Presentasi Kasus DF
Presentasi Kasus DF
Seorang Anak Laki-laki 7 Tahun 3 Bulan dengan Dengue Fever dan Gizi Baik
Oleh :
Agnes Yessy Pratiastuti G99162
Henry Aldezzia Pratama G99162135
Pembimbing :
dr Muh. Riza, SpA(K).MKes
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. HDY
Tanggal Lahir/ Usia : 15 April 2010/ 7 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Mojolaban, Sukoharjo
BB : 21 kg
TB : 126 cm
Tanggal masuk : 10 Juli 2017
Tanggal Pemeriksaan : 11 Juli 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 5 hari SMRS pasien mulai mengalami demam. Demam tinggi
terus menerus, turun setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian demam lagi.
Batuk (-), pilek (-), perdarahan (-), makan dan minum masih seperti biasa, buang air
besar dan air kecil masih seperti biasa. Pada saat itu pasien tidak berobat, hanya
minum parasetamol saja.
Hari pasien masuk rumah sakit pasien masih demam, pilek (-), batuk (-),
keluar cairan dari telinga (-), perdarahan (-), nafsu makan mulai menurun, minum
(+) banyak, muntah (+) 2x, karena merasa khawatir pasien berobat ke RS Swasta. Di
RS Swasta pasien dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb= 11.4; AL= 3.1; AT=
118; Hct= 32.8%, pasien disarankan rawat inap tetapi tidak mau, pasien
menghendaki rawat inap di RSUD Dr. Moewardi.
Saat di IGD pasien sudah tidak demam, pilek (-), batuk (-), perdarahan (-),
sesak napas (-), keluar cairan dari telinga (-), makan (+) sedikit-sedikit, minum (+)
banyak, nyeri perut (-), buang air besar masih seperti biasa, buang air kecil (+)
warna kuning jernih, terakhir buang air kecil 2 jam SMRS, nyeri-nyeri pada sendi (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap : (+)
Riwayat demam berdarah : (+), 3 tahun yang lalu rawat inap
selama 5 hari
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit DBD : (+) sepupu
Riwayat batuk pilek : (+)
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat Lingkungan
Riwayat lingkungan sekitar DBD : (+) tetangga
Penampungan air : selalu tertutup dan dikuras teratur
seminggu 3x
Pemeriksaan jentik : (+)
6. Riwayat Kehamilan
Status ibu P4A0, dengan usia ibu saat hamil 30 tahun tanpa adanya penyulit
kehamilan, rutin kontrol dan tanpa konsumsi obat-obatan. Kesan kehamilan dalam
batas normal
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan, usia kelahiran cukup bulan dan berat lahir 3100 gram,
panjang badan 51 cm, langsung menangis, tidak biru, gerak kuat.. Kondisi bayi
baik dan tidak didapatkan adanya kelainan bawaan.
8. Riwayat Postnatal
Ibu pasien rutin membawa pasien ke Posyandu setiap bulan untuk timbang
badan dan berat badan.
9. Status Imunisasi
0 bulan : Hepatitis B1
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan : DPT-1, HepB-2, Polio 2
3 bulan : DPT-2, HepB-3, Polio 3
4 bulan : DPT-3, HepB-4, Polio 4
9 bulan : Campak
Kesimpulan : Imunisasi lengkap sesuai IDAI 2007.
10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan: usia 7 tahun , BB 21 kg, TB 126 cm.
Kesan : pertumbuhan sesuai usia.
