Anda di halaman 1dari 18

pendudukan jepang di indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

`Sebelum era modern, Jepang merupakan sebuah negara yang feodalis. Kaisar, para shogun, semacam
panglima militer, serta daimyo, semacam raja lokal sekalisgus tuan tanah, mereka memainkan peran
penting baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Periode ini sering diwarnai perebutan kekuasaan di
antara mereka, terutama antarshogun serta antara shogun dan kaisar.

B. Tujuan

· Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran sejarah.

· Menambah wawasan mengenai kependudukan jepang di indonesia.

· Melatih membuat laporan dalam bentuk Makalah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. MODERNISASI DAN PERKEMBANGAN IMPERIALISME JEPANG

1. Restorasi Meiji: Awal Modernisasi di Jepang

Hubungan dengan dunia Barat baru dimulai sejak abad ke-16, ketika para pedagang dan misionaris
Serikat Yesus (SJ) dari Portugal menginjakkan kaki di Jepang. Namun, tidak lama berselang, tepatnya
tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku atau "negara tertutup"yang berlangsung
selama dua setengah abad (1639-1854), yang membuat Jepang terisolasi dari dunia luar. Melalui
kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya, orang Jepang dilarang berhubungan
dengan orang asing ataupun meninggalkan Jepang. Pelanggaran terhadap kebijakan ini adalah diganjar
dengan hukuman mati.

Meskipun demikian, dalam praktiknya, Jepang tidak sepenuhnya terisolasi dari dunia luar. Beberapa
negara masih diizinkan menjalin hubungan ekonomi dengan Jepang, seperti Belanda, Cina, dan Korea.
Praktis Belanda adalah satu-satunya negara Barat yang diizinkan menjalin hubungan dengan Jepang.
Negara ini diizinkan tetap mengembangkan pabriknya di Dejima, Nagasaki. Perdagangan dengan Cina
dan Korea juga dibatasi hanya di wilayah Nagasaki.

Ada dua alasan utama yang sama-sama bersifat politis yang melatarbelakangi kebijakan Sakoku.

Pertama, pemerintah Shogun Tokugawa merasa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan
Portugis, yang menyebarkan agama Katolik dan dituduh ikut campur tangan terhadap urusan dalam
negeri bangsa Jepang. Sebagian misionaris itu, misalnya, dituduh tidak menjadi pihak yang netral dalam
konflik di antara para shogun. Sebagai contoh, misionaris Serikat Yesus (SJ), memperkenalkan senjata api
kepada salah satu shogun dalam konflik dengan shogun-shogun lain (sebelumnya orang Jepang terbiasa
dengan samurai). Penyebaran agama Katolik, terutama wilayah selatan Jepang dikhawatirkan
mengancam kebudayaan serta stabilitas bangsa Jepang.

Kedua, mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya daimyo Tozama. Secara politis,daimyo
Tozama merupakan bawahan (vassal) dari shogun Tokugawa, namun secara ekonomis relatif independen.
Daimyo ini telah lama menjalin hubungan dagang yang menguntungkan dengan bangsa-bangsa Asia
Timur, seperti Cina dan Korea, yang memungkinkan mereka membangun kekuatan militer. Dengan
membatasi kemampuannya berdagang dengan bangsa-bangsa lain, pihak Shogun yakin daimyo Tozama
tidak akan berkembang begitu rupa sehingga mengancam supre kmasi Tokugawa.

Penjelasan ini masuk akal melihat kenyataan bahwa pemerintahan Shogun Tokugawa mengarahkan
(menyentralisasikan) seluruh aktivitas perdagangan melalui Nagasaki. Hal ini juga berarti sentralisasi
pungutan-pungutan berupa pajak dan bea cukai, yang menjamin pundi-pundi pemerintahan Shogun
Tokugawa.

Kebijakan ini mengalami titik balik pada sekitar pertengahan abad ke-19. Momen yang sangat
menentukan terjadi pada tahun 1854, persis seabad setelah terjadinya Revolusi Industri di Eropa.

Pada tanggal 31 Maret tahun 1854, tibalah Komodor Matthew C.Perry dengan "Kapal Hitam"-nya di
Jepang. Perry menaiki kapal bertenaga mesin superjumbo yang dilengakapi persenjataan dan teknologi
yang jaug lebih superior, sebagai hasil Revolusi Industri, dibandingkan milik Jepang.

Kedigdayaan militer Amerika Serikat memaksa Jepang menandatangi Konversi Kanagawa(1854) antara
Perry dan pemerintah Shogun Tokugawa. Konvensi itu pada intinya berisi kesediaan Jepang membuka
diri terhadap Barat dengan membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk kapal-kapal asing yang ingin
berdagang, menjamin keselamatan kapal Amerika yang karam, dan mendirikan kedutaan Amerika yang
permanen. Konvensi ini juga sekaligus mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung
selama 200 tahun.

Meski demikian, bagi rakyat Jepang, Konvensi Kanagawa menjatuhkan martabat mereka. Oleh karena itu,
dalam beberapa waktu, tersebar luas sentimen anti-Barat dan bahkan sempat memicu perang. Paerang
itu dimenangkan pihak Barat, namun ketidakpuasan rakyat atas tunduknya Jepang kepada Amerika
Serikat serta masuknya pengaruh Barat di Jepang berujung pada ditumbuhkannya pemerintahan Shogun
Tokugawa. Shogun Tokugawa dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Setelah itu,
pemerintah Shogun dihapus dan kekuasaan sepenuhnya berpusat ke tangan kaisar, yaitu Kaisar Komei.

Kedatangan Amerika Serikat serta kemajuan-kemajuan di Barat yang mereka saksikan berkat terbukanya
pelabuhan-pelabuhan Jepang untuk kapal-kapal asing menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya
mereka dibandingkan negara-negara Barat. Lalu muncullah tekat untuk mengejar ketertinggalan.

Namun, baru pada masa pemerintahan Kaisa Meiji (putra dari Komei) sejak 1868, kesadaran itu terwujud
secara konkret melalui berbagai langkah perubahan besar yang disebut Restorasi Meiji(1868-1912).
Perubahan-perubahan besar itu sekaligus era modern di Jepang.

