Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi

Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN


PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

Mohammad Faizal Amir


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Surel: faizal.umsida@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh dan tingkat pengaruh pembelajaran
kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Sekolah Dasar. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif jenis penelitian eksperimen, desain penelitian menggunakan
one group pretest-posttest desains, subjek penelitian adalah siswa Sekolah Dasar kelas IV SDN
Penatarsewu, teknik pengumpulan data menggunakan tes, dan analisis data menggunakan uji t dan rumus
eta squared. Hasil pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika
diperoleh thitung > ttabel yakni 15,961 > 1,753. Hal ini menunjukkan ada pengaruh pembelajaran kontekstual
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SD. Sementara itu hasil rumus eta-squared
diperoleh 0,944. Hal ini menunjukkan pembelajaran kontekstual memiliki tingkat pengaruh besar terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa SD.
Kata kunci: Pembelajaran Kontekstual, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

PENDAHULUAN terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan


Hudojo (2001) mengungkapkan masalah dengan berbagai cara
tidak dapat dipungkiri pendidikan penyelesaian (Depdiknas, 2006).
matematika di sekolah, mulai dari Dalam perspektif pendidikan
sekolah dasar ke sekolah lanjut memiliki khusunya dalam pendidikan matematika,
fungsi antara lain untuk mempersiapkan paradigma yang memunculkan
ahli-ahli ilmu pengetahuan dan teknologi kemampuan pemecahan masalah melalui
bahkan sampai kepada ahli perencanaan strategi-strategi yang tepat haruslah
kota. Pernyataan tersebut menunjukkan dipertahankan. Namun di Indonesia
pentingnya pembelajaran matematika paradigma ini masih belum banyak
untuk diajarkan pada setiap jenjang kelas memikat perhatian para guru dalam
di sekolah agar mencetak siswa yang mengelola proses pembelajaran
handal dalam menghadapi perubahan matematika Arifin (2010:112). Selain itu
zaman melalui penguasaan matematika. pembelajaran di sekolah dasar cenderung
Oleh karena sekolah dasar merupakan berorientasi pada buku teks (text book
jenjang pendidikan awal, maka sangat oriented), dan kurang terkait dengan
penting pembelajaran matematika di kehidupan sehari-hari siswa. Dalam
sekolah dasar untuk diperhatikan agar pembelajaran, aktivitas siswa lebih
tidak timbul masalah-masalah lebih banyak pada kegiatan mendengarkan
lanjut. penjelasan guru dan mencatat,
Pemerintah Indonesia menekankan mempelajari matematika langsung pada
pembelajaran matematika hendaknya simbol-simbolnya. Proses belajar
berorientasi pada pemecahan masalah mengajar masih cenderung teacher
serta kemampuan pemecahan masalah centered dan belum banyak yang
bagi siswa. Seperti yang tercantum menerapkan student centered. Sementara
dalam standar isi Kurikulum 2006 bahwa itu kebanyakan guru dalam mengajar
pendekatan pemecahan masalah masih kurang memperhatikan
merupakan fokus dalam pembelajaran kemampuan berpikir siswa dan metode
matematika yang mencakup masalah mengajar yang digunakan kurang
tertutup dengan solusi tunggal, masalah bervariasi Muldash (2011).

