Judul Buku : Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer
Nama Pengarang : Dr.Akhyar Yusuf Lubis Penerbit : Raja Grafindo Persada Tahun terbit : 2014, Cetakan ke-4
Pada suatu siang, seorang professor ahli physicio-semantics dari Yale
Univeristy memberikan kuliah. Sebelum kelas dimulai, sang professor mengeluarkan sebungkus biskuit dan membagikan kepada mahasiswa, dengan senang hati dan tanpa berpikir panjang mereka menerima dan segera mengunyahnya dengan lahap. Beberapa saat kemudian sang professor menyobek bungkusan biskuit hingga terbaca tulisan “BISKUIT UNTUK HEWAN”, seketika juga mereka merasakan mual-mual dan langsung berhamburan keluar ruangan untuk memuntahkan biskuit yang baru saja ditelannya. Suasana kelas mendadak riuh, kemudian, sang professor dengan tenang berujar :
“Ladies and gentleman, saya baru saja menunjukkan pada anda, bahwa manusia tidak hanya memakan makanan, tetapi juga “tulisan”_
Professor itu melanjutkan, “Berpikir tentang suatu hal, akan menyebabkan
individu merasakan atau mengalami hal yang sama dengan apa yang terlintas didalam benaknya. Olehnya penting untuk bisa mengelola dan memanajemen pikiran kearah yang positif sehingga akan memengaruhi tatanan hidup yang positif pula”. Berdasarkan kasus diatas, para mahasiswa tiba-tiba merasa mual hanya setelah mengetahui biskuit yang mereka makan adalah biskuit untuk hewan, padahal sebelumnya mereka merasa baik-baik saja bahkan nyaris tidak dapat membedakan rasanya dengan biskuit biasa. Adalah Ilmu yang menjadikan manusia mampu untuk dapat menelaah setiap detil kejadian yang dialaminya, sehingga pada akhirnya setiap insan mampu untuk mengambil keputusan yang bijak. Hal tersebut sejalan dengan ciri berpikir filsafat, yang sejatinya identik dengan cara/metode berpikir ilmiah dan mendasar. Melalui tugas review ini, penulis mencoba memberikan perkenalan berkenaan dengan Filsafat Ilmu Pengetahuan yang secara keseluruhan bersumber dari buku Dr.Akhyar Lubis, seorang Guru Besar Filsafat Universitas Indonesia. A. Filsafat Ilmu Pengetahuan Manusia, sebagai khalifah dimuka bumi, menurut Al-Ghazali adalah entitas yang paling penting dan berpengaruh. Penciptaan alam semesta adalah berdasar pada keberadaan manusia yang kelak akan mejadi penghuni sementara sebelum hari perhitungan tiba dan kembali kepada sang Khalik, Allah SWT. Untuk mengetahui seberapa besar karunia yang diberikanNya, maka manusia perlu belajar, hal tersebut sejalan dengan perintah utama dalam kitab suci Al-Quran, “Iqro” yang artinya “Bacalah!”. Kemudian, Allah SWT berjanji dalam Al-Quran akan mengangkat derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan atau orang- orang yang mau belajar, beberapa derajat. Olehnya manusia dianugerahi fitrah (hati), nafs, dan otak (akal) yang kesemuanya erat kaitannya dengan menemukan dan mengeksplor ilmu pengetahuan yang baru, yang kemudian dikenal dengan Filsafat Ilmu. Salah satu cabang ilmu filsafat adalah Filsafat Ilmu (epistemologi). Pada bagian ini, yang menjadi pokok pembahasan dan coba dijawab oleh para filsuf adalah apakah penetahuan itu? Darimanakah ilmu pengetahuan itu? Apakah pengetahuan yang diperoleh manusia itu bersifat objektif dan absolut atau malah sebaliknya bersifat tentatif dan relatif? Apakah kriteria untuk menentukan pengetahuan? Inilah sederet pertanyaan dalam kajian filsafat ilmu yang kerap kali melahirkan jawaban-jawaban berbeda dari setiap filsuf. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yang artinya mencintai kebijakan (Love of Wisdom). Didalam filsafat untuk mencapai tujuan cinta akan kebijakan diperoleh dengan melakukan pertanyaan- pertanyaan mendasar dan menyuluruh sebagai upaya terus menerus mencari pengetahuan, Selanjutnya mari kita mulai dari hal yang paling dasar dengan mengetahui perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dan pengetahuan ilmiah (science). Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termask didalamnya manusia dan kehidupan. Sebelum filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang, lebih dulu berkembang mitos dan pengetahuan pra-ilmiah sebagai jawaban atas segala pertanyaan- pertanyaan manusia. Tatkala semua mitos tidak lagi mampu memuaskan hasrat manusia untuk menjelaskan fenomena alam dengan rasional, maka selanjutnya muncullah ilmu pengetahuan ilmiah yang berdasar pada fakta dan realitas serta mampu dijabarkan secara runut dan sistematis (logis). Robert Merton seorang sosiolog (terkait metode ilmiah), mengemukakan ciri-ciri pengetahuan ilmiah yang diterima secara luas yakni mencakup lima nilai dasar. Point pertama ialah Universalisme, mengacu pada suatu kebenaran ilmu pengetahuan yang melampaui batas- batas individu, ruang, waktu atau tempat penemuan teori tersebut menurut asas tersebut, kebenaran Ilmiah dianggap relevan dan dapat diterapkan dalam konteks yang menyeluruh (universal). Selanjutnya ialah Komunisme, sebagai bentuk kewajiban untuk mengomunikasikan hasil temuan atau ilmu pengetahuan kepada orang banyak, sehingga bukti temuan akan menjadi milik bersama untuk pengetahuan selanjutnya. Point ketiga yakni Tanpa pamrih yang mengacu pada pencarian ilmu pengetahuan demi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, dan tidak mengharap imbalan terhadap pihak manapun. Terakhir Skeptisisme, dan Terorganisir yakni sikap yang tidak mudah percaya dan terus mengkritik ilmu pengetahuan dengan kritis hingga mengambil langkah akhir dengan menguji ulang sampai pada tahap verivikasi dan falsifikasi data. Ilmu atau bidang filsafat yang membahas tentang cara-cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan disebut metodologi (bidang logika) disebut juga “tool studies”. Metodologi, (termasuk bahasa dan logika) adalah mata pelajaran yang diperlukan oleh semua bidang ilmu pengetahuan, keduanya adalah cabang filsafat yang memiliki kedekatan, olehnya kadang kala metodologi dimasukkan dalam kajian logika yang membicarakan bagaimana cara memperoleh (menarik) kesimpulan dengan valid. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua model penalaran yang dominan; deduktif dan induktif. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan yang bertolak dari sejumlah data (sample). Adapun penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari hal-hal yang umum, lantas menarik kesimpulan yang lebih khusus. Keduanya merupakan proses penalaran atau aturan untuk menarik kesimpulan. Terkait dengan filsafat ilmu pemgetahuan, dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yakni filsafat ilmu pengetahuan umum dan filsafat ilmu pengetahuan khusus. Filsafat ilmu pengetahuan umum membahas problem filsafat ilmu yang terdapat pada ilmu pengetahuan pada umumnya, sementara filsafat ilmu pengetahuan khusus membahas problem filsafat pada kelompok ilmu tertentu. Berhubungan dengan definisi, maka secara keseluruhan filsafat ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai refleksi mendasar dan kritis mengenai hakikat ilmu pengetahuan sendiri. A Cornelius Benjamin mendefiniskan filsafat ilmu pengetahuan sebagai berikut “That philosophic discipline which is the systemic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place on general scheme of intellectual disciplines”. Sementara Liang Gie, berdasarkan sekumpulan definisi yang di kutipnya, merumuskan bahwa filsafat ilmu pengetahuan membahas landasan dari ilmu pengetahuan yang mencakup: konsep-konsep dasar, anggapan-angapan dasar, asas-asas permulaan, struktur teoritis dan kriteria kebenaran ilmiah. Adapun aspek-aspek yang menjadi fokus utama dalam bahasan filsafat ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut: 1. Studi tentang: konsep-konsep, pengandaian-pengandaian serta metodologi ilmu, analisis konsep-konsep dan bahasa yang digunakan serta eksistensi dan rekonstruksi bagi aplikasi yang lebih konsisten dalam memperoleh ilmu pengetahuan. 