Para pemimpin Retorasi Meiji bertindak atas nama pemulihan kekuasaan kaisar untuk memperkuat
Jepang terhadap ancaman kekuatan-kekuatan kolonial waktu itu. kata "Meiji" sendiri berarti "kekuasan
Pencerahan". Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi "kemajuan Barat" dengan nilai-nilai "Timur"
tradisional.

Dengan visi inilah, Meiji mengutus beberapa pejabat ke Amerika Serikat dan Eripa, yang lazim disebut
Misi Iwakura. Tugas pokok Misi Iwakura adalah mempelajari seluk-beluk kemajuan Barat termasuk sistem
pendidikan, teknologi, serta ideologi yang mendasari kemajuan itu.
Sebagai hasil dari rekomendasi Misi Iwakura, Jepang akhirnya memutuskan mengadopsi sistem politik,
hukum, dan militer Dunia Barat. Kebijakan itu berlangsung selama Restorasi Meiji. Kabinet Jepang
mengatur Dewan Penasihat Kaisar, menyusun Konstitusi Meiji, serta membentuk Parlemen Kekaisaran.
Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan
militer dunia. Kekuatan ekonomi dan militer sangat ditekankan. Restorasi Meji mempercepat
industrialisasi di Jepang yang kelak dijadikannya modal kebangkita Jepang sebagai kekuatan militer pada
tahun 1905, dibawah slogan "Negara Makmur, Militer Kuat".

2. Imperialisme Jepang

Jepang menjadi negara imperialisme atau negara yang melakukan ekspansisionis di latar belakangi
beberapa penyebab, antara lain:

1. Adanya perkembangan Jepang dalam segala bidang mengakibatkan berlipat gandanya


pertambahan penduduk

2. Adanya perkembangan industri yang begitu pesat, butuh daerah pasaran dan bahan mentah demi
kelangsungan proses industrialisasi

3. Adanya restriksi (pembatasan) imigran jepang yang dilakukan oleh negara-negara barat

4. Pengaruh ajaran Shinto tentang Hakko I Chi-u (dunia sebagai keluarga)

5. Ingin menjadi negara besar yang sejajar dengan negara – negara besar seperti Amerika Serikat,
Inggris, Jerman, Perancis.

Walaupun Jepang terdiri atas ribuan pulau, namun luasnya tidak besar dan miskin akan bahan tambang
dan hanya sebagian kecil yang dapat di usahakan sebagai pertanian yang hasilnya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Berbeda dengan Indonesia ya memmpunyai banyak pulau, saking
banyaknya susah untuk diapalin. Padahal kalo disbanding jepang kita banyak lahan untuk ditanami
berbagai komoditi baik itu untuk kebutuhan sehari hari seperti padi dan sebgainya juga bahan hutan ,
kayu kayu yang ada dikalimantan dan papua itu gede gede loh. Bahkan kita mempunytai banyak bahan
tyambang misalnya batu bara di Kalimantan, emas di jaya pura terus minyak bumi di porong sido arjo,
namun sayangnya kekayaan alam kita dikeruk oleh bangsa lain dan ita hanya mengais ngais dari sisa sisa
mereka aja. Kembali ke topic, Selain itu pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan sulit untuk
mencari lapangan pekerjaan yang dapat memberi kehidupan yang baik. Terlihat dari letak geografis
Jepang yaitu negara yang memiliki luas 381.269 km dan terdiri empat pulau besar yaitu besar yaitu :
pulau Honshu,Pulau Shikoku, Kyushu, Hokkaido, terletak diantara 30-50 , jauh bgt ma Indonesia ya ……

Latar belakang Jepang sebagai negara imperialisme, di lihat dari sejarah Jepang Sebelum Perang Dunia II
penduduk Jepang sangat padat, sedangkan hasil bahan pangan sedikit dan dalam mengatasi masalah itu
Jepang berusaha di bidang perdagangan, industri serta membatasi laju pertumbuhan penduduk. Jepang
berjiwa militeris dan ekspansionis sejak pemerintahan wangsa Fujiwara(858-1069) Jepang aristokratis.
Kekuasaan tertinggi di tangan para bangsawan.

Masa pemerintahan wangsa Fujiwara berakhir tahun 1192 akibat adanya perang antara kaum
bangsawan.

kekuatan paling atas pada masyarakat Jepang adalah Tenno serta keluarganya yang tinggal di istana di
Kyoto. Tenno tidak memerintah rakyat langsung tapi hanya boneka saja. Dibawah Tenno adalah Shogun
(kayak merk motor ya) yang memegang kekuasaan tertinggi di Jepang yang tinggal di istana kemiliteran
di Yedo beserta keluarga. Dibawah Shogun ialah Daimyo yaitu bangsawan yamg mempunyai kedaulatan
besar, berhak memungut pajak, berhak menjalankan peradilan dan hak-hak sipil. Di bawah Daimyo
adalah Samurai yaitu petani, pedagang, seniman. Bangsa Jepang mulai merantau ke Asia Tenggara dan
bekerjasama dengan bangsa Eropa yang datang ke negara timur untuk berdagang dan nenyebarkan
agama nasrani. Hal ini membawa perubahan untuk perdagangan Jepang yang semakin pesat bagi
pedagang sedangkan kedudukan kaum tani semakin lemah sehingga menyebabkan pemberontakan.
Akhir zaman Muromachi di warnai perang saudara sehingga muncul tiga orang yang kuat menghentikan
peperangan yaitu Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, Togugawa Ieyashu. Pemerintahan Togugawa
perdagangan semakin maju dan penyebaran agama nasrani semakin intensif namun menyebabkan
konflik agama dan budaya sehingga di adakan peraturan yang melarang tersebarnya agama nasrani dan
menutup bangsa asing masuk ke Jepang hanya Belanda dan Cina yang boleh masuk tapi di batasi pada
Pulau Desima dan Nagasaki sehingga terbentuk pola masyarakat tertutup. Tingk Amerika Serikat Millard
Fillmore pada Shogun.