Riwayat perkembangan:
Pasien saat ini sekolah SD, Tidak merasa kesulitan untuk mengikuti pelajaran, tidak
pernah tinggal kelas dan memiliki banyak teman
Kesan: Riwayat perkembangan dalam batas normal
11. Riwayat Nutrisi
Saat ini pasien berusia 7 tahun, pasien rutin makan 3x sehari, sering makan
buah buahan, sayur dagng dan ikan
12. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, dan berobat dengan menggunakan
BPJS
Kesan: riwayat sosial ekonomi cukup
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Derajat kesadaran : Kompos mentis (E4V5M6)
Derajat gizi : kesan baik
2. Tanda vital
BB : 21 kg
TB : 126 cm
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 99x/menit, kuat
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.5º C
Saturasi : 98%
3. Perhitungan Status Gizi
a) Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), wajah nampak tua (-)
Mata : edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), cekung (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), pecah-pecah (-)
Thoracoabdomen : Iga gambang (-), baggy pants (-), wasting muscle (-)
Ekstremitas : wasting muscle (-)
Status gizi secara klinis : baik
b) Secara Antropometris
Umur : 7 tahun 3 bulan, BB : 21 kg, TB : 126 cm
BB/U : p10< p <p25
TB/U : p90 < p <p97
BB/TB : 21/23x100%= 91% (Gizi Baik)
Kesan Gizi : gizi baik
4. Kepala
Mesocephal, wajah dismorfik (-)
5. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cekung (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
isokor (+3 mm/+3mm), reflek cahaya (+/+), air mata (+/+)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah kotor dan hiperemis (-)
8. Telinga
Normotia, Nyeri Tragus (-), Sekret (-/-), serumen (-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis(-), faring hiperemis (-), pseudo membran
(-)
10. Leher
Bentuk : normocolli
Trakea : di tengah
Kelenjar tiroid : tidak membesar
JVP : tidak meningkat
11. Limphonodi
Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
12. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-).
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV LMCS
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising(-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) daerah epigastrium, hepar dan lien tidak teraba
14. Urogenital : dalam batas normal
15. Anorektal : dalam batas normal
16. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Spastik Klonus
- - - - - - - - ADP kuat
- - - - - - - - CRT < 2 detik
Petekie Rumple Leed
(+) 10 bintik merah
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 11 Juli 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hematokrit 36 % 35-45
INDEKS ERITROSIT
PDW 19 % 25-65
HITUNG JENIS
E. RESUME
Anamnesis: Kurang lebih 5 hari SMRS pasien mulai mengalami demam. Demam
tinggi terus menerus, turun setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian
demam lagi, muntah (+) 2x, nyeri tekan di ulu hati (+), karena merasa khawatir
pasien berobat ke RS Swasta. Di RS Swasta pasien dilakukan pemeriksaan lab
dengan hasil leukopenia dan trombositopenia.
Pemeriksaan fisik: anak tampak kompos mentis (GCS E4V5M6), Tanda-tanda
vital, TD : 100/70 mmHg; Nadi : 99x/menit, kuat; Pernafasan : 20x/menit; Suhu:
36.5ºC, konjungtiva anemis (-/-), thorax dan abdomen dalam batas normal, CRT<
2 detik, ADP kuat, Petekie Rumple Leed Positif 10 bintik merah.
Pemeriksaan lab: AL: 3 ribu/ul; AT 107 ribu/ul
F. DAFTAR MASALAH
Anak laki-laki usia 7 tahun 3 bulan dengan :
1. Riwayat demam 5 hari SMRS
2. Muntah
3. Nyeri ulu hati
4. Rumple Leed (+)
5. Leukopenia (3 ribu/ul; N: 4.5-14.5 ribu/ul)
6. Trombositopenia (107 ribu/ul; N:150-450 ribu/ul)
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Dengue fever dd: DHF Grade 1
Gastroenteritis
ISK
2. Gizi baik
H. DIAGNOSIS KERJA
1. Dengue fever
2. Gizi baik
I. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Rawat inap
2. Diet nasi lauk 1400kkal/hari
3. Infus D5 ¼ NS 56 cc/jam
4. Parasetamol 10mg/kgBB = 200mg prn
J. PLANNING
1. Urinalisis
2. Feses rutin
3. DL2, GDT
4. IgM dan IgG anti dengue
K. MONITORING
1. KU/VS/TD/4jam
2. Awasi perdarahan
3. DL2/8jam
L. EDUKASI
1. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien, upaya pencegahan penularan
penyakit, kondisi pasien
2. Edukasi mengenai tanda-tanda syok
3. Edukasi mengenai 3M
M. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP PASIEN
12 Juli 2017
S: Pusing, nyeri ulu hati, tidak ada perdarahan, batuk berdahak, demam, tidak ada bintik-
bintik merah
O: Tampak sakit sedang, composmentis
TD: 110/80mmHg HR: 115x/menit RR: 24x/menit t: 37.3°C
BC: 194,69ml/hari D: 1,17ml/kg/jam
Mata: CA (-/-), SI(-/-)
Hidung: napas cuping hidung (-/-)
Mulut: sianosis (-), mukosa basah (+)
Pulmo: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor: bunyi jantung I-II reguler, bising (-)
Abdomen: I: dinding dada sejajar dinding perut
A: Bising usus (+) normal
P: Timpani