34
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

Pernyataan tersebut menunjukkan siswa dalam memecahkan masalah


meskipun kemampuan pemecahan kontekstual adalah pembelajaran
masalah menjadi fokus pemerintah kontekstual atau yang sering juga disebut
dalam pembelajaran matematika, tapi sebagai Contextual Teaching and
dalam kenyataannya kemampuan Learning (CTL).
pemecahan masalah siswa sangat jarang Pembelajaran kontekstual
diperhatikan oleh guru. Guru seringkali melibatkan para siswa dalam aktivitas
hanya mengajar dengan cara paradigma penting yang membantu mereka
lama yakni pembelajaran matematika mengaitkan pelajaran akademis dengan
yang berpusat pada guru yang kurang konteks kehidupan nyata yang mereka
memfasilitasi keberagaman pendapat dan hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,
kesempatan siswa dalam memecahkan para siswa melihat makna di dalam tugas
suatu masalah. sekolah. Ketika para siswa menyusun
Fakta di kelas IV SDN Penatar proyek atau menemukan permasalahan
Sewu Tanggulangin Sidoarjo juga yang menarik, ketika mereka membuat
menunjukkan hal yang serupa yakni pilihan dan menarik tanggung jawab,
kemampuan pemecahan masalah mencari informasi dan menarik
matematika siswa masih tergolong kesimpulan, ketika mereka secara aktif
sangat rendah. Pada kelas IV yang memilih, menyusun, mengatur,
berjumlah 16 siswa diberikan tes untuk menyentuh, merencanakan, menyelidiki,
diketahui kemampuan pemecahan mempertanyakan, dan membuat
masalah, diperoleh bahwa 14 siswa keputusan, mereka mengaitkan isi
tergolong tidak mampu, 2 siswa akademis dengan konteks dalam situasi
tergolong kurang mampu, dan tidak ada kehidupan, dan dengan cara ini mereka
siswa yang masuk kategori mampu. menemukan makna. (Johnson, 2007:35).
Selain itu diperoleh data bahwa selama Apabila dalam pembelajaran
ini pembelajaran cenderung berpusat matematika siswa diberikan masalah
pada guru, dalam pembelajaran guru yang dekat dengan kehidupan mereka
tidak pernah mengorientasikan siswa melalui pembelajaran kontekstual, maka
pada suatu masalah sehari-hari yang siswa akan mencoba untuk
dekat dengan kehidupan siswa dan tidak menghubungkan dan mengkonstruksi
memperhatikan kemampuan pemecahan pemahaman konsep secara teoritis atau
masalah siswa. abstrak sesuai dengan sifat matematika
Padahal sesungguhnya dalam dan pengalaman yang pernah mereka
KTSP 2006 sudah dituangkan bahwa dapat. Pengalaman yang dimaksud
dalam setiap kesempatan, pembelajaran adalah segala aktivitas atau kegiatan
matematika hendaknya dimulai dengan yang pernah siswa alami sebelum
pengenalan masalah yang sesuai dengan pembelajaran atau saat pembelajaran
situasi (contextual problem). Dengan berlangsung. Sehingga diharapkan
mengajukan masalah kontekstual, siswa melalui proses berpikir siswa tersebut,
secara bertahap dibimbing untuk kemampuan analisis siswa dalam
menguasai konsep matematika memecahkan masalah melalui
(Depdiknas, 2006). Oleh karena itu, pembelajaran kontekstual akan
sebaiknya pembelajaran matematika meningkat. Dengan demikian
diawali dengan melatih siswa agar dimungkinkan pembelajaran kontekstual
mampu memecahkan masalah terutama dapat mempengaruhi kemampuan
masalah kontekstual. Salah satu pemecahan masalah matematika siswa.
pembelajaran yang dapat memfasilitasi

35
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

Berdasarkan uraian di atas perlu kembali penyelesaian. Adapun


dilakukan penelitian mengenai penjelasannya sebagai berikut:
optimalisasi kemampuan siswa sekolah 1. Memahami masalah
dasar dalam hal memecahkan masalah Meminta siswa untuk mengulangi
matematika melalui paradigma pertanyaan dan siswa sebaiknya
pembelajaran yang mengorientasikan mampu menyatakan pertanyaan
siswa untuk memecahkan masalah yang dengan fasih, menjelaskan bagian
dekat dengan pengalaman siswa melalui terpenting dari pertanyaan yang
pembelajaran kontekstual. Salah satu hal meliputi: apa yang ditanyakan?, apa
yang dapat dilakukan adalah dengan sajakah data yang diketahui?, dan
meneliti pengaruh pembelajaran bagaimana syaratnya?
kontekstual terhadap kemampuan 2. Merencanakan penyelesaian
pemecahan masalah matematika siswa Untuk menjawab masalah yang
sekolah dasar. ditanyakan, siswa harus membuat
rencana untuk menyelesaikan
Kemampuan Pemecahan Masalah masalah, mengumpulkan informasi-
Matematika informasi atau data-data yang ada dan
Menurut Polya (1973) pemecahan menghubungkan dengan beberapa
masalah merupakan usaha untuk mencari fakta yang berhubungan dan sudah
jalan keluar dari suatu kesulitan untuk pernah dipelajari sebelumnya.
mencapai tujuan yang tidak segera dapat 3. Menyelesaikan masalah
tercapai. Sejalan dengan pendapat ini, Siswa menyelesaikan masalah sesuai
Hudojo (2001:162) suatu pertanyaan dengan rencana penyelesaian, siswa
akan merupakan masalah hanya jika harus yakin bahwa setiap langkah
siswa tidak mempunyai aturan atau sudah benar.
hukum tertentu yang segera dapat 4. Memeriksa kembali hasil yang
dipergunakan untuk menemukan diperoleh
jawaban pertanyaan tersebut. Dengan memeriksa kembali hasil
Hudojo (1988:3) matematika yang diperoleh dapat menguatkan
berkenaan dengan ide-ide atau konsep pengetahuan mereka dan
abstrak yang tersusun secara hirarkis dan mengembangkan kemampuan mereka
penalaran yang digunakan deduktif. menyelesaikan masalah, siswa harus
Dengan demikian dalam konteks mempunyai alasan yang tepat dan
siswa menyelesaikan soal matematika yakin bahwa jawabannya benar, dan
dapat diketahui bahwa kemampuan kesalahan akan sangat mungkin
pemecahan masalah matematika terjadi sehingga pemeriksaan kembali
merupakan kesanggupan siswa dalam perlu dilakukan.
mencari penyelesaian soal matematika
yang tidak segera dapat diselesaikan atau Pembelajaran Kontekstual
belum tampak jelas penyelesaiannya. Pembelajaran kontekstual atau
Penyelesaian soal matematika memiliki Contextual Teaching and Learning
sifat abstrak dan tersusun secara hirarkis. (CTL) merupakan konsep yang
Polya (1973:6) menyatakan ada membantu guru mengaitkan antara
empat langkah yang harus dilakukan materi yang diajarkannya dengan situasi
dalam pemecahan masalah, yaitu (1) dunia nyata dan mendorong siswa
memahami masalah, (2) merencanakan membuat hubungan antara pengetahuan
penyelesaian, (3) melaksanakan rencana yang dimilikinya dengan penerapannya
penyelesaian, dan (4) memeriksa dalam kehidupan mereka sebagai

36
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

anggota keluarga dan masyarakat. melalui kerjasama dengan orang


(Suprijono, 2010:79-80). Menurut lain. Kerja sama dapat dilakukan
Johnson (2007) penemuan makna adalah dalam berbagai bentuk baik dalam
ciri utama dari pembelajaran kelompok belajar secara formal
kontekstual. Makna ini dapat diperoleh maupun dalam lingkungan yang
apabila siswa menghubungkan muatan terjadi secara alamiah. Hasil belajar
akademis dengan konteks dari kehidupan dapat diperoleh dari hasil sharing
sehari-hari mereka. Konteks dalam hal dengan orang lain, antar teman,
ini dapat dipamahi sebagai pola antar kelompok, yang sudah
hubungan-hubungan di dalam memberi tahu pada yang belum
lingkungan langsung siswa. tahu, yang pernah memiliki
Sanjaya (2006) menyebutkan 7 pengalaman membagi
komponen yang melandasi pembelajaran pengalamannya pada orang lain.
kontekstual yakni konstruktivisme, 5. Pemodelan
inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, Pemodelan adalah proses
pemodelan, refleksi, dan penilaian pembelajaran dengan
autentik. memperagakan sesuatu sebagai
Adapun penjelasan dari masing- contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
masing komponen dalam pembelajaran Proses pemodelan pembelajaran
kontekstual sebagai berikut: kontekstual tidak terbatas dari guru
1. Konstruktivisme saja, akan tetapi dapat juga guru
Konstruktivisme adalah proses memanfaatkan siswa yang dianggap
membangun atau menyusun memiliki kemampuan. Proses ini
pengetahuan baru dalam struktur dilakukan agar siswa terhindar dari
kognitif siswa berdasarkan pembelajaran yang teoritis-abstrak
pengalaman sendiri, dalam yang dapat memungkinkan
pembelajaran kontekstual proses ini terjadinya verbalisme.
dilakukan agar pengetahuan yang 6. Refleksi
diperoleh siswa bermakna. Refleksi adalah proses pengendapan
2. Inkuiri pengalaman yang telah dipelajari
Inkuiri dalam pembelajaran yang dilakukan dengan cara
kontekstual terletak pada proses mengurutkan kembali kejadian atau
yang didasarkan pada pencarian dan peristiwa pembelajaran yang telah
penemuan melalui proses berpikir dilaluinya. Dalam pembelajaran
secara sistematis. kontekstual, refleksi dilakukan di
3. Bertanya akhir setiap proses pembelajaran
Bertanya dapat dipandang sebagai dengan cara guru memberikan
refleksi dari keingintahuan individu, kesempatan siswa untuk mengingat
sedangkan menjawab pertanyaan apa yang telah dipelajarinya.
mencerminkan kemampuan individu 7. Penilaian autentik
dalam berpikir. Dalam pembelajaran Penilaian autentik adalah proses
kontekstual, guru tidak hanya yang dilakukan guru untuk
menyampaikan informasi tapi mengumpulkan informasi tentang
memancing agar siswa menemukan perkembangan belajar yang
sendiri konsep yang dipelajari. dilakukan siswa. Dalam
4. Masyarakat belajar pembelajaran kontekstual, penilaian
Konsep masyarakat belajar dalam autentik ditekankan tidak hanya
pembelajaran kontekstual diperoleh pada aspek hasil belajar atau hasil