Bulan Maret 1856 Shogun Togugawa menandatangani perjanjian Kanagawa yang berisi, Jepang
mengizinkan pembukaan pelabuhan Shimoda dan Hakodata bagi kapal- kapal asing.

Para pedagang menjadi kaya namun bangsawan dan samurai banyak yang jatuh miskin. Setelah dua
setengah abad Jepang menutup dari bangsa asing akhirnya membuka diri dari bangsa asing lagi, dan
pada tahun 1853 kapal Komodor Matthew C. Perry pimpinan komando skuadron Amerika Serikat di
kawasan Hindia Timur muncul dan mendekat pada teluk Yedo dan membujuk pemerintah Jepang agar di
perkenankan berlabuh dan menyampaikan pesan Presiden Persetujuan tersebut tidak pada seluruh
bangsa Jepang sehingga menimbulkan kekacauan ekonomi rakyat kecil semakin miskin dan kekacauan
tersebut di manfaatkan oleh bangsa luar kota untuk melakukan perebutan kekuasaan terhadap para
bangsawan kota yang memegang kendali pemerintahan yang di kenal dari klan Choshu dan Satsuma
kedua klan tersebut bergabung dan bekerjasama dengan Tenno sehingga kedudukan Shogun tersudut.

Tahun 1867 Shogun Tokugawa menyerahkan kekuasaan pemerintahan Jepang kepada Tenno dan diganti
oleh Tenno Mutsuhito yang terkenal Kaisar Meiji. Meiji tidak terpengaruh terhadap desakan agar Jepang
mengusir orang- orang asing yang datang Kaisar Meiji tetap melaksanakan politik terbuka untuk bangsa
asing yang datang dengan kesadaran bahwa bangsa barat lebih unggul di segala bidang sehingga Dia
mengarahkan pandangan ke dunia barat. Restorasi Meiji berupaya untuk menjadikan Jepang sebagai
negara modern dengan meninggalkan gaya hidup feodalistik.

di masa meiji ini jepang mengalami kemajuan antara lain yaitu:


a. Bidang politik yaitu rasa persatuan dan kesatuan yang kokoh dari seluruh bangsa Jepang.

b. Bidang pendidikan yaitu tahun 1871 di bentuk kementrian yang mengurus pendidikan.Dalam
bidang pendidikan Jepang banyak mencontoh pendidikan bangsa barat seperti administrasi Jepang
meniru cara yang di gunakan oleh bangsa Prancis.

c. Bidang perekonomian yaitu perekonomian yang feodal diganti dengan perekonomian model
kapitalis,didirikan industri berat khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan militer.

d. Bidang spiritual yaitu rakyat di beri kebebasan memeluk agama dan agama nasrani di ijinkan untuk
berkembang, rasa nasionalisme di pupuk.

e. Bidang kemiliteran yaitu pendidikan militer di tingkatkan dan yang di didik tidak hanya para
samurai tetapi juga anak-anak petani, pedagang,di buat kapal-kapal di berbagai kalangan.

Pada pemerintahan Kaisar Meiji terjadi dua kali perang yaitu dengan Cina ( 1894-1895) dan Uni Soviet
( 1904-1905) dan mengadakan persekutuan dengan Inggris juga menaklukan Korea ( 1910).

Dari perkembangan yang bertahap itu Jepang mengalami perkembangan pada saat pemerintahan Kaisar
Meiji khususnya di bidang industri namun karena negara Jepang tidak memiliki bahan yang cukup dari
negaranya sendiri maka Jepang harus mengimpor dari negara lain. (Indonesia mesti)

Pemerintah Jepang memang tidak dapat menolak kepentingan Amerika Serikat dan Inggris karena secara
ekonomi mereka masih sangat bergantung pada kedua negara tersebut. Lambat laun, seiring dengan
semakin menebalnya nasionalisme pada diri bangsa Jepang, berbagai kebijakan tersebut oleh sebagian
masyarakat Jepang dianggap sebagai upaya mengerdilkan kembali bangsanya dalam pergaulan
internasional. Untuk melepaskan ketergantungan ekonomi kepada negara-negara Barat seperti yang
dilakukan oleh gandi satya graha, bangsa Jepang berusaha untuk menguasai wilayah-wilayah yang
dipandang memiliki sumber daya alam vital, seperti minyak bumi.

Sejak Perang Dunia I Jepang sudah tertarik pada Indonesia (tu kan bener Indonesia) yang terlihat kaya
dari segi ekonomi, strategis, dan politik. Berkaitan dengan ini, Angkatan Laut Jepang memandang wilayah
Selatan, khususnya Indonesia, sebagai daerah yang harus dikuasai oleh Jepang. Bagi Jepang Indonesia
sangat berharga juga kaya akan bahan – bahan mentah untuk keperluan industri Jepang seperti minyak,
karet, timal, nikel, bauksit, mangan dan lain – lain. Pandangan Angkatan Laut Jepang terhadap Indonesia
Bangsa Jepang perlu mengamankan wilayah-wilayah yang mendukung proses industrialisasinya, baik
wilayah yang memiliki sumber daya alam maupun wilayah yang memiliki potensi sebagai pasar hasil
industrinya. Dengan perkataan lain, ekspansi yang dilakukan Jepang ke Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari upaya Pemerintah Jepang untuk memperluas ruang penghidupannya (lebensraum), baik secara
politik maupun ekonomi.

Selain itu penduduk Indonesia yang padat bagi Jepang baik untuk pemasaran barang – barang hasil
industrinya. Untuk melancarkan pemasarannya barang – barang hasil produksinya Jepang mengirim
orang – orang Jepang ke Indonesia dan orang – orang tersebut sebagai penyalur. Jepang juga sebagai
pengumpul bahan-bahan mentah yang akan di kirim ke Jepang seperti kopra (daging kelapa yang di
keringkan) dan lain-lain. Selain itu juga sebagai mata-mata untuk mencari informasi bagi kepentingan
Jepang. Hubungan Jepang dengan Amerika Serikat saat itu mulai renggang karena Amerika Serikat curiga
akan tingkah laku Jepang di Timur jauh yang agresif dan ekspansionistis. Penguasaan terhadap wilayah
ini akan menjamin hidup bangsa Jepang yang memang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Belanda ini menjadi perantara bagi orang-orang asing
yang ingin melakukan perdagangan dengan bangsa jepang. Kenyataan tersebut oleh Amerika Serikat
dipandang sebagai sesuatu yang tidak konsisten dan akan menjadi penghalang bagi kepentingan
negaranya di Cina. (perang aja sana hahahahah )

Pertumbuhan Jepang sebagai negara Imperialis Sampai dengan pertengahan abad ke-19, Jepang masih
merupakan sebuah negara tradisional yang memperlihatkan ciri-ciri kehidupan feodalistik. Keadaan ini
disebabkan oleh penerapan kebijakan politik isolasi diri oleh Rezim Tokugawa yang berkuasa di Jepang
sejak tahun 1603. Dengan kebijakan feodalistik bangsa Jepang tidak mau membuka negaranya bagi
negara-negara asing karena merasa khawatir kebudayaan mereka akan terpengaruh oleh kebudayaan
Barat namun Rezim Tokugawa masih mengizinkan orang-orang Belanda.

Jepang mengalami kekacauan politik yang berdampak pada melemahnya perekonomian negara. Hal ini
mengakibatkan kewibawaan Rezim Tokugawa di mata bangsa Jepang semakin melemah oleh karena itu
melahirkan kesadaran nasional yang disimbolkan dengan munculnya gerakan anti-orang asing pada
tahun 1860an yang dipelopori oleh kaum bangsawan desa atau kaum samurai rendahan (shishi).
Gerakan ini memperlihatkan semangat patriotisme dalam pengertian sonnojoi yang bermakna ‘muliakan
kaisar dengan cara mengusir orang-orang biadab’. Kekacauan politik tersebut bermuara pada peristiwa
perebutan kekuasaan. Penguasaan atas beberapa wilayah Cina tersebut menandai dimulainya era baru
Jepang sebagai negara imperialis.Kemenangan tersebut membawa dampak yang besar bagi bangsa
Jepang untuk menjadi yang termaju di antara bangsa Asia lainnya.

Pada masa Perang Dunia Pertama, bangsa Jepang bergabung dengan negara-negara Barat untuk
memerangi kekuatan militer Jerman dan Turki. Setelah peperangan ini berakhir pada tahun 1919, Liga
Bangsa-Bangsa (LBB) menyerahkan seluruh jajahan Jerman di Pasifik Selatan kepada Pemerintah Jepang.
Akan tetapi, pada sisi lain hasil-hasil ekspansi yang diperoleh tersebut melahirkan ketidakpuasan di
kalangan sebagian masyarakat Jepang. Reaksi Kaum Pergerakan Indonesia Ketika Angkatan Laut Jepang
mulai mengampanyekan rencana ekspansi ke wilayah Selatan

B. PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

1. Belanda Menyerah Tanpa Syarat Kepada Jepang

Pada 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan
Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-Belanda datang ke Kalijati dan dimulai
perundingan antara Pemerintah India Belanda dengan pihak tentara Jepang yang dipimpin langsung oleh
Letnan Jenderal Imamura. Imamura menyatakan, bahwa Belanda harus menandatangani pernyataan
menyerah tanpa syarat.
Letnan Jenderal ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal menanda-tangani pernyataan MENYERAH
TANPA SYARAT. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas
India-Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang.

Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara India
Belanda untuk juga menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang. Dengan demikian, tentara
Belanda secara sangat pengecut dan memalukan, menyerah hamper tanpa perlawanan sama sekali.
Dengan tindakan yang sangat memalukan itu, Belanda menghancurkan sendiri citra yang ratusan tahun
dibanggakan oleh mereka yaitu bangsa Belanda/kulit putih tidak terkalahkan.

Boleh dikatakan, sang penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan menguras bumi Nusantara,
menindas penduduknya, kini dengan sangat tidak bertanggungjawab, menyerahkan jajahannya ke
tangan penguasa lain, yang tidak kalah kejam dan rakusnya. Di atas secarik kertas, Belanda telah
melepaskan segala hak dan legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya.

Dengan demikian, tanggal 9 Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal menyerahnya Belanda kepada
Jepang, melainkan juga merupakan hari dan tanggal berakhirnya penjajahan Belanda di bumi Nusantara,
karena ketika Belanda kembali ke Indonesia setelah tahun 1945, bangsa Indonesia telah merdeka.

Para penguasa “perkasa” yang lain, segera melarikan diri. Dr. Hubertus Johannes van Mook, Letnan
Gubernur Jenderal untuk India Belanda bagian timur, Dr. Charles Olke van der Plas, Gubernur Jawa Timur,
masih sempat melarikan diri ke Australia. Bahkan Jenderal Ludolf Hendrik van Oyen, perwira Angkatan
Udara Kerajaan Belanda -yang kegemarannya adalah minuman wine (anggur), makanan dan wanita-
kabur dengan kekasihnya dan meninggalkan isterinya di Bandung.

Tentara KNIL yang tidak sempat melarikan diri ke Australia –di pulau Jawa, sekitar 20.000 orang-
ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang, sedangkan orang-orang Eropa lain dan juga warga
negara Amerika Serikat, diinternir. Banyak juga warga sipil tersebut yang dipulangkan kembali ke Eropa.

2. TanggapanTokoh-Tokoh Pergerakan Nasional Indonesia

Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada awalnya mendapat sambutan baik dari penduduk setempat.
Tokoh-tokoh nasional Indonesia, seperti Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta bersedia melakukan kerja sama
dengan pihak pendudukan Jepang.

Ada lima alasan yang melandasi perasaan optimitis terhadap jepang antara lain:

1) Menyerahnya belanda kepada jepang dianggap sebagai akhir dar penjajahan belanda dan
dimulainya era baru dimana bangsa-bangsa asia yang dipelopori jepang dapat berdiri di kakinya sendiri.

2) Jepang berjanji, jika perang pasifik dimenangkan, bangsa-bangsa di asia akan mendapatkan
kemerdekaan.

