Anda di halaman 1dari 37

APLIKASI TEORI CALLISTA ROY DALAM PROSES KEPERAWATAN

OLEH

ARIF IRPAN TANJUNG


BP: 1921312025

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sain dalam Keperawatan Jiwa. Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan ini bisa teratasi. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Terutama bagi
teman-teman yang ingin membahas secara rinci tentang isi makalah ini sehingga menjadi lebih
baik lagi.

Padang, 16 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya, dimulai dari
meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory sebagai yang lebih konkrit.
Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan fokus global dengan
board perspective dari praktik keperawatan dan pandangan keperawatan yang berbeda terhadap
sebuah fenomena keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan. Filosofi
bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan dalam memandang
manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta
berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi. Filosofi belum dapat diaplikasikan
langsung dalam praktik keperawatan, sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang
lebih konkrit (less abstrac) yang dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk paradigma
keperawatan. Contohnya: Nightingale dalam mendefinisikan “Modern Nursing”.
Sedangkan Grand theory keperawatan (Alligood, 2002), menyatakan teori pada level ini
lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi keperawatan yang spesifik seperti
spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi keluarga, kondisi kesehatan, dan peran perawat.
Pandangan lain oleh Fawcett (1995) dalam Sell dan Kalofissudis (2004) mendefinisikan grand
theory sebagai teori yang memiliki cakupan yang luas, kurang abstrak dibanding model
konseptual tetapi tersusun atas konsep-konsep umum yang relatif abstrak dan hubungannya tidak
dapat di uji secara empiris. Contohnya yaitu “Teori Roy (manusia sebagai sistem yang adaptif)
berasal dari Roy Adaptation Mode”.
The Roy’s Adaptation Model”, menjelaskan 4 (empat) elemen essensial dalam model
adaptasi keperawatan yaitu: Manusia, lingkungan, Kesehatan dan Keperawatan. (Roys
menjelaskan bahwa manusia memiliki sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus atau stressor
yang masuk. Mekanisme koping merupakan proses penterjemahan stimulus dengan dua sub
system yaitu sub system kognator dan sub system regulator. Hasil dari proses adaptasi akan
menghasilkan respon adaptive atau maladaptive. Secara spesifik Roys menyebutkan dengan
istilah Manusia sebagai system Adaptive. Asuhan keperawatan dengan penerapan teori Roy
melalui metode Prosses Keperawatan merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari.
Makalah ini akan menjelaskan Aplikasi The Roys Adaptation Model dalam pelayanan asuhan
keperawatan dengan metode Proses Keperawatan.

2. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1) Memahami secara mendalam tinjauan teoritis model konsep keperawatan menurut Roy ( The
Roy’s Adaptation Model)
2) Mamahami Aplikasi Teori Roy dalam penerapan Proses Keperawatan.
3) Mengidentifikasi penerapan teori Roys pada pelayanan Asuhan Keperawatan.
4) Menyusun rencana perawatan teori Roy.
BAB II
TINJAUANAN TEORITIS

A. PANDANGAN TIGA AHLI KEPERAWATAN


Pandangan 3 (tiga) ahli keperawatan tentang penerapan Grand Theory Keperawatan pada
tatanan nyata :
1. Levine
Keperawatan adalah bagian budaya yang direfleksikan dengan ide-ide dan nilai-nilai, dimana
perawat memandang manusia itu sama, merupakan suatu rangkaian disiplin dalam menguasai
organisasi atau kumpulan yang dimiliki individu dalam menjalin hubungan manusia sekitarnya.
Asumsinya sebagai berikut:
a. Kondisi Pasien memasuki system pelayanan kesehatan dalam bagian penyakit atau perubahan
kesehatan.
b. Responsibilitas tanggung jawab. Perawat bertanggung jawab dalam mengenal respon (perubahan
tingkah laku atau tingkat fungsi tubuh ) sebagai adaptasi pasien atau usaha untuk beradaptasi
terhadap lingkungan.
Levine berfokus pada satu orang pasien, implikasi utama dalam pengaturan perawatan akut,
dimana intervensi dapat bersifat mendorong atau terapeutik.

2. Betty Neuman
Systems Model merupakan pendekatan sistem pada asuhan keperawatan pasien yang
dinamis dan terbuka, difokuskan pada definisi masalah keperawatan dan pemahaman pada
interaksi pasien dengan lingkungan. Pasien sebagai sistem adalah individu, keluarga, grup,
komunitas, atau isu. Penekanan pada penurunan stres dengan memperkuat garis-garis pertahanan
fleksibel, normal, maupun resisten, dengan intervensi diarahkan pada ketiga garis pertahanan
tersebut yang terkait dengan 3 level prevensi : primer, sekunder, tersier.

3. Dorothy Orem
Self Care menurut Orem’s adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan
oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Orem’s 1980). Pada
dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan- kebutuhan self care dan
mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi
kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan, teori ini dikenal dengan teori self
care (perawatan diri).

B. TINJAUAN TEORITIS THE ROY ADAPTATION MODEL

1. Manusia Sebagai System Adaptive.


Sistem, adalah suatu set dari beberapa bagian yang berhubungan dengan keseluruhan fungsi
untuk beberapa tujuan dan demikian juga keterkaitan dari beberapa bagiannya. Dengan kata lain
bahwa untuk memeliki keseluruhan bagian-bagian yang saling berhubungan, sistem juga
memiliki input, out put, dan control, serta proses feedback.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri
(adaptive system ). Sebagai sistim yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan
secara holistik (bio, psicho, Sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai Inputs (masukan),
Control dan Feedback Processes dan Output (keluaran/hasil). Proses kontrol adalah Mekanisme
Koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia
didefinisikan sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri dengan activifitas kognator
dan Regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu :
Fungsi Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan menurut Roy manusia dijelaskan sebagai suatu sistim yang
hidup, terbuka dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada
dilingkungan. Sebagai sistim yang dapat menyesuikan diri manusia dapat digambarkan dalam
karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit
unit fungsionil atau beberapa unit fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu
sistim manusia dapat juga dijelaskan dalam istilah Input, Control, Proses Feedback, dan Output.
1) Input (Stimulus)
Pada manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri: yaitu dengan menerima
masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick &
Wall; 1989). Input atau stimulus yang masuk, dimana feedbacknya dapat berlawanan atau
responnya yang berubah ubah dari suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat
ditoleransi oleh manusia.