37
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

tes akan tetapi juga proses belajar populasi penelitian ini adalah seluruh
melalaui penilaian nyata. siswa kelas IV SDN Penatarsewu
Tanggulangin Sidoarjo pada tahun ajaran
METODE PENELITIAN 2015/2016 yang berjumlah 16 siswa.
Penelitian ini menggunakan Sementara itu sampel adalah sebagian
pendekatan kuantitatif dengan jenis subjek atau wakil populasi yang diteliti
penelitian eksperimen dan menggunakan (Arikunto, 2006:131). Penelitian ini
desain pre-eksperimental designs karena merupakan penelitian populasi karena
selain pembelajaran kontekstual sebagai semua siswa dijadikan sebagai subjek
variabel independen masih terdapat penelitian (Arikunto, 2006:130). Dengan
variabel luar yang mempengaruhi demikian anggota populasi dan sampel
kemampuan pemecahan masalah penelitian ini adalah sama. Menurut
matematika sebagai variabel depeden. Sugiono (2013:124) apabila semua
Bentuk pre-eksperimental designs yang anggota populasi digunakan sebagai
digunakan adalah one-group pretest- sampel, maka teknik pengambilan
posttest designs (Sugiono, 2013:109). sampel yang digunakan adalah sampling
jenuh. Peneliti menggunakan teknik
O1 X O2 tersebut karena peneliti ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang
Gambar 1.1 Desain Penelitian
Keterangan sangat kecil.
O1 = Nilai pretest (sebelum diterapkan Teknik pengumpulan data
pembelajaran kontekstual) penelitian ini menggunakan tes, menurut
X = Perlakuan (penerapan pembelajaran
kontekstual) Arikunto (2006:223) untuk mengukur
O2 = Nilai posttest (sesudah diterapkan ada atau tidaknya serta besarnya
pembelajaran kontekstual) kemampuan objek yang diteliti
Populasi adalah keseluruhan subjek digunakan tes. Dalam penelitian ini tes
dalam penelitian (Arikunto, 2006:130), dimaksudkan untuk mendapatkan data --
Tabel 1.1 Aturan Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Aspek yang dinilai Reaksi terhadap soal/masalah Skor
Memahami masalah a. Tidak memahami masalah/tidak ada jawaban 0
b. Tidak mengindahkan syarat-syarat soal/interpretasi soal kurang 1
tepat
c. Tidak ada jawaban yang salah 2
Merencanakan a. Tidak ada rencana strategi penyelesaian 0
penyelesaian b. Strategi yang dijalankan kurang relevan 1
c. Menggunakan satu strategi tertentu tetapi tidak dapat 2
dilanjutkan/salah langkah
d. Menggunakan satu strategi tertentu tetapi mengarah pada 3
jawaban yang salah
e. Menggunakan beberapa strategi yang benar dan mengarah pada 4
jawaban yang benar pula
Melaksanakan a. Tidak ada penyelesaian sama sekali 0
penyelesaian b. Ada penyelesaian, tetapi prosedur tidak jelas 1
c. Menggunakan satu prosedur tertentu yang mengarah kepada 2
jawaban yang benar
d. Menggunakan satu prosedur tertentu yang benar tetapi salah 3
dalam menghitung
e. Menggunakan prosedur tertentu yang benar dan hasil yang benar 4
Mengecek kembali a. Tidak diadakan pengecekan jawaban 0
jawaban b. Pengecekan hanya pada jawaban (perhitungan) 1
c. Pengecekan hanya pada proses 2
d. Pengecekan terhadap proses dan jawaban 3
(Adopsi Upu, 2003:96-97)

38
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

mengenai kemampuan pemecahan di kelas yang lebih tinggi di SDN


masalah matematika siswa sebelum dan Penatarsewu yaitu pada kelas VI.
sesudah diberikan perlakuan berupa Uji validitas TKPM yang
pembelajaran kontekstual. Tes tersebut digunakan adalah validitas konstruk
diberikan kepada siswa melalui dengan analisis faktor yang terlebih
instrumen pemecahan masalah dahulu dilakukan expert judge
matematika yang peneliti buat (konsultasi ahli), sedangkan uji
berdasarkan langkah-langkah pemecahan reliabilitas menggunakan teknik Alfa
masalah Polya yakni memahami Cronbach dengan taraf signifikansi 5%.
masalah, merencakan penyelesaian, Uji validitas konstruk TKPM dengan 4
melaksanakan perencanaan, dan faktor dan 16 butir soal essay, serta
memeriksa kembali jawaban. banyak anggota sampel 20 diperoleh
Untuk mengukur kemampuan koefisien korelasi ke 4 faktor dan 16
pemecahan masalah siswa, peneliti butir soal lebih dari 0,30. Faktor yang
menggunakan aturan penskoran yang dimaksud adalah indikator kemampuan
dikembangkan oleh Upu berdasarkan pemecahan masalah yakni memahami
langkah-langkah pemecahan masalah masalah (faktor 1), merencanakan
Polya pada Tabel 1.1. Selanjutnya untuk penyelesaian (faktor 2), melaksanakan
menginterpretasikan kemampuan penyelesaian (faktor 3), dan memeriksa
pemecahan masalah matematika, peneliti kembali penyelesaian (faktor 4).
mengkonversikan total skor siswa pada Sedangkan uji reliabilitas didapatkan
interval nilai 0-100. nilai Alfa > r tabel pada taraf signifikan
Dari Tabel 1.1 dengan interval 5% yakni 0,964 > 0,444. Maka TKPM
nilai 0-100 peneliti dapat memiliki konstruksi dan butir soal yang
mengelompokkan level kemampuan valid dan reliabel untuk mengukur
pemecahan masalah siswa berdasar total kemampuan pemecahan masalah
skor yang diperoleh dalam memecahkan matematika.
masalah pada Tabel 1.2. Sebelum dilakukan analisis data
Tabel 1.2 Level Kemampuan Pemecahan melalui uji hipotesis untuk mengetahui
Masalah Matematika ada atau tidak pengaruh sesudah
Interval Skor Level
diberikan perlakuan berupa
Kemampuan
69 < L ≤ 100 Mampu pembelajaran kontekstual terhadap
31 < L ≤ 69 Cukup mampu kemampuan pemecahan masalah,
0 ≤ L ≤ 31 Tidak mampu peneliti melakukan uji prasyarat yakni
Keterangan : uji normalitas data untuk mengetahui
L = Level Kemampuan Pemecahan Masalah
apakah populasi tempat pengambilan
Instrumen untuk mengukur data kemampuan pemecahan masalah
kemampuan pemecahan masalah berdistribusi normal. Peneliti
matematika siswa berbentuk tes, menggunakan uji normalitas dengan
instrumen Tes Kemampuan Pemecahan memakai rumus chi-kuadrat, kriteria
Masalah (TKPM) sebelum digunakan yang dipakai adalah jika harga 𝑋 2 >
harus memiliki kriteria valid dan reliabel 𝑋 2 tabel maka populasi tidak
agar mendapatkan data kemampuan berdistribusi normal, sebaliknya jika
pemecahan masalah matematika siswa harga 𝑋 2 < 𝑋 2 tabel maka populasi
yang valid dan reliabel pula. berdistribusi normal (Arikunto,
Untuk menguji validitas dan 2006:320)
reliabilitas TKPM, peneliti mengujinya Dari uji normalitas didapatkan
X²hitung < X²tabel yakni 9,900 < 11,070