3) Sejak awal jepang telah membicarakan tentang kemerdekaan yang diberikan kepada bangsa-bangsa
di asia secara bertahap.
4) Jepang bersikap simpatik terhadap aktivitas pergerakan nasional.

5) Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa indonesia.

3. Pendudukan Jepang di Indonesia

Pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung mulai 9 Maret 1942 hingga dikumandangkannya


Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Mohammad hatta pada 17 Agustus 1945.

Pendudukan Jepang di Indonesia sejak 9 Maret 1942 adalah rangkaian politik imperialisme bangsa
Jepang di Asia Tenggara. Akibat kemajuan industri Tentara Jepang berhasil munguasai kawasan Mancuria
18 September 1931, bangsa Jepang yang pesat, sehingga Negeri Matahari Terbit itu menjalankan strategi
ekspansi untuk mencari bahan mentah dan daerah pemasaran baru untuk hasil industrinya. Menguatnya
ambisi militerisme Jepang disamping adanya dorong konstalasi politik di Jepang sendiri yang
memungkinkan hal itu terjadi. Dalam kerangka politik makro , imperialisme Jepang ini memiliki
hubungan erat dengan dokumen Tanaka. Dokumen Tanaka ini berisi tentang rencana ekspansionisme
Jepang ke kawasan Asia Tenggara.

Invasi Jepang ke Indonesia merupakan bagian dari kerangka politik ekspaansionisne Jepang di Asia
Tenggara. Cita-cita Jepang membangun Kawasan Persemakmuran Bersama Asia Timur Raya dibawah
naungannya direalisasikan dengan mencetuskan perang Asia Timur Raya.

C. DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG DALAM KEHIDUPAN POLITIK, EKONOMI, DAN SOSIAL- BUDAYA
BANGSA INDONESIA

1. Bidang Politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat
dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, mengeluarkan peraturan yang terlarut semua
organisasi politik dan asosiasi bentuk. Pada September 8, 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengontrol
organisasi nasional seluruh.

2. Bidang Ekonomi dan Sosial

Dalam kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana cara mempraktekkan eksploitasi ekonomi dan
sosial yang dilakukan Jepang untuk masyarakat Indonesia dan Anda dapat membandingkan dampak
ekonomi dan sosial dengan dampak politik dan birokrasi. Hal ini menempatkan sistem regulasi ekonomi
pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:

Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang, seluruh potensi sumber daya alam dan bahan
baku yang digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh
perkebunan, pabrik, bank dan perusahaan sangat penting. Banyak kebohongan lahan pertanian bera
sebagai akibat dari penekanan difokuskan pada kebijakan ekonomi dan industri perang. Penyebab
kondisi penurunan produksi pangan dan kelaparan dan kemiskinan telah meningkat secara dramatis.

D. PERJUANGAN MERAIH KEMERDEKAAN PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG


1. Perjuangan Kooperatif (Kerjasama)

Sejumlah tokoh nasionalis Indonesia banyak yang menggunakan kesempatan pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Banyak di antara mereka yang menduduki jabatanjabatan penting
dalam lembaga-lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara,
dan K.H. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Mereka dikenal dengan
sebutan “Empat Serangkai”. Putera merupakan sebuah organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret
1943, bertujuan menggerakan rakyat Indonesia untuk mendukung peperangan Jepang menghadapi
Sekutu.

Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara langsung, baik
melalui rapat-rapat maupun media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan organisasi-
organisasi itu untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat nasionalisme serta
menumbuhkan rasa percaya diri serta harga diri sebagai bangsa.

Mereka selalu menekankan pentingnya persatuan, pentingnya memupuk terusmenerus semangat cinta
tanah air, dan harus lebih memperhebat semangat antiimperialisme- kolonialisme. Organisasi Putera
mendapat sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun, karena Putera nyatanya bermanfaat bagi
bangsa Indoensia, pemerintah Jepang akhirnya membubarkannya pada April 1944.

Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan Pusat atau
Cou Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan 43 orang dan
diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober 1943,Cuo Sangi In menetapkan bahwa agar
Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan segala potensi dan produksi dari rakyat Indoensia.

Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah
penggemblengan mental dan semangat juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang militan.
Berbagai kesatuan pemuda yang berhasil dibentuk antara lain: Seinendan(Barisan Pemuda), Keibodan
(Barisan Pembantu Polisi), Seisyintai(Barisan Pelopor), Gakutotai (Barisan Pelajar), dan Fujinkai (Barisan
Wanita).

Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan semangat
nasionalisme, pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan risiko apa pun
untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang dimanfaatkan oleh
tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan. Para pemimpin Indonesia memanfaatkan organisasi ini untuk
memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Jelas sekali, para pemimpin Indonesia tidak bodoh untuk
dibohongi oleh Jepang.

2. Perjuangan Bawah Tanah

Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Perjuang bawah
tanah ini dilakukan oleh para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-instansi pemerintahan buatan
Jepang. Jadi, di balik kepatuhannya terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang bertujuan
menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk meneruskan perjuang untuk mecapai Indonesia
merdeka.

Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat: Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, serta
Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan model ini. Antara kelompok
perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain, selalu terjadi kontak hubungan.

Kelompokkelompok perjuang tersebut, antara lain:

a. Kelompok Sukarni

Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, ia bekerja
di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang) bersama-sama dengan Muhammad Yamin.
Sukarnimenghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu
Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni adalah menyebarluaskan
cita-cita kemerdekaan, menghimpun orangorang yang berjiwa revolusioner, dan mengungkapkan
kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh Jepang.

Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang tersebar
di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang anti-Jepang.
Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan asrama politik, yang diberi nama “Angkatan
Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu. Di dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara
lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda
tantang masalah politik dan pengetahuan umum.

b. Kelompok Ahmad Subarjo

Ahmad Subarjo pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu
(Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun tokoh-tokoh
bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas dorongan dari kelompok Ahmad
Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia
Merdeka”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-
pelajaran guna menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.

c. Kelompok Sutan Syahrir

Sutan Syahrir merupakan tokoh besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda tahun 1935
dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan terakhir ke Sukabumi.
Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan cara menghimpun teman-teman
sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok
rahasia, Kelompok Syahrir.