P: Nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral dingin - - CRT< 2 detik
- - ADP (+) kuat
- -
Oedem - -
Petekie - -
- -
A: Dengue fever
Gizi baik
P: Diet nasi lauk 1400kkal/hari
Infus maintenance inf.D5 ¼ NS 56 cc/jam
Parasetamol 10mg/kgBB = 200mg prn
13 Juli 2017
S: Tidak demam, tidak ada perdarahan, batuk berdahak, demam, tidak ada bintik-bintik
merah, tidak mual, tidak muntah
O: Tampak sakit sedang, composmentis
TD: 90/60mmHg HR: 76x/menit RR: 24x/menit t: 36.5°C
BC: 647ml/hari D: 4,7ml/kg/jam
Mata: CA (-/-), SI(-/-)
Hidung: napas cuping hidung (-/-)
Mulut: sianosis (-), mukosa basah (+)
Pulmo: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor: bunyi jantung I-II reguler, bising (-)
Abdomen: I: dinding dada sejajar dinding perut
A: Bising usus (+) normal
P: Timpani
P: Nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral dingin - - CRT< 2 detik
- - ADP (+) kuat
- -
Oedem - -
Petekie - -
- -
A: Dengue fever
Gizi baik
P: Diet nasi lauk 1400kkal/hari
Infus maintenance inf.D5 ¼ NS 56 cc/jam
Parasetamol 10mg/kgBB = 200mg prn
FOLLOW UP PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium 12 Juli 2017 (01.43)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hematokrit 37 % 35-45
INDEKS ERITROSIT
HITUNG JENIS
HEMATOLOGI RUTIN
Hematokrit 35 % 35-45
INDEKS ERITROSIT
HITUNG JENIS
SEROLOGI
HEMATOLOGI RUTIN
Hematokrit 36 % 35-45
INDEKS ERITROSIT
HITUNG JENIS
Demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia, dan 1.229 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 100.347 orang dan
jumlah kasus meninggal sebanyak 907 penderita (Depkes, 2015).
Menurut WHO tahun 2009 salah satu penyakit dengan gejala klinis demam tinggi
mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Infeksi
dengue memiliki gejala demam tinggi mendadak 2-7 hari, selain itu diikuti pula dengan
adanya gejala klinis lain berupa manifestasi perdarahan baik spontan maupun diprovokasi,
hepatomegali, dan syok. Pada pasien ini didapatkan gejala demam dan rumple leed (+) yang
menguatkan pada diagnosis demam dengue.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan dengan
penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan suatu tes yaitu uji
tourniquet untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah infeksi dengue. Pada pasien ini
dilakukan uji tourniquet untuk melihat apakah adanya manifestasi perdarahan yang biasanya
terdapat pada infeksi dengue. Hasil uji tourniquet pada pasien ini positif yang menunjukan
adanya manifestasi perdarahan.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan demam tinggi mendadak
selama lima hari, berkurang dengan obat penurun panas namun naik lagi. Pasien tidak
mengeluh batuk, pilek, sesak, dan muntah. Sepupu pasien mengalami sakit atau keluhan
serupa dengan pasien, begitu juga dengan tetangga pasien yang rumahnya berjarak ± 300 m
dari rumah pasien ada terjangkit demam berdarah. Keadaan umum pasien saat dibawa ke
IGD RSDM tampak sakit sedang dengan kesan gizi baik (klinis). Dari pemeriksaan fisik
didapatkan suhu 36,5oC, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 99x/menit, laju nafas 20 x/menit,
SiO2 98%,ADP teraba kuat, dan uji tourniquet (+).
Selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan uji laboratorium dengan
menggunakan sample darah pasien. Hasil uji laboratorium saat pasien datang ke IGD
menunjukkan kadar leukosit dan trombosit pasien yang turun yaitu 3.000/ul dan 107.000 ul.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium di atas dapat
disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratoris yang mendukung ke arah
Dengue Fever (DF) menurut klasifikasi WHO tahun 1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997
untuk menegakkan diagnosis DF dapat dengan memenuhi kriteria klinis dan laboratoris.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada pasien DF
sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO 2011 pasien tersebut dapat dirawat inap di
pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Menurut WHO 2011 pasien
tersebut memenuhi kriteria rawat inap berupa adanya tanda bahaya pada demam dengue yaitu
: adanya peningkatan hematokrit yang bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit. Tata
laksana yang tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dengue
hemorraghic fever atau demam berdarah dengue (DBD). Pengobatan pada saat dirawat inap
pasien tersebut diberikan terapi penggantian cairan dan terapi simptomatis. Terapi cairan
meliputi jenis dan jumlah cairan yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan
untuk pasien DBD. Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45 %,
kecuali bagi pasien usia < 6 bulan. Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan
hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam ruang intravascular sedangkan cairan
isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intrseluler dan ekstraseluler.
Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis.
Pada pasien ini diberikan cairan kristaloid isotonik berupa maintenance D5 1/4NS.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue (IDAI), pasien
yang datang dengan kondisi syok, diberikan tatalaksana oksigen nasal 2 lpm, infus R asering
10-20 mL/kgBB dalam 1 jam. Apabila kondisi umum dan vital sign terdapat perbaikan, maka
cairan dapat diturunkan hingga 10 mL/kgBB. Jika kondisi stabil pemberian cairan dapat
diturunkan secara bertahap menjadi 7 ml/kgBB, 5 mL/kgBB, 3 mL/kgBB, 1,5 mL/kgBB
hingga pada dosis maintainance. Pada pasien diberikan cairan dengan kecepatan 56 mL/jam
dikarenakan kondisi pasien masih stabil, tidak didapatkan tanda- tanda syok. Volume cairan
yang diberikan pada pasien DHF disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan temuan
laboratorium. Pada pasien dengan obesitas pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena
mudah terjadi kelebihan cairan, penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat badan
ideal. Selain dengan pemberian cairan melewati infus pasien juga dianjurkan untuk minum
yang cukup terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. Pemberian cairan harus
diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.
Pemberian obat simptomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan antipiretik dengan
pilihan parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali apabila demam. Berat pasien 21 kg sehingga untuk
dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 210 - 315 mg sekali minum. Parasetamol
sebaiknya diberikan hanya pada keadaan pasien demam (suhu > 38,5° C) dengan interval 8
jam. Pemberian aspirin atau golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan
memperparah manifestasi perdarahan pada pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
b. Epidemiologi
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia, dan 1.229 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita
sebanyak 100.347 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 907 penderita
(Depkes, 2015).
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan
air lainnya).
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu
dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya
tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung
dari lipid yang mengandung dua protein yaitu selubung protein E dan protein
membrane M. (Halstead ,2011).
d. Patofisiologi
Perbedaan klinis antara demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan
oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam Berdarah
Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena
proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang
masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh
makrofag (Antigen Presenting Cell).
Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari
terjadinya demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus.
Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi sel T- Sitotoksik yang akan melisis
makrofag. Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan
dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi aggregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan.
Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas
atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit.
Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini
menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang
dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang
dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan
preparat virus yang asli.
Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen
yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan
platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan
memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit
dibandingkan molekul pentameric IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam
mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50%
“Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di
dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh
karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.
e. Patogenesis
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES
seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus,
sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh
monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organel-
organel sel genom virus akan memulai membentuk komponen-komponen
strukturalnya. Setelah berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus akan
dilepaskan dari sel.
Diagnosis pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan
karena semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang menghasilkan
“cross reaction” atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan
imunitas protektif terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif”
terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari
protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari
protein pre-membran atau pre- M.
Glikoprotein E merupakan epitope penting karena mampu membangkitkan
antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan
dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi
fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis:
netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibodi Dependent Cell-mediated
Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent Enhancement.
Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu:
a. Antibodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi
infeksi virus.
b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
f. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand karena pada
beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria WHO 2009, SEARO
juga memperbaharui dalam mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut
berupa demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi
perdarahan, demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-tanda syok,
demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan perluasan dari sindroma
dengue.
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO dibandingkan
dengan WHO 2009
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7
g. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan
suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus
Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara asimtomatik, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue
shock syndrom. (Hadinegoro dkk., 2014)
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase:
1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut biasanya
sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada kulit, pegal pada
seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital, fotofobia, ruam
makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian menghilang tanpa bekas,
serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat nyeritenggorokan, faringitis, injeksi
konjungtiva. Diikuti dengan anoreksia mual serta muntah yang umumnya selalu
diderita pasien. Pada fase ini bila didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan
kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke 3-7
penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan dengan
peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda awal dari fase kritis, periode
kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit, diikuti dengan leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok
terjadi ketika terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi
perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi
perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan
perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan),
perdarahan gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan aliran darah
perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan
nadi yang tidak dapat diraba.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti
perkembangan dan diagnosa penyakit. Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan
pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit
perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal
atau menurun.Pada pasien DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /µl. Peningkatan
nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karena
limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik
dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga respon imunnya bersifat spesifik.
Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural dan
biokimia. Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara
lain limfosit plasma biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus dengue. Antibodi
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90
hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu
kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi
primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer
hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah demam hari kelima,
diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan
antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk. 2000).
Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue secara adekuat :
D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip demam
dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
h. Leptospirosis
E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana
diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum
masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan
obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas
masih nyata diatas 38,5 0C. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah
kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi
penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap. Pada
kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena
penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit
yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20%
dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya
penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24
jam.Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri
perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita
dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti yang
digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi
tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3
jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat
kebocoran plasma terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam
dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar
memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian transfusi
berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti
yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran
(24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal
pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang
berakhir dengan edema (Hadinegoro dkk., 2014).
Jenis Cairan
1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma
Kebutuhan Cairan
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungkan dari tabel berikut.
10 100 per kg BB
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai,
oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara
teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam
serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma
dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia (Hadinegoro
dkk., 2014).
Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien
stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang adekuat dan
BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda dari warning sign. Pasien
diharuskan bed rest, pasien yang datang pada demam >3 hari diharuskan setiap hari
ke sarana kesehatan untuk diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-
gejala dari warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x, kompres air
hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan aspirin, ibuprufen atau
NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal ini dapat menyebabkan gastritis
atau perdarahan. Apabila tidak ada perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti
nyeri perut, muntah-muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6
jam, maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat inap
pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan rehidrasi oral yang
adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien dengan co-morbid.
2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih lanjut.Dalam
kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi, pasien yang
menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri, serta pasien yang tempat
tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi yang diberikan
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang digunakan
hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat atau cairan
Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam pertama, kemudian
kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam selanjutnya, kemudian kurangi lagi
menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang
didapat. Periksa kembali hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi
peningkatan sedikit, ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika
tanda vital menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan urine output
baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48 jam. Monitor vital sign,
balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah pemberian cairan infus, atau setiap
6-12 jam sekali. Cek GDS, profil ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.
3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus mendapat
pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa
• Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan syok dengan
adanya ARDS
• Perdarahan hebat
• Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas
transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan cairan kristaloid, pada keadaan
hipotensi syok boleh diberikan cairan koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila
adanya perdarahan hebat.
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
Tersangka DBD
(Bagan 2)
DBD Derajad I
Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. Pasien muntah terus menerus
mkn tiap 5 menit.
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
(Bagan 3)
DBD Derajat II
Tidak gelisah
Gelisah
Nadi kuat
Distres pernafasan
Tek Darah stabil
Fre.nadi naik
Diuresis cukup
Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam)
Tek. Nadi < 20 mmHg
Ht Turun
Diuresis kurang/tidak ada
(2x pemeriksaan)
Tanda Vital memburuk
Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan
Ht meningkat
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan (bertahap)
5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 12-24 jam
Perbaikan
Tanda vital tidak stabil
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht Ht turun
Naik
3 ml/kgBB/jam
Koloid Transfusi darah segar
\ stop setelah 24-48 jam apabila 10 ml/kgBB
IVFD 20-30 ml/kgBB
tanda vital/Ht stabil dan diuresis
cukup
Perbaikan
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV
(Bagan 4)
G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam keadaan
syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
tersebut didiagnosis dengan Demam Dengue derajat II dengan unusual hemorrhage
dan gizi baik, normoheight, underweight.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai dengan Pedoman
Diagnosis dan Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak (IDAI) tahun 2014.
B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up kembali untuk
mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dan diri
sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang berulang, melakukan 3M plus, dan
segera membawa ke layanan kesehatan keluarga yang memiliki keluhan demam agar
segera mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue Virus-Specific
Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and Diagnostic Laboratory
Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Departemen Kesehatan. 2015. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia, Dirjen P2 & PL, Depkes RI, Jakarta.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam: Nelson
Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia: Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. IDAI: Jakarta
Soedarmo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded edition. WHO 1-
45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. WHO: India