Anda di halaman 1dari 25

Laporan kasus

KARSINOMA REKTUM

Disusun oleh:
ICHMATUL HIDAYAH OKTAVENI
NIM 1908436837

Pembimbing
dr. Suindra , Sp.B-KBD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma rektum didefinisikan sebagai keganasan yang muncul pada

rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada

rektum adalah Adenokarsinoma. Karsinoma rektum adalah suatu penyakit dimana

sel-sel pada rektum menjadi abnormal dan membelah tanpa terkontrol membentuk

sebuah massa tumor.1

Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

penderita karsinoma dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada

pasien karsinoma di dunia. Dari data Globocan 2012 didapatkan insidensi karsinoma

kolorektal di Indonesia merupakan keganasan ketiga setelah karsinoma payudara dan

karsinoma paru. Karsinoma rektum juga menjadi penyebab kematian ketiga dari

seluruh kasus kematian akibat keganasan. Insiden karsinoma rektum di Indonesia

cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan

wanita. Sekitar 75 % ditemukan di rectosigmoid.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,

terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil

terakhir dari usus besar sebelum anus).3 Karsinoma rektum didefinisikan sebagai

keganasan yang muncul pada rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis

keganasan terbanyak pada rektum adalah Adenokarsinoma.1

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data dari World Cancer Research Fund International (WCRF)

tahun 2008 karsinoma kolorektal menempati peringkat ketiga setelah karsinoma paru

dan karsinoma payudara sebagai karsinoma dengan frekuensi terbanyak dengan 1,2

juta kasus baru.4 Data World Health Organization (WHO) tahun 2008 menempatkan

karsinoma kolorektal pada urutan keempat setelah karsinoma paru, karsinoma

lambung dan karsinoma hati sebagai penyebab kematian akibat karsinoma dengan

608.000 kematian.5

Menurut data yang diperoleh dari penelitian Kokki et al tahun 2013, angka

kejadian karsinoma kolorektal di Asia Tenggara masih dibawah negara Negara

dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, namun masih lebih tinggi dibandingkan

negara-negara sub-sahara.6

3
Di Indonesia sudah mulai banyak data mengenai angka kejadian Karsinoma

kolorektal. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, karsinoma kolorektal di

Indonesia berada pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit karsinoma pasien

rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.810

dengan proporsi sebesar 4,92%. Beberapa studi terakhir mengenai karakteristik pasien

karsinoma rektum di Indonesia melaporkan bahwa di Divisi Bedah Digestif RS Cipto

Mangunkusumo, angka kejadian karsinoma rektum lebih tinggi pada laki-laki (52%),

kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%) dan paling sering dijumpai

dalam stadium III.7

2.3 Anatomi

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula

dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh

muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang

dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang

rektum berkisar antara 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto- sigmoid junction

dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum

mempunyai 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan

longitudinal) dan lapisan serosa.8

4
Gambar 2.1 Anatomi Rektum

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,

media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a.

mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis

merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a.

pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari plexus hemoroidalis

internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika inferior dan seterusnya

melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan dalam

rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.8

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke

kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

5
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum

berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe

mesenterika inferior dan aorta.8

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan

4. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4.8

2.4 Faktor Resiko

Faktor tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat karsinoma kolorektal atau

polip adenoma individual dan keluarga, riwayat individual penyakit kronis

inflamatori pada usus, dan usia lebih dari 50 tahun. Faktor resiko yang dapat

dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok

dan konsumsi alkohol moderat-sering. Sementara aktivitas fisik, diet berserat dan

asupan vitamin D termasuk dalam faktor protektif.9

2.5 Patogenesis

Polip jinak pada rektum

Menjadi ganas

6
Menyusup serta merusak jaringan normal rektum

meluas ke dalam struktur sekitarnya

Bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor

primer menyebar ke bagian

tubuh yang lain dengan cara:

1. Limfogen ke kelenjar parailiaka,

mesenterium dan paraaorta

2. Hematogen terutama ke hati

3. Perkontinuitatum (menembus ke jaringan

sekitar atau organ sekitarnya) misalnya:

ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat

dan dapat mengakibatkan peritonitis

karsinomatosa

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada karsinoma rektum antara lain

adalah:5

7
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses. Darah

berwarna merah segar

2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat

BAB

3. Feses yang lebih kecil dari biasanya

4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh

pada perut atau nyeri

5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

6. Mual dan muntah

7. Gejala anemia seperti rasa letih dan lesu

8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada

daerah gluteus

2.7 Diagnosis8,10

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Keluhan perdarahan melalui anus, gangguan defekasi, kadang didapatkan

massa pada perut, tanda-tanda obstruksi usus, anemia, penurunan berat badan. Tanda

dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi awal dugaan adanya

karsinoma rektum:

- Perdarahan per-anus disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare

selama minimal 6 minggu pada semua umur.

8
- Defekasi seperti kotoran kambing

- Perdarahan per-anus tanpa gejala anal pada individu berusia di atas 60 tahun

- Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir

- Massa intra-luminal di dalam rektum

- Tanda-tanda obstruksi mekanik usus

2. Pemeriksaan Fisik

Dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur.Pemeriksaan ini bertujuan untuk

menetapkan keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor

pada rektum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus

dinilai adalah:

- Keadaan tumor: Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung

os coccygis.

- Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi

pembedahan.

- Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler.

Bila letaknya rendah (2/3 bawah) dapat dicapai dengan baik, bila letaknya

tinggi (1/3 atas) biasanya tidak dapat diraba. Dari pemeriksaan colok dubur

ditetapkan mobilitasnya untuk mengetahi prospek pembedahan. Bila dapat

digerakkan berarti masih terbatas pada mukosa rektum saja. Bila sudah terfiksasi,

biasanya sudah terjadi penetrasi hingga ke struktur ekstra rektum seperti kelenjar

prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus

3. Pemeriksaan penunjang

9
1. Pemeriksaan Laboratorium

Darah perifer lengkap, kimia darah, tumor marker CEA

2. Endoskopi

Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan dengan

sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan

kolonoskopi total.

3. Enema barium dengan kontras ganda

Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda.

4. CT colonography (Pneumocolon CT)

Modalitas CT yang dapat melakukan CT kolonografi dengan baik adalah

modalitas CT scan yang memiliki kemampuan rekonstruksi multiplanar dan

3D volume rendering.

5. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan

derajat diferensiasinya.

Sistem Pentahapan (Staging)11

Klasifikasi pentahapan karsinoma digunakan untuk menentukan luas atau

ekstensi karsinoma dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak digunakan

adalah sistem TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010.

10
T- Tumor primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai


T0 Tidak ada evidens adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi lamina propria.
T1 Tumor invasi submukosa
T2 Tumor invasi muskularis proria
T3 Tumor invasi melewati muskularis propria ke dalam jaringan perikolorektal
T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum viseral
T4b Tumor invasi langung atau menempel pada organ atau struktur lain

N- Kelenjar getah bening regional

Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai


N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening
N1 Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N1a Metastasis pada satu kelenjar getah bening regional
N1b Metastasis pada 2-3 kelenjar getah bening regional
N1c Tumor deposit pada subserosa, mesenteri, atau perikolik nonperitoneal atau

jaringan perirektal tanpa metastasis kelenjar getah bening regional


N2 Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional
N2a Metastasis pada 4-6 kelenjar getah bening regional
N2b Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening regional

M - Metastasis jauh

M0 Tidak ada metastasis jauh


M1 Metastasis jauh
M1a Metastasis terbatas pada satu organ atau bagian

(contoh, hati, paru-paru, ovarium, kelenjar non-regional)


M1b Metastasis pada lebih dari satu oragan/bagian atau

Peritoneum

Klasifikasi TNM karsinoma kolon dan rektum (Dukes)

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup setelah

11
5 tahun
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limfe
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer 65%
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35%
D Metastasis jauh <5%
Stadium Karsinoma Kolorektal

Stadium T N M Dukes
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0 A
IIA T3 N0 M0 B
IIB T4a N0 M0 B
IIC T4b N0 M0 B
IIIA T1-T2 N1/N1c M0 C
T1 N2a M0 C
IIIB T3-T4a N1/NIc M0 C
T2-T3 N2a M0 C
T1-T2 N2b M0 C
IIIC T4a N2a M0 C
T3-T4a N2b M0 C
T4b N1-N2 M0 C
IVA Any T Any N M1a
IVB Any T Any N M1b

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk karsinoma rektum antara lain: polip, proktitis, fisura

anus, hemmoroid, dan karsinoma anus.

2.9 Tatalaksana

Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum antara lain:12

1. Low anterior resection / anterior resection.

Insisi lewat abdomen, kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan

rektum.

12
a. Bila letaknya 12 cm diatas anus dilakukan reseksi anterior

b. Bila letaknya kurang dari 12 cm dari anus, T1, diferensiasi baik, dilakkan

eksisi lokal

c. Bila 6-12 cm diatas anus:

i. Stadium II : reseksi anterior rendah

ii. Stadium II/III : terapi kombinasi multiple + reseksi anterior rendah

d. Bila kurang dari 6 cm dari anus

i. Stadium I diferensiasi baik : reseksi abdomino perineal

ii. Stadium II/III : terapi kombinasi + RAP

e. Prosedur paliatif, dibuat stoma saja

f. Reseksi abdomino perineal / amputasi REKTUM (Milles Procedure).

Bagian distal sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian

dibuat end kolostomi

g. Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat

menyebabkan komplikasi antara lain inkontinensia alvie.

h. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan

unresektabel.

Pengobatan medis untuk karsinoma rektum paling sering dalam bentuk

pendukung/terapi ajuvan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi.

13
14
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. H

Umur : 29 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam.

Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan keluar darah yang merembes dari anus pasien 5 jam

SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan keluar darah dari anus 5 jam SMRS, berwarna merah

segar, disertai lendir. Pasien sangat lemas dan pucat.

4 bulan SMRS pasien mengeluhkan susah BAB, setiap ingin BAB ada keluar

darah dari anus pasien, BAB setiap hari sebanyak 1 atau 2 kali. Pasien juga

mengeluhkan feses yang keluar berukuran lebih kecil dan berwarna kecoklatan

seperti kotoran kambing dan bercampur darah berwarna merah segar. Darah yang

keluar kurang lebih sebanyak 1 sendok makan. Saat mengedan terkadang darah

keluar terlebih dahulu dibandingkan tinja. Tidak ada keluar lendir saat BAB. Pasien

15
juga mengeluhkan disertai rasa nyeri saat BAB. Mual, muntah, dan demam disangkal.

BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA, setelah dilakukan

pemeriksaan pasien dilakukan tindakan operasi colostomy.

Pasien juga mengeluhkan berat badan menurun sebanyak 6 kg dalam 3 bulan

terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat keganasan, tumor, dan penyakit kronis inflamatori pada

usus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keganasan dan penyakit seperti

ini.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tidak suka makan sayur. Merokok (+), minum alkohol (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: composmentis

Tekanan darah: 110/75 mmHg

Frekuensi nafas: 20x/menit

Nadi: 84 x/menit

Suhu: 36,8oC

16
Kepala & Leher

Kepala : Normocephal.

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+).

Bibir : Pucat (+), sianosis (+).

Leher : Pembesaran KGB (-).

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, gerakan dinding dada simetris

kiri dan kanan, jejas (-), hematom (-),

Palpasi : Fremitus kanan dan kiri simetris.

Perkusi : Sonor (+/+), Jantung dalam batas normal.

Auskultasi : Vesikuler (+/+), suara S1 dan S2 reguler.

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, colostomy

Auskultasi : Bising usus (+) 12x/I, borborigmi (-), metcallic sound (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani di seluruh regio

Ekstremitas

Akral hangat.

CRT <2 detik.

Kelenjar Limfe

Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

17
Status Lokalis Anorectal

Anus

Inspeksi : tanda radang (-), benjolan (-)

Rectal Toucher

Tonus sfingter ani : baik

Reflek bulbo vestibularis : baik

Mukosa rektum : licin, tidak teraba massa

Sarung tangan : feses (+) berwarna kecoklatan, darah (+) berwarna merah

segar

D. RESUME

E. Pasien mengeluhkan keluar darah dari anus 5 jam SMRS, berwarna merah

segar, disertai lendir. Pasien sangat lemas dan pucat.

F. 4 bulan SMRS pasien mengeluhkan susah BAB, setiap ingin BAB ada keluar

darah dari anus pasien, BAB setiap hari sebanyak 1 atau 2 kali. Pasien juga

mengeluhkan feses yang keluar berukuran lebih kecil dan berwarna

kecoklatan seperti kotoran kambing dan bercampur darah berwarna merah

segar. Darah yang keluar kurang lebih sebanyak 1 sendok makan. Saat

mengedan terkadang darah keluar terlebih dahulu dibandingkan tinja. Tidak

ada keluar lendir saat BAB. Pasien juga mengeluhkan disertai rasa nyeri saat

BAB. Mual, muntah, dan demam disangkal. BAK tidak ada keluhan.

Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA, setelah dilakukan pemeriksaan

pasien dilakukan tindakan operasi colostomy.

18
G. DIAGNOSIS KERJA

Hematochezia ec susp. karsinoma rektum

H. DIAGNOSIS BANDING

Karsinoma kolon

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (04-11-2019)

Darah rutin

Hb : 10,8 g/dL

Leukosit : 9,42 103/µL

Trombosit : 277 103/µL

Eritrosit : 3,97 106/µL

Hematokrit : 31,7 %

Kimia klinik

Albumin : 1,7 g/dL

GDS : 46 mg/dL

Elektrolit

Natrium : 126 mmol/L

Kalium : 3,6 mmol/L

Klorida : 97 mmol/L

19
Colonoscopy (24-10-2019)

Hasil : Perineum normal. Terdapat massa tumor pada 9 cm dari pinggir anus

bernodul dan mudah berdarah.

Kesimpulan : Ca kolorektal

Histopatologi (29-10-2019)

Kesimpulan : Gambaran histopatologi sesuai dengan Adenocarcinoma rectum, well

differentiated.

J. DIAGNOSIS AKHIR

Karsinoma rektum

K. RENCANA PENATALAKSANAAN

 Non-farmakologi:

- Diet lunak

- IVFD RL 20 tpm

- Operasi

 Farmakologi:

- Inj. Ketorolac IV 1 x 30 mg

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- Kemoterapi

20
21
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien perempuan berusia 29 tahun ini telah dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dan telah ditegakkan diagnosis yaitu

karsinoma rektum. Usia pasien yaitu 29 tahun merupakan salah satu faktor resiko

terjadinya karsinoma rektum.

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan BAB berdarah sejak 1 bulan

SMRS. BAB setiap hari sebanyak 1 atau 2 kali. Pasien juga mengeluhkan feses yang

keluar berukuran lebih kecil dan berwarna kecoklatan seperti kotoran kambing dan

bercampur darah berwarna merah segar. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAB.

Hal ini sesuai dengan manifestasi klinik pada karsinoma rektum, yaitu feses yang

keluar saat BAB seperti kotoran kambing disertai darah yang berwarna merah segar.

Pasien juga mengeluhkan BAB cair saat 2 bulan SMRS selama kurang lebih 2

minggu dan mengalami penurunan sebanyak 6 kg selama 3 bulan terakhir. Hal ini

merupakan manifestasi klinis dari karsinoma rektum. Pada pasien terdapat perubahan

pada pola BAB, yaitu BAB yang cair 2 bulan SMRS lalu menjadi BAB berdarah

sejak 1 bulan SMRS.

Pasien juga mengaku tidak suka mengkonsumsi sayur yang juga merupakan

salah satu faktor resiko dari karsinoma rektum. Serat makanan akan menyerap air di

dalam kolon, sehingga feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada

rektum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian feses

yang mengandung serat akan lebih mudah dikeluarkan atau dengan kata lain transit

22
time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa

makanan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang

pendek menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa kolorektal menjadi

singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan rektum.

Pada pemeriksaan rectal toucher terdapat feses dan darah pada sarung tangan,

tetapi tidak teraba massa pada mukosa rektum. Hal ini dikarenakan massa berada

pada 1/3 atas (letak tinggi) yang sehingga tidak dapat diraba. Hal ini telah dibuktikan

dari pemeriksaan colonoscopy yang didapatkan hasilnya yaitu terdapat massa tumor

pada 9 cm dari pinggir anus bernodul dan mudah berdarah. Pada pemeriksaan

patologi anatomi juga didapatkan hasil gambaran histopatologi sesuai dengan

adenocarcinoma rectum.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. NCCN Guidelines Version 1.2015: Rectal Cancer

2. Globocan. Coloretal Cancer Incidence and Mortality Worldwide in 2008. 2008.

3. Price &amp; Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 4. Jakarta:EGC.

4. World Cancer Research Fund International. Cancer statistics.[Online] 2008 [cited


2013Mar20];
[2screens].Availablefrom:URL:http://www.wcrf.org/cancer_statistics/world_canc
er_statistics.php

5. Capple M. S. 2005. The pathophysiology, clinical presentation, and diagnosis of


colon cancer and adenomatous polyps. Med Clin N Am, 89, 1–42.

6. Kokki I, Papana A, Campbell H, Theodoratou E. 2013. Estimating the incidence


of colorectal cancer in South East Asia. Croat Med J. 2013 Dec;54(6):532-40.

7. Kristianto Y, Basir I. Epidemiological Evaluation of Colorectal Cancer at


Ciptomangunkusumo Hospital from 2000-2010. In; Jakarta 7th Digestive Week.
2012. Jakarta.

8. Schaeybroeck S V, Lawler M, Johnston B, Salto T M, Lee J, Loughlin P, et al.


Colorectal Cancer. 2013. Retrieved from Elsevier website:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4557-2865-7.00077-1

9. Johnson CM, Wei C, Ensor JE, et al. Meta-analyses of colorectal cancer risk
factors. 2014; 24: 1207–1222.

10. Winawer S, Fletcher R, Miller L, et al. Colorectal cancer screening: clinical


guidelines and rationale. Gastroenterology 1997; 112: 594–642.

11. Edge S, Byrd D, Compton C, et al. (eds). AJCC cancer staging manual. 7th ed.
Springer, 2010.

24
12. Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

25

Anda mungkin juga menyukai