2) Mekanisme Koping.
Adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (stuart,
sundeen; 1995). Manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme
koping, yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki, umumnya dipandang
sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia.
Sedangkan mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui strategi seperti melaui
pembelajaran atau pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan
berkontribusi terhadap respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus yang dihadapi.
Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam batasan yang sesuai
dengan tujuan “human system”.
Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai dengan
tujuan “human system.
Dua Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistim Regulator dan Susbsistim
Kognator. Regulator dan Kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya
terhadap empat effektor atau cara penyesuaian diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri, fungsi
peran, dan Interdependensi. (Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan Kognator)

3) Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistim adaptive adalah respon adaptive (dapat
menyesuaikan diri) dan respon maldaptive (tidak dapat menyesuaikan diri). Respon-respon yang
adaptive itu mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan respon maladaptive
dapat mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan
menjadi Input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistim.
Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan dengan metode
adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif berdampak terhadap respon sakit
(maladaptife). Jika pasien masuk pada zona maladaptive maka pasien mempunyai masalah
keperawatan adaptasi (Nursalam; 2003).

4) Subsistem Regulator dan Kognator


Adalah mekanisme penyesuaian atau Koping yang berhubungan dengan perubahan lingkungan,
diperlihatkan melalui perubahan Biologis, Psikhologis dan social. Subsistim Regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistim saraf, kimia tubuh, dan organ
endokrin. Subsistim regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi
terhadap stimulus lingkungan. Subsistim Kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi,
pembelajaran, membuat alasan dan emosional.

Dapat dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang masuk diproses oleh subsistim Regulator dan
Cognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua diperlihatkan pada empat perubahan yang
ada pada manusia sebagai sistim adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
Interdependensi (Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:
a. Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk mempertahankan
keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar adrenal bagian korteks
mensekresikan kortisol atau glukokortikoid, bagian medulla mengeluarkan epenefrin dan non
epinefrin), sirkulasi dan oksigen.

b. Perubahan konsep diri


Adalah keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan respon.
Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan dan persepsi terhadap dirinya.
Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri rendah.

c. Perubahan fungsi peran


Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.
Contoh : peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.

d. Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing komponen menjadi satu
kesatuan yang utuh.
Contoh : kecemasan berpisah.

Cara penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan mengkatagorikan perilaku
manusia, dimana perilaku tersebut merupakan hasil dari aktivitas Kognator dan Regulator yang
diobservasi.
Kebutuhan dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas Fisik, Psikhologis dan Sosial.
Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim regulator maupun dalam subsistem kognator
dan digambarkan sebagai proses yang menghubungkan dua subsistem tersebut. Input-input untuk
regulator diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah proses dari kognator dan respon-respon yang
mengikuti sebuah persepsi adalah Feedback baik untuk kognator maupun Regulator

1. Stimulus.
Roy menjelaskan bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus (stressor) lingkungan
sebagai stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan diluar (external) manusia.(Faz Patrick &
Wall,1989). “Stimuluis Internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa
pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan Proses stressor biologis (sel maupun
molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus External dapat berupa fisik, kimiawi,
maupun psikologis yang diterima individu sebagai ancaman”(dikutip oleh Nursalam;2003).

2. Tingkat Adaptasi
Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3 (tiga kategori),
yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi seseorang adalah
perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus. Stimulus merupakan masukan ( Input )
bagi manusia sebagai sistem yang adaptif. Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3
(tiga) jenis stimulus, antara lain: 1) stimulus fokal, 2) stimulus kontektual, dan 3) stimulus
residual.
1) Stimulus Fokal
yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan ketidakseimbangan
yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab terjadinya infeksi
2) Stimulus Kontektual.
yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) seperti keadaan tidak
sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini, misalnya penurunan daya tahan tubuh,
lingkungan yang tidak sehat.
3) Stimulus Residual
yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya keadaan
tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi, sehingga terjadi kondisi Fokal, misalnya ;
persepsi pasien tentang penyakit, gaya hidup, dan fungsi peran.

3. Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)


Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi
secara keseluruhan . Integritas atau keutuhan manusia meyatakan secara tidak langsung bahwa
kesehatan atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan dan
kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia.

Jadi intergrasi adalah sehat sebaliknya kondisi tidak ada integrasi adalah kurang sehat. Definisi
kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi baik. Dalam
model adaptasi keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi
yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak efektif dan memungkinkan manusia
berespon terhadap stimulus yang lain. Mengurangi dan tidak menggunakan energi ini dapat
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan, ini adalah pembebasan energi yang
dihubungkan dengan konsep adaptasi dan kesehatan.

Adaptasi adalah komponen pusat dalam model adaptasi keperawatan didalamnya


menggambarkan manusia sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri . Adaptasi
dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses
adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu
meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dan
dua bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan
internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.

Perubahan-perubahan itu adalah stressor-strassor atau stimulus focal dan ditengahi oleh faktor-
faktor kontekstual dan residual. Bagian bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya
disebut stress, bagian kedua dari stress adalah nekanisme koping yang merangsang menghasilkan
respon adaftif atau inefektif . Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan
dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi: kelangsungan
hidup, pertumbuhan dan pengeuasaan yang disebut Intergritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi
keseimbangan dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon. Setiap kondisi
adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan dinamik dari manusia
berada pada tingkat yang lebih tinggi.

Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai adaptive
sistem. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yeng lebih tinggi pada keadaan
baik atau sehat. Adaptasi kemudian disebut adalah suatu fungsi dari stimulus yang masuk dan
tingkatan adaptasi lebih spesifik, fungsi yang lebih tinggi antara stimulus fokal dan sistim
adaptasi.

4. Keperawatan.
Roy menggambarkan keperwatan sebagai disiplin ilmu dan praktek . Sebagai ilmu,
keperawatan “mengobservasi,mengklasifikasi dan menghubungkan “ proses yang secara positif
berpengaruh pada status kesehatan (1983) Sebagai disiplin praktek keperawatan
menggunakan pendekatan pengetahuan secara ilmiah untuk menyediakan pelayanan pada
orang-orang (1983) Lebih spesifik dia mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan praktek
dari peningkatan adaptasi untuk tujuan mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan
meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu
keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam
model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan.

Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh kehidupan manusia yang berinteraksi


dengan perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus internal dan eksternal yang
mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa (focal stimulus) atau koping
mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif
manusia memerlukan seorang perawat.

Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasi untuk memberi arti bahwa aktivitas tidak hanya
diberikan ketika manusia itu sakit . Roy menyetujui pendekatan holistic keperawatan dilihat
sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan tingkat fungsi yang tinggi .
Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan . Tujuan
keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan.

Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap 4 cara menyesuaikan diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep
diri , fungsi peran dan interdependensi. Harapan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan
berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian yang bermanfaat. Tujuan
keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada didalam suatu area tingkatan adapatasi manusia,
dan ketika stimulus fokal tersebut tidak ada dalam area , manusia dapat membuat suatu
penyesuaian diri atau respon efektif .

Adaptasi tidak memerlukan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan
individu untuk merespon stimulus yang lain . Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan
penyembuhan dan kesehatan . Jadi , peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada konsep
ini. Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang
digunakan pada proses keperawatan meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan
evaluasi.

Adaptasi model keperawatan ditetapkan “ data apa yang dikumpulkan,bagaimana


mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana
mengevaluasi efektifitas proses keperawatan. Unit unit analisis dari pengkajian keperawatan
adalah interaksi manusia dengan lingkungan . Proses pengkajian termasuk dalam dua tingkat
pengkajian . Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat
cara penyesuaian diri . Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon
dan komunikasi dengan individu.

Dari data tersebut perawat membuat alas an sementara tentang apakah perilaku dapat
menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data
tentang focal, kontekstual, dan residual stimuli. Sebelum tingkat pengkajian ini perawat
mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian
tingkat pertama. Keterlibatan ini penting untuk menetapkan factor-faktor utama yang
mempengaruhi perilaku.

Intervensi keperawatan dibawa dalam konteks proses keperawatan dan meliputi pengelolaan
atau manipulasi stimulus focal,kontekstual dan residual. Manipulasi atau pengaturan stimulus (
baik internal dan eksternal) bisa termasuk didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan ,
pemeliharaan atau merubah stimulus.

Melalui pengelolaan factor-faktor stimulus , pencetus tidak efektifnya perilaku diubah atau
meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar
penyesuaian diri. Jadi stimulus akan jatuh ke area yang dibangun oleh tingkat penyesuaian diri
manusia dan perilaku adaptif akan terjadi . Intervensi keperawatan berikutnya , mengevaluasi
hasil akhir perilaku dan memodifikasi pendekatan-pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan
Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi
aktif dalam perawatan dirinya.

Tujuan disusun berdasarkan tujuan yang saling menguntungkan Menurut Roy, kapan
Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya adalah: Manusia sebagai Sistem Adaptive (dapat
menyesuaikan diri), sakit atau memilki potensi sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau
kelemahan/kekurangan mekanisme Coping, biasanya manusia berusaha untuk menanggulangi
yang tidak efektif. Menusia berusaha meminimalkan kondisi yang tidak efektif yang memelihara
yang adaptive. Dengan peningkatan adaptasi menusia terbebas dari pemakaian energi dan enegi
tersebut dapat digunakan untuk stimulus yang lain.

5. Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.


Adaptasi adalah konsep sentral dan konsep yang menyatukan konsep-konsep lain dalam model
ini. Penerima pelayanan keperawatan adalah manusia sebagai adaptif sistem yang menerima
stimulus dari lingkungan internal dan eksternal. Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam
area atau di luar area adaptasi manusia dan subsistem regulator dan kognator digunakan untuk
mempertahankan adaptasi dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat stimulus jatuh
dalam area adaptasi manusia, respon adaptif akan terjadi dan energi dibebaskan untuk berespon
terhadap stimulus lain. Dalam hal ini meningkatkan integritas atau kesehatan. Keperawatan
mendorong adaptasi melalui penggunaan proses keperawatan dengan tujuan meningkatkan
kesehatan.

C. MENGIDENTIFIKASI PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN PENDEKATAN


TEORY MODEL ADAPTASI ROY

Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses keperawatan. Element
Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian Perilaku, Pengkajian stimulus, Diagnosa
keperawatan Rumusan Tujuan, Intervensi dan Evaluasi.
1. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk mengatahui
respon pada manusia sebagai sistim adaptive. Data spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui
proses Observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. “Faktor yang yang mempengaruhi
respon adaptif meliputi: genetic, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol,
merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi social, mekanisme koping
dan gaya hidup, stress fifik dan emosi, budaya, lingkungan fisik” (Martinez yang dikutip oleh
Nursalam, 2003)
1) Pengakajian Fisiologis.
Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis yang menjadi perhatian pengkajian perawat yaitu;
a. Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan
sirkulasi.
b. Nutrsisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondidi tubuh dan
perkembangan.
c. Eliminasi: menggambarkan Pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
e. Intergritas kulit: mengambarkan pola fisiologis kulit.
f. Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perceptual berhubungan dengan panca indra.
g. Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h. Fungsi Neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual.
i. Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon nstress dan
system reproduksi.
2) Pengkajian Konsep diri.
Pengkajian Konsep diri: menggambarkan atau menidentifikasi tentang pola nilai, kepercayaan
emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada keadaa diri sendiri
tentang fisik, individual dan moral-etik.
3) Pengkajian Fungsi Peran.
Pengkajian Fungsi peran (sosial): menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola interaksi
sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.
4) Pengkajian Interdpendensi.
Pengkajian Interdependensi: menggambarkan atau Mengidentifikasi pola nilai menusia,
kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interoersonal terhadap
individu maupun kelompok.

Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptive dilaksanakan dengan pendekatan sistimatis
dan holistic. Pengkajian itu diklarifikasikan, difocuskan oleh perawat atau Team keperawatan
sebagai data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Secara ideal keseluruhan
data pasien tersebut saling berhubungan dan pengkajian keperawatan dicatat dalam format empat
model adaptive keperawatan. Dan dapat dimengerti sebagai masukan data bagi tem asuhan
keperawatan yang terlibat pada pasien. Dibutuhkan Keahlian dalam praktek keperawatan
kaitannya dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan membandingkan criteria evaluasi
spesific respon perilaku manusia bahwa adaptive atau inefefektive (maladaptive). Data
dikelompokkan dalam: data subjective, objective dan data pengukuran/peneriksaan fisik.
Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik
efektive maupun maladaptive. Roy sudah menidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan
dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak efektive, seperti pada
table berikut :

Table 1: Indikasi Kesulitan Adaptasi


Gejala berat dari aktivitas Regulator : Gejala Inefektiv dari Kognator :
 peningkatan deyut jantung dan  Gangguan persepsi/ proses informasi.
tekanan darah.  Pembelajaran inefektive.
 Tegang.  Tidak mampu membuat justifikasi.
 Hilang nafsu makan.  Afektive tidak sesuai.
 Peningkatan kortisol serum
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing Practice. 4th.
Appleton & lange Norwalk, Connecticut.

2. Pengkajian Stimulus.
Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul ke dalam pola perilaku
pasien (empat model respon perilaku) untuk menfidentifikasi respon-respon inefektive atau
respon-respon adaptive yang perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku
inefektive atau perilaku adaptive yang memerlukan dukungan perawat, perawat membuat
pengkajian tentang stimulus internal dan ekternal yang mungkin mempengaruhi perilaku. Dalam
fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual
yang dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah dan mengidentifikasi
factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual (factor Predisposisi) yang berhubungan
erat dengan penyebab. Berikut ini stimulus yang berpengaruh yang telah diidentifikasi (dikutip
dari Julia B.George; 1995)

Budaya : Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim


kepercayaan.
Keluarga : Struktur keluarga, tugas keluarga.
Fase perkembangan : Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor
keturunan.

Intergritas dari cara-cara : Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri,


penyesuaian (modes fungsi peran, interdependensi.
Adaptive)

Efektivefitas Kognator : Persepsi, pengatahuan, skill.

Pertimbangan lingkungan : Perubahan lingkungan internal dan ekternal,


menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan.
Alkohol, dan merokok.

2. Diagnosa Keperawatan.
Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E), Sinthom/kharakteristik data
(S). Roy menjelaskan ada tiga metode merumuskan diagnosa keperawatan. (dikutip dari Julia
B.George; 1995. Nursalam;2003) adalah sebagai berikut:
1) Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4 (empat) cara
penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan cara mengidentifikasi perilaku
empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi.
Respon tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya: inadekuat
pertukuran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi,
bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis. Konstipasi (masalah fisiplogis eliminasi)
datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan pola BAB. Kehilangan (masalah konsep
diri) datanya: diam, kadan-kadang menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).

2) Metode Kedua
Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon dalam satu cara
penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat berpengaruh. Metode ini caranya
ialah menilai perilaku respon dari satu cara penyesuaian diri, respom perilaku tersebut
dinyatakan sebagai statemen masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang
stimulus. Stimulus tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang
disebabkan oleh kurannyag suplay oksigen ke otot jantung

3) Metode Ketiga
Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive) berhubungan dengan
beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh nyeri dada sangat beraktivitas (olah
raga) sedangkan pasien adalah atlit senam. Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam.
Kadaan ini disimpulkan diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan
dengan keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.

Tabel 2: Typologi Yang Biasanya Berkaitan Dengan Problem Adaptasi.


FISIOLOGIS MODE
1. Oksigenasi. 6. sensoris.
 Hipoksia/syoks.  Nyeri akut.
 Gangguan ventilasi.  Nyeri kronis.
 Inadekuat pertukaran gas.  Sensori overload.
 Inadekuat transport Gas  Gangguan sensori primer.
 Gangguan perfusi jaringan.  Potensial injuri.
 Kehilangan kemampuan perawatan diri.
2. nutrisi.  Gangguan persepsi.
 Malnutrisi.  Potensial injuri/ hilang kemam-puan merawat
 Mual,muntah. diri.
 Anoreksia.
7. cairan dan elektriolit.
3. eliminasi.  Dehidrasi.
 Diare.  Retensi cairan intra seluler.;
 Konstipasi.  Edema.
 Kembung.  Shok hipo/hipervolemik.
 Retensi Urine.  Hyper atau hipokalsemia.
 Inkontinensia urine.  Ketidakseimbangan asam basa.

4. aktivitas dan istirahat. 8. Fungsi Nerologis.


 Inadekuat pola aktivitas dan istirahat.  Penurunan kesadaran.
 Intolenransi aktivitas.  Defisit memori.
 Immobilisasi.  Ketidakstabilan perilaku dan mood.
 Gangguan tidur.
9. Fungsi endokrin.
5. intergritas kulit.  Inefektiv regulator hormon.
 Gatal-gatal.  Inefektiv pengembangan reproduksi.
 Kekeringan.  Ketidakstabilan sikulus ritme stress internal.
 Infeksi.
 Dekubitus
KONSEP DIRI

Pandangan terhadap fisik. Pandangan terhadap personal.


 Penurunan konsep seksual.  Cemas tidak berdaya.
 Agresi.  Harga diri rendah.
 Kehilangan.  Merasa bersalah.
 Seksual disfungtion.
FUNGSI PERAN INTERDEPENDENSI

 Transisi peran.  Kecemasan.


 Peran berbeda.  Merasa.
 Konflik peran.  Ditinggalkan/isolasi.
 Kegagalan peran.

Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing Practice. 4th.
Appleton & lange Norwalk, Connecticut.

4. Merumuskan Tujuan
Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat merupakan indikasi
perilaku dari perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku.
Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu. Tujuan jangka
panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi terhadap masalah dan
tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup, tumbuh, dan reproduksi). Tujuan
jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku pasien setelah managemen stimulus fokal dan
kontektual. Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator dan
kognator.

5. Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk mengatasi/memanipulasi
stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga difokus pada besarnya ketidak
mampuan koping manusia atau tingkat adaptasi, begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan
manusia dalam kemampuan untuk beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan keperawatan
spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut
teori adaptasi roy adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)

Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan
koping yang konstruktif (Julia B.George; 1995). Intervensi ditujukan pada peningktan
kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator (proses
fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi, pengetahuan, pembelajaran).
Tabel 3: kriteria standar Intervensi Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS
Memenuhi kebutuhan Oksigen. Memenuhi kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur.
Kriteria: Kriteria
1. menyiapkan tabung oksigen dan flow meter. 1. melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar.
2. menyiapkan hemodifier berisi air. 2. melakukan mobilisasi pad pasien pasca operasi.
3. menyiapkan slang nasal dan masker. 3. mengatur posisi yg nyama pada pasien.
4. memberikan penjelasan pada pasien. 4. menjaga kebersihan lingkungan.
5. mengatur posisi pasien. 5. Mengopservasi reaksi pasien.
6. memasang slang nsal dan masker.
7. memperhatikan reaksi pasien. Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan
dan kenyamanan fisik)
Memenuhi kebutuhan Nutrisi: Kriteria
Kriteria 1. memandikna pasien yang tidak sadar/ kondisinya
1. menyiapkan peralatan dalam dressing car. lemah.
2. menyeiapkan cairan infus/makanan/darah. 2. mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor.
3. memberikan penjelasan pada pasien. 3. Merapikan alat-alat pasien.
4. mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan
5. mengatur posisi pasien. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologsi
6. melakukan pemasangan infus/darah/makana Kriteria
1. Mengopservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan.
Memenuhi kebutuhan Eliminasi 2. melakukan tes alergi pada pemberian obat baru.
kriteria 3. mengobservasi reaksi pasien.
1. menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin,
dulkolac & peralatan pemasangan kateter
2. memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter
3. menutup dan memasang selimut.
4. mengobservasi keadaan feses dan uerine.
5. Mengobservasi rekasi pasien.

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI


Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1. Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2. memberikan penjelasan tentang tibndakan yang kan dilakukan.
3. memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4. memperhatikan setiap keluhan pasien.
5. memotivasi pasien untuk berdoa.
6. membantu pasien beribadah.
7. memperhatikan pesan-pesan pasien.

STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN

1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga
dan msayarakat.
2. mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3. melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.
4. Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.
5. bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
6. mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
7. perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara benar
dalam perawatan.
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif dari klein.
STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI

1. membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.


2. membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
3. membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
4. membantu pasien untuk berhias atau berdandan.

6. Evaluasi:
Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi. Perilaku Tujuan dibandingkan
dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan bagaimana pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan
perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah
hasil evaluasi ditetapkan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. APLIKASI TEORI ADAPTASI ROY


Selama lebih dari 30 tahun Model Adaptasi Roy telah digunakan untuk memahami dan
menuntun praktik keperawatan dalam perawatan pasien. Para perawat menggunakan model ini
sebagai framework untuk mengkonseptualisasi dan merencanakan intervensi keperawatan pada
pasien atau menggunakan model ini untuk menciptakan intervensi untuk pemisahan populasi
klinik.

Roy Adaptation Model telah diimplementasikan di NICU sebagai sebuah ideology untuk
keperawatan (Nyqvist dan sjoden, 1993 dalam Senesac 2007), pada perawatan bedah akut,
sebagai alat dokumentasi dalam proses keperawata , pada fasilitas rehabilitasi untuk
mengintegrasi basis professional perawatan pasien (Mastal, Hammond, dan Roberts, 1982 dalam
Senesac, 2007); pada dua unit rumah sakit umum sebagai konseptual framework untuk menuntun
praktik; memfasilitasi sistem integral keperawatan pada bagian orthopedic, unit neurosurgical
untuk mempertahankan lingkungan praktik professional bagi pelatihan mahasiswa,
meningkatkan otonomi professional, membantu proses rekrutmen dan penguranan staf, dan
untuk meningkatkan kejelasan peran pemberi layanan, dan menguatkan dan mengefektifkan
kolaborasi interdisiplin.

Peran perawat yang diharapkan berdasarkan teori Roy. Perawat harus mampu
meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit. Perawat dapat mengambil
tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, kontextual maupun residual stimuli dengan
melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu
bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui penguatan regulator,
cognator dan mekanisme koping yang lain. Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu
pasien agar tetap mampu mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga.
Misalnya melalui tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan
respon adaptif.

Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan
yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang
mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat bertahan
dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.

KASUS
Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang
menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan
kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan konsultasi dengan
dokter A, Ibu L dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan
untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi).
Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan membawa surat pengantar dari dokter A masuk
rumah sakit untuk dilakukan persiapan-persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum
waktu operasi ditetapkan. Hasil pengkajian didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit,
respirasi 24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.

Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah
toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang
yang berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan
aktifitas 12 jam perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah
raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad. Setelah persiapannya dianggap
cukup, maka disepakati akan dilakukan operasi jam 10.00 pagi. Hasil kesepakan tersebut
diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda tangani oleh bpk A selaku suami Ibu L.

1. Pengkajian.

1) Bio data:
 Nama : Ibu L
 Tempat lahir :
 Umur : 48 tahun.
 Agama : Islam.
 Suku :
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Wiraswasta.
 Alamat :
 Sumber Data : Pasien dan Keluarga (suami)
 No medical record :
 Masuk Rumah sakit :

2) Pengkajian Perilaku
a. Pengkajian Tahap Pertama
Pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu L sebagai sistim
adaptasi dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan
interdependen.
Pengkajian tahap pertama pada Ibu N didapatkan data :
Mode fisiologis
S : Menyatakan gerakan- nya terbatas
O : Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu
untuk bergerak, serta tampak gelisah
Mode Konsep diri
S : Menyatakan cemas akan terjadi perubahan penampilan
O : Tampak gelisah
Mode Fungsi peran
S : Menyatakan takut terjadi kecacatan
O : Rendah diri terhadap penampilanya
Mode Interdependen
Tidak berdaya

b. Pengkajian Tahap Kedua


Setelah mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya melakukan
pengkajian tahap kedua yang meliputi fokal, kontekstual dan residual stimuli.
Pengkajian tahap dua pada Ibu N didapatkan data :
1) Pengkajian stimulus
a) Stimulus fokal (etiologi)
b) Stimulus konstekstual (presipitasi)
c) Stimulus residual (predisposisi)
- Identifikasi stimulus yang berpengaruh: Budaya, keluarga, fase perkembangan
- Istirahat dan aktifitas
Tidur sering terbangun dan keterbatasan beraktifitas
Kekurangan istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan menghambat proses recovery
sedangkan keterbatasan aktifitas dapat menyebabkan ketergantungan ADL
- Rasa nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur sedangkan post operasi
discectomi membutuhkan sedikit pengaturan aktifitas

Self Konsep : Penurunan konsep diri body image takut terjadi kecacatan
Phisical self : Rendah diri tehadap penampilannya
Personal self : Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian fungsi normal
dari kaki
Fungsi peran : Takut keberadaannya menjadi beban orang lain
Peran primer : Kehilangan hoby bermain tenis setiap minggu
Peran tersier : Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk berobat
Interdependence :
 Keterbatasan kebebasan di rumah sakit
 Kesepian, terbatasnya interaksi dengan keluarga dan kolega
 Adanya jadwal berkunjung dari rumah sakit

2. Diagnosa keperawatan

Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh Roy melalui
tiga cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang
paling dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif
mode dengan stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
a. Gangguan aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
b. Cemas berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga diri

3. Intervensi
Tanggal :
Problem aktual/resiko :

Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
Hasil yang diharapkan:
 Klien dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
 Dengan keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki secara
maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
 Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai dengan program
perawatan

Tindakan keperawatan :
 Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
 Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuan
Tanggal :
Problem aktual/resiko :
Cemas dan ketakutan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan harga diri

Hasil yang diharapkan:


Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya dan mau mendiskusikan untuk mencari
alternatif pemecahan
Tindakan keperawatan :
 Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu
memecahkan permasalahan klien
 Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
 Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan dengan
benar
 Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori

Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan RS


pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan permasalahan fisiologis
dan psikologis, sesuai dengan karakteristik teori oleh George (1995) bahwa teori harus dapat
diaplikasikan untuk mengatasi masalah klien dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan
perencanaan tindakan dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai
respon yang sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.

B. Aplikasi teori

Pendekatan adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada klien
dengan gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan karena observasi
terhadap respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak efektif dapat dilakukan dengan
lebih teliti dan dalam waktu yang cukup

C. Konsep Model Keperawatan Sister Callista Roy


Model Adaptasi Roy untuk keperawatan merupakan suatu teori yang diturunkan dari
teori sebelumnya, diantaranya teori Harry Helson mengenai psikofisika yang dierluas
menjadi ilmu sosial dan perilaku. (Roy, 1984). Pada teori adaptasi Helson, proses adaptasi
merupakan fungsi dari stimulus yang datang dan tingkat adaptasi. (Roy, 1984).
Falsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas
serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada alasan logis dan
metode empiris .Contoh dari falsafah keperawatan menurut Roy ( Mc Quiston, 1995 ) : Roy
memiliki delapan falsafah yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu empat berdasarkan
falsafah humanisme dan empat yang lainnya berdasarkan falsafah veritivity.
1. Falsafah humanisme / kemanusiaan berarti bahwa manusia itu memiliki rasa ingin tahu
dan menghargai, jadi seorang individu akan memiliki rasa saling berbagi dengan sesama
dalam kemampuannya memecahkan suatu persoalan atau untuk mencari solusi,
bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu, memiliki holism intrinsik dan selalu
berjuang untuk mempertahankan integritas agar senantiasa bisa berhubungan dengan
orang lain.
2. Falsafah veritivity yaitu kebenaran , yang dimaksud adalah bahwa ada hal yang bersifat
absolut. Empat falsafah tersebut adalah :
a. Tujuan eksistensi manusia
b. Gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
c. Aktifitas dan kreativitas untuk kebaikan umum
d. Nilai dan arti kehidupan.
Roy kemudian mengemukakan mengenai konsep mayor, berikut beberapa definisi dari
konsep mayor Callista Roy:
1) Sistem adalah kesatuan dari beberapa komponen atau elemen yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan yang meliputi adanya input,
control, proses, output dan umpan balik.
2) Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal,
konsektual dan residual.
3) Droblem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
4) Stimulus fokal adalah stimulus yang mengharuskan manusia berespon adaptif.
5) Stimulus konsektual adalah seluruh stimulus yang memberikan kontribusi
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh stimulus fokal.
6) Stimulus residual adalah seluruh faktor yang memberikan kontribusi terhadap
perubahan tingkah laku tetapi belum dapat di validasi.
7) Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik
melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
8) Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses
yang komplek dari persepsi informasi, mengambil keputusan dan belajar.
9) Model efektor adaptif adalah kognator yaitu fisiological, fungsi peran,
interdependensi dan konsep diri.
10) Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan integritas manusia dalam
mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan.
11) Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana
proses adaptasi dilakukan.
12) Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan.
13) Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran dalam hubungannya di dalam
hubungannya di lingkungan sosial.
14) Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain sebagai support
sistem.