Dalam perjuangannya, Syahrir juga menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang
terpaksa bekerja sama dengan Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir dengan kelompok
perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir dicurigai Jepang, untuk
menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi pelajaran di Asrama Indonesia
Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama dengan Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad
Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.

d. Kelompok Pemuda

Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Jepang
berusaha memengaruhi para pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik. Dengan demikian,
nantinya para pemuda Indonesia merupakan alat yang ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang.
Jepang menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui kursus-kursus dan lembaga-
lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda.

Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di Asrama
Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka yang didirikan
Angkatan Laut Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun mahasiswa tidak gampang
termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa imperialisme yang dilakukan oleh Jepang
pada hakikatnya sama dengan imperialisme bangsa Barat.

Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang terhimpun dalam
asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang terhimpun dalam Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok terpelajar tersebut mempunyai
ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.

Organisasi ini merupakan wadah untuk menyusun aksi-aksi terhadap penguasa Jepang dan menyusun
pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya, kelompok pemuda juga
selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu kelompok Sukarni, kelompok Ahmad
Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok Pemuda yang terkenal antara lain: Chaerul Saleh,
Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.

3. Perlawanan Angkat Senjata

Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian menimbulkan reaksi dan perlawanan dari rakyat
Indonesia di berbagai wilayah. Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat, Jepang menghina
aspek-aspek keagamaan. Berikut ini beberapa perlawanan rakyat pada masa penjajahan Jepang.

a. Perlawanan di Cot Plieng, Aceh

Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10 November
1942, tentara Jepang menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan shalat subuh.
Penyerangan pagi buta ini akhirnya dapat digagalkan oleh rakyat dengan menggunakan senjata
kelewang, pedang, dan rencong.

Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara Jepang berhasil dipukul mundur. Namun pada
serangan yang ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang. Peperangan ini telah
merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
b. Perlawanan di Tasikmalaya, Jawa Barat

Perlawanan di Singaparna, Tasikmalaya, ini dipimpin oleh Kyai Haji Zaenal Mustofa. Perlawanan ini terkait
dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan Seikeirei, memberikan penghormatan
kepada Kaisar Jepang. Dalam pandangan Zaenal Mustofa, membungkuk seperti itu sama saja dengan
memberikan penghormatan lebih kepada matahari, sementara dalam hukum Islam hal tersebut
terkarang karena dianggap menyekutukan Tuhan.

Pemerintahan Jepang kemudian mengutus seseorang untuk menangkapnya. Namun utusan tersebut
tidak berhasil karena dihadang rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang tersebut
memberitahukan peristiwa tersebut kepada pimpinannya di Tasiklamalaya. Karena tersinggung, Jepang
pada 25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari setelah shalat Jumat. Dalam pertempuran
tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan kemudian diasingkan ke Jakarta hingga wafatnya.
Jenazahnya dikuburkan di daerah Ancol, dan kemudian dipindahkan ke Tasikmalaya.

c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah Air di Blitar, Buana dan Paudrah (Aceh), dan Cilacap

Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air (Peta) di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945 yang
dipimpin oleh Syudanco Supriyadi. Ia adalah seorang syodanco (komandan peleton) Peta. Perlawanan
Supriyadi ini disebabkan karena tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat yang mati karena romusha.
Namun perlawanan tersebut dapat diredam oleh Jepang.

Perlawanan ini tampaknya tidak direncanakan dengan matang sehingga mudah untuk digagalkan.
Akhirnya para anggota Peta yang terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer Jepang. Orang yang
berhasil membunuh Jepang langsung dijatuhi hukuman mati, antara lain: dr. Ismangil, Muradi,
Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, danSudarmo.

Dalam persidangan tersebut, Supriyadi sendiri sebagai pemimpin perlawanan tidak diikutsertakan.
Beberapa pihak mengatakan bahwa Supriyadi sesungguhnya sudah ditangkap dan dibunuh secara diam-
diam, ada pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa alias menghilangkan diri tanpa jejak Selain
di Blitar, perlawanan pemuda Peta juga meletus di dua daerah di Aceh, yaitu Buana dan Paudrah.

Pemimpinnya adalah Guguyun Teuku Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan melarikan diri dari asrama
pada November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang berhasil mengancam
keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya rencana perlawanan Teuku Hamid
menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga kemudian muncul kembali perlawanan.

Lahirlah perlawanan Padrah di daerah Bireun, Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala kampung
yang dibantu oleh reguGuguyun. Perlawanan tersebut menelan banyak korban dari pihak Aceh karena
semua yang tertawan akhirnya dibunuh oleh Jepang.

Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh seorang komandan regu bernama Khusaeri. Serangan
pertama tentara Jepang terdesak, namun setelah bala bantuan datang Khusaeri mampu dikalahkan. Di
Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil Peta yang juga dapat dilumpuhkan.
E. AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

Akhir kependudukan Jepang di Indonesia berawal dari dibomnya 2 kota besar di Jepang, yakni Hiroshima
dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 yang mengakibatkan konsentrasi Jepang terhadap
Indonesia goyah dan Jepang pun mengalihkan perhatiannya ke negaranya sendiri.

Tanggal 11 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat pergi ke Dalat untuk
menemui Panglima Tertinggi Terauchi untuk membicarakan kemerdekaan yang sudah dijanjikan pihak
Jepang kepada Indonesia.

Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu sehingga di Indonesia terjadi
kekosongan pemerintahan. Ini menjadi peluang emas bagi bangsa untuk merdeka. Namun golongan tua
ragu-ragu dalam mengambil keputusan tentang rencana proklamasi bagi Indonesia karena mereka ingin
menunggu tindakan dari Jepang masalah pelaksanaan proklamasi. Berbeda dengan golongan tua,
golongan muda justru menginginkan proklamasi harus diselenggerakan secepatnya dan tak usah
menunggu kepastian dari Jepang. Karena perbedaan itulah, golongan muda membawa golongan tua
dengan dalih menghindarkan golongan tua dari pemberontakan peta dan heiho. Namun kenyataannya
tak ada pemberontakan yang dimaksud. Sebenarnya tujuan mereka adalah mendesak golongan tua
untuk segera memproklamasikan Indonesia. Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya golongan
tua pun dipulangkan dan menanggapi positif usulan golongan muda. Dan malam itu pula Ir. Soekarno
dan Moh. Hatta dibawa ke rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan teks Proklamasi. Dan pada
tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 teks proklamasi dibacakan dan menjadikan Indonesia merdeka.