39
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

dengan dk (derajat kebebasan) 6-1=5 dan HASIL DAN PEMBAHASAN


taraf signifikan 5%, sehingga data yang Hasil analisis data untuk
digunakan merupakan data yang mengetahui ada atau tidak pengaruh
berdistribusi normal. pembelajaran kontekstual terhadap
Uji hipotesis penelitian yang kemampuan pemecahan masalah
dilakukan peneliti menggunakan rumus matematika dapat dilihat pada Tabel 1.4.
t-test Arikunto (2006:86). Pembelajaran Pada Tabel 1.4 diperoleh nilai rata-
kontekstual dikatakan berpengaruh rata pretest siswa sebesar 23,00 artinya
terhadap kemampuan pemecahan sebelum diberikan perlakuan berupa
masalah matematika apabila t hitung > t pembelajaran kontekstual, rata-rata
tabel pada taraf signifikan 5%, kemampuan pemecahan masalah
sebaliknya apabila t hitung ≤ t tabel matematika siswa berada pada level
pada taraf signifikan 5% maka tidak mampu. Sedangkan nilai posttest
pembelajaran kontekstual dikatakan siswa sebesar 72,25 artinya sesudah
tidak berpengaruh terhadap kemampuan diberikan perlakuan berupa
pemecahan masalah matematika. pembelajaran kontekstual, rata-rata
𝑀𝑑 kemampuan pemecahan masalah
𝑡 =
𝑥 2𝑑 matematika siswa berada pada level
𝑁(𝑁 − 1)
Keterangan
mampu. Hal ini menginterpretasikan
t : harga t bahwa adanya peningkatan kemampuan
Md : mean dari deviasi (d) antara post-tes dan pemecahan masalah matematika siswa
pre-test
Xd : perbedaan deviasi dengan mean deviasi
setelah diberikan perlakuan berupa
n : banyaknya subjek pembelajaran kontekstual.
df : atau db adalah n-1 Hasil perhitungan rumus t-test
Untuk mengetahui tingkat diperoleh thitung sebesar 15,961,
pengaruh pembelajaran kontekstual sementara itu nilai ttabel pada taraf
terhadap kemampuan pemecahan signifikan 5% adalah 1,753 maka dapat
masalah dilakukan langkah-langkah disimpulkan bahwa thitung > ttabel yang
perhitungan menurut Pallant (2011:247) artinya pembelajaran kontekstual
sebagai berikut: berpengaruh terhadap kemampuan
1. Menghitung rumus eta squared pemecahan masalah matematika siswa.
t2 Dari hasil perhitungan
eta squared =
t 2 + (n − 1)
menggunakan rumus eta squared
2. Mengkonfersikan harga t pada
diperoleh nilai eta squared sebesar
kategori tingkat pengaruh
Tabel 1.3 Tingkat Pengaruh Pembelajaran Kontekstual
0,944. Berdasarkan Tabel 1.3 nilai 0,944
Interval Harga t Keterangan berada pada tingkat pengaruh besar. Hal
0,01 ≤ t < 0,06 Pengaruh kecil
ini menunjukkan bahwa pembelajaran
0,06 ≤ t < 0,14 Pengaruh sedang
t ≥ 0,14 Pengaruh besar kontekstual memberikan pengaruh yang
Keterangan besar terhadap kemampuan pemecahan
t : harga t
n : banyaknya subjek
masalah matematika siswa.
Tabel 1.4 Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Keterangan Pretest Postest Gain (d) 𝑴𝒅 𝒙𝟐 𝒅 n thitung ttabel
Total Nilai 368 1156 788 49,25 37,75 16 15,961 1,753
Nilai Rata-Rata 23,00 72,25
Level Tidak Mampu
Mampu
Keterangan d : selisih nilai posttest dan pretest
Md : mean dari deviasi (d) antara post-tes dan pre-test
𝑥 2𝑑 : jumlah kuadrat antara perbedaan deviasi dengan mean deviasi
n : banyaknya subjek

40
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

Menurut Trianto (2007:104) adanya memecahkan masalah


melalui pembelajaran kontekstual siswa- kontekstual melalui aktivitas yang
mampu secara independen menggunakan dialami sendiri dan dekat dengan
pengetahuannya untuk menyelesaikan kehidupan mereka.
masalah-masalah baru dan belum pernah
dihadapi, serta memiliki tanggung jawab DAFTAR PUSTAKA
yang lebih terhadap belajarnya seiring
dengan peningkatan pengalaman dan Arifin, Zaenal. 2010. Membangun
pengetahuan siswa. Selain itu menurut Kompetensi Pedagogis Guru
pendapat Tim MKPBM Jurusan Matematika (Landasan Filosofi,
Pendidikan Matematika UPI (2001) Histori, dan Psikologi).
untuk memperoleh kemampuan dalam Surabaya: Lentera Cendekia.
pemecahan masalah, siswa harus banyak Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian:
pengalaman dalam memecahkan Suatu Pendekatan Praktik.
berbagai masalah. Hal ini menunjukkan Jakarta: Rineka Cipta.
apabila pembelajaran kontekstual Depdiknas. 2006. Peraturan Mendiknas
diterapkan oleh guru untuk memfasilitasi No 22 Tahun 2006 Standar Isi.
siswa secara berkala dan Jakarta: Depdiknas.
berkesinambungan maka dapat membuat Hudojo, Herman. 1988. Mengajar
kemampuan pemecahan masalah siswa Belajar Matematika. Jakarta
khusunya dalam mata pelajaran Depdikbud.
matematika akan meningkat. Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran
KESIMPULAN Matematika. Universitas Negeri
Berdasarkan analisis data dan Malang.
pembahasan dapat disimpulkan sebagai Johnson, E.B. 2007. Contextual
berikut: ada pengaruh pembelajaran Teaching & Learning:
kontekstual terhadap kemampuan Menjadikan Kegiatan Belajar-
pemecahan masalah matematika siswa Mengajar Mengasikkan dan
SD. Sementara itu pembelajaran Bermakna. Bandung: Mizan
kontekstual memiliki tingkat pengaruh Media Utama.
besar terhadap kemampuan pemecahan Muldash, M.P. 2011. Pengembangan
masalah siswa SD. Modul Matematika Kontekstual
Materi Bangun Datar Kelas V
SARAN SD. Tesis. Surabaya: Pasca
Diharapkan penelitian ini dapat Sarjana Unesa tidak
memberikan masukan bagi para pendidik dipublikasikan.
khususnya bagi para pendidik yang akan Pallant, Julie. 2011. SPSS Survival
mengajarkan matapelajaran matematika. Manual: A Step by Step Guide
Karena orientasi sesungguhnya to Data Analysis Using SPSS
pembelajaran matematika adalah pada 4th edition. Australia: Allen &
kemampuan pemecahan masalah siswa, Unwin.
selain itu objek matematika abstrak dan Polya, G. 1973. How To Solve It, A New
banyak siswa yang tidak tertarik dengan Aspect of Mathematical Method.
matematika, hendaknya siswa difasilitasi New Jersey: Princenton University
dengan pembelajaran kontekstual agar Press.
kemampuan pemecahan masalah siswa
lebih baik dan siswa termotivasi dengan

41
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7

Sanjaya, Wina. 2013. Strategi


Pembelajaran: Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative
Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Surabaya: Pustaka
Belajar.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UPI. 2001.
Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA.
Trianto. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Upu, Hamzah. 2003. Problem Posing
dan Problem Solving dalam
Pembelajaran Matematika.
Bandung: Pustaka Ramadhan.

42

Anda mungkin juga menyukai