BAB 1
PENDAHULUAN
adanya kelainan klinis yang ditimbulkan karena adanya cedera akut pada otak
akibat asfiksia. Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonatus mengalami
berbagai organ, salah satunya otak. Akibat dari adanya hipoksia otak dan atau
pada sel-sel Susunan Saraf Pusat (SSP) yang dikenal sebagai hypoxic-ischemic
encephalopathy (HIE).
utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Dengan
asfiksia sebagai etiologi pada periode intrauterin ataupun perinatal, HIE memiliki
manifestasi klinis antara lain nilai APGAR rendah saat persalinan, asidosis
Prinsip manajemen bayi baru lahir dengan HIE adalah identifikasi awal,
perawatan suportif intensif, dan intervensi untuk menghentikan proses cedera otak
dan non farmakologi. Pilihan utama intervensi non-farmakologi saat ini berupa
terapi cooling (hipotermi), sementara terapi sel punca (stem cell) dan intervensi
2
lanjut.
Oleh karena itu, melalui referat ini penulis ingin membahas lebih dalam
tentang terapi cooling (hipotermi) sebagai terapi utama HIE yang terbukti efektif
mengurangi risiko kematian dan disabilitas pada bayi baru lahir dengan HIE.
Perlu diketahui bahwa prognosis HIE berkisar antara kesembuhan total hingga
manajemen terapi.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kelainan metabolik, toksik atau vaskular, maka hal itu disebut sebagai
adanya kelainan klinis yang ditimbulkan karena adanya cedera akut pada otak
akibat asfiksia. Akibat dari adanya hipoksia otak dan atau penurunan perfusi
pada sel-sel Susunan Saraf Pusat (SSP) yang berdampak pada kematian atau
2.2 Epidemiologi
utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Angka
Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di Amerika Serikat
terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup. 15% hingga 20% bayi dengan
HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai
2.3 Etiologi
1. Faktor ibu:
Hipotensi
Hipoksia
Anemia
Presentasi non-sefalik
Obat-obatan
Oklusi
3. Faktor plasenta:
Abrupsi plasenta
Vaskulitis
4. Faktor fetus/neonatus:
Septikemia
Makrosomia
Distosia bahu
Anomali kromosom
Hipotonia
belajar, retardasi mental, dan gangguan penglihatan dan pendengaran. Sarnat dan
Sarnat membuat klasifikasi derajat HIE pada neonatus dengan usia kehamilan >36
minggu:
6
Sarnat
organ yaitu: otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna, dan sumsum
tulang. Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82%
kasus asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering
7
(26%). Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Respirasi
PPHN
Aspirasi mekonium
2. Sistem Kardiovaskuler
Iskemia miokardium
Hipotensi
3. Ginjal
SIADH
4. Hati
Transaminitis
Koagulopati
5. Metabolik
Asidosis laktat
Hipoglikemia
6. Gastrointestinal
Dismotilitas usus
Enterokolitis nekrotikans
8
2.5 Patofisiologi
dan Thoresen)
1. EEG
diplegia.
2. USG
tidak invasif, murah, dan tanpa paparan radiasi pada neonatus yang
hemodinamis tidak stabil. Selain itu, USG Doppler kranial dapat menilai
9
3. CT-scan
HIE karena tingginya kandungan air pada otak neonatus dan tingginya
4. MRI
Merupakan pencitraan yang paling sensitif dan spesifik untuk bayi yang
resonance imaging) dan berhubungan dengan hasil akhir. MRI pada hari-
2.7 Tatalaksana
Tanda yang mungkin didapat adalah denyut jantung janin abnormal, bayi
umbilikal <7,0 dengan atau base deficit ≥16 mEq/L), diikuti hasil
kejang, serta monitor kegagalan fungsi organ-organ lain. Salah satu faktor
sedang terjadi.
telah diteliti, hingga saat ini tidak ada agen neuroprotektif yang aman dan
Intervensi Farmakologi
radikal bebas yang toksik dan menghambat masuknya kalsium yang berlebih ke
pembentukan radikal bebas yang merusak jaringan dan dapat menjaga sawar
sesaat sebelum persalinan pada bayi yang dicurigai asfiksia janin. Dalam beberapa
dapat memodulasi respons neuronal dan glial. Selain itu, cannabinoid juga
dan mengatur homeostasis kalsium. Makin banyak bukti klinis dan eksperimental
dengan mengikat reseptor EPO di neuron dan glia. Dosis rendah rhEPO (300 atau
500 U/kg) berhubungan dengan penurunan risiko kematian dan disabilitas pada
bayi HIE ringan cukup bulan, sedangkan dosis tinggi rhEPO (2500 U/kg)
terhadap manusia.
Intervensi Non-Farmakologi
1. Terapi Hipotermia
Saat ini terapi hipotermia merupakan terapi utama HIE dan terbukti sangat
efektif mengurangi risiko kematian dan disabilitas bayi baru lahir usia
gestasi ≥36 minggu dengan klasifikasi HIE derajat sedang dan berat.
hipotermia.
bayi dengan cedera otak. Untuk setiap penurunan 1°core temperature, laju
yaitu wholebody cooling dan selective head cooling; belum ada metode
13
Skor APGAR
Saat tepat untuk memulai terapi hipotermi yang efektif dan optimal
adalah sesegera mungkin dalam usia kehidupan enam jam, serta dijaga
antara lain laju dan fungsi jantung, tekanan darah, elektrolit, gas darah,
PENGERTIAN
1. Hipotermia terapeutik adalah upaya menurunkan suhu inti tubuh hingga 33-
34C pada bayi dengan HIE.
2. HIE terjadi karena kerusakan neuron otak akibat asfiksia perinatal. Hipoksia
selular akan menyebabkan kematian sel, kegagalan mitokondria, produksi
nitrit oksida yang toksik, radikal bebas, dan berujung pada kerusakan sel yang
lebih banyak lagi.
3. Hipotermia terapeutik dapat mengurangi apoptosis neuron dengan menurunkan
kecepatan metabolisme otak, mengurangi pelepasan asam amino eksitatorik
(dopamin, glutamat), menurunkan produksi nitrit oksida dan radikal bebas.
4. Hipotermia terapeutik harus dimulai sebelum 6 jam post-natal (periode
laten/windows of opportunity kerusakan neuron).
5. Metode pendinginan (cooling) dapat berupa pendinginan seluruh tubuh
(cooling mattress, blanketroll, space suits) atau selektif pada kepala (ice packs,
cooling cap). Pendinginan seluruh tubuh dapat menghasilkan suhu inti otak
yang lebih rendah dan hipotermia yang lebih homogen pada seluruh area otak
daripada pendinginan selektif kepala.
TUJUAN
1. Hipotermia terapeutik dapat dilakukan sesuai indikasinya pada bayi HIE.
2. Suhu inti tubuh dijaga 33-34C selama 72 jam pada pasien yang mendapat
hipotermia terapeutik.
3. Efek samping hipotermia terapeutik dapat dipantau dan ditatalaksana dengan
baik selama fase cooling, fase maintenance, dan fase rewarming.
4. Minimalisasi risiko komplikasi akibat prosedur hipotermia terapeutik.
5. Perbaikan luaran bayi dengan HIE yang mendapat hipotermia terapeutik.
KEBIJAKAN
1. Hipotermia terapeutik dilakukan pada bayi dengan usia gestasi lebih dari 35
minggu yang mengalami asfiksia neonatal dan HIE yang memenuhi indikasi.
darah (AGD) karena lebih baik daripada AGD kapiler (yang terpengaruh oleh
penurunan perfusi perifer akibat cooling).
8. Lakukan pemeriksaan laboratorium: AGD, laktat, DPL, PT, APTT, glukosa,
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit (Na, K, Cl, Ca ion).
Pemeriksaan ini diulang selama 3 hari pertama (hari 0, hari 1, hari 2)
Pada hari 3 pemeriksaan yang perlu dilakukan lagi adalah: DPL, AGD,
glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, (PT, APTT sesuai klinis)
9. Monitoring aEEG harus segera dimulai untuk membantu mendeteksi adanya
aktivitas kejang.
MEMULAI REWARMING
1. Rewarming dimulai setelah cooling dilakukan selama 72 jam.
2. Tujuan rewarming adalah meningkatkan suhu bayi secara perlahan dalam 12
jam.
3. Naikkan set suhu 0,5C setiap 2 jam (tidak melebihi 0,5C per jam) sampai
18
nekrosis dan apoptosis. Terapi sel punca bertujuan untuk mengganti sel-sel
rusak serta efek pelepasan faktor tropik dan faktor anti-apoptosis yang
memiliki efek antiinflamasi. Akan tetapi, jenis dan sumber sel terbaik
19
penyakit genetik.
2.8 Prognosis
berkorelasi dengan saat dan lamanya cedera, derajat keparahan cedera, dan
manajemen terapi. Bayi dengan pH awal darah tali pusat <6,7 memiliki 90%
Skor APGAR 0-3 pada 5 menit, defisit basa tinggi (>20-25 mmol/L), postur
deserebrasi, lesi basal ganglia-thalamus berat, HIE berat hingga usia 72 jam, dan
Sejak awal, orang tua atau keluarga penderita perlu diberi penjelasan
iskemik. Bila ada kelainan fisik, rehabilitasi medis dilakukan sedini mungkin.
Setelah keluar dari rumah sakit, penderita yang mengalami ensefalopati hipoksik
20
BAB 3
KESIMPULAN
adanya kelainan klinis yang ditimbulkan karena adanya cedera akut pada otak
akibat asfiksia. Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonatus mengalami
berbagai organ, salah satunya otak. Akibat dari adanya hipoksia otak dan atau
pada sel-sel Susunan Saraf Pusat (SSP) yang dikenal sebagai hypoxic-ischemic
encephalopathy (HIE).
utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Dengan
asfiksia sebagai etiologi pada periode intrauterin ataupun perinatal, HIE memiliki
manifestasi klinis antara lain nilai APGAR rendah saat persalinan, asidosis
Prinsip manajemen bayi baru lahir dengan HIE adalah identifikasi awal,
perawatan suportif intensif, dan intervensi untuk menghentikan proses cedera otak
dan non farmakologi. Pilihan utama intervensi non-farmakologi saat ini berupa
terapi cooling (hipotermi) karena terbukti efektif mengurangi risiko kematian dan
disabilitas pada bayi baru lahir dengan HIE, sementara terapi sel punca (stem cell)
hingga kematian; berkorelasi dengan saat cedera, derajat keparahan cedera, dan
manajemen terapi.
22
DAFTAR PUSTAKA