F. PENGARUH JEPANG YANG MASIH TERASA HINGGA KINI

Penjajahan Jepang, seperti Inggris, masuk ke dalam kategori fase kolonial singkat. Kendati singkat,
Jepang memiliki bekas peninggalan budaya yang terus digunakan (atau bermanfaat) bagi bangsa
Indonesia di masa kemudian.

1. Struktur Masyarakat.

Awalnya Indonesia hanya mengenal desa (atau dukuh) selaku susunan pemerintahan terkecil. Namun,
seiring berkembangnya pemerintahan kolonial Jepang, struktur terkecil tersebut dibagi lebih lanjut ke
dalam satuan-satuan yang lebih kecil. Satuannya dinamakan Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga
(RT). Sistem ini telah diaplikasikan di Jepang dengan nama Tonarigumi. Alasan pembentukan RT dan RW
oleh Jepang demi kemudahan administrasi dan kontrol. Jadi, bukan seperti desa asli Indonesia yang
tumbuh alami, tonarigumi digunakan sebagai upaya kendali dan mobilisasi Jepang atas penduduk
Indonesia. Ironisnya, upaya ini justru dilestarikan pemerintah Indonesia. Hingga kini RT dan RW tetap
dipertahankan selaku unit administratif terkecil sekaligus menunjukkan faedahnya bagi kemaslahatan
koordinasi administrasi negara Indonesia modern.
2. Bahasa.

Pendudukan Jepang, di samping berefek negatif, juga memiliki dampak positif dalam budaya bahasa.
Segera setelah Jepang mengusir Belanda, segala hal berbau Belanda dan Barat dilarang di semua toko-
toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan, dan papan-papan nama umum. Bahasa pengganti yang
diperkenankan hanyalah Bahasa Indonesia dan Jepang. Kini mulailah bahasa Indonesia mengalami
perkembangan pesat.[12] Terjadi revolusi sosial di mana budaya Belanda dijungkalkan oleh budaya
Jepang dan Indonesia. Atas desakan tokoh-tokoh Indonesia, tahun 1943 Jepang mengizinkan berdirinya
Komisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia yang pada akhirnya berhasil mengkodifikasi 7.000 istilah
bahasa Indonesia modern (saat itu).

3. Kesenian.

Demi alasan politik anti Barat-nya, Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan)
tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas budayawan Indonesia agar tidak
menyimpang dari tujuan Jepang. Tanggal 29 Agustus 1942, lembaga ini mengadakan pameran karya
pelukis lokal Indonesia seperti Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono
Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa. Selain itu, ia juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel
Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lahirlah lagu-
lagu nasional Kalau Padi Menguning Lagi, Majulah Putra-Putri Indonesia, Tanah Tumpah Darahku. Keimin
Bunka Shidosho juga memungkinkan Nur Sutan Iskandar melahirkan karyanya Tjinta Tanah Sutji, Karim
Halim melahirkan Palawidja, atau Usmar Ismail dengan Angin Fudji. Seni drama karya budayawan
Indonesia juga lahir seperti Api dan Tjitra (temanya pengabdian tanah air) karya Usmar Ismail, Taufan di
atas Asia atau Intelek Istimewa karya Abu Hanifah.

Agustus 1943 Jepang membentuk Persatuan Aktris Film Indonesia (Persafi). Persafi mendorong artis-artis
profesional dan amatir Indonesia bereksperimen dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan bahasa
asing ke bahasa Indonesia. Sandiwara, sebagai salah satu bentuk seni peran, juga berkembang di bawah
pendudukan Jepang karena sebelum Perang Pasifik, pertunjukan sandiwara hampir tidak dikenal di
Indonesia.

4. Militer.

Langsung ataupun tidak langsung, Jepang membantu Indonesia (utamanya pemuda) membentuk
semangat nasionalisme.[13] Jepang melakukan ini lewat tiga cara, yaitu: (1) Pengerahan pemuda; (2)
Pembentukan organisasi semi-militer; dan (3) Pembentukan organisasi militer. Tentu saja, ketiga bentuk
ini dimaksudkan demi kepentingan perang Jepang. Namun, efek sampingnya justru menguntungkan
(bless in disguise) bagi Indonesia.

Pertama, Jepang menyasar kalangan muda Indonesia dari kota dan desa tanpa diskriminasi pendidikan
(berpendidikan ataupun tidak, semua direkrut). Pemuda disasar Jepang karena usia produktifnya, giat,
penuh semangat, dan idealis. Jepang mendidik para pemuda sebagai saudara muda. Mereka
menanamkan nilai seishin (semangat) dan bushido (jiwa satria), dengan penekanan pada kesetiaan dan
bakti kepada tuannya (Jepang). Para pemuda juga dididik kedisiplinan dan upaya psikologis memutus
rasa rendah diri dan semangat budak. Organisasi bentukan Jepang untuk keperluan ini Barisan Pemuda
Asia Raya di tingkat pusat (Jakarta) tanggal 11 Juni 1942 yang dipimpin dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh.
Badan serupa juga dibentuk di daerah-daerah dengan nama Komite Penginsyafan Pemuda. Selain itu,
Jepang juga membentuk Perserikatan Olahraga Pulau Jawa (Tai Iku Kai) tahun 1942, aktivasi kegiatan
senam pagi di sekolah-sekolah, pelatihan baris-berbaris atas pelajar, serta pelatihan beladiri (sumo,
kendo). Organisasi olahraga juga dibentuk dengan nama Gerakan Latihan Olahraga Organisasi Rakyat
(Glora). Sudirman (pebulutangkis, namanya diabadikan jadi nama piala) adalah tokoh yang dihasilkan
dari masa Jepang ini.

Kedua, Jepang membentuk organisasi semi militer seperti seinendan dan keibodan. Saat akhir kekuasaan
Jepang, anggota seinendan mencapai sekitar 500.000 pemuda. Anggota seinendan harus berusia 14–22
tahun, muatan pendidikannya adalah pertahanan diri dan penyerangan. Dalam perang Asia Timur Raya,
Seinendan digunakan Jepang sebagai barisan cadangan dengan tugas utama mengamankan garis
belakang.

Keibodan adalah pembantu polisi. Tugas utamanya penjagaan lalu-lintas dan pengamanan desa. Anggota
keibodan harus berusia 26–35 tahun. Jumlah pemuda Indonesia yang jadi anggota keibodan lebih dari
1.000.000 orang. Di Sumatera, keibodan disebut bogodan sementara di Kalimantan dinamakan borneo
konan hokokudan. Baik seinendan maupun keibodan dibentuk Jepang hingga ke pelosok wilayah
Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, belum pernah ada pengorganisasian massa seperti pernah Jepang
lakukan, bahkan Belanda pun tidak pernah bisa menyainginya.

Kaum perempuan tidak ketinggalan diorganisir Jepang lewat pembentukan fujinkai (himpunan
perempuan). Perempuan keluar dari wilayah domestik menuju publik. Untuk gabung dengan fujinkai,
perempuan harus berusia minimal 15 tahun. Fujinkai diberi pelatihan dasar militer (dengan fungsi utama
mirip seinendan). Fujinkai mengadakan kursus dan ceramah seputar pentingnya menabung,
meningkatkan kesehatan pribadi dan makanan, serta kepalangmerahan.

Jepang membentuk suishintai (barisan pelopor) saat mereka mulai banyak menderita kekalahan dalam
front-front pertempuran. Suishintai dipimpin pergerakan nasionalis Indonesia seperti Sukarno, Oto
Iskandar Dinata, dan Buntaran Martoatmojo. Tugas utama suishintai memperdalam kesadaran rakyat
terhadap kewajibannya dan membangun persaudaraan seluruh rakyat. Jumlah anggota suishintai kira-
kira 60.000 orang dan terkonsentrasi di kota-kota besar. Suishintai juga bertugas melatih pemuda,
mendengarkan pidato tokoh-tokoh nasionalis, dan mendiseminasi muatan pidato kepada orang lain. Ada
juga kelompok suishintai istimewa yang jumlahnya 100 orang di antaranya Supeno, Dipa Nusantara Aidit,
Djohar Nur, Asmara Hadi, Sidik Kertapati, dan Inu Kertapati.

Di masa Jepang juga dibentuk Hizbullah, organisasi semi-militer pemuda di bawah Masyumi. Pimpinan
Hizbullah Zainal Arifin adalah tokoh Nahdlatul Ulama. Usia pemuda yang diterima 17–25 tahun dan
belum berkeluarga. Hizbullah dimaksudkan sebagai cadangan Peta. Selain yang telah disebut, organisasi
semi-militer Jepang lainnya adalah jibakutai dan gakutotai.

Ketiga, Jepang membentuk organisasi militer. Organisasi ini misalnya heiho yang fungsinya membantu
prajurit Jepang dan langsung ditempatkan dalam organisasi militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut.
Hingga berakhirnya pendudukan Jepang, tercatat jumlah heiho sebesar 42.000 orang. Bagi Jepang, heiho
lebih terlatih dalam perang ketimbang Peta karena berada langsung di garis peperangan, baik memegang
senjata anti pesawat terbang, tank, artileri medan, maupun mengemudi. Namun, tidak seperti Peta,
tidak ada heiho yang menjadi perwira.

Peta awalnya diselenggarakan Seksi Khusus Bagian Intelijen Angkatan Darat ke-16 Jepang. Anggota Peta
dilatih dalam seinen dojo (panti pelatihan pemuda). Perwira lulusan seinen dojo angkatan pertama di
antaranya Umar Wirahadikusumah, Kemal Idris, R.A. Kosasih, dan Daan Mogot. Saat seinen dojo
angkatan kedua berakhir, keluarlah perintah membentuk tentara Peta. Jenderal Besar Soeharto adalah
perwira hasil didikan Peta, yang di masa hidupnya berhasil menjabat selaku presiden terlama
Indonesia.BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tujuan Jepang menjadi Negara imperalisme adalah untuk menyamakan kedudukan dengan Negara lain
khususnya Negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis. Dengan melakukan
ekspansionisme ke wilayah – wilayah yang memiliki potensi bahan-bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan industrialisasi di Jepang. Bangsa Jepang mengamankan wilayah-wilayah yang mendukung
proses industrialisasinya, baik wilayah yang memiliki sumber daya alam maupun wilayah yang memiliki
potensi sebagai pasar hasil industrinya khususnya wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam
melimpah. Dan adanya restriksi (pembatasan) imigran jepang yang dilakukan oleh negara-negara barat,
pengaruh ajaran Shinto tentang Hakko I Chi-u (dunia sebagai keluarga).

Dari perkembangan yang bertahap itu Jepang mengalami perkembangan pada saat pemerintahan Kaisar
Meiji khususnya di bidang industri namun karena negara Jepang tidak memiliki bahan yang cukup dari
negaranya sendiri maka Jepang harus mengimpor dari negara lain. Jepang mengalami kekacauan politik
yang berdampak pada melemahnya perekonomian negara. Hal ini mengakibatkan kewibawaan Rezim
Tokugawa di mata bangsa Jepang semakin melemah oleh karena itu melahirkan kesadaran nasional yang
disimbolkan dengan munculnya gerakan anti-orang asing pada tahun 1860an yang dipelopori oleh kaum
bangsawan desa atau kaum samurai rendahan (shishi).

B. SARAN

Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan tentu saja
masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik maupun
saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

http://rico-hamzah.blog.ugm.ac.id/2011/11/12/akhir-pendudukan-jepang-di-indonesia/

http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/perjuangan-indonesia-pada-masa.htmlhttps://id.wikipedia.org/

http://batarahutagalung.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai