Anda di halaman 1dari 5

Dugaan Suap Izin Kebun Sawit, Bupati

Buol Ditangkap KPK


di 7 July 2012

AMRAN Batalipu, Bupati Buol, Sulawesi Tengah, yang diduga terlibat suap proses
pengurusan izin perkebunan sawit, akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Jumat(6/7/12). KPK menangkap bersama tim dari Markas Komando Brigade Mobil
Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Perusahaan perkebunan, PT Citra Cakra Murdaya dan PT Hardaya di Kecamatan Bukal,


Kabupaten Buol ini milik pengusaha papan atas nasional Sri Hartati Cakra Murdaya. Dia juga
anggota Dewan Pembina Partai Demokrat.

KPK menyatakan, duit untuk menyuap bupati mencapai Rp3 miliar. Uang itu diserahkan
kepada Ketua Golkar Buol oleh Yani Anshori, General Manager PT Hartati Murdaya Inti
Plantation dan Gondo Sudjono.

Bupati Buol, Amran Batalipu ditangkap KPK terkait dugaan suap proses perizinan kebun
sawit. Foto: Depdagri.co.id

“Saat mereka datang ke rumah jabatan, tim KPK langsung menuju kamar tidur bupati dan
membawa ke mobil hanya menggunakan kain sarung yang dipakai tidur,” kata Moch Is
Bakulu, anggota keluarga Bupati Buol seperti dikutip dari Antara Kendari.

Tim KPK telah berada di Buol sejak Kamis(5/7/12). Mereka rencananya menyerahkan
langsung surat pemanggilan terhadap Amran sebagai tersangka suap.

Dikutip dari Kompas, KPK membawa dukungan pasukan dari Mako Brimob Kelapa Dua
mengingat penangkapan pertama terhadap Bupati Buol pada 26 Juni 2012 sempat gagal.
Bahkan, ada anggota tim KPK yang mencegat Amran menggunakan sepeda motor beberapa
saat setelah menerima suap justru ditabrak mobil yang ditumpangi bupati itu.

Saat itu, KPK tak bisa berbuat banyak karena tak membawa pasukan cukup. Bahkan, ketika
tim KPK mengejar hingga ke rumah dinas bupati, KPK pun mengurungkan niat menangkap
Amran setelah melihat banyak pendukung membawa senjata tajam. KPK menghindari
bentrokan dan jatuh korban tak bersalah hanya untuk menangkap Bupati Buol.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan, KPK terus mengembangkan


pengusutan kasus suap ini ke sejumlah pihak.  “Tidak tertutup kemungkinan tersangka bakal
bertambah. Tergantung hasil pemeriksaan,” kata Bambang, seperti dikutip Koran Tempo,
Jumat(6/7/12).

Bambang mengungkapkan, belum dapat memastikan status duit itu sebagai barang bukti.
Namun, tetap ada dugaan suap terhadap proses izin kedua perusahaan milik Hartati Murdaya
itu.

Hartati Murdaya membantah terlibat kasus penyuapan ini. Menurut dia, uang itu hanya
bantuan sosial berupa sumbangan. Sebagai perusahaan yang dianggap paling besar di daerah
itu, diharapkan memberikan sumbangan kepada pemerintah.

Namun, Hartati juga mengaku, jika selama ini tak pernah memberikan sumbangan uang
kepada pemerintah daerah, baru kali ini. Sebab, ujar dia, selama ini perusahaan lebih
membangun infrastruktur seperti jalan.
Bekas Bupati Buol Amran Divonis
7,5 Tahun Penjara
Oleh : Tempo.co

Senin, 11 Februari 2013 19.20 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  menghukum


mantan Bupati Buol, Amran Batalipu 7 tahun enam bulan penjara. Selain itu, Amran juga
diminta untuk membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider satu tahun penjara.
"Terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar
Hakim Ketua Gusrizal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 11 Februari
2013. Majelis Hakim menilai Amran terbukti melanggar kewajibannya sebagai bupati
dengan menerbitkan surat rekomendasi untuk hak guna usaha lahan perkebunan PT.
Hardaya Inti Perkasa (HIP).

"Terdakwa mengetahui kalau lahan perkebunan PT. HIP sudah melebihi kuota 20 ribu
hektar yang ditetapkan melalui peraturan Menteri Agraria dan Badan Pertanahan Nasional
Tahun 1999," ujar Hakim Djoko Subagyo. Aturan itu menyebutkan sebuah grup perusahaan
tidak boleh mendapatkan HGU lebih dari 20 ribu hektar dalam satu provinsi.

Sedangkan PT. HIP memiliki lahan perkebunan seluas 22.780 hektar. Jumlah ini
rencananya akan ditambah oleh Siti Hartati Murdaya melalui PT. Cipta Cakra Murdaya
dengan HGU seluas 33.000 hektar. Sebanyak 4.500 hektar diantaranya sudah ditanami
kelapa sawit.
"Lahan seluas 4.500 hektar itu kemudian dimintakan izin atas nama PT. Sebuku Inti
Plantation," ujar Djoko. Sebagai timbal balik, Hartati memberikan imbalan berupa uang Rp
1 miliar. Untuk menggolkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. CCM seluas 33.000 hektar,
Hartati memberikan uang Rp 2 milyar yang diberikan melalui Direktur HIP Totok Lestiyo,
dan karyawannya Arim dan Gondo Sudjono.

Amran didakwa dengan pasal 12a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Tahun 1999
juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Vonis ini lebih rendah
dibanding tuntutan jaksa KPK yang menuntut Amran 12 tahun penjara.

Sebelumnya jaksa menuntut bekas Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, selama
12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga diminta
membayar uang pengganti Rp 3 miliar atau diganti pidana 2 tahun penjara.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidana korupsi," kata jaksa Irene Putri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,
Kamis, 10 Januari 2013. Menurut jaksa, Amran terbukti menerima duit dari pengusaha Siti
Hartati Murdaya sebanyak Rp 3 miliar. Uang itu diduga berkaitan dengan jabatannya selaku
kepala daerah.
KOMENTAR :

Korupsi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyalahgunakan
kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi atau jabatannya untuk mendapatkan
keuntungan sendiri. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama seseorang dalam
melakukan tindakan korupsi. Rata-rata yang terjadi di Indonesia kasus korupsi dilakukan oleh
seseoranng yang mempunyai jabatan tinggi di daerahnya. Kasus korupsi artikel di atas
mengenai bupati buol yang menerima suap dari PT. Hardaya Inti Perkasa (HIP).tentang
perizinan kebun sawit dengan jelas melanggar undang undang mengenai pertanahan nasional.
Bupati boul membuat suatu surat rekomendasi tentang perizinan kebun sawit untuk PT HIP
yang dimana sudah melebihi batas kuota yang sesuai undang-undang. Tindakan yang
dilakukan bupati tersebut merugikan keuangan Negara hingga mencapai Rp 3 milyar. Akibat
tindakan korupsi yang dilakukan tersangka mendapatkan hukuman penjara selama 7 tahun 6
bulan dan harus membayar denda sebesar Rp 300 juta.

Anda mungkin juga menyukai