2. Studi dan justifikasi (pembenaran) proses penarikan kesimpulan yang digunakan ilmu pengetahuan serta struktur simboliknya. 3. Studi tentang keragaman bidang ilmu serta sifat saling keterkaitannya, persamaan,perbedaan,serta persoalan paradigm 4. Studi tentang konsekuensi-konsekuensi pengetahuan ilmiah bagi persepsi manusia tentang realitas, pemahaman mengenai fenomena alam; hubungan logika dan matematika realitas. 5. Analisis tentang berbagai konsep dan masalah yang galibnya digunakan dalam metode ilmiah, seperti fakta, evidensi, aksioma, dalil dan berbagai cabang ilmu lainnya.
Sementara itu terdapat juga beberapa istilah (konsep) penting yang
dibicarakan dalam filsafat ilmu pengetahuan yakni, fakta, konsep, definisi konseptual dan definisi operasional, postulat, asumsi, hipotesis, serta teori.
B. Metode Ilmiah dan Asumsi-asumsi Ilmiah
Metode ilmiah (seperti empiris-eksperimental) adalah hasil penemuan yang telah diupayakan manusia dalam waktu yang cukup lama. Dasar-dasarnya telah ada pada masa Yunani, dikembangkan oleh sarjana Muslim pada masa kejayaan peradaban Islam dan kemudian dirumuskan langkah-langkahnya lebih terperinci pada masa modern. Metode ilmiah didasarkan pada sejumlah asumsi-asumsi yang biasanya diterima begitu saja. Soberg dan Nett mengemukakan beberapa asumsi ynag terdapat pada metode ilmiah, antara lain: 1. Ada peristiwa atau fenomena yang terjadi secara berulang kembali atau peristiwa yang mengikuti alur/pola tertentu 2. Ada keyakinan bahwa ilmu pengetahuan adalah lebih utama dari kebodohan 3. Ada keyakinan bahwa pengalaman memberikan dasar yang dapat dipercaya bagi kebenaran ilmu pengetahuan 4. Ada tatanan kausalitas dalam fenomena alam, fenomena sosial dan manusia. 5. Ada asumsi yang berkaitan dengan pengamat (peneliti), antara lain a. Dorongan untuk memperoleh pengetahuan sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan manusia b. Pengamat/peniliti mampu menarik hakikat yang ada pada fenomena yang diteliti c. Masyarakat ilmiah mendukung metode empiris sebagai sebagai dasar pencarian ilmu pengetahuan C. Logika dan Metodologi
Logika, seperti yang telah disebutkan adalah cabang filsafat yang
membicarakan bagaiamana cara untuk menarik kesimpulan dengan benar/tepat. Ada aturan-aturan/prinsip yang harus diikuti apabila individu melakukan penarikan kesimpulan. Dalam logika dibahas cara penarikan kesimpulan yang bersifat umum, seperti logika induktif dan deduktif. Sementara itu, metodolgi, membicarakan tentang berbagai cara memperoleh/mengembangkan ilmu pengetahuan. Metodologi berarti ilmu yang membicarakan berbagai macam cara, jalan atau metode untuk memperoleh/mengembangkan ilmu pengetahuan. Terdapat berbagai metode yang dibicarakan dalam metodologi (metode kualitaif dan kuantitatif dengan berbagai variannya), maka metodologi membicarakan berbagai aturan /cara yang ditempuh dalam mencapai pengertian baru pada bidang ilmu oengetahuan tertentu. Penggunaan metode tidak bersifat fragmentaris, akan tetapi mencoba mengemukakan bagaimana rangkaian langkah-langkah penelitian dilakukan mulai dari masalah/problem sampai seorang ilmuwan menemukan pengertian atau teori baru.
Bila logika membicarakan bagaimana proses penarikan kesimpulan
secara umum, maka metodolgi membahas secara lebih rinci langkah- langkah yang ditempuh yang ditempuh dalam melakukan penelitian pada bidang ilmiah tertentu. Sehingga erat kaitannya logika dan metodologi. Bertarand Russel,seorang ahli Fisika dan Matemtika serta Filsafat Ilmu pengetahuan mengemukakan betapa pentingnya bagi seorang ilmuwan untuk memahami permasalahan filsafat khususna filsafat ilmu, demikian piula sebaliknya, seorang filsuf perlu memahami perkembangan ilmu pengetahuan. Keduanya saling terikat membentuk simbiosis mutualisme.
D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Dalam mengklasifikasi ilmu pengetahuan, umumnya disarkan atas ciri-ciri atau sifat objek (ontology) yang diteliti. Berdasarkan urutan/strata objek yang menjadi fokus kajian, maka ilmu pengetahuan dapat di klasifikasi atas: 1. Ilmu-Ilmu yang mempelajari starata fisio-kimiawi (organis dan anorganis) seperti; ilmu pasti alam, ilmu kimia, ilmu geologi, astronomi, teknik, dan lainnya. 2. Ilmu-ilmu yang mempelajari strata biotik, yang mempelajari organisme yang hidup, seperti: ilmu hayat, ilmu pertanian, kehutanan, peternakan dan ilmu medis. 3. Ilmu yang mempelajari strata psikis; jiwa, persepsi, naluri, emosi, kognisi, afeksi, motivasi dan tingkah laku manusia 4. Ilmu-ilmu yang mempelajari strata khas manusia, yatu kenyataan manusia sebagai makhluk yang unik dan multidimensional.
Kelompok-kelompok ilmu pengetahuan tersebut diatas sering sering
disederhanakan kedalam dua kelompok ilmu pengetahuan, yaitu: (1) kelompok ilmu penhgetahuan alam (fisika, kimia, astronomi, biologi, dan lainnya) (2) kelompok ilmu social budaya. Kelompok ilmu pengetahuan alam disebut juga kelompok ilmu nomotetis, bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian menelaah hokum-hukum (nomos). Metode yang digunakan biasanya adalah metode empiris-kuantitatif dengan model penjelasan kausalitas tentang fenomena alam. Sementara itu kelompok ilmu sosial budaya menggunakan menggunakan metode hermeneutika, fenomenologi atau metode kualitatif dan menggunakan bahasa deskriptif. Oleh karena itu, kelompok ilmu ini sering disebut juga verstehen (pemahaman,penafsiran). Akhirnya, jika dikembalikan dan di telaah secara lebih mendalam mengenai ilmu pengetahuan, Manusia hakikatnya telah menjadi seorang filsuf. Manusia―dengan akalnya―dikatakan makhluk Homo Guriosus (yang selalu ingin tahu) yang kemudian menjadikan aktifitas berfikir sebuah kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. Hal itu dikarenakan ketika menusia dihadapkan dengan realitas yang tidak sejalan dengan alam fakir, kemudian menimbulkan keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Kita, oleh Allah SWT. telah diberikan jutaan sel-sel “saraf ingin tahu”. Janganlah pernah merasa segan untuk mempertanyakan, mencari, dan menggagas ide-ide baru dalam segala hal. Setiap manusia hendaknya mengoptimalisasikan dirinya dengan terus mencari ilmu pengetahuan kemudian mengaplikasikannya sesuai dengan kaidah fokus kajian ilmu pengetahuan.Bukankah manusia itu eksis dikarekan mereka berpikir? Maka jadilah seorang pemikir kritis yang mampu memberikan sumbangsih terhadap dunia ilmu pengetahuan.