D. Paradigma keperawatan
a. Pengertian
Paradigma adalah suatu cara dalam mempersepsikan atau memandang sesuatu.
Paradigma menjelaskan sesuatu dalam memahami suatu tingkah laku. Paradigma
memberikan dasar dalam melihat, memandang, memberi makna, menyikapi dan memilih
tindakan terhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan.
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan yang profesional, yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
dengan bentuk pelayanan mencakup biopsikososio-spiritual yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit dalam siklus
kehidupan manusia.
Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita
melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap
fenomena yang ada dalam keperawatan.
b. Komponen Paradigma Keperawatan
Perawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan salah satu
faktor yang mempengaruhi tercapainya pembangunan nasional, oleh karena itu tenaga
keperawatan berada di tatanan pelayanan kesehatan terdepan dengan kontak pertama
dan terlama dengan klien, yaitu selama 24 jam perhari dan 7 hari perminggu, maka
perawat perlu mengetahui dan memahami tentang paradigma keperawatan, peran,
fungsi dan tanggung jawab sebagai perawat profesional agar dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang optimal dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien. Perawat harus selalu memperhatikan keadaan secara individual dari segi bio,
psiko, sosial, spiritual dan kultural.
c. Fungsi Paradigma
1) Menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang melingkupi profesi
keperawatan sebagai aspek pendidikan dan pelayanan keperawatan, praktik
dan organisasi profesi.
2) Membantu individu dan masyarakat untuk memahami dunia keperawatan dan
membantu kita untuk memahami setiap fenomena yang terjadi disekitar kita.
d. Hubungan Keempat Komponen Paradigma Keperawatan
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dimana apabila
lingkungan itu kotor maka kesehatan manusia akan terganggu sehingga manusia perlu
merawat dirinya atau membutuhkan perawatan dari orang lain. Keperawatan dengan
lingkungan juga sangat berpengaruh dimana jika seseorang sedang rehabilitasi maka
akan memerlukan lingkungan yang bersih.

e. Pendapat Calista Roy Mengenai Paradigma Keperawatan (Adaption Model).

Input Proses Efektor Output


kontrol

Tingkat Fungsi fisiologis Respon


Adaptasi Mekanisme adaptif
koping Fungsi Peran
Stimulus Interdependensi dan
Regulator inefektif
Kognator

Umpan balik

(Alligood, M, R, 2017)
E. Penerapan Paradigma Keperawatan Dalam Praktek Keperawatan
Sebagai suatu profesi yang berbeda dengan profesi lain, keperawatan haruslah
memiliki suatu cara pandang yang berbeda dalam menyikapi setiap permasalahan yang
ada dalam profesinya. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang merupakan bentuk
pelayanan profesional keperawatan, hendaknya perawat harus memperhatikan seluruh
aspek yang termasuk dalam paradigma keperawatan, yaitu manusia sebagai makhluk
holistik dan unik dengan segala macam kebutuhannya, lingkungan internal mapun
eksternal yang didalamnya terdapat stressor-stressor yang akan mempengaruhi kondisi
sehat dan sakitnya manusia. Sehingga keperawatan harus berperan untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan membantu manusia berada dalam rentang kesehatan yang optimal.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik, perawat juga hendak nya
mengaplikasikan paradigma keperawatan yang tepat yang telah dikemukakan oleh para
ahli disesuaikan dengan kondisi pasien, sehingga tujuan asuhan keperawatan akan
tercapai. Sebagai contoh dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang rawat inap,
perawat menggunakan paradigma yang dikemukakan oleh Orem dimana perawat
membagi pasien berdasarkan tingkat kemandirian pasien, sehingga asuhan keperawatan
dapat berjalan dengan maksimal dan efisien.

F. Pengembangan Teori Sister Callista Roy


Silvia (1986) menunjukan sejak awal bahasa hanya dengan menggunakan kerangka
kerja konseptual untuk membuat struktur penelitian bukanlah termasuk pengujian teori.
Banyak peneliti yang menggunakan model Roy tetapi sebanarnya tidak menguji proposisi
atau hipotesis dari model Roy. Peneliti – peneliti ini menggunakan validitas wajah dari
kegunaan model Roy sebagai kerangka kerja penelitian nya. Bagaimana sebuah teori
diturunkan dari suatu kerangka kerja konseptual harus dinyatakan secara eksplisit ; sehingga
pengembangan dan pengujian teori middle – range yang diturunkan dari model Adaptasi
Roy dibutuhkan. Penelitian semacam ini telah dilakukan dengan menggunakan model Roy
tetapi dibutuhkan lebih banyak lagi penelitian untuk validasi lebih lanjut dan pengembangan
area baru dari model ini. Suatu model tidak menghasilkan banyak hipotesis yang
berhubungan dengan praktek dan teori keperawatan. Kesuksesan suatu kerangka konseptual
dievaluasi sebagian dengan angka dan kualitas teori middle-range yang dihasilkannya.
Model adaptasi Roy telah menjadi sumber teoritis dari sejumlah teori Middl-
range.(Roy,2011).
Dun (2004) melaporkan penggunaan pengurangan teoritis untuk menurunkan teori
middle-range dari model teori Adaptasi Roy untuk nyeri kronik. Pada model adaptasi Dun
tentang nyeri kronik, intensitas nyeri dispesifikkan sebagai stimulus fokal. Stimulus
konsektual meliputi usia, ras, dan jenis kelamin. Koping agamis dan non agamis merupakan
fungsi sub-sistem kognator. Manifestasi adaptasi dari nyeri kronik adalah akibat nyeri
tersebut pada kemampuan fungsional serta kesejahteraan psikologis dan spritual.
Frame et al (2003) mengembangkan teori kerangka dari pemberdayaan remaja dengan
mensintesis Model Adaptasi Roy, matriks pemberdayaan Murrel-Armstrong dan sudut
pandang perkembangan Harter. Teori pemberdayaan remaja diuji dengan menggunakan
desain Quasi eksperimen dimana anak – anak yang didiagnosis attention-deficit /
hiperactivity disorder (ADHD) dikelompokkan secara acak kedalam kelompok perlakuan
kontrol.
Jirovec et al (1999) telah mengajukan teori middle – range tentang kontrol urine yang
diturunkan dari model adaptasi Roy yang ditujukan untuk memperlihatkan fenomena kontrol
urine dan untuk menurunkan inkontinensia urine. Berdasarkan teori kontrol urine. Stimulus
fokal untuk kontrol urine yaitu distensi kandung kemih. Stimulus konsektual mencakup
fasilitas yang mudah dijangkau dan kemampuan mobilitas. Stimulus residualnya yaitu
sosialisasi intensif tentang kebiasaan berkemih dan kebiasaan yang dimulai pada masa kanak
– kanak. Teori ini memasukkan konsep mekanisme koping psikologis, regulator (refleks
spinal dan mediasi oleh S2 hingga S4 dan kontraksi otot detrusor terkoordinasi serta
relaksasi sfingter. Teori kontrol urine menggambarkan kompleksitas sifat multidimensi dan
holistik dari model adaptasi.
Penelitian di Universitas mengajukan teori Middle – range dari adaptasi terhadap
pemberian asuhan yang berdasarkan pada model Adaptasi Roy. Teori Middle – range ini
telah di uji di beberapa studi yang telah di publikasikan mengenai pemberi asuhan informasi
bagi keluarga dengan dimensi dirumah, Pemberi Asuhan informal dalam keluarga dengan
anggota keluarga dengan masalah psikiatri diruamh. Perawat sebagai pemberi asuhan
professional di institusi geriatri dan pasangan lansia dikomunitas. Aspek stress yang
dirasakan dikonseptualisasikan sebagai stimulus fokal. Sedangkan stimulus kontekstual
mencakup jenis kelamin, konflik, dan dukungan sosial.
Tsai et al (2003) membuat turunan teori Middle-range mengenai nyeri dari Model
Adaptasi Roy pada teri nyeri kronik, nyeri kronik dianggap sebagai stimulus fokal disabilitas
dan dukungan sosial dipandang sebagai stimulus konstektual, sedangkan usia dan jenis
kelamin sebagai stimulus residual. Stress yang dirasakan sehari – hari dianggap sebagai
proses koping. Depresi dijadikan variabel keluaran yang terwujud dalam empat model
adaptif. Analisi langkah /Path Analysis memberikan dukungan parsial untuk teori nyeri
kronik. Nyeri kronik dan disabilitas yang lebih besar berhubungan dengan stres harian yang
lebih tinggi. Sedangkan dukungan sosial yang lebih besar berhubungan dengan stress harian
yang lebih rendah. Ketiga variabel ini : nyeri kronik, disabilitas, dan dukungan sosial.
Menyumbang sejumlah 35 % dari varian depresi.

G. Kelebihan dan Kelemahan Teori Adaptasi Roy


Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori sehingga dapat
mengembangkan model perpaduannya yang hingga kini masih menjadi pegangan bagi para
perawat. Keeksistensiannya tentu memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam
penerapan konsepnya dibanding dengan konseplainnya. Kelebihan dari teori dan model
konseptualnya adalah terletak pada teori praktek. Dan dengan model adaptasi yang
dikemukakan oleh Roy perawat bisa mengkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus
yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependensi.
selain itu perawat juga bisa mengkaji stressor yang dihadapi oleh pasien yaitu stimulus
fokal, konektual dan residual, sehingga diagnosis yang dilakukan oleh perawat bisa lebih
lengkap dan akurat.
Dengan penerapan dari teori adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal-hal yang
menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme koping dan effektor sebagai upaya
individu untuk mengatasi stress. Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah
terletak pada sasarannya. Model adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi
pasien dan bagaimana pemecahan masalah pasien dengan menggunakan proses keperawatan
dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku cara merawat ( caring ) pada pasien.
Sehingga seorang perawat yang tidak mempunyai perilaku caring ini akan menjadi sterssor
bagi para pasiennya. Oleh karena itu perlunya penerapan perilaku caring perawat untuk
menunjang model adaptasi tersebut, dimana caring akan menjadi sangat penting dalam
membina hubungan interpersonal antara perawat dengan pasiennya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep metaparadigma dari model adaptasi Roy adalah manusia, lingkungan,


keperawatan, dan kesehatan. Semua komponen ini saling berintegrasi satu sama lain.
Manusia adalah sistem adaptif yang holistik dan merupakan fokus keperawatan. Manusia
selalu berinteraksi terus menerus dengan lingkungannya serta bertukar infomasi, sehingga
manusia memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Tiga jenis stimulus lingkungan
yang dijelaskan dalam Model Adaptasi Roy yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan
stimulus residual. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik, perawat juga
hendak nya mengaplikasikan paradigma keperawatan yang tepat yang telah dikemukakan
oleh para ahli disesuaikan dengan kondisi pasien, sehingga tujuan asuhan keperawatan akan
tercapai.
Kelebihan dari teori Roy ini terletak pada teori praktek dan model adaptasi yang
dikemukan oleh Roy perawat bisa mengkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus dan
mengkaji stresor yang dihadapi pasien, sehingga diagnosis asuhan keperawatan yang
diberikan perawat bisa lebih lengkap dan akurat. Kelemahan dari teori Roy ini hanya
berfokus pada adaptasi dan proses pemecahan masalah pasien dan tidak menjelaskan
bagaimana sikap dan perilaku cara merawat pasien.

B. Saran
Perlunya mempelajari teori dan model konsep keperawatan Adaptasi Roy serta
pengembangan teorinya sebagai salah satu kunci dalam mengembangkan ilmu dan praktek,
serta profesi keperawatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth Edition.
USA : Appleton & Lange.

Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott:
Raven Publisher

Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London, William
Heinemann Medical Books

Alligood, M, R. 2017. Pakar Teori Keperawatan.dan Karya Mereka. Singapore. Elsevier.

Dunn,K.S.2004. Toward a middle – range theory of adaptation to chronic pain. Nursing science
Quartely 77,78,84.

Jirovec, M.,.Jenkins j., Isenberg, M., & Baiardi, J. (1999). Urine control theory derived from
Roys Conceptual frame work. Nursing Science Quartely, 12.251-255.

Potter, P,A,.Perry, A.,G. 2010 .Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta:EGC

Roy S.C-Andrews H.A. The Roy Adaptation Model: The Definitive Statement, California:
Appleton & Large. 1999

Roy, C .2011a. Research based on theRoy adaptation model last 25 years.Nursing science
Quartely, 24 (4) 312 -320.

Silvia,M.C.1996.. Research testi nursing theory : state of the art. Advances in nursing science
9,1-11.

Tsai, P.F.Tak, S.Moore, C., & Palencia, I. (2003). Testing a teory Of chronic pain. Journal of
Advanced Nursing, 43,158-169

Tomey and Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.
Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
Ed. USA : Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai