sekitar Kota Bandung. Responden sudah
pada fase baseline dan fase intervensi dengan
lama tidak tinggal dengan kedua orangtuanya,
menggunakan perbandingan two standard
hal ini disebabkan karena responden merasa
deviation (2 SD).
hubungan responden dengan mereka tidak
harmonis. Ketika hidup berpindah-pindah

27
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

bersama teman-temannya, responden tidak juga tampak tidak seceria siswa-siswa lain
peduli dengan pendidikannya, sehingga yang sebagian besar merupakan siswa dengan
pendidikan responden terputus di salah satu kemampuan melihat yang kurang atau bahkan
SMK di Majalaya, Kabupaten Bandung. tidak melihat sama sekali, yang didapat dari
lahir. Aktivitas belajar responden di kelas juga
Awal Maret 2013 responden mengalami termasuk pasif. Responden hanya menjawab
pengurangan kemampuan melihat yang seperlunya jika diajak berbicara baik oleh guru
akhirnya hilang total di bulan April 2013. Saat maupun dengan teman-temannya.
itu responden kembali ke orangtuanya, tapi
berselang beberapa hari responden diantar ke Kegiatan responden di asrama sehari-hari
kakeknya di Karawang Jawa Barat karena hanya diisi dengan berdiam diri di kamar.
orangtua responden tidak bisa merawat Responden hanya sesekali terlihat keluar dari
responden dengan baik. kamar untuk mengambil makanan dan ke
kamar kecil. Interaksi dengan penghuni
Responden memperoleh informasi dari radio asrama lain hanya terbatas pada teman
bahwa ada sekolah yang bisa menampung sekamar saja. Responden tidak pernah terlihat
orang-orang dengan keterbatasan kemampuan mengunjungi kamar lain.
penglihatan di Bandung. Sehingga responden
meminta kepada kakeknya agar diantar ke Menurut penuturan responden saat
sekolah tersebut. Responden merasa, bahwa wawancara, responden sangat sedih dengan
dirinya telah menyusahkan kakeknya yang keadaannya sekarang. Tidak bisa melihat,
merawat dan memenuhi kebutuhan dia selama tergantung kepada orang lain, aktivitas
ini. Responden berharap dengan bersekolah terbatas, dan yang paling menyakitkan adalah
dan tinggal jauh dari kakeknya bisa kehilangan orang-orang terdekat yang tidak
mengurangi beban hidup dari kakeknya. mau merawat orang seperti klien. Sering
responden merasa bahwa Tuhan sangat tidak
Saat tiba di SLBN A Kota Bandung, adil terhadap dirinya.
responden langsung ditempatkan sesuai
dengan minat dari responden, yaitu Implementasi Teknik Client Centered
ditempatkan di kelas X musik. Responden Therapy dalam Mengatasi Grieving yang
memiliki hobi menyanyi, terutama lagu-lagu Dialami oleh Subyek “KK”
beraliran rock. Selama bersekolah di SLBN A
Kota Bandung, responden tinggal di asrama 1. Tahap Persiapan
murai PSBN Wiyataguna Bandung, bersama
dengan siswa-siswa lainnya. a. Menentukan Target Kondisi yang akan
diukur untuk menilai grieving yang
Perubahan kemampuan melihat responden dialami oleh responden. Target kondisi
sangat mempengaruhi hidup responden, yang akan dinilai adalah:
terutama kemandirian dalam melakukan
kegiatan hidup sehari-hari. Responden tidak 1) Kondisi fisik sehubungan dengan
jarang meminta bantuan kepada teman- kehilangan kemampuan penglihatan
temannya yang memiliki kemampuan melihat yang dialami oleh responden,
lebih baik dari responden. Jatuh, menabrak 2) Kondisi psikologis sehubungan
dinding, badan tersangkut, adalah hal-hal yang dengan kehilangan kemampuan
akrab dengan kehidupan responden sejak penglihatan yang dialami oleh
mengalami penurunan kemampuan melihat. responden,
3) Kondisi sosial sehubungan dengan
Responden sering terlihat murung dan diam di kehilangan kemampuan penglihatan
kelasnya. Saat siswa lain istirahat, terkadang yang dialami oleh responden.
responden menyendiri di kelas. Responden

28
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

b. Membuat Lembar Pengumpulan Data Observasi ini dilakukan pada pagi


(Data Collection Sheet) hari pada jam istrahat pertama saat
Lembar pengumpulan data (data klien di sekolah, atau sore hari setelah
collection sheet) memuat tentang target responden pulang dari sekolah dan
kondisi yang akan diobservasi dan beristrahat, atau pada malam hari
diukur serta dihitung pada tiap sesinya. setelah responden makan malam.

c. Mengumpulkan data baseline 4) Memasukkan data yang diperoleh


Pada fase baseline dengan target melalui pengamatan tiga aspek
mengurangi tingkat grieving dengan grieving diatas kedalam lembar
melihat tiga aspek grieving yaitu kondisi pengumpulan data (data collection
fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sheet).
sosial, yang dilakukan sebanyak 6
(enam) sesi. Dilakukan pada hari yang 2. Tahap Pelaksanaan
berbeda, dari tanggal 8 sampai dengan Peneliti melakukan tahap pelaksanaan
13 Juni 2015. Kegiatan yang dilakukan terapi client centered therapy (CCT)
peneliti yaitu: terhadap responden pada tanggal 15-25 Juni
2015, dilakukan sebanyak 6 sesi.
1) Melakukan pengukuran dan
pengamatan terhadap aspek fisik Efektifitas Teknik Client Centered Therapy
responden yang berkaitan dengan dalam Mengatasi Grieving yang Dialami
kondisi grieving yang dialaminya oleh Subyek “KK”
sesuai dengan panduan pada lembar
observasi yang telah tersedia. Untuk mengetahui efektifitas teknik client
Observasi ini dilakukan pada pagi centered therapy dalam menurunkan tingkat
hari di jam istrahat pertama saat grieving yang dialami oleh responden “KK”,
responden di sekolah, atau sore hari terlebih dahulu peneliti melakukan pengujian
setelah responden pulang dari sekolah sub-sub hipotesis dan hipotesis utama. Setelah
dan beristrahat, atau pada malam hari pengujian hipotesis dilakukan, kemudian
setelah responden makan malam. dilanjutkan dengan menganalisis masalah.

2) Melakukan pengukuran dan 1. Pengujian Sub-sub Hipotesis dan Hipotesis


pengamatan terhadap aspek Utama
psikologis responden yang berkaitan
dengan kondisi grieving yang Pengujian dilakukan terhadap semua
dialaminya sesuai dengan panduan hipotesis nol (H0) dengan menggunakan
pada lembar observasi yang telah rumus standar deviasi, yaitu menghitung
tersedia. Observasi ini dilakukan pada mean frekuensi kemunculan target item
pagi hari di jam istrahat pertama saat pada tahap baseline dan tahap intervensi
klien di sekolah, atau sore hari setelah kemudian setiap frekuensi kemunculan
responden pulang dari sekolah dan target item dikurangkan dengan hasil mean
beristrahat, atau pada malam hari baseline dan hasil frekuensi setiap sesi di
setelah responden makan malam. kuadratkan sehingga diperoleh hasil
penjumlahan pengkuadratan dan
3) Melakukan pengukuran dan dibandingkan dengan jumlah sesi dikurangi
pengamatan terhadap aspek sosial satu dan hasilnya diakarkuadratkan
responden yang berkaitan dengan sehingga diperoleh nilai standar deviasi,
kondisi grieving yang dialaminya untuk memperoleh nilai 2 standar deviasi
sesuai dengan panduan pada lembar maka nilai standar deviasi tadi dikalikan
observasi yang telah tersedia. dengan 2. Jika hasil mean frekuensi

29
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

intervensi di atas 2 SD dari mean baseline Tabel 1 menunjukkan bahwa fase


maka perubahannya signifikan. Bila hasil baseline terjadi sebanyak 6 (enam) data
pengujian hipotesis menunjukkan H0 poin dan fase intervensi dilakukan
ditolak, berarti hipotesis alternatif (H1) di selama 6 (enam) sesi.
terima, artinya hipotesis terbukti benar.
Sebaliknya jika H0 diterima, berarti H1 Pengujian hipotesis dilakukan dengan
ditolak, artinya hipotesis tidak benar. menghitung mean frekuensi kemunculan
1 keadaan pada tahap baseline dan tahap
a. Pengujian Hipotesis H intervensi serta membandingkannya
0 dengan nilai dua standar deviasi dari
Client center therapy tidak efektif dalam mean tahap baseline yaitu 1,78. Skor
meningkatkan kondisi psikologis mean pada tahap baseline adalah 46
responden. sedangkan mean pada tahap intervensi
Pengamatan terhadap kondisi psikologis adalah 25.
responden pada fase baseline dilakukan
enam sesi dan tahap intervensi dilakukan Nilai 25 lebih besar dari nilai 2 SD yaitu
selama enam sesi. Hasil pengamatan 1,78 sehingga dapat dikatakan bahwa
tersebut diperlihatkan pada tabel berikut teknik client centered therapy untuk
ini: menurunkan tingkat griefing.

Tabel 1 Untuk lebih jelas dalam melihat


Rekapitulasi Pengukuran perubahan yang terjadi pada aspek
Tahap Baseline dan Intervensi
Teknik Client Centered Therapy dengan
kemampuan melaksanakan peran sosial
Aspek Psikologis ditunjukkan pada gambar 1 dibawah ini :
Sesi
Fase
1 2 3 4 5 6
Baseline 46 46 46 48 46 46
Intervensi 39 27 26 43 17 10
Sumber Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015

60
50
40
30 baseline

20 intervensi

10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015


Gambar 1
Aspek Psikologis Responden “KK” Fase Baseline dan Fase Intervensi

30
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Grafik pada gambar 1 diatas menunjuk- Tabel 2


Rekapitulasi Pengukuran
kan terjadinya penurunan yang cukup Tahap Baseline dan Intervensi
signifikan dan stabil yang dimulai pada Teknik Client Centered Therapy dengan
saat intervensi dibandingkan dengan Aspek Fisik
pengujian baseline dimana penurunan 2 Sesi
Fase
terlihat pada sesi kedua sampai sesi 1 2 0 3 4 5 6
keenam. Pengujian hipotesis dengan
Baseline 7 7 7 8 15 8
memakai rumus 2 standar deviasi
diperoleh hasil nilai Intervensi 6 5 5 5 4 4
mean frekuensi tahap intervensi lebih Sumber Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015
besar dibandingkan dengan skor 2 Tabel 2 menunjukkan bahwa fase
standar deviasi dari mean baseline, maka baseline terjadi sebanyak 6 (enam) data
dikatakan bahwa intervensi yang poin dan fase intervensi dilakukan
dilakukan signifikan. Dengan demikian selama 6 (enam) sesi. Pengujian
hipotesis nol (H 1 ), yaitu client center hipotesis dilakukan dengan menghitung
0
therapy tidak efektif dalam
meningkatkan kondisi psikologis mean frekuensi kemunculan keadaan
responden ditolak. pada tahap baseline dan tahap intervensi
serta membandingkannya dengan nilai
2 dua standar deviasi dari mean tahap
b. Pengujian Hipotesis H 0 baseline yaitu 6,1. Skor mean pada tahap
Client center therapy tidak efektif dalam baseline adalah 8,7 sedangkan mean
meningkatkan kondisi fisik responden. pada tahap intervensi adalah 4,8. Nilai
Pengamatan terhadap kondisi fisik 25 lebih besar dari nilai 2 SD yaitu 1,78
responden pada fase baseline dilakukan sehingga dapat dikatakan bahwa teknik
enam sesi dan tahap intervensi dilakukan client centered therapy untuk
selama enam sesi. Hasil pengamatan menurunkan tingkat grieving.
tersebut diperlihatkan pada tabel 2 Untuk lebih jelas dalam melihat
berikut ini: perubahan yang terjadi pada aspek fisik
responden ditunjukkan pada gambar 2 di
bawah ini :

16
14
12
10
8 baseline
6 intervensi
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber: Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015


Gambar 2
Aspek Fisik Responden “KK” Fase Baseline dan Fase Intervensi

31
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Gambar 2 diatas menunjukkan terjadi- Tabel 3


nya penurunan yang cukup signifikan Rekapitulasi Pengukuran
Tahap Baseline
1 dan Intervensi
dan stabil yang dimulai pada saat Teknik Client Centered Therapy dengan
intervensi dibandingkan dengan 0
Aspek Sosial
pengujian baseline dimana penurunan Sesi
terlihat pada sesi kedua intervensi Fase
1 2 3 4 5 6
yang tetap sampai sesi keempat
dan menurun lagi pada sesi keempat dan Baseline 44 44 44 46 45 44
bertahan sampai sesi keenam. Pengujian Intervensi 36 27 26 22 17 14
hipotesis dengan memakai rumus 2 Sumber Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015
standar deviasi diperoleh hasil nilai
mean frekuensi tahap intervensi lebih Tabel 3 menunjukkan bahwa fase
besar dibandingkan dengan skor 2 baseline terjadi sebanyak 6 (enam) data
standar deviasi dari mean baseline, poin dan fase intervensi dilakukan
maka dikatakan bahwa intervensi yang selama 6 (enam) sesi. Pengujian
dilakukan signifikan. Dengan demikian hipotesis dilakukan dengan menghitung
1 mean frekuensi kemunculan keadaan
hipotesis nol (H 0 ), yaitu client center
therapy tidak efektif dalam pada tahap baseline dan tahap intervensi
meningkatkan kondisi fisik responden serta membandingkannya dengan nilai
ditolak. dua standar deviasi dari mean tahap
baseline yaitu 1,68. Skor mean pada
3
c. Pengujian Hipotesis H 0 tahap baseline adalah 44,5 sedangkan
Client center therapy tidak efektif dalam mean pada tahap intervensi adalah
meningkatkan kondisi sosial responden. 23,67. Nilai 23,67 lebih besar dari nilai 2
Pengamatan terhadap kondisi sosial SD yaitu 1,78 sehingga dapat dikatakan
responden pada fase baseline dilakukan bahwa teknik client centered therapy
enam sesi dan tahap intervensi dilakukan untuk menurunkan tingkat griefing.
selama enam sesi. Hasil pengamatan Untuk lebih jelas dalam melihat
tersebut diperlihatkan pada tabel 3 perubahan yang terjadi pada aspek sosial
berikut ini: responden ditunjukkan grafik pada
gambar 3 di bawah ini :

50

40

30
baseline
20 intervensi
10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015


Gambar 3
Aspek Sosial Responden “KK” Fase Baseline dan Fase Intervensi

32
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Gambar 3 diatas menunjukkan terjadi- 2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam


nya penurunan yang cukup signifikan Implementasi Teknik Client Centered
dan stabil yang dimulai pada saat Therapy
intervensi dibandingkan dengan a. Faktor Pendukung dalam Implementasi
pengujian baseline dimana penurunan Teknik Client Centered Therapy
terlihat pada sesi kedua intervensi 1) Responden “KK” menerima
sampai sesi keenam. keberadaan peneliti dan mau
Pengujian hipotesis dengan memakai bekerjasama dalam mengikuti proses
rumus 2 standar deviasi diperoleh hasil penelitian yang dilaksanakan oleh
nilai mean frekuensi tahap intervensi peneliti, hal ini disebabkan karena
lebih besar dibandingkan dengan skor 2 responden sudah merasa dekat
standar deviasi dari mean baseline, maka dengan peneliti.
dikatakan bahwa intervensi yang 2) Keinginan responden “KK” yang
dilakukan signifikan. Dengan demikian sudah ada untuk berubah ke arah
1 yang lebih baik, mempermudah
hipotesis nol ( H 0 ), yaitu client center proses penelitian.
therapy tidak efektif dalam 3) Teknik Client Centered Therapy yang
meningkatkan kondisi sosial responden diaplikasikan kepada responden
ditolak. “KK” menurut pengakuan responden
mudah dipahami dan dilaksanakan.
d. Pengujian Hipotesis Utama H0 4) Lingkungan sekolah dan asrama
Client centered therapy tidak efektif memberikan fasilitas dan waktu
dalam mengatasi grieving responden. sebesar-besarnya sesuai kebutuhan
Pengujian terhadap hipotesis utama kepada peneliti dan responden
dilakukan dengan mengakumulasikan b. Faktor Penghambat dalam Implementasi
selisih mean frekuensi fase baseline dan Teknik Client Centered Therapy yaitu
fase intervensi kondisi psikologis, fisik, pada responden yang merasa lelah
dan sosial dengan hasil 44, kemudian setelah pulang dari sekolah dengan
mengakumulasikan 2 SD pada seluruh situasi responden sedang berpuasa,
mean tahap baseline yaitu 9,56, sehingga kadang responden meminta
kemudian dibandingkan dengan waktu lain diluar kesepakatan.
akumulasi selisih mean frekuensi tahap
baseline dan intervensi (44>9,56). Jadi 3. Analisis Masalah
dapat dikatakan bahwa intervensi yang Setelah dilakukan pengujian hipotesa yang
dilakukan signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa Teknik Client center
hipotesis utama (H0), yaitu Teknik therapy efektif dalam mengatasi grieving
Client centered therapy tidak efektif responden “KK”, maka dilakukan
dalam mengatasi grieving responden pengukuran kembali terhadap responden
ditolak. “KK” setelah diberikan intervensi dengan
Pengujian hipotesis nol terhadap kondisi menggunakan grieving instrument.
psikologis, fisik, dan sosial yang Hasilnya adalah pada saat pretest
diberikan intervensi menunjukkan hasil responden “KK” masuk ke dalam kategori
bahwa ketiga sub hipotesis nol dan satu sedang dengan skor 58 dan saat posttest
hipotesis nol utama dinyatakan ditolak. masuk ke dalam kategori rendah/sedikit
Hal ini berarti implementasi Teknik dengan skor 79. Hasil pengukuran terhadap
Client centered therapy dapat mengatasi tingkat grieving responden “KK” sebelum
grieving responden “KK”. dan sesudah diberikan intervensi
diperlihatkan pada tabel 4 berikut ini :

33
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Tabel 4 yang melibatkan peran responden sebagai


Hasil Pengukuran Tingkat Grieving “KK” pusat intervensi.
Sebelum dan Sesudah Penerapan
Teknik Client Centered Therapy Dengan penerapan teknik ini, responden
Nilai merasa dibutuhkan untuk berperan besar,
No Aspek
Preintervention Postintervention sehingga mempermudah pelaksanaan
1 Psikologis 46 10 terapi yang dilaksanakan. Jika dituangkan
dalam bentuk diagram, perbandingan
2 Fisik 7 4
grieving responden sebelum dan sesudah
3 Sosial 44 14 intervensi dapat dilihat perbedaan yang
Jumlah 97 28 sangat besar, seperti diagram batang pada
Sumber : Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015
gambar 4 berikut.

Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan Gambar 4 dibawah ini menunjukkan


bahwa setelah Teknik Client Centered penurunan tingkat grieving responden,
Therapy terhadap responden “KK” terjadi yang ditandai dengan diagram warna biru
penurunan tingkat grieving yang dialami untuk tingkat grieving responden sebelum
oleh responden, terutama pada aspek intervensi dan warna merah untuk tingkat
psikologis. Teknik Client Centered grieving responden setelah intervensi.
Therapy dilaksanakan dalam 6 (enam) sesi,

120

100

80

60 preintervention
post intervention
40

20

0
level Grieving "KK"

Sumber : Pengolahan Data Peneliti Tahun 2015


Gambar 4
Hasil Pengukuran Tingkat Grieving “KK”
Sebelum dan Sesudah Penerapan Teknik Client Centered Therapy

34
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Simpulan Penerapan teknik client centered therapy


dilaksanakan setelah pengukuran fase
Grieving merupakan proses yang dipersepsi- baseline. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan
kan oleh individu menyangkut aspek fisik, gambaran pengaruh dari pelaksanaan salah
psikologis, dan sosial akibat dari kehilangan satu teknik dalam pekerjaan sosial tersebut.
yang telah dialami. “KK” merupakan Hasil yang ditunjukkan pada responden adalah
responden yang telah mengalami kehilangan tingkat grieving yang diukur dalam 3 aspek,
fungsi penglihatan pada tahun 2013. Setelah yaitu aspek psikologis, fisik, dan sosial
dilakukan pengukuran terhadap tingkat menunjukkan hasil yang sangat signifikan.
grieving yang dialaminya diperoleh skor 98. Tingkat grieving responden menurun dari
Skor ini berada pada rentang sedang, dilihat tingkat sedang ke tingkat ringan/sedikit.
dari aspek fisik, psikologis dan sosialnya.
Hasil dari pengukuran tersebut menunjukan Pada fase intervensi, peneliti melakukan
perlunya intervensi dengan menggunakan pengamatan terhadap tingkat griefing
teknik client centered therapy. responden “KK” yang dilakukan dalam 6 sesi.
Hasil yang didapatkan untuk aspek psikologis,
Teknik client centered therapy dalam fisik, dan sosialnya menunjukkan adanya
penerapannya membutuhkan partisipasi penuh penurunan jumlah frekuensi target tiap sesi
responden sebagai pusat dari kegiatan yang dimulai dari sesi kedua sampai sesi
intervensi. Dalam teknik ini menganut paham keenam. Hal ini menunjukkan bahwa grieving
bahwa individu memiliki kapasitas untuk dapat diturunkan melalui teknik client
membimbing, mengatur, mengarahkan, dan centered therapy namun membutuhkan waktu
mengendalikan dirinya sendiri apabila ia dalam proses penurunan aspek yang
diberikan kondisi tertentu yang mendukung. diharapkan.
Selain itu, individu diyakini memiliki potensi
untuk memahami apa yang terjadi dalam Pengujian hipotesis nol terhadap aspek
hidupnya yang terkait dengan tekanan dan psikologis, fisik, dan sosial yang diberikan
kecemasan yang ia rasakan, juga individu intervensi menunjukkan hasil bahwa ketiga
memiliki potensi untuk mengatur ulang sub hipotesis nol dan satu hipotesis nol utama
dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya dinyatakan ditolak. Hal ini berarti
untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan implementasi teknik client centered therapy
yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi dapat menurunkan tingkat grieving yang
kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan. dialami oleh responden “KK”. Penolakan
terhadap hipotesis nol ini juga menunjukkan
Responden “KK” merupakan orang dengan bahwa teknik client centered therapy efektif
disabilitas visual yang sedang menempuh diimplementasikan untuk menurunkan tingkat
pendidikan di SLBN A Kota Bandung. grieving responden “KK”.
Responden juga merupakan salah satu
penerima manfaat pada Panti Sosial Rekomendasi
Wyataguna Bandung. Responden menjadi
orang dengan disabilitas visual pada tahun Teknik Terapi Berpusat pada klien (Client
2013. Hasil pengukuran tingkat grieving pada Centered Teraphy) merupakan salah satu
responden menunjukkan bahwa tingkat teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial
grieving yang dialami responden berada pada yang menekankan penghargaan dan
level sedang. Pengukuran dilakukan pada fase pengakuan akan keberadaan dan kemampuan
baseline dimana tidak ada intervensi apapun individu. Oleh sebab itu, responden dalam
maupun feedback atas perilaku subjek. Fase penerapan teknik ini harus ditempatkan
baseline dilaksanakan selama 6 hari dengan sebagai pusat dari segala kegiatan dalam
waktu yang telah ditentukan. intervensi.

35
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang 2. Penguasaan dan pelaksanaan empati kepada
bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak responden harus tepat sasaran dan tepat
dalam teknik terapi ini. Hal inilah yang waktu. Agar responden tidak merasa sia-sia
mendasari peneliti untuk memberikan mengikuti jalannya sesi-sesi terapi.
beberapa rekomendasi jika pada waktu
mendatang ada penelitian serupa, untuk 3. Keterampilan mendengarkan harus sangat
melakukan dan menguasai beberapa teknik dikuasai oleh peneliti. Dalam hal ini
dan keterampilan seperti terurai berikut: pelaksanaan teknik client centered therapy
lebih banyak ditekankan pada komunikasi
1. Kemampuan berkomunikasi asertif dan responden. peneliti hanya berperan sebagai
menjalin relasi sangat penting dikuasai. pendengar efektif dan pengatur jalannya
Responden dengan grieving akan sangat terapi. Dengan pengusaan keterampilan ini
sulit menjalin relasi terutama dengan maka hal-hal yang disampaikan oleh
orang-orang baru dikenal. responden tidak ada yang terbuang, bahkan
dapat menjadi bahan untuk mengembang-
kan pencarian informasi baru.

Daftar Pustaka

Carl R. Rogers. 2012. On Becoming a Person, Pandangan Seorang Terapis tentang Psikoterapi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Cetakan Kelima. Bandung:
Refika Aditama

Hohman, Melinda. 2012. Motivational Interviewing in Social Work Practice. New York: The
Guilford Publication, Inc.

Klodniski, Paul. 2004. Loss and Grief, Coping with the Death of a Loved One and with Other
Losses Related to Huntington Disease. Ontario, Kanada: New Directions Publishing
Corp.

Rando, Therese A. 1984. Grief, Dying and Death — Clinical Interventions for Caregivers. New
York: Research Press Company

Shefor, Bradford W., dkk. 2000. Technicques and Guidelines for Social Work Practice Fifth Edition.
USA: Allyn and Bacon A Pearson Education Company

36

Anda mungkin juga menyukai