Anda di halaman 1dari 12

SENI LUKIS

Dosen Pengampu :

Sun Choirol Ummah, M.S.I.

Oleh :

Fikky Faturrahman 17505244024


Muhamad Nur Azis 17505244027
Bryant Rizwantuana 17505244033
Dyah Seta Apsari 17505244030

Universitas Negeri Yogyakarta

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Tahun Ajaran

2017 - 2018

BAB I
PENDAHULUANLatar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah seni lukis ?
2. Bagaimana seni lukis dalam Al Quran ?
3. Bagaimana hukum melukis ?
4. Apa macam macam seni lukis yang diharamkan dan diperbolehkan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah seni lukis
2. Untuk mengetahui seni lukis dalam Al Quran
3. Untuk mengetahui hukum melukis
4. Untuk mengetahui macam macam seni lukis yang diharamkan dan diperbolehkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENI LUKIS


Menurut para ahli, sejak ribuan tahun yang lalu nnenek moyang manusia telah mengenal
seni lukis. Terbukti dengan ditemukannya peninggalan-peninggalan prasejarah. Pada
masa primitif, nenek moyang manusia mulai membuat gambar ppada suatu media untuk
menceritakan kehidupan mereka. Mereka baru memulai pembentukan sistem tulisan
dengan simbol simbol.
Bukti yang paling dikenal adalah gambar tangan pada sebuah gua yang telah ditemukan
oleh para ahli. Mereka menempelkan tangannya lalu menyemburkan kunyahan daun-
daunan attau batu mineral pada tangannya. Sehingga terbentuklah gambar jiplakan
tangan.
Para akeolog berpendapat bahwa pada zaman paleolitikum seni rupa juga sebagai media
sakral atau untuk berkomunikasi dengan makhluk gaib. Kemudian ruang gua telah diisi
dengan garis garis yyang memebentuk suatu kesatuan yang ekspresif, dan membentuk
objek binatang yang utuh, berupa goresan-goresan (cavd art) seperti yang terjadi di gua
Leang-leang dan Altamira spanyol.
Pada masa kejayaan Yunani, seni lukis telah berkembang denggan paradigma verfikir
manusianya dalam kehidupan. Mereka selalu mencerminkan pertarungan dewa-dewa
dengan manusia. Kemudian juga terdapat pemujaan kepada tubuh. Mereka verpendapat
pemujaan tubuh bukanlah syahwat melainkan suatu seni. Anwar Al Jundi menyatakan
bahwa konsep seni Yunani coraknya bersifat materialis dan berhalais.
Pada awal kedatangan Islam, kehidupan masyarakat Islam ditandai dengan dua
karakteristik yaitu sederhana dan banyak berjihad. Islam sebagai agama yang haq
mengajarkan akan mutlaknya tauhid kepada Allah. Menurut para sejarawan pada masa
itu tanah Arab masih gersang sehingga masyarakat tidak terlalu memikirkan indahnya
pemandangan alam. Lalu setelah penaklukan syria dan berhubungan dengan romawi
timur, orang -orang arab mulai menyadari keindahan seni kreatif. Namun Islam
memperhatikan serius akan hal ini. Islam melarang adanya penggambaran pahwalan
secara material. Hal ini karena dikhawatirkan akan menodai tauhid dari bahaya
penggambaran yang nanti akan berlanjut ppada pemujaan patung atau berhala.
Seni lukis dalam islam memiliki cabang yaitu seni bangunan (arsitektur), seni kerajinan,
dan seni kaligrafi maupun dekorasi. Dalam beberapa hadits shahih, terdapat hadits yang
menyatakan bahwa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassalam melarang pembuatan lukisan
atau patung. Hal ini karena dapat menimbulkan mudharat karena dapat menyekutukan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini menimbulkan pertentangan di kalangan ulama dan
ahli hukum islam. Terdapat ulama yang memberatkan attau mengharamkan, dan juga
ada ulama yang membolehkan penggambaran makhluk hidup asalkan seniman tidak
memiliki niatan yang menuju pada penyelewengan untuk merusak aqidah dan keimanan
umat islam.
Namun pada masa pemmerintahan daulat Ummayah (622-722M) hingga masa daulat
Abbasiyah (750-1258 M), seni lukis dapat dikatan mengalami perkembangan secara
murni. Dibuktikan dengan seniman-seniman membuat lukisan di dinding istananya yang
megah dan indah yaitu istana Qusayir Amra (724 M), istana Qasr al hair (728 M), dan
istana Jusaq al Khagani (833 M).
Secara umum seni lukis islam benar-benar tumbuh dan berkembang pada awal abad ke
11 M. Hingga abad ke 18 M yang dimullai di Mesopotamia, Persia, dan kemudian
berlanjut ke Turki,Syria dan India. Seni lukis sebagai hasil seni rupa Islam untuk pertama
kali ditemukan di istana Umayyah di padang pasir Syria yakni Istana Qusayr Amra (724
M), istana Qasr al-Hair ash Sharqi (728 M), istana Khirbat al-Mafjah (743 M), berupa
lukisan dinding (fresco), yang melukiskan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Lukisan dinding yang terdapat di istana Qusayr Amra, melukiskan raja Visigoth dari
Byzantine dan raja Negus dari Abessina serta lukisan manusia penari dan pemusik serta
lukisan kuda yang dikombinasikan dengan gambar tumbuh-tumbuhan. Lukisan dinding
di istana Qasr al-Hair, melukiskan manusia yang bermain musik serta lukisan manusia
yang sedang menaiki kuda dengan memegang busur panah, sedang lukisan yang ada di
istana Khirbat al-Mafjah, adalah berupa lukisan mozaik, menggambarkan sebuah pohon
dengan gambar rusa dan seekor singa menangkap rusa.Kemudian sebuah lukisan dinding
diketemukan di sebuah istana Abbasiyah di Sammara Mesopotamia, yakni istana Jusaq
al-khagani (883 M), yang didirikan Calips al-Mutasim. Lukisan ini menggambarkan dua
orang wanita sedang menari.
Dengan adanya penemuan-penemuan lukisan tersebut di atas kemudian memberi
dorongan kuat terhadap pertumbuhan serta perkembangan seni lukis Islam yang pada
permulaan abad ke-11 M muncul untuk pertama kalinya dengan dengan pola-pola
gambar mahluk bernyawa, dan lukisan inilah yang disebut seni lukis miniatur. Lukisan
tersebut tidak lagi berupa lukisan dinding atau lukisan pada benda-benda kerajinan
tetapi berkembang pada lukisan di atas keras sebagai ilustrasi pada buku-buku.
Buku-buku atau naskah yang banyak memuat gambar-gambar miniatur adalah :
Maqamat, Kalila wa Dimmah, dimana kedua buku ini dianggap sebagai karya seni lukis
miniatur terbesar dalam sejarah kesenian Islam. Kemudian buku-buku yang memuat
gambar-gambar miniatur yang tidak kalah pentingnya adalah, seperti kitab Kitab al-
Ghani (buku pengatahuan tentang seni musik dan seni suara), Kitab Manafi al-Hayavan
(buku ilmu pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan), Dawat al-Tibba (buku
pengetahuan tentang ketabiban), dan masih banyak lagi lainnya.
Tokoh-tokoh seniman pelukis miniatur yang terkenal di anataranya adalah Al-Hariri,
Diyarbakir, Ahmed Musa, Memed Siyah Kalem, Ibn Baktishu, Rasyid al-Din, Muhamad
Husayin, Mir Sayid Ali, Abd-as-Samad, dan lain-lain. Disamping dikenal sebagai pelukis
miniatur, mereka juga terkenal sebagai pujangga dan pengarang yang banyak melahirkan
naskah dan buku-buku. Karya-karya mereka juga banyak dijadikan bahan rujukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Pada abad ini, seperti halnya di Indonesia sendiri,
setelah terjadinya “boom” pasar lukisan (yang marak diperbincangkan pada awal tahun
90-an), menjadi penanda yang cukup penting bagi perkembangan seni lukis (Indonesia).
Pada fase ini bisa dikatakan bahwa kemajuan seni lukis mencapai peningkatan yang
sangat signifikan. Dengan hadirnya Galeri-galeri bak cendawan yang tumbuh dimusim
penghujan, mengakibatkan lahirnya karyakarya lukisan dalam jumlah besar, begitu juga
dengan lahirnya generasigenarasi baru para perupanya.
Di tengah perdebatan ulama tentang hukum lukisan mahluk bernyawa, yang sampai
sekarang tidak menampakkan adanya kesepakatan tentang persoalan ini, ternyata tradisi
seni rupa (lukisan) – dari berbagai budaya dan segala zaman – yang mengangkat tubuh
atau mahluk hidup sebagai obyek atau juga pokok soal (subyek metter) hampir tidak
pernah berhenti. Banyak perupa telah memindahkan tubuh-tubuh sebagai pokok soal
dan menjadikannya sebagai sebuah sistem representasi atas zaman, gaya hidup, idiologi
kreatif, patronase politik bahkan bahkan dunia dalam sang perupa sendiri, dan tidak
jarang pula tubuh-tubuh itu hadir sebagai subyek (tema) perbincangan yang amat
dominan.
B. SENI DALAM AL QURAN
Alquran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang
patung pada tiga surat Alquran.

Dalam surat Al-Anbiya‟ (21): 5158 diuraikan tentang patung-patung yang disembah
oleh “ayah” Nabi Ib- rahim dan kaumnya. Sikap Alquran terhadap patung-patung
itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya. “Maka Ibrahim
menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar
(induk) daripatung- patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya)
kepadanya “ (QS Al-Anbiya‟ [21]:58).
Ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di
atas, yaitu bahwa beliau menghancur- kan semua berhala kecuali satu yang terbesar.
Membiarkan satu di antaranya dibenarkan karena ketika itu berhala tersebut
diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi
Ibrahim membukti-
kan kepada mereka bahwa berhala betapapun besar danindahnyatidakwajar
untuk disembah.“Sebenarnyapatung yang besar inilah yang
melakukannya(penghancuranberhala- berhala itu). Makatanyakanlahkepada mereka
jika mereka dapatberbicara,“ Sesungguhnya kamusekalianadalahorang-orang yang
menganiaya (dirisendiri). “ (QS Al-Anbiya‟[21]:63-64). Sekali lagi Nabi
Ibrahima.s.
tidak menghancurkan berhala yang ter- besar pada saat berhala itu difungsikan untuk
satu tujuan yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan berhalanya, tetapi
sikap terhadap ber- hala, serta peranan yang diharapkan darinya.

Dalam surat Saba‟ (34): 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah
kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain adalah,“ (Para jin) membuat untuknya
(Sulaiman) apa yang dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan
patung-patung… “ (QS Saba‟ [34]:13).
Dalam Tafsir Al-Quthubi di- sebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari
kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi
terdahulu. (Baca tafsirnya menyangkut ayat tersebut). Di sini, patung-patung tersebut
karena tidak disembah atau diduga akan disembah, keterampilan membuatnya serta
pe- milikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah ilahi.
Dalam Alquran surat Ali „Imran (3): 48-49 dan Al-Maidah (5): 110 diuraikan mukjizat
Nabi Isa a.s. antara lain adalahmencipta-kan
patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi
burung yang sebenarnya atas izin Allah. “ Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu)
berbentuk seperti burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung
seizin Allah. (QS Ali „Imran [3]: 49).

Di sini, karena kekhawatiran kepada penyembahan berhala


atau karena faktor syirik tidak ditemukan, Allah Swt. membenarkan pembuatan
patung burung oleh Nabi Isa a.s.Dengan demikian, penolakan Alquran bukan
disebabkan oleh patungnya, me- lainkan karena
kemusyrikan dan penyembahannya. Kaum Nabi Shaleh terkenal dengan
keahlian mereka me- mahat, sehingga Allah berfirman, “ Ingatlah
olehmu di waktu Tuhan men- jadikan kamu pengganti-pengganti
(yang berkuasa) sesudah kaum „Ad, dan memberikan tempat bagimu di bumi, Kamu dirikan
istana-istana di tanah- tanah yang datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan
rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kamu merajalela di
bumi membuat kerusakan (QS Al-A‟raf[7]: 74).
Kaum Tsamud amat gandrung melukis dan memahat, serta amat ahli dalam bidang
ini sampai-sampai relief- relief yang mereka buat demikian indah bagaikan “sesuatu yang
hidup”, meng- hiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka. Kaum ini enggan beriman, maka
kepada mereka disodorkan mukjizat yang sesuai dengan “keah- liannya” itu, yakni keluarnya
seekor unta yang benar-benar hidup dari sebuah batu karang. Mereka melihat untaitu
makan dan minum (QS Al-A‟raf [7]:73 dan QS Al-Syu‟ara‟ [26]: 155-156), bahkan mereka
meminum susunya. Ketika itu relief-relief yang mereka lukis tidak berarti sama sekali
dibanding dengan unta yang menjadi mukjizat itu. Sayang mereka begitu keras kepala dan
kesal sampai mereka tidak mendapat jalan lain kecuali menyembelih unta itu sehingga
tuhan pun menjatuhkan palu godam terhadap mereka (baca QS AL- Syams [91]: 13-15).
Yang digarisbawahi di sini adalah bahwa pahat-memahat yang mereka tekuni itu
merupakan nikmat Allah Swt. yang harus disyukuri, dan harus mengantar kepada
pengakuan dan kesadaran akan kebesaran dan keesaan Allah Swt. Allah sendiri yang me-
nantang kaum Tsamud dalam bidang keahlian mereka itu, yang pada hakikat- nya
merupakan “seniman agung” kalau istilah ini dapat diterima. Kembali kepada persoalan
sikap Islam tentang seni pahat atau patung, maka agaknya dapat dipahami antara lain
melalui penjelasan berikut.
Syaikh Muhammad Ath- Thahir bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang
berbicara tentang patung- patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam
mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam memberantas segala bentuk
kemusy- rikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-
orang selain mereka ketika itu.
Sebagian besar berhala adalah patung-patung sehingga Islam meng- haramkannya
karena alasan tersebut bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena
patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan.
Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadis-hadis yang melarang menggambar atau melukis
dan memahat makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah
hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan
menyucikannya, serta mengembang- kan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa
manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Ketika itu ia telah menjadi
salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad „Imarah
dalam bukunya Ma‟alim Al-Manhaj Al- Islami yang penerbitannya disponsori oleh Dewan
Tertinggi Dawah Islam, Al- Azhar bekerja sama dengan Al-Ma‟had Al-„Alami lil Fikr Al-Islami
(Inter- national Institute for IslamicThought).

C. HUKUM MELUKIS/MENGGAMBBAR

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Wal Ifta’

Pada asalnya tashwir (menggambar) segala hal yang memiliki nyawa, baik manusia maupun hewan,
hukumnya haram. Baik itu dalam bentuk ukiran patung (3 dimensi) maupun yang digambar di kertas,
kain, dinding atau semisalnya (2 dimensi). Ataupun juga gambar foto[1]. Berdasarkan hadits-hadits
yang shahih tentang larangan perbuatan tersebut dan adanya ancaman bagi pelakunya dengan azab
yang keras.

Selain itu juga pada jenis gambar tertentu, dikhawatirkan menjadi sarana menuju kesyirikan
terhadap Allah. Yaitu seseorang merendahkan diri di depan gambar tersebut, dan bert-taqarrub
kepadanya, dan mengagungkan gambar tersebut dengan pengagungan yang tidak layak kecuali
kepada Allah Ta’ala. Selain itu juga, terdapat unsur menandingi ciptaan Allah. Selain itu juga
sebagian gambar dapat menimbulkan fitnah (keburukan), seperti gambar selebriti, gambar wanita
yang tidak berpakaian, model terkenal, atau semacam itu.

Dan hadits-hadits yang menyatakan tentang keharaman hal ini menunjukkan bahwa perbuatan ini
adalah dosa besar. Diantaranya hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

َّ‫صورَّ هذِه يصنعونَّ الذينَّ إن‬


ُّ ‫ القيام َِّة يومَّ يعذبونَّ ال‬، َّ‫ لهم يقال‬: ‫خلقتمَّ ما أحيوا‬
“orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari
kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini’” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

َّ ِ ‫المصورونَّ القيام َِّة يومَّ ّللاَِّ عندَّ عذابًا الن‬


َّ‫اس أشدَّ إن‬ ِ
“orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar” (HR. Bukhari
dan Muslim).

Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ وجلَّ عزَّ للاَّ قال‬: ‫ كخلقي يخلقَّ ذهبَّ ممن أظلم ومن‬، ‫ ذرَّة ً فليخلقوا‬، ‫ أو‬: ‫ حب َّةً لِيخلقوا‬، ‫شعيرَّة ً أو‬

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti
ciptaan-Ku?’. Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

‫تماثيل فيه بقرام لي سهوة سترت وقد سفر من وسلم عليه للا صلى للا رسول قدم‬، ‫وجهه تلون وسلم عليه للا صلى للا رسول رآه فلما‬،
‫وقال‬: “‫عائشة يا‬، ‫”للا بخلق يضاهئون الذين القيامة يوم للا عند عذابَّا ً الناس أشد‬، ‫وسادتين أو وسادة منه فجعلنا فقطعناه‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pulang dari safar. Ketika itu aku menutup jendela rumah
dengan gorden yang bergambar (makhluk bernyawa). Ketika melihatnya, wajah Rasulullah berubah.
Beliau bersabda: “wahai Aisyah orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah yang
menandingin ciptaan Allah“. Lalu aku memotong-motongnya dan menjadikannya satu atau dua
bantal” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫الروحَّ فيها ينفخَّ أن القيام َِّة يومَّ كلِفَّ الدُّنيا في صورَّة ً صورَّ من‬
ُّ ، َّ‫بنافخَّ وليس‬
“barangsiapa yang di dunia pernah menggambar gambar (bernyawa), ia akan dituntut untuk
meniupkan ruh pada gambar tersebut di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Juga hadits lainnya dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

َّ‫صورَّ ك ُّل‬
ِ ‫ار في م‬
َِّ ‫ الن‬، َّ‫بكل له يجعل‬
َِّ َّ‫جهنمَّ في فتعذِبه نفسَّ صورها صورة‬
“semua tukang gambar (makhluk bernyawa) di neraka, setiap gambar yang ia buat akan diberikan
jiwa dan akan mengadzabnya di neraka Jahannam” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semua hadits-hadits ini melarang menggambar semua yang memiliki ruh secara mutlak. Adapun
gambar yang tidak memiliki ruh, seperti pohon, laut, gunung, dan semisalnya boleh untuk digambar,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma. Dan tidak diketahui ada diantara para
sahabat yang mengingkari pernyataan Ibnu Abbas tersebut[2]. Dan tidak ada para sahabat.

D. SENI LUKIS YANG DI PERBOLEHKAN DAN DIHARAMKAN


Saat ini, banyak pelukis-pelukis atau seniman – seniman berlomba – lomba membuat karya seni yang
terindah diantara yang lain. Namun banyak diantara mereka yang tidak tahu kalau apa yang dilukis
atau dibuatnya itu diperbolehkan sesuai dengan syariat islam atau malah diharamkan.

Berikut adalah penjelasan dan pembagian seni lukis yang dilarang dan diperbolehkan syariat islam:

Yang dilarang:

Lukisan atau patung tiruan orang, hewan dan mahkluk bernyawa lainnya, jenis lukisan atau
patung ini haram secara ijma’ berasarkan hadits :

“Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing, atau lukisan
atau patung atau orang dalam keadaan janabat”
Gambar yang dilukis dengan tangan yang merupakan tiruan makhluk yang bernyawa. Hukumnya
haram dengan ittifak / kesepakatan para ulama berdasarkan hadits

“Allah Maha Perkasa lagi Maha Jaya berfirman,“Siapakah orang yang lebih zhalim dari orang
yang membuat sesuatu yang menyerupai ciptaan-Ku, cobalah mereka menciptakan sebiji
dzarrah atau sebiji benih atau sebiji gandum.” ( HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad)

“Setiap pelukis akan masuk neraka, dan setiap lukisan yang ia lukiskan akan diberi nyawa,
lalu lukisan itu akan menyiksanya di neraka jahanam.” (HR. Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i)

Gambar yang menonjol sehingga menimbulkan rasa hormat dan digantungkan di tempat yang
mudah dilihat orang yang masuk, maka hukumnya haram.

Yang diperbolehkan :

Lukisan atau patung bukan dalam bentuk orang atau benda bernyawa seperti pohon dan lain-
lain. Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas :

“Setiap pelukis akan masuk neraka, dan setiap lukisan yang ia lukiskan akan diberi nyawa, lalu
lukisan itu akan menyiksanya di neraka jahanam.”

Kemudian Ibnu Abbas berkata, “Kalau anda terpaksa harus melukis, maka lukislah pohon atau
benda lain yang tidak bernyawa !” (HR. Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i)

Semua lukisan yang menggambarkan tubuh tetapi tidak utuh seperti tangan dan lainnya

Boneka. Para ulama memperbolehkan boneka, karena boneka itu tidak tetap (akan rusak) dan
agar anak-anak perempuan terbiasa berlatih mengasuh anak-anak di kemudian hari.
Sebagaimana peristiwa yang dialami oleh ‘Aisyah ra. Aisyah berkata, “Aku sering main boneka
di hadapan Nabi Shollallhu ‘alaihi wassalam aku mempunyai teman-teman yang bermain
denganku. Apabila Rasulullah shollallahu alaihi wasallam masuk mereka berlarian keluar
karena malu kepada beliau, beliau lalu mengirim mereka kembali untuk bermain-main lagi
denganku. (HR.Muslim)

Foto. Para Ulama Mutaakhirin berpendapat bahwa foto tidak termasuk haram dengan alasan
bahwa foto tersebut adalah hasil refeksi suatu benda yang sebagai akibatnya terwujud (pada
film potret benda tersebut). Proses tersebut sama halnya dengan gambar yang terlihat di
cermin (lensa yang ada pada alat pemotret itu merefleksi cahaya benda yang dipotret itu
kedalam alat potret dan cahaya tersebut jatuh pada sebuah film dan terwujudlah gambar
benda yang dipotret pada film itu, yang setelah mengalami proses pencucian dan lain-lain
maka menghasilkan potret benda tersebut).
Namun dalam menyikapi pembahasan foto tersebut Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam
kitabnya Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam minal Qur’an juz IImemberi batasan bahwa
pemotretan hanya dilakukan sebatas kebutuhan saja. Karena unsur kemashalatan yang
terdapat dalam foto akan membawa efek negative dalam bentuk kerusakan moral seperti
gambar-gambar porno dalam majalah dan lain-lain.

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA:
 Kasman K.S., “Kondisi Seni Patung di Mata Masyarakat Islam di Zaman Modern”,
dalam Jabrohim dan Saudi Berlian (eds.), Islam dan Kesenian, Yogyakarta; PP.
Muhammadiyah, 1995, hlm.88 – 89
 Anwar al-Jundi, Pembaratan di Dunia Islam, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 1993,
hlm.117.
 Isharul Haque, Menuju Renaisance Islam, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 139
– 140. Anwar al-Jundi, Ibid, hlm. 118.
 Drs. Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam, Pertumbuhan dan Perkembangannya,
Angkasa: Bandung, 1993, hlm. 134-138.
 http://almuttaqinjepara.com/

Anda mungkin juga menyukai