Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH PATOLOGI

“KELAINAN CONGENITAL DAN KETURUNAN”

DISUSUN OLEH :
1. MATIAS ANDRIA PERNANDES
2. LISNAWATI
3. LIA TRISNASARI
4. KURNIATIK
5. KRISTIANI
6. KUSMILAWATI
7. KURNIADI
8. KUSMAYADI
9. LANDI MESA
10. M. RUSLI
11. M. ARWANI WICAKSONO

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rakhmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelasaikan Makalah Mikrobiologi dan Parasitologi yang
menjelaskan tentang Kelainan Congenital Dan Keturunan
Semoga dangan pembuatan makalah ini dapat mempermudah para pembaca dalam proses
belajar, berlatih, serta memberikan manfaat menambah pengetahuan tentang Jenis-jenis Kelainan
Congenital Dan Keturunan
Ucapan terima kasih kepada dosen di mata kuliah Patologi yang telah membimbing kami,
serta bantuan dan kerja sama dari semua TIM sehingga Makalah ini selesai seperti yang telah
kita harapkan.
Makalah ini, kami rasa masih banyak terdapat kekurangan, karena itu kritik serta saran
dari para pembaca dan semua pihak, sangat kami harapkan. Semoga Allah SWT, senantiasa
memberikan bimbingan dan petunjuk-Nya kepada kita semua.Amin.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1. Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan
selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan
kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah
diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu
pertama kehidupannya.
Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan
kematian neonatal.
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami
penyakit bawaan. Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus,
meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan
endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan
kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara terpadu.
Dari masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat
untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah
Kita harus melakukan rujukan. Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan
Neonatus dengan Cacat Bawaan dan Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji lebih jauh
mengenai neonatus dengan kelainan kongenital serta penatalaksanaannya sehingga sebagai
seorang bidan kita mampu memberikan asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka
kematian dan kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi
dengan baik.
2. Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja
dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.

B. Tujuan
Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian kelainan congenital/ cacat bawaan pada neonatus.
2.Untuk mengetahui penyebab kelainan congenital.
3.Untuk mengetahui diagnosis kelainan congenital.
4.Untuk mengetahui kelainan kongenital pada neonatus dan penatalaksanaannya.
5. Untuk mengetahui cara pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonates.
6. Untuk mengetahui definisi kelainan keturunan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit turunan.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan cacat bawaan/ kelainan congenital pada neonatus?
2. Apa saja yang penyebab kelainan kongenital?
3. Apa saja kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus dan penatalaksanaannya?
4. Apa yang dimaksud dengan kelainan keturunan / penyakit turunan?
5. Apa saja jenis-jenis penyakit turunan?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Kelainan Congenital Dan Keturunan


a. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat
kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang
cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup
bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi
berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat
lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir dikenal pula adanya diagnosis pre/- ante natal
kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
b. Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja
dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.

2. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan


kongenital antara lain:
2.1 Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum
Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering
sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka
telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta
telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada
kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
2.2 Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
2.3 Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu

organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan
kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi
virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata
sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan
jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-
kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
2.4 Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan
dan akibatnya terhadap bayi.
2.5 Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah

Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka
kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93
untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500
untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 :
75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun
atau lebih.
2.6 Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang
normal.
2.7 Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
2.8 Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A

ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
2.9 Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
3. Jenis-jenis Kelainan Kongenital/ Cacat Bawaan Pada Neonatus

3.1 Encephalocele
Enchepalokel jarang ditemukan, merupakan cacat pada daerah oksipital dimana terjadi
penonjolan meningen yang mengandung jaringan otak dan cairan liguor.
Terapi: eksisi kantong dan menyelamatkan sebanyak mungkin jaringan otak kemudian menutup
cacat tersebut
Perawatan Pra-Bedah: cegah jaringan saraf terpapar yaitu lesi ditutupi kassa steril atau kassa
yang tidak lengket, pertahankan suhu tubuh, catat aktivitas tungkai dan sfingter anal, catat
lingkar kepala, foto tulang belakang, foto lesi.
Perawatan pasca bedah: jamin intake, rawat luka operasi, posisi bayi di ubah tiap 1 jam, monitor
BAK/ BAB, ukur lingkar kepala tiap hari, beri dukungan bagi orang tua/ penjelasan pada orang
tua mengenai kelainan ini.

3.2 Hidrocephalus
Definisi: keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak,
sehingga kepala menjadi besar. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter,
sehingga tekanan intrakranial sangat tinggi.
Hidroscephalus ada dua, yaitu:

3.2.1 Hidrocephalus tak berhubungan (obstruktif) : tekanan CSS meningkat karena aliran CSS
dihambat di suatu tempat di dalam sistem ventrikel

3.2.2 Hidrosefalus berhubungan (komunikans) : tekanan CSS meningkat karena CSS tidak
ventrikel di absorbsi dari ruang subarachnoid, tetap tidak terdapat gangguan dalam sistem.
Penyebab: Obstruksi sirkulasi likuor (sering terdapat pada bayi) yaitu kelainan bawaan,
infeksi, perdarahan, sekres yang berlebihan, gangguan reasorbsi likuor.
Gejala klinik: Muntah, Nyeri kepala, kesadaran menurun, kepala besar, sutura tengkorak belum
menutup dan teraba melebar, sklera tampak di atas iris (Sunset Sign), ubun-ubun besar melebar
atau tidak menutup pada waktunya, dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis,
tegang dan mengkilat, bola mata terdorong kebawah.
Pemeriksaan yang dilakukan: USG, CT Scan, Ventrikulografi
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus:
3.2.2.1 Mengurangi produksi CSS yaitu merusak sebagian fleksus koroidalis dengan
pembedahan. Obat diamox mempunyai khasiat inhibisi pembentukan CSS.
3.2.2.2 Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yaitu
menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.
3.2.2.3 Pengeluaran cairan CSS ke dalam organ ekstrakranial yaitu caara terbaik ke dalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil yang memungkinkan penagliran CSS ke satu
arah. Tindakan ini mudah terjadi infeksi sekunder/ sepsis
Penatalaksanaannya:
a. Kesadaran menurun: pasien diberikan makanan melalui sonde, dan secara bertahap jika
kesadaran mulai ada dapat diberikan susu per oral. Pasien dipasang infus dengan cairan glukosa
(5-10%) dan NaCl 0,9 %

c. Monitor tetesan infus agar tidak terlalu cepat karena dapat menampah tekanan pada otak
d. Kepala pasien harus di alasi bantal yang lembut.
e. Perhatikan agar kulit kepala tetap kering

f. Ubah posisi kepala tiap dua jam, jika tampak kulit kemerahan posisi di ubah tiap satu jam.
g. Jika terjadi lecet beri salep dan tutup dengan kassa
h. Tutup mata dengan kassa steril tiap pasien tidur
i. Jelaskan kepada orang tua bahwa penyakit ini berat dan sukar pengobatannya
j. Jelaskan tentang penyakit anaknya
3.3 Labioskizis dan Labiopalatoskizis
Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir
bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.
Celah bibir (Labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian
atas, yang biasanya berlokasi tepat di bawah hidung.
Celah langit-langit (palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang melewati langit-
langit mulutdan menuju ke saluran udara di hidung.
Etiologi: mungkin mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada
janin, contohnya virus atau bahan kimia). Manifestasi klinik: Labioskisis yaitu distorsi pada
hidung, tampakØ sebagian atau keduanya dan adanya celah pada bibir. Palatoskisis yaitu tampak
ada celah pada palatum, ada rongga pada hidung, distorsi hidung, teraba ada celah atau
terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, kesukaran dalam menghisap atau makan.
Komplikasi: gangguaan bicara dan pendengaran, terjadinya otitis media, aspirasi, disstress
pernapasan.
Penatalaksanaan:
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan posisi kepala bayi sedikit ditegakkan, berikan minum
dengan menggunakan sendok atau pipet, cegah bayi tersedak, tepuk punggung bayi setiap 15
mL-30 mL minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi masih mengisap.
b. Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa enam jam, pemberian infus,
perhatikan keadaan umum bayi.
c. Jelaskan pembedahan pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan
usia 2-3 hari atau sampai beberapa minggu. Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6
bulan dan 5 tahun, ada juga antara 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Untuk
menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 minggu (3 bulan), >5 kg,
leukosit > 1000/ uL. Cara operasi yang umum dipakai adalah cara mungkin (15-24 bulan)
sebelum anak mampu bicara. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.
d. Prosedur perawatan setelah operasi: rangsangan untuk menelan atau menghisap, dapat
menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila
sudah toleran berikan minum pada bayi, dan makanan lunak sesuai usia dan dietnya.
e. Peran bidan: memberi dukungan dan keyakinan ibu, menjelaskan pada ibu yang terpenting
untuk saat ini, adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan sampai
operasi dapat dilakukan. Apabila hanya labioskiziz dapat menganjurkan ibu untuk tetap
menyusui. Apabila kasus labiopalatoskizis pemberian ASI peras untuk memenuhi kevbutuhan
nutrisinya. Bila masalah minum teratasi BB naik, rujuk bayi untuk operasi.

3.4 Atresia esophagus


Atresia esofagus yaitu pada ujung esofagus buntu yang biasanya disertai kelainan bawaan
lainnya yaitu kelainan jantung bawaan dan kelainan gastrointestinal.
Etiologi:
Tidak diketahui, kemungkinan terjadi secara multifactor. Faktor genetic, yaitu Sindrom
Trisomi 21,13, dan 18.
Gambaran klinik :
Liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbuih, apabila air liur masuk ke dalam trakea akan
terjadi aspirasi

Kelainan bawaan ini biasanya terjadi pada bayi yang baru lahir dengan kurang bulan. Bayi
tersebut sering mengalami sianosis apabila cairan lambung masuk ke dalam paru-paru.
Penatalaksanaan : Dengan operasi, sebelum operasi bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah tregurgitas cairan lambung ke dalam lambung. Lakukan pengisapan cairan lambung
untuk mencegah aspirasi bayi dirawat dalam inkubator,ubah posisi lebih sering, lakukan
pengisapan lendir, rangsang bayi untuk menangis agar paru-paru berkembang.

3.5 Atresia Ani dan Recti


Definisi : Tidak adanya lubang tetap pada anus atau tidak komplit perkembangan
embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya secara abnormal.
Penyebab : ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal.
Gambaran klinik : bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium atau urine bercampur mekonium

Atresia Ani terdapat empat golongan yaitu stenisis rektum yang lebih rendah atau pada anus,
membran anus menetap, anus inperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada macam-
macam jarak dari perinium, lubang anus terpisah dengan ujung rektum yang buntu.
Pemeriksaan diagnostik :
Yaitu pemeriksaan fisik rektum kepatenan rektum dan dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan jari atau termometer yang dimasukkan sepanjang 2 cm ke dalam anus,
kalau ada kelainan termometr dan jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan terdapat
penyumbatan lebih tinggi dari perinium, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa
perut kembung, muntah berwarna hijau. Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui sampai dimana
terdapat penyumbatan.
Penatalaksanaan : Pembedahan yaitu eksisi membran anal, fisula yaitu dengan kolostomi
sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus, dengan mempersiapkan operasi
dan penjelasan kepada orang tua mengenai kelainan anaknya serta tindakan yang akan dilakukan.
Sebelum pembedahan bayi dipasangi infus, sering diisap cairan lambungnya, dilakukan
observasi tanda-tanda vital. Operasi dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama hanya dibuatkan
anus buatan dan setelah umur 3 bulan atau lebih dilakukan operasi tahapan kedua. Perawatan
pasca operasi yaitu pencegahan infeksi, penjelasan kepada orang tua cara merawat anus buatan
dan menganjurkan agar konsultasi secara teratur dan menjaga kesehatan bayi agar dapat di
lakukan oprasi tahap kedua tepat pada waktunya.

3.6 Hirschsprung
Pengertian : suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion para simpatis dari
pleksuss messentrikus / aurebach pada kolon bagian distal
Hirschsprung terbagi dua yaitu segmen pendek : dari anus sampai sigmoid, segmen panjang :
kelainan melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.

Gambaran Klinik : Trias yang sering ditemukan ialah mekonium yang lambat keluar (
lebih dari 24 jam ), perut kembung, dan muntah berwarna hijau.
Pemeriksaan colok anus yaitu jari akan merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
Penatalaksanaan : hanya dengan operasi, atau biasanya pipa rektum (merupakan tindakan
sementara) dan dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis (bila ada instruksi dokter),
memberikan yang bergizi serta mencegah terjadinya infeksi. Masalah utama yang terjadi
gangguan defekasi (obstipasi).

3.7 Spina Bifida


Adalah kelainan bawaan yang terbentuk sejak dalam kandungan. Ada sebagian
komponen tulang belakang yang tidak terbentuk. Jadi, tidak ada tulang lamina yang menutupi
sumsum atau susunan sistem saraf pusat di tulang belakang. Terjadinya kelainan ini, dimulai
sejak dalam masa pembentukan bayi dalam kandungan. Terutama pada usia 3-4 minggu
kehamilan. Pada masa ini janin sedang dalam pembentukan lempeng-lempeng saraf. Jika saat itu
ada gangguan, tulang belakang yang seharusnya menutup jadi tidak menutup. Kemungkinan
penyebab gangguan ini adalah ibu hamil kekurangan konsumsi asam folat. Pada proses
perkembangan tulang belakang dengan sarafnya itu, awalnya tulang belakang dan sumsum
tumbuh di tingkat yang sama. Tapi dalam perkembangannya kemudian, Tulang belakang tumbuh
lebih cepat dari sumsum tulang. Kalau ada gangguan pembentukan tulang belakang,
perkembangannya jadi tertahan. Karena tulang belakangnya tidak terbentuk, maka sumsum
tulang jadi tersangkut pada bagian tulang yang berlubang (defect) tadi, sehingga sumsum tulang
keluar dan menonjol. Isinya bisa hanya berupa selaput saraf dengan air saja atau saraf-sarafnya
pun ikut keluar dan menonjol. Sebetulnya, kelainan ini bisa dideteksi sejak dalam kandungan
lewat pemeriksaan USG atau dengan pemeriksaan cairan amnionnya. Bahkan kalau di luar
negeri, bila diketahui si bayi terkena kelainan ini bisa langsung dikoreksi sejak dalam
kandungan.

Gambaran klinis : Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
c. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d. Penurunan sensasi
e. Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
f. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
a. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
b. Lekukan pada daerah sakrum.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
a. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
b. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan di bawah kulit.
c. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit
diatasnya tampak kasar dan merah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum
alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.

Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.


Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan
pemeriksaan berikut:
a. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
b. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra.
c. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.
Penatalaksanaan :
a. Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan
asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan
ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari.
b. Biasanya kalau ada kelainan bawaan yang berat dan dapat mengancam nyawa si bayi, maka
begitu lahir sudah disiapkan tim dokter untuk menanganinya. Misalnya dari bedah saraf, bedah
anak, ortopedi, dan dokter saraf anak. Terlebih bila spina bifidanya terbuka dan terjadi
kebocoran, maka harus segera ditutup lewat operasi. Karena bagaimanapun, tidak bisa dibiarkan
adanya hubungan dunia luar dengan susunan saraf pusat. Tindakan operasi yang dilakukan pun
memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk penutupan kalau ada defect atau kalau ada hubungan
langsung susunan saraf pusat dengan dunia luar. Selain itu, tujuan utama lainnya adalah operasi
untuk membebaskan jaringan saraf bila mungkin ada yang menyangkut di tulang belakang yang
defect (berlubang).
c. Bila kelainan spina bifidanya terbuka luas, bayi harus dirawat di rumah sakit dan tidak
dibolehkan pulang. "Sebab, ia termasuk bayi berisiko tinggi.

16

Sementara pada spina bifida yang dilapisi oleh kulit yang normal, bisa didiamkan saja, tanpa
perlu tindakan operasi. "Bisa dibawa pulang dan kontrol 3-5 bulan, asalkan dihindari dari cedera
seperti jatuh atau terbentur.
d. Bila spina bifida disertai dengan hidrosefalus sebaiknya dilakukan terlebih dulu pemasangan
'selang' atau VP shunt (pintas dari rongga cairan otak ke perut). Kalau tidak, tekanan cairan dari
otak akan tinggi terus. Akibatnya, seringkali bocor dan merembes. Dengan pemasangan selang,
cairan otak dialirkan ke rongga perut sehingga tekanan cairan pun tidak terlalu tinggi. Kalau
tidak dipakaikan selang, lama-lama kepala anak akan terus membesar karena cairan otak akan
bertambah atau berproduksi terus. Pertumbuhan jaringan otak pun akan tertekan dan kalau
dibiarkan terus, bisa menjadi tipis.
e. Kalaupun ada penundaan operasi, misal karena kondisi si anak tak memungkinkan, untuk
sementara waktu diberikan obat-obatan. Terutama untuk mengurangi produksi cairan otaknya.
Selain berusaha secepat mungkin melakukan tindakan sampai kondisinya memungkinkan. Kalau
tidak, akan mengalami masalah di atas meja operasi atau sesudahnya." Pemberian obat-obatan
pun diberikan setelah atau segera sebelum operasi.
f. Sebelum melakukan tindakan pun, biasanya kondisi sarafnya dinilai lebih dahulu, apakah
masih berfungsi atau tidak. Misalnya, apakah anak mengalami kelumpuhan atau tidak. Lalu,
apakah ia bisa menahan pipis atau tidak. Jika ternyata saraf sudah tak berfungsi, Jadi, tindakan
operasi dilakukan menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu bedah anak. Selain itu, dicari
waktu yang terbaik untuk melakukan operasi. Kalau pada usia anak yang lebih besar, lebih
mudah untuk diambil tindakan karena fungsi organ tubuhnya sudah matang. Sementara pada
bayi, sangat riskan.
g. Selain pengobatan dengan tindakan operasi, juga dilakukan stimulasi fisioterapi dan
rehabilitasi medik untuk melatih motoriknya. Misalnya dengan menggerakan otot-ototnya supaya
tidak lemah. Jadi, fungsi-fungsi saraf yang ada harus dilatih semaksimal mungkin. Termasuk
melatih BAB dan BAK. Ini amat penting mengingat tidak mungkin untuk membuat saraf baru.

3.8 Omfalokel (amniokel = Eksomfalokel)


Penyebabnya adalah kegagalan alat pada dalam kembali ke rongga abdomen pada waktu
janin berumur 10 minggu hingga menyebabkan timbulmya omfalokel. Kelainan dengan adanya
sembulan dari kantong yang berisi usus dari visera abdomen melalui defek dinding abdomen
pada umbikalis dan terlihat menonjol. Angka kematian ini tinggi bila omfalokel besar karena
kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.
Masalah yang dapat terjadi adalah potensial infeksi, sebelum operasi bila kantong belum pecah,
dioleskan merkurokrum setiap hari untuk mencegah infeksi. Setelah diolesi diolesi dengan kasa
steril, diatasnya ditutupi lagi dengan kapas agak tebal baru dipasang gurita.
Penatalaksanaan : Operasi segera dilakukan setelah lahir, tetapi mengingat bahwa
memasukkan semua usus dan alat visera sekaligus ke dalam rongga abdomenakan menimbulkan
tekanan yang mendadak pada paru hingga timbul gangguan pernapasan, maka biasanya operasi
ditunda beberapa bulan.

3.9 Hernia Diafragma


Terjadi karena terbentuknya sebagian diafragma sehingga isi perut masuk kedalam rongga
toraks. Kelainan yang sering ditemukan ialah penutupan tidak sempurna dari sinus
pleuroperitoneal yang terletak pada bagian posrero lateral dari diafragma. Gejala tergantung
kepada banyaknya isi perut yang masuk kedalamØ toraks, akan timbul gejala gangguan
pernapasan seperti sianosis, sesak napas, retaraksi sela iga dan sublateral, perut kecil dan cekun,
suara napas tidak terdengar pada paru yang terdesak pada bunyi jantung lebih jelas pada bagian
yang berlawanan oleh karena didorong oleh isi perut. Diagnosis adalah dengan membuat foto
toraks. Tindakan dengan operasi, sebelumnya dilakukan tindakan pemberianØ oksigen bila bayi
tampak sianosi, kepala dan dada harus lebih tinggidari pada dada dan perut, yaitu agar tekanan
dari isi perut terhadap paru berkurang dan membbiarkan daifragma bergerak dengan bebas.
Posisi ini juga dilakukan setelah operasi.

3.10 Atresia Koane


Penutupan satu atau kedua saluran hidung oleh karena kelainan pertumbuhan tulang- tulang
dan jaringan ikat. Bayi akan sukar bernafas dan minum. Atresia unilateral tidak memerlukan
tindakan bedah segera, tetapi bila bilateral harus dilakukan tindakan operatif.

3.11 Obstruksi Usus


Pada bayi yang di lahirkan oleh ibu dengan hidroamnion, harus dilakukan dengan tindakan
pemasukan pipa melalui mulut kelambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus, bila
dapatn mencapai bila dapat mencapai lambung dan cairan lambung dapat diisap lebih dari 15 ml,
dapat diduga mungkin terdapat obstruksi usus letak tinggi, obstruksi dapat terjadi pada usus
halus dan usus besar yang dapat di sebabkan atresia, stenosis atau malrotasi.
Gejala umum yang terjadi muntah berwarnah hijau atau kuning coklat, perut membuncit,
kadang-kadang tampak gerakan peristaltikdan terdapat obstipasi.
Penatalaksaan: dipuaskan, pemberian cairan dan elektrolit dengan parenteral, pengosongan
lambung dan usus dengan cara mengisapnya terus menerus, operasi sesuai dengan letak
obstruksi. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang di sebabkan disfungsi umum kelenjar
eksokrim pancreas. kedaan ini menyababkan berkurangnya enzim pangkreas yant mengalir
kelumen usus halus sehingga isi usus halus menjadi kental dan menumbat lumen usus.
3.12 Atresia Duodeni
Biasanya terjadi dibawah ampula vateri, muntah terjadi beberapa jam sesudah kelahiran. Perut
dibagian epigastrium tampak membuncit sesaat sebelum muntah. Muntah mungkin projektil dan
berwarnah hijau. Foto abdomen dalam posisi tegak akan memperlihatkan pelebaran lambung dan
bagian proksimal duodenum tampa adanya udara dibagian lain usus.

Pengobatan ialah dengan oprasi. Sebelum operasi dilakukan hendaknya lambung dikosongkan
dan diberikan cairan intaravena untuk memperbaiki gangguan air dan elektrolit yangb terjadi.

3.13 Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana metus eksterna terletak dipermukaan ventral
penis dan lebih proksimaldari tempatnya yang normal (ujung glan penis)
Etiologi: maskulinisasi inkomplit dari genetalia karenainvolusi yang prematur dari sel interstisial
testis
Manifestas klinik: penis melengkung kearah bawah hal ini disebabkan adanya chordee
yaitubsuatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus uretra yaitu tipe glandula, distal
penila, penila, penoskrotal, scrotal dan parienal.
Penatalaksanaan: operasi yang terdiri dari beberapa tahap yaitu operasi pelepasan chordee dan
tunneling dilakukan pada glans penis dan muaranya, bahan untuk menutup luka eksisichordee
dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia
merupakan kontra indikasi mutlak untuk sirkumisi. Operasi uretroplasti, biasanya dilakukan 6
bulan setelah operasi pertama uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara
longitudional paralel dikedua sisis.

3.14 Fimosis
Pengertian fimosis adalah penyempitan pada preposium, kelainan yang menyebabkan bayi atau
anak sukar berkemih.
Penyebab
Adanya smegma pada ujung prepusium yang menyulitkan bayi berkemih
Tanda dan gejala
Kulit prepusium menggelembung seperti balon dan bayi / anak menangis keras sebelum
urine keluar.

Penanganan
Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lobang preposium dengan cara
mendorong kebelakang kulit prepesium tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah
infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan
ini mula-mula dilakukan oleh dokter selanjutnya dirumah orangtua sendiri di minta
melakukannya seperti dilakukan oleh dokter ( pada orang barat sunat dilakukan pada seorang
laki-laki kerioka masih dirawat/ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan
/mencegah infeksi karena adanya spegma bukan karena keagamaan. Setiap memandikan bayi
hendaknya preposium didorong kebelakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang
telah dijelang dengan air matang.

3.15 Epispadia
Pengertian : Suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dengan lubang uretra terdapat
bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Jenis: lubang uretra terdapat dipuncak kepala penis,seluruh uretra terbuka disepanjang
penis, seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.
Gejala: lubang uretra terdapat dipunggung penis
Diagnosis : untuk melihat beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut radiologis, USG
system kemih kelamin.
Penangannan: melalui pembedahan

3.16 Kelainan Jantung Kongenital


Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah gangguan atau kelainan
organ jantung saat lahir dan merupakan salah satu penyebab kematian terbesar akibat dari
kelainan saat lahir pada tahun pertama kehidupan.
Penelitian membuktikan bahwa mutasi genetik, factor lingkungan, infeksi saat kehamilan,
dan keracunan dapat menyebabkan atau berperan di dalam gangguan

pembentukan jantung. Meskipun begitu, terdapat beberapa kelainan bawaan yang tidak diketahui
penyebabnya.
Pembentukan sistim kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) dimulai pada minggu
ketiga pertumbuhan janin. Sirkulasi janin akan berkembang sehingga janin dapat tumbuh dan
berkembang di dalam rahim dengan menggunakan plasenta (ari-ari) sebagai sumber dari nutrisi,
oksigen, dan pembuangan sisa metabolisme.
Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam terjadinya
kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti kejang fenitoin, talidomid, dan obat kemoterapi).
Penyebab lainnya adalah pemakaian alcohol, rubella, dan Diabetes selama hamil.

3.17 Kelainan Metabolik dan Endokrin


Pengertian Merupakan gangguan metabolisme ataupun endokrin yang terjadi pada bayi baru
lahir.
Klafikasi dan penyebab
Gangguan metabolik yaitu:
a. Hipertermia
b. Hipotermia
c. Edema, terdapat pada 150 imunisasi rhesus berat pada bayi dari ibu penderita DM.

d. Tetani, biasanya ditemukan pada hipoparatiroidisme fisiologik sepintas yaitu karena


berkurangnya kesanggupan ginjal untuk mengsekresikan fosfat pada bayi yang mendapat susu
buatan dan bayi dari ibu penderita DM atau pra DM.

Gangguan endokrin yaitu :


1. Hipoplasia adrenal congenital disebabkan oleh kekurangan ACTH sebagai akibat dari
hipoplasia kelenjar pituitary hipofungsi hipothalamus pada masa kritis embrio genesis

2. Perdarahan adrenal, disebabkan oleh trauma lahir, misalnya lahir dengan letak sungsang.
3. Hipoglikemia yaitu dimana kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada bayi cukup bulan dan
kurang dari 20 mg % pada BBLR
4. Defesiensi tiroid, terjadi secara genetik yaitu sebagai kretinisme, tetapi juga terdapat pada bayi
yang ibunya mendapatkan pengobatan toiurasil atau derivatnya waktu hamil
5. Hipertirodisme sementara, dapat dilihat pada bayi dari ibu penderita hipertioidisme atau ibu
yang mendapat obat tiroid pada waktu hamil.
6. Gondok congenital disebabkan oleh kekurangan yodium dan terdapat didaerah gondok yang
endemik
7. Hiperplasia adrenal disebabkan karena peninggian kadar kalium dan penurunan kadar natrium
dalam serum

Tanda dan gejala


a. Untuk hipotermia akut yaitu lemah, gelisah,pernafasan dan bunyi jantung lambat dan kedua
kaki dingin.
b. Untuk cold injury yaitu lemah, tidak mau minum, badan dingin, oliguria, suhu tubuh 29,5 oC
– 35 oC. gerakan sangat kurang ; muka,kaki,tangan, dan ujung hidung merah seolah-olah bayi
dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkitis atau edema.
c. Tetani, yaitu mudah terangsang, muscular twicthing ; tremor dan kejang.

d. Hipoplasia adrenal congenital , yaitu, lemah, muntah, diare, malas minum, dehidrasi.
e. Perdarahan adrenal yaitu / renjatan nadi lemah dan cepat , pucat, dingin.
f. Defesiensi tiroid yaitu konstipasi ikterus yang lemah ekstremitas dingin dan pada kulit terdapat
bercak yang menetap.
ng dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian
;hiporekstensi
j. Hipertermia yaitu/ dengan memperbaiki suhu lingkungan dan atau pengobatan terhadap infeksi
k. Hipotermia yaitu/dengan segera memesukkan bayi kedalam incubator yang suhu nya telah
diatur menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti
l. Hipotermia sekunder yaitu/dengan mengobati penyebabnya misalnya dengan pemberian
antibiotika,larutan glukosa,o2 dan sebagainya.

m. Cold injury yaitu/dengan memenaskan bayi secara perlahan-


lahan,antibiotika, larutan glukosa,o2 dan sebagainya.
n. Tetani yaitu/dengan memberikan larutan kalsium glukonat 10 % sebanyak 5:10 ml IV dengan
perlahan-lahan dan dengan pengawasan yang baik terhadap denyut jantung.
o. Hipertiroidisme sementara yaitu dengan memberikan larutan lugol sebanyak 1 tetes 3-6
kali/sehari atau propiltiorasil atau metimasol, pemberian cairan secara IV, sedativum dan
digitalis bila terdapat tanda gagal jantung.
p. Gondok congenital yaitu dengan pengangkatan sebagai kelenjar tiroid dengan disertai
pemberian hormone tiroid bila terdapat gejala penyumbatan jalan nafas yang berat.
q. Hipoplasia adrenal kongenita yaitu dengan pemberian larutan garam
NaCL,deksoksikortikosteron dan asetat
r. Hiperplasia adrenal yaitu/dengan memberikan larutan garam NaCL 0,9% tambah larutan
glukosa seta pemberian kortikosteroid dosis tinggi.

s. Perdarahan adrenal yaitu/ dengan memberikan transfuse darah dan hidrokortison


t. Hipoglikemia yaitu / dengan menyuntikkan larutan glukosa 15-20 % sebanyak 4 ml/kg BB
melalui ke vena perifer.

4. Jenis-jenis Kelainan Turunan


a. Hemofilia
Hemofilia adalah salah satu penyakit turunan akibat kekurangan faktor pembeku darah 8
atau 9. Perintah pembekuan darah ini terdapat di kromosom X, sehingga penderita hemofilia
kebanyakan adalah kaum laki-laki. Karena itu sebagian besar perempuan sebagai carrier saja.
Penyakit ini sulit dicegah karena setiap anak mengandung satu kromosom seks dari ibu dan satu
kromosom seks dari ayah, karenanya penyakit ini selalu dimulai sejak anak-anak.
b. Buta Warna
Penyakit ini diwariskan dari mutasi genetik kromosom X. sebagian besar penyakit
ini,akibat faktor geneik tapi ada juga disebabkan kerusakan mata,saraf dan otak akibat bahan
kimia tertentu. Mutasi yang menyebabkan buta warna jika sedikitnya ada 19 kromosom berbeda
dan 56 gen berbeda. Kondisi ini bisa muncul saat masih kanak-kanak atau dewasa.
c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus memliki hubungan yang kuat dengan keturunan. Penyakit ini
ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah akibat insulin didalam tubuh yang tidak bisa
bekerja secara optimal. Seseorang yang memiliki antigen leukosit dalam darah yang diperoleh
dari orang tuanya akan memiliki kecenderungan kuat untuk mengembangkan diabetes tipe 1
Sedangkan diabetes tipe 2 merupakan penyakit keturunan ysng akan muncul digenerasi
berikutnya jika ada masalah lain yang menyertainya seperti obesitas,hipertensi dan gaya hidup
yang tidak sehat,yang mengganggu fungsi sel-sel beta didalam tubuhnya.

d. Thalasemia
Thalasemia adalah kelainan darah karena hemoglobin darah mudah sekali pecah. Penyakit
ini merupakan genetik yang diturunkan jika kedua orang tuanya adalah pembawa sifat(carrier).
Akibat kelainan darah ini membuat anak terlihat pucat dan harus mendapatkan tranfusi darah
secara teratur agar hemoglobinnya tetap normal. Berdasarkan hukum mendel jika ibunya sebagai
carrier,maka setiap anaknya berpeluang 25 persen sehat, 50 persen sebagai carrier dan 25 persen
terkena thalasemia.
e. Kebotakan
Seperti diketahui bahwa kebotakan disebabkan oleh banyak hal, tapi salah satunya juga bisa
akibat faktor keturunan dari orang tuanya. Jika ayahnya mengalami kebotakan, maka setidaknya
salah satu anaknya ada yang mengalami kebotakan akibat adanya gen yang diturunkan.
f. Alergi
Sebagian besar alergi disebabkan oleh faktor keturunan. Jika orang tua memiliki bakat
alergi, maka ada kemungkinan sekitar 70 persen anak akan memiliki alergi juga. Namun jika
hanya salah satu orang saja yang alergi, maka faktor risiko ini bisa berkurang sekitar 30
persennya.
g. Albino
Albino adalah salah satu penyakit turunan yang disebabkan anak tersebut mengandung gen
albino dari ayah dan ibunya. Kebanyakan orang dengan albino lahir dari orang tua yang memliki
gangguan dalam hal produksi melaninnya, tapi pada orang yang carrier tidak akan menunjukan
tanda-tanda memiliki gen albino. Jika orangtua hanya sebagai carrier atau memiiki satu gen
albino,sebaiknya tidak menikah dengan orang yang memiliki albino.

h. Asma
Asma merupakan salah satu penyakit turunan dan diketahui bahwa faktor ibu lebih kuat
untuk menurunkan asma pada anak dibandingkan dengan faktor bapak. Asma bisa timbul bila
dipicu oleh adanya suatu alergi disekitarnya. Selain itu sekitar 30 persen penyakit asma
disebabkan oleh turunan dari orangtuanya. Namun pada beberapa orang yang asmanya terkontrol
dengan baik, bisa hilang saat menjelang dewasa. Salah satu cara untuk mencegah penyakit-
penyakit tersebut menurun ke generasi berikutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan
lengkap sebelum menikah. Karena dari pemeriksaan ini akan diketahui apakah keduanya
memiliki gen penyakit yang diturunkan ke anaknya kelak atau tidak sehingga bisa lebih siap
menghadapinya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak
konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam
kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi
berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan
kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.
Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja
dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
1. Dalam mempelajari asuhan neonates, seorang calon bidan atau calon perawat diharapkan
mengetahui kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga
mampu memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.
2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan makalah atau
karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan kekurangan yang ada pada
makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.

http://anitad105.blogspot.com/2017/10/makalah-kelainan-kongenital.html
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang tua tentunya ingin mempunyai anak yang sehat baik secara fisik maupun
psikis. Namun pada kenyataannya ada beberapa kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan
keadaan cacat bawaan atau kelainan kongenital.
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi
dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan
kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah
diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu
pertama kehidupannya.
Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja
dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kelainan kongenital?

2. Apa yang menyebabkan kelainan kongenital?

3. Bagaimana patologi dan patofisiologi kelainan kongenital?

4. Bagaimana cara untuk mencegah kelainan kongenital?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang kelainan kongenital.


2. Mengetahui penyebab kelainan kongenital.
3. Mengetahui patologi dan patofisiologi kelaianan kongenital.
4. Mengetahui cara mencegah kelainan kongenital.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan
disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum
kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat
disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-ssebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang
tidak diketahui.
Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital yang timbul
sejak priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau organogenesis,
dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan
morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang
semula tumbuh normal.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau
kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan
oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan
sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Selain pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal dengan
beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi (USG), fetoskopi,
pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan pemeriksaan darah janin.

B. Etiologi Kelainan Kongenital


Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kelainan congenital adalah sebagai berikut :
1. Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant
traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainankhromosom
autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin
sebagai sindroma Turner.
2. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
3. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.
Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak,
kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan
dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor umur ibu


Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang
normal.
7. Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan
bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan
lain-Iain dapat menaikkan kejadian dan kelainan kongenital.
9. Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

C. Patologi dan Patofisiologi Kelainan Kongenital


Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan
dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ
tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan
struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa
celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat
jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor
adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh
serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan
problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi
pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan
kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang
disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang
dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
3. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah
embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian
membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
4. Displasia
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari
kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi
enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu
sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda
dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek
dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung
lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.

D. Pencegahan Kelainan Kongenital


Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan kehamilan
di atas usia 35 tahun :
1. Tidak merokok dan menghindari asap rokok
2. Menghindari alkohol
3. Menghindari obat terlarang
4. Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
5. Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup
6. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
7. Mengkonsumsi suplemen asam folat
8. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi. Meskipun semua vaksin aman
diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik jika semua vaksin yang dibutuhkan telah
dilaksanakan sebelum hamil. Seorang wanita sebaiknya menjalani vaksinasi berikut:
a. Minimal 3 bulan sebelum hamil : MMR
b. Minimal 1 bulan sebelum hamil : varicella
c. Aman diberikan pada saat hamil :
1) Booster tetanus-difteri (setiap 10 tahun)
2) Vaksin hepatitis A
3) Vaksin hepatitis B
4) Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki trimester kedua atau ketiga)
5) Vaksin pneumokokus.
9. Menghindari zat-zat yang berbahaya.
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
a. Alkohol
b. Androgen dan turunan testosteron (misalnya danazol)
c. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (misalnya enalapril, captopril)
d. Turunan kumarin (misalnya warfarin)
e. Carbamazepine
f. Antagonis asam folat (misalnya metotrexat dan aminopterin)
g. Cocain
h. Dietilstilbestrol
i. Timah hitam
j. Lithium
k. Merkuri organik
l. Phenitoin
m. Streptomycin dan kanamycin
n. Tetrasyclin
o. Talidomide
p. Trimethadion dan paramethadion
q. Asam valproat
r. Vitamin A dan turunannya (misalnya isotretinoin, etretinat dan retinoid)
s. Infeksi
t. Radiasi.
Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan,
ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun
tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun
orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin
dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada
bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan
kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan
terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun yaitu dengan tidak merokok dan
menghindari asap rokok, menghindari alkohol, menghindari obat terlarang, memakan makanan
yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal, melakukan olahraga dan istirahat yang
cukup dan masih banyak lagi.

B. Saran
Sebagai seorang perawat hendaknya kita tahu apa saja faktor-faktor yang bisa menyebabkan
kelainan kongenital sehingga kita bisa mencegah kelainan kongenital dan kematian janin/bayi
yang disebabkan oleh kelainan kongenital.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)


https://anandaayumauliantika.wordpress.com/2015/05/24/kelainan-kongenital-lengkap/
Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC
http://anitad105.blogspot.com/2017/10/makalah-kelainan-kongenital.html
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan (abnormalitas) yang terjadi pada janin selama
masa perkembangan janin sebelum kelahiran. Kelainan tersebut dapat berupa kelainan
struktur atau fungsi anggota badan janin.

Umumnya, kelainan kongenital dapat dideteksi sebelum atau sesudah kelahiran bayi.
Beberapa jenis kelainan kongenital baru dapat terdeteksi pasca kelahiran seiring
dengan tumbuh kembang anak. Contoh kelainan kongenital yang baru bisa terdeteksi
selama tumbuh kembang anak adalah gangguan pendengaran. Beberapa contoh
kelainan kongenital yang umum terjadi adalah kelainan jantung kongenital, sindrom
Down, dan kelainan organ saraf kongenital.
Kelainan kongenital dapat berkontribusi terhadap disabilitas jangka panjang yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu penderita. Oleh karena itu, penderita kelainan
kongenital harus mendapatkan dukungan dari keluarga, masyarakat, dan institusi
pelayanan kesehatan. Penyebab munculnya kelainan kongenital tidak dapat
diidentifikasi dengan pasti. Beberapa hal yang diduga kuat sebagai penyebab
munculnya kelainan kongenital pada seseorang adalah faktor genetik, penyakit infeksi,
kekurangan gizi, dan pengaruh lingkungan.
Terdapat beberapa jenis kelainan kongenital yang dapat dicegah. Langkah-langkah
pencegahan munculnya kelainan kongenital dapat berupa vaksinasi, mencukupi asupan
asam folat, serta memberikan perawatan pra kelahiran yang cukup dan memadai untuk
janin.

Penyakit akibat Kelainan Kongenital


Berikut adalah beberapa penyakit yang umumnya terjadi akibat kelainan kongenital
pada janin selama dalam kandungan:

 Anensefali, merupakan kelainan kongenital akibat kegagalan embrio dalam


membentuk tabung saraf (neural tube) sehingga menyebabkan bayi tidak
memiliki lobus frontalis dari otak besar (serebrum) dan tulang tengkorak.
Anensefali dapat didiagnosis selama masa kehamilan ataupun pasca kelahiran.
 Anoftalmia dan Mikroftalmia, merupakan kelainan kongenital pada mata bayi
dimana bayi tidak memiliki satu atau kedua buah mata. Mikroftalmia disebabkan
oleh terhambatnya perkembangan mata bayi, sehingga ukurannya lebih kecil
dari mata bayi normal.
 Anosia dan Mikrosia, merupakan kelainan kongenital pada telinga bayi. Anosia
terjadi jika bayi tidak memiliki satu atau kedua daun telinga. Sedangkan mikrosia
terjadi jika daun telinga bayi berukuran lebih kecil dari ukuran daun telinga
normal.
 Bibir Sumbing (Cleft Lip) dan Sumbing Langit-langit Mulut (Cleft
Palate), merupakan kelainan kongenital pada bibir bayi yang terjadi jika bibir bayi
tidak terbentuk sempurna, sehingga bibir dan langit-langit mulut tidak menutup
sempurna. Selama masa pembentukan bibir dan langit-langit mulut, kedua organ
tersebut berkembang dari kedua pinggiran, kemudian menyatu ditengah-tengah
dan membentuk berbagai fitur pada wajah. Bibir sumbing umumnya terjadi
antara minggu keempat sampai minggu ketujuh selama masa kehamilan.
Sedangkan langit-langit mulut sumbing umumnya terjadi antara minggu keenam
hingga minggu kesembilan selama masa kehamilan.
 Kelainan Jantung Bawaan, merupakan kelainan kongenital yang paling umum
terjadi pada bayi. Kelainan jantung bawaan terjadi ketika bayi terlahir dengan
struktur jantung yang abnormal. Kelainan struktur jantung pada bayi dapat
bervariasi mulai dari ringan, berupa lubang pada dinding jantung, hingga
kelainan yang berat, berupa kehilangan satu atau lebih bagian dari jantung).
 Mikrosefali, merupakan kelainan pada kepala bayi yang berukuran lebih kecil
dari ukuran kepala normal. Bayi dengan mikrosefali umumnya memiliki volume
otak yang lebih kecil dari normal dan cenderung mengalami keterlambatan
perkembangan saraf. Beberapa kondisi mikrosefali lebih berat daripada
mikrosefali lainnya. Mikrosefali berat umumnya terjadi akibat jaringan saraf pusat
tidak berkembang dengan baik selama masa kehamilan bayi.
 Sindrom Down, merupakan kelainan bawaan yang diakibatkan oleh kelainan
kromosom pada bayi, yaitu pada kromosom nomor 21. Pada penderita sindrom
Down, jumlah kromosom nomor 21 yang seharusnya hanya sepasang, menjadi
berlebih hingga tiga buah atau trisomi. Beberapa kasus sindrom Down lainnya
terjadi akibat adanya translokasi kromosom nomor 21 yang menempel sebagian
atau seluruhnya pada kromosom nomor lain. Ciri-ciri penderita sindrom Down
antara lain adalah:
o Wajah yang agak datar, terutama pada bagian hidung.
o Leher pendek.
o Daun telinga kecil.
o Lidah yang cenderung menempel dengan mulut.
o Tangan dan kaki berukuran lebih kecil dari normal.
 Spina Bifida, merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada tulang belakang
akibat gangguan perkembangan tabung saraf selama kehamilan. Pada penderita
spina bifida, sumsum tulang belakang dan selaput durameter tidak terlindungi
oleh tulang belakang serta membentuk tonjolan pada kulit. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan mental pada penderita dari ringan hingga berat
tergantung pada lokasi terjadinya spina bifida.

Penyebab dan Faktor Risiko Munculnya Kelainan Kongenital


Sekitar 50 persen kasus kelainan kongenital tidak bisa di hubungkan ke suatu
penyebab spesifik. Namun beberapa faktor dapat berkontribusi terhadap munculnya
kelainan kongenital pada janin. Beberapa faktor tersebut adalah:

 Faktor Genetik. Genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh di dalam


kemunculan kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang disebabkan oleh
faktor genetik dapat muncul akibat kelainan genetic yang diturunkan dari orang
tua atau terjadinya mutasi pada gen tertentu. Perkawinan orangtua sedarah
(konsanguniti) meningkatkan risiko munculnya kelainan genetik yang jarang
terjadi dan meningkatkan risiko kematian bayi, cacat mental, serta kelainan
lainnya hingga dua kali lipat.
 Faktor Sosioekonomi dan Demografi. Pendapatan rendah dapat berkontribusi
secara tidak langsung terhadap munculnya kelainan kongenital, terutama pada
keluarga atau negara dengan angka kecukupan gizi yang rendah. Kebanyakan
kelainan kongenital muncul pada ibu hamil yang berasal dari keluarga dengan
pendapatan rendah, disebabkan karena kurangnya asupan gizi. Selain itu, risiko
paparan infeksi serta kurangnya layanan kesehatan pada ibu hamil dari keluarga
berpendapatan rendah dapat berpengaruh terhadap munculnya kelainan
kongenital pada janin. Usia ibu hamil juga berpengaruh pada risiko munculnya
kelainan pada janin. Kehamilan di usia lanjut dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kromosom pada janin, salah satunya adalah sindrom D
 Faktor Lingkungan. Paparan dari lingkungan terhadap ibu hamil, terutama
berupa senyawa kimia berbahaya dapat berkontribusi terhadap munculnya
kelainan pada janin. Contoh senyawa kimia yang berbahaya bagi ibu hamil dan
janin adalah pestisida, alkohol, tembakau, radiasi, dan obat-obatan tertentu.
Bekerja atau tinggal di dekat pengolahan limbah, pabrik peleburan besi, atau
pertambangan juga dapat mengganggu kesehatan ibu hamil dan perkembangan
janin.
 Infeksi. Infeksi maternal pada ibu hamil (misalnya sifilis dan rubella) merupakan
penyebab utama munculnya kelainan kongenital, terutama pada keluarga
ekonomi rendah dan menengah. Baru-baru ini, infeksi virus zika pada ibu
hamil diduga kuat sebagai penyebab kelainan mikrosefali pada bayi.
 Malnutrisi pada Ibu Hamil. Kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat
meningkatkan risiko janin yang mengalami gangguan organ saraf pusat.
Sedangkan kelebihan asupan vitamin A dapat memengaruhi perkembangan
embrio dan janin pada ibu hamil.

Jenis-jenis Kelainan Kongenital Genetik


Kelainan kongenital dapat muncul akibat berbagai faktor. Namun secara umum,
kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor genetik dapat dibagi sebagai berikut:

 Kelainan Kromosom. Kromosom merupakan struktur di dalam sel yang


membawa sifat-sifat genetik dari generasi ke generasi selanjutnya. Kromosom
normal pada manusia berjumlah 46 yang berasal dari ayah dan ibu, masing-
masing sebanyak 23 buah. Jika jumlah kromosom bayi kurang atau lebih dari 46
akibat hilang atau terduplikasi, bayi akan menderita kelainan kongenital. Contoh
kelainan kongenital jenis ini adalah sindrom Down, sindrom Klinefelter,
dan sindrom Turner.
 Kelainan Gen. Gen adalah struktur penyusun kromosom. Dalam sebuah
kromosom, terdapat ratusan hingga ribuan gen, yang merupakan kumpulan
informasi genetik dalam bentuk DNA. Kelainan kongenital dapat disebabkan
karena adanya kelainan pada gen. Umumnya kelainan ini diturunkan dari kedua
orangtuanya, dan dapat berupa:
o Kelainan pada gen autosom dominan, yaitu kelainan yang muncul jika
bayi memiliki gen abnormal dari salah satu oranguanya.
o Kelainan pada gen autosom resesif, yaitu kelainan yang muncul jika
bayi memiliki gen abnormal dari kedua orang tuanya. Contohnya adalah
penyakit cystic fibrosis dan penyakit Tay-Sachs.
o Kelainan gen di kromosom X yang bersifat resesif. Umumnya kondisi
ini lebih sering muncul pada laki-laki dibanding perempuan, dikarenakan
perempuan memiliki 2 kromosom X. Contoh kelainan akibat kondisi ini
adalah buta warna, hemofilia, dan distrofi otot.
o Kelainan gen di kromosom X yang bersifat dominan. Kondisi ini dapat
terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Namun, biasanya gejala
kelainan pada laki-laki lebih berat dibanding pada perempuan. Contohnya
adalah kelainan kraniofasial, kelainan tulang, dan lain-lain.

Beberapa kelainan kongenital terjadi karena ada kombinasi dari beberapa faktor risiko.
Adanya pengaruh dari lingkungan, terhadap janin dengan kelainan genetik tertentu,
pada suatu tahap yang menentukan dalam perkembangan janin, dapat menyebabkan
kelainan kongenital. Contoh dari kelainan kongenital seperti ini adalah bibir sumbing
dan spina bifida.

Deteksi dan Diagnosis


Untuk mendeteksi kemungkinan munculnya kelainan pada janin, dapat digunakan
skrining pada tiga tahapan, yaitu:

 Skrining prakonsepsi (sebelum kehamilan). Skrining prakonsepsi bertujuan


untuk memetakan risiko kelainan tertentu yang dimiliki oleh orangtua dan ada
kemungkinan diwariskan kepada anak. Metode skrining yang dilakukan antara
lain adalah memetakan riwayat kesehatan keluarga dan mengetahui apakah ada
dari orangtua yang merupakan pembawa sifat kelainan genetik tertentu,
terutama apabila ada perkawinan sedarah.
 Skrining perikonsepsi (selama masa kehamilan). Tujuan dari skrining
perikonsepsi adalah untuk memantau kondisi ibu hamil dan mengantisipasi hal-
hal yang mungkin dapat meningkatkan risiko munculnya kelainan, serta
memberikan tindakan medis untuk menurunkan risiko tersebut. Selain itu,
skrining perikonsepsi juga bertujuan untuk mendeteksi kelainan pada kandungan
dan janin terutama pada trimester pertama dan kedua. Beberapa metode
skrining yang dilakukan selama masa kehamilan adalah sebagai berikut:
o Memantau kondisi dan riwayat kesehatan ibu hamil. Hal yang harus
diperhatikan antara lain adalah usia ibu hamil (terutama ibu hamil pada
usia muda atau lanjut), konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan lain-
lain.
o USG (ultrasonografi). USG dapat mendeteksi sindrom Down serta adanya
kelainan signifikan lain pada struktur tubuh janin, pada trimester pertama
kehamilan. Kelainan genetik yang berat dapat terdeteksi pada trimester
ke-dua, melalui pmeriksaan USG.
o Pemeriksaan Pemeriksaan darah terhadap beberapa penanda khusus
sebagai parameter, dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan
kromosom atau mendeteksi kelainan sistem saraf pada janin.
o Diagnosis korion dan amnion. Metode tes korion dan amnion dapat
mendeteksi jika terjadi infeksi pada kandungan. Selain itu, tes ini juga
dapat mendeteksi adanya kelainan kromosomal.
 Skrining neonatal (pasca kelahiran). Tujuan dari skrining neonatal adalah
untuk memeriksa adanya kelainan kongenital agar dapat dilakukan tindakan
medis segera apabila diperlukan, serta mencegah perkembangan lebih lanjut
dari kelainan tersebut. Skrining pada bayi baru lahir mencakup pemeriksaan fisik
secara umum, serta skrining untuk mendeteksi adanya kelainan darah,
metabolisme atau produksi hormon.

Pencegahan Kelainan Kongenital


Untuk mencegah munculnya kelainan pada janin dan bayi, serta menurunkan risiko
kelainan kongenital, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

 Memastikan kecukupan gizi bagi wanita muda dan ibu hamil, terutama
kecukupan buah dan sayur serta menjaga berat badan ideal.
 Memastikan kecukupan vitamin dan mineral pada ibu hamil terutama asam folat.
 Menghindari paparan zat kimia berbahaya pada ibu hamil seperti pestisida,
alkohol, atau rokok.
 Menghindari bepergian ke daerah-daerah yang terkena wabah penyakit infeksi
khususnya bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu yang memiliki anak-anak usia
dini.
 Mengontrol kondisi gula darah untuk ibu hamil secara rutin, terutama ibu hamil
yang memiliki risiko diabetes.
 Memastikan tindakan medis terhadap ibu hamil tidak membahayakan kesehatan
ibu hamil dan kandungannya, terutama pemberian obat-obatan atau radioterapi.
 Melakukan vaksinasi pada wanita usia subur sebelum merencanakan kehamilan,
terutama vaksinasi rubella.
 Melakukan deteksi penyakit infeksi di lingkungan ibu hamil, khususnya
rubella, cacar air, dan sifilis.

https://www.alodokter.com/kelainan-kongenital

Sabtu, 12 Oktober 2013


KELAINAN HEREDITER DAN KONGENITAL

A. KELAINAN HEREDITER

Penyakit herediter disebabkan oleh kelainan herediter di dalam


kromosom atau gen pada satu atau kedua orang tua yang diturunkan pada
keturunannya. Kromosom yang berubah dapat menyebabkan
dihasilkannya protein abnormal yang mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh
yang penting.

Pada umumnya, cacat atau penyakit menurun secara genetik bersifat


relatif, sehingga muncul apabila genotipnya dalam keadaan homozigot. Cacat
atau penyakit menurun ini tidak akan terjadi jika individu memiliki genotip
heterozigot, karena gen yang membawanya tertutupi oleh gen pasangannya yang
dominan. Cacat atau penyakit menurun tidak dapat disembuhkan atau ditularkan
karena kelainan ada pada bagian substansi hereditas yang disebut gen. Walaupun
gangguan genetik ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dalam beberapa hal
konsekuensi fenotipnya dapat dibatasi. Tindakan penyembuhan dapat dilakukan
dengan diet, penyesuaian lingkungan, pembedahan, kemoterapi, maupun
rekayasa genetika.

Harus diketahui tidak semua penyakit familial (yang terdapat dalam


keluarga) adalah herediter, beberapa penyakit dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang memajan suatu keluarga (misal, defisiensi gizi) sedangkan
penyakit lain dapat diakibatkan dari mutasi gen baru pada keturunan.

 Beberapa penyakit yang dibahas:

1) Hemofilia

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah pada perdarahan

Diakibatkan oleh kelainan genetik yang bersifat sex-linked resesif

2) Thalasemia

Pada thalasemia didapatkan pembentukan hemoglobin abnormal, sehingga


eritrosit mudah hancur

Hemoglobin adalah molekul pengikat oksigen dan karbon dioksida dalam


eritrosit (sel darah merah)

3) Buta warna

Buta warna (color blindness) adalah ketidakmampuan membedakan warna-


warna tertentu.

Cacat buta warna bermacam-macam, yaitu buta warna total dan buta
warna sebagian. Penderita buta warna tidak dapat melihat warna tertentu,
misalnya warna hijau, merah atau semua warna kecuali hitam putih. Yang paling
umum adalah buta warna merah-hijau. Penderita buta warna ini tidak dapat
membedakan warna merah dan hijau. Untuk mengetahui seseorang menderita
buta warna merah-hijau atau tidak dapat menggunakan kartu uji penglihatan
ishihara. Mari perhatikan Gambar disamping.
Cacat ini diturunkan oleh kedua orang tuanya yang normal. Faktor gen buta
warna terpaut pada kromosom sex X. Apabila dalam pasangan alel dengan
kromosom X yang normal, maka cacat buta warna tidak akan terjadi, tetapi bila
berpasangan dengan kromosom Y, maka laki-laki akan menderita buta warna.

4) Gangguan mental

Gangguan mental karena keturunan bermacam-macam jenis dan


penyebabnya. Salah satu contohnya adalah fenilketonia (FKU) yang disebabkan
oleh kegagalan tubuh mensintensis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi
tiroksin. Di dalam darah penderita mengandung senyawa yang tinggi. Kandungan
senyawa dari fenilalanin ini adalah asam fenilpiruvat yang dapat merusak sistem
saraf sehingga menimbulkan gangguan mental.

Kelainan mental ini dikendalikan oleh gen yang mengatur pembentukan


protein enzim. Penderita memiliki pasangan alel gen-gen relatif homozigot yang
diwariskan oleh kedua orang tua heterozigot yang penampakannya normal.

5) Albino

Orang albino memiliki rambut, mata, bulu mata, dan kulit berwarna putih.
Hal ini disebabkan karena penderita albino tidak memiliki pigmen warna melanin.
Warna melanin ada yang hitam, cokelat, kuning atau putih. Penderita albino tidak
memiliki pigmen ini karena tidak dapat menghasilkan enzim pembentuk melanin.

Gen albino bersifat resesif dan terletak pada autosom (kromosom tubuh)
sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat menderita albino. Seseorang
menderita albino jika gennya dalam keadaan homozigot resesif. Jadi, sifat
tersebut di peroleh dari orang tuanya yang menderita albino atau karier.

B. KELAINAN KONGENITAL

Penyakit kongenital terdapat pada saat lahir; beberapa diturunkan


sedangkan yang lain dapat disebabkan oleh cacat perkembangan yang asalnya
diketahui atau tidak diketahui. Tidak semua penyakit herediter adalah kongenital
(terdapat saat lahir) dan tidak semua penyakit kongenital adalah herediter.
Sebagai contoh, penyakit Huntington adalah herediter tetapi tidak bermanifestasi
hingga usia pertengahan. Sindrom alkohol janin adalah kongenital tetapi
diakibatkan dari seseorang ibu hamil yang mengingesti alkohol.

Kelainan kongenital juga dapat didefinisikan sebagai kelainan dalam


pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar,
umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula
sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin.

A. Angka Kejadian
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital
belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru
ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan
tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui
selama kehidupan fetus.
Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan
bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan
bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000
kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai
berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara
klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara
19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara
14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979)
sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan
kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula
dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.
B. Faktor Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara
lain:
1) Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down
(mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
2) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
3) Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama
di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus.
Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus
Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada
trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai
katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan.
Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan
kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya
gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia
atau mikromelia.
Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui
secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama,
dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat.
Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
C. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru
lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan
ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun
atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu
berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75
untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu
berumur 45 tahun atau lebih.
D. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
E. Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang
mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
F. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain
dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
G. Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
 Beberapa penyakit yang dibahas :
1) Sindrom Down

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan


genetik yang terjadi pada kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat
manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada
keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada
tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.

Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative
pendek,kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka
sering juga dikenal dengan mongolisme.

Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali
sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal
dengan istilah yang sama.

2) Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter adalah kelainan kromosom pada pria yaitu adanya


kromosom X tambahan (XXY).
Gangguan perkembangan seksual disebabkan oleh kadar hormon
testosteron yang rendah pada pubertas.

3) Sindrom Turner

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan


oleh kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY,
namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY.
Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan
mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya
berupa ginekomastia(perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran
payudara)

Sindrom Turner adalah kelainan kromosom pada wanita yaitu tidak adanya
(atau kerusakan) salah satu kromosom X (XO).

Pada penderita sindrom Turner didapatkan retardasi pertumbuhan dan


infertilitas.

4) Palatoskizis (Celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing))

Pada palatoskizis (langit-langit terbelah) didapatkan palatum (langit-langit)


yang terbelah karena gangguan pertumbuhan dalam fase embrional.

Palatoskizis seringkali juga disertai dengan bibir yang terbelah (labioskizis).

Terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir
tidak terbentuk sebagaimana mestinya.

Bibir sumbing adalah suatu celah diantara bibir bagian atas dengan hidung.

Langit-langit sumbing adalah suatu celah diantara langit-langit mulut


dengan rongga hidung.

5) Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis adalah keadaan dengan sebagian usus keluar dari
dinding abdomen di bawah kulit melalui umbilikus. Hernia umbilikalis sering
didapatkan pada bayi prematur.

Bodong atau hernia umbilikalis (umbilical hernia) merupakan kondisi dimana


usus menjorok lewat bukaan pada otot perut sehingga pusar tampak menonjol
keluar. Kondisi ini sering ditemukan pada bayi tetapi bisa juga mempengaruhi
orang dewasa. Bodong pada anak-anak biasanya tidak sakit atau berbahaya
namun bodong yang muncul pada orang dewasa dapat menyebabkan perut
terasa tidak nyaman. Umumnya bodong pada anak-anak akan hilang saat berusia
sekitar 2 tahun. Jika diameternya lebih kecil dari 5 mm, bodong itu akan menutup
sendiri pada usia kurang dari 2 tahun. Bodong berdiameter 5-15 mm biasanya
menutup sebelum berusia 4 tahun dan jika diameternya lebih kecil dari 2 cm
masih mungkin menutup pada usia 6 tahun.

6) Strabismus

Strabismus (mata juling) adalah keadaan kondisi dengan kedua mata tidak
tertuju pada arah yang sama.

Selain yang bersifat bawaan (kongenital), strabismus juga mungkin didapat


sebagai salah satu gejala penyakit lain, mis. tumor otak, gangguan penglihatan,
dsb.

7) Polidaktilia

Polidaktilia ialah adanya jari tambahan (jari keenam) pada tangan atau
kaki, disebabkan kelainan genetik autosom dominan.

8) Defek tabung saraf

Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak
dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk
tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara
sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau
meninggal segera setelah lahir.
2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:
- Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di
sekeliling korda spinalis.
- Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

9) Kelainan jantung
- Defek septum atrium dan ventrikel (terdapat lubang pada dinding yang
meimsahkan jantung kiri dan kanan)
- Patent ductus arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang penting pada sirkulasi
janin ketika masih berada di dalam rahim; setelah bayi lahir, tidak menutup
sebagaimana mestinya)
- Stenosis katup aorta atau pulmonalis (penyempitan katup aorta atau katup
pulmonalis)
- Koartasio aorta (penyempitan aorta)
- Transposisi arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri pulmonalis)
- Sindroma hipoplasia jantung kiri (bagian jantung yang memompa darah ke
seluruh tubuh tidak terbentuk sempurna)
- Tetralogi Fallot (terdiri dari stenosis katup pulmonalis, defek septum ventrikel,
transposisi arteri besar dan hipertrofi ventrikel kanan).
Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam
terjadinya kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti-kejang fenitoin, talidomid
dan obat kemoterapi).
Penyebab lainnya adalah pemakaian alkohol, rubella dan diabetes selama hamil.

10) Cerebral palsy

Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi
lahir, tergantung kepada beratnya kelainan.

11) Clubfoot
Clubfoot digunakan untuk menggambarkan sekumpulan kelainan struktur
pada kaki dan pergelangan kaki, dimana terjadi kelainan pada pembentukan
tulang, sendi, otot dan pembuluh darah.

12) Dislokasi panggul bawaan


Terjadi jika ujung tulang paha tidak terletak di dalam kantung panggul.

13) Hipotiroidisme kongenital


Terjadi jika bayi tidak memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak
terbentuk secara sempurna.

14) Fibrosis kistik


Penyakit ini terutama menyerang sistem pernafasan dan saluran
pencernaan. Tubuh tidak mampu membawa klorida dari dalam sel ke permukaan
organ sehingga terbentuk lendir yang kental dan lengket.

15) Defek saluran pencernaan


Saluran pencernaan terdiri dari kerongkongan, lambung, usus halus dan usus
besar, rektum serta anus.
Diantaranya adalah:
- Atresia esofagus (kerongkongan tidak terbentuk sempurna)
- Hernia diafragmatika
- Stenosis pilorus
- Penyakit Hirschsprung
- Gastroskisis dan omfalokel
- Atresia anus
- Atresia bilier

16) Fenilketonuria
Merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh
tubuh dan bisa menyebabkan keterbelakangan mental.
Bayi yang terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati
mereka akan mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika
usianya mencapai 1 tahun.
17) Sindroma X yang rapuh
Sindroma ini ditandai dengan gangguan mental, mulai dari ketidakmampuan
belajar sampai keterbelakangan mental, perilaku autis dan gangguan pemusatan
perhatian serta hiperaktivitas.
Gambaran fisiknya khas, yaitu wajahnya panjang, telinganya lebar, kakinya datar
dan persendiannya sangat lentur (terutama sendi pada jari tangan).
Sindroma ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.

18) Distrofi otot


Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
lebih dari 40 macam penyakit otot yang berlainan, yang kesemuanya ditandai
dengan kelemahan dan kemunduran yang progresif dari otot-otot yang
mengendalikan pergerakan.

19) Anemia sel sabit


Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang memiliki bentuk abnormal
(seperti bulan sabit), yang menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan
gangguan kesehatan lainnya.

20) Penyakit Tay-Sachs


Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan
kebutaan, demensia, kelumpuhan, kejang dan ketulian.

21) Sindroma alkohol pada janin


Sindroma ini ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan,
keterbelakangan mental, kelainan pada wajah dan kelainan pada sistem saraf
pusat.
http://amanimidwife.blogspot.com/2013/10/kelainan-herediter-dan-kongenital.html
PENDAHULUAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Oleh dr. Gold SP Tampubolon

Penyakit Jantung Bawaan (congenital heart disease) atau terkadang disebut jugaa Penyakit
Jantung Kongenital, merupakan kumpulan malformasi dan kelainan jantung yang muncul pada
masa embrionik dan perkembangan jantung janin. Kelainan kongenital ini berhubungan dengan
faktor genetik, seperti mutasi kromosom, dan faktor lingkungan, seperti infeksi dan paparan zat
teratogenik. Pada sebagian kasus, kelainan akan membaik dengan sendirinya, namun mortalitas
penyakit ini tetap tinggi walaupun teknik pengobatan sudah banyak dikembangkan.[1]
Secara umum penyakit jantung bawaan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu penyakit jantung
asianotik dan sianotik. Penyakit jantung sianotik terjadi apabila terdapat hubungan pirau dimana
darah mengalir dari bilik jantung kanan ke bilik jantung kiri. Sebaliknya pada penyakit jantung
asianotik, hubungan pirau terjadi dari kiri ke kanan.[1]

Prinsip tatalaksana pada penyakit jantung bawaan adalah tatalaksana korektif. Koreksi dapat
dilakukan dengan tindakan bedah, karena itulah pasien dengan penyakit jantung bawaan harus
dirujuk ke kardiologis atau dokter bedah jantung untuk dilakukan tindakan korektif maupun
paliatif. [2]

Pencegahan penyakit jantung bawaan adalah dengan menurunkan insidensi penyakit jantung
bawaan per kelahiran hidup. Pencegahan harus dilakukan sejak pra konsepsi karena jantung
langsung mulai berkembang di awal kehamilan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
melalui modifikasi maternal, baik pada wanita yang merencanakan kehamilan atau sedang hamil.
[3]
Transposisi arteri
besar. Sumber: Openi, 2013.

Patofisiologi penyakit jatung bawaan dimulai dari masa embrio. Jantung adalah salah satu organ
yang paling awal terbentuk.

Embriologi Jantung
Perkembangan jantung dimulai sejak awal perkembangan embrio. Embrio berkembang
membentuk tiga lapisan, yaitu ektoderm, endoderm, dan mesoderm. Dari lapisan mesoderm
terbentuk otot, jaringan ikat di kepala, badan, dan tulang, serta sistem kardiovaskular.
Pembentukan jantung primitif berlangsung pada sekitar hari ke-20 sejak terjadi konsepsi.[4]

Jantung terbentuk dari dua tabung endokardium yang menyatu dan kemudian masuk ke regio
toraks seiring dengan terjadinya lipatan embrio. Bagian tabung yang menyatu membentuk
jantung sementara bagian yang tidak menyatu pada bagian atas dan bawahnya membentuk
pembuluh darah besar.

Bagian tabung yang menyatu kemudian melipat dari kanan ke kiri sehingga bentuk jantung
semakin jelas dan posisi jantung menjadi di sebelah kiri pada rongga toraks. Setelah penyatuan
selesai, pada kira-kira hari ke-28 sejak konsepsi, jantung membentuk ruang-ruang ventrikel dan
atrium. Kemudian irama sinus dapat terlihat setelah 16 minggu. [4]

Sirkulasi Fetal dan Adaptasi Ekstrauterin


Di dalam uterus, bayi mendapat nutrisi dari sirkulasi plasenta. Darah dari plasenta mengalir ke
vena kava inferior menuju atrium kanan. Dari atrium kanan darah sebagian dialirkan ke atrium
kiri melalui foramen ovale. Sebagian lainnya mengalir ke ventrikel kanan, kemudian dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Resistensi arteri pulmonalis masih tinggi akibat foramen
ovale yang terbuka. Darah dialirkan ke aorta melalui suatu pirau yakni duktus arteriosus. Darah
dari ventrikel kiri mengalir ke aorta bergabung dengan darah dari ventrikel kanan sehingga
saturasi oksigen fetal hanya mencapai 65%. Saturasi oksigen yang rendah merangsang
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin akan mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka.

Setelah kelahiran, sirkulasi dari umbilikal ditutup dan menyebabkan penurunan tekanan di
jantung kanan sehingga foramen ovale menutup. Darah dari ventrikel kanan mengalir ke arteri
pulmonalis menuju paru-paru. Saturasi akan meningkat hingga 95% dan merangsang berhentinya
pembentukan prostaglandin. Kadar prostaglandin akan menurun sehingga terjadi penutupan
duktus arteriosus pada hari ke 7-10 setelah kelahiran.[4]

Klasifikasi dan Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan


Secara umum penyakit jantung bawaan dibagi dua menjadi penyakit jantung asianotik dan
sianotik. Penyakit jantung sianotik terjadi bila terdapat hubungan pirau sehingga darah mengalir
dari sirkulasi jantung kanan ke kiri. Sebaliknya pada penyakit jantung asianotik, hubungan pirau
terjadi dari kiri ke kanan.[2] Karena perbedaan pirau ini, penyakit jantung bawaan
diklasifikasikan menjadi penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan (asianotik), pirau
kanan ke kiri (sianotik), lesi obstruktif murni, dan anomali arteri koroner. [1]

Pirau Kiri ke Kanan (Asianotik)

Pada penyakit jantung bawaan dengan pirau dari bilik kiri ke kanan, tidak terjadi gangguan pada
saturasi oksigen yang dialirkan ke sirkulasi sehingga pada pasien tidak didapatkan sianosis.
Contoh penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan adalah :

 Atrial Septal Defect (ASD) dimana terdapat defek pada septum atrium sehingga terjadi pirau dari
kiri ke kanan
 Ventricular Septal Defect (VSD), dimana septum ventrikel mengalami defek.
 Atrioventricular Septal Defect (AVSD) parsial atau komplit
 Patent Ductus Arteriosus (PDA), duktus arteriosus tidak menutup sehingga sebagian darah dari
ventrikel kanan dan dari aorta bercampur.
Pirau Kanan ke Kiri (Sianotik)

Pada penyakit jantung bawaan dengan pirau dari bilik kanan ke kiri, terjadi gangguan pada
saturasi oksigen yang dialirkan ke sirkulasi sehingga pada pasien akan didapatkan sianosis.
Contoh penyakit jantung bawaan dengan pirau kanan ke kiri adalah :
 Tetralogy of Fallot (TOF), yang meliputi gabungan antara VSD yang lebar, obstruksi keluaran
ventrikel kanan yang biasanya disebabkan oleh stenosis pulmonal, overriding aorta, dan
hipertrofi ventrikel kanan
 Transposition of great arteries (TGA), aorta muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal
muncul dari venrikel kiri. Biasanya disertai dengan PDA
 Persistent Trunchus Arteriosus
 Hypoplastic Left Heart, biasanya dengan atresia mitral dan aliran darah ke aorta adalah dari
arteri pulmonal melalui duktus arteriosus
 Hypoplastic Right Heart
Lesi Obstruktif Murni

Lesi obstruktif murni pada penyakit jantung bawaan diantaranya adalah stenosis katup pulmonal,
stenosis katup aortal, dan koarktasio aorta dimana terdapat penyempitan pada bagian aorta.

Anomali Arteri Koroner

Penyakit jantung bawaan juga dapat berupa anomali arteri koroner, walaupun kelainan ini lebih
jarang terjadi. Anomale arteri koroner dapat terjadi pada left main coronary artery(LMCA) dari
arteri pulmonal, left main coronary artery (LMCA) dari sinus Valsalva kanan, dan right main
coronary artery dari sinus Valsalva kiri [1]
Koarktasio aorta.
Sumber: anonim, Openi, 2011.

Etiologi penyakit jantung bawaan kebanyakan (80%) adalah multifaktorial. Faktor lingkungan
dan genetika berperan namun tidak ditemukan etiologi yang cukup jelas. Sekitar 20% lainnya
disebabkan oleh abnormalitas kromosom, kelainan genetika lainnya, dan pengaruh lingkungan
yang jelas.

Kelainan Kromosom Akibat Kelebihan Atau Hilangnya Kromosom


Mutasi kromosom yang menyebabkan kelebihan atau kehilangan kromosom dapat
bermanifestasi sebagai penyakit jantung bawaan. Contoh kelainan ini adalah :

 Sindrom Down, trisomi 21, paling sering ditemui dengan penyakit jantung bawaan.

 Sindrom Edward, trisomi 18

 Sindrom Patau, trisomi 13

 Sindrom Turner, monosomi X

 Sindrom Klinefelter, 47 XXY

 Cat eye, tetrasomi 22p [4,5]


Sindroma Mendelian
Sindroma Mendelian adalah mutasi DNA tunggal yang dapat menimbulkan kelainan kardiak
dan ekstrakardiak. Contoh sindroma yang terjadi pada manusia adalah sindrom Noonan,
Allagille, Heterotaxy, Holt-Oram, dan Char. [4,5]

Kelainan Gen Non-Sindromal


Kelainan gen non-sindromal, yakni kelainan faktor transkripsi atau protein sarkomer, juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit jantung bawaan. [4,5]

Faktor Lingkungan Dan Teratogen


Faktor lingkunan dan teratogenik juga dapat menyebabkan kelainan jantung bawaan. Keadaan-
keadaan ini biasanya melibatkan kondisi ibu sebelum dan saat kehamilan, diantaranya :

 Diabetes maternal, faktor yang paling sering ditemukan

 Kehamilan multifetal

 Infeksi rubela pada kehamilan

 Fenilketonuria

 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


 Penggunaan talidomide, asam retinoat, lithium, mariyuana, alkohol, golongan SSRI dan
antikonsulvan [6]

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Oleh dr. Gold SP Tampubolon
Epidemiologi penyakit jantung bawaan di Indonesia adalah 8 per 1000 kelahiran hidup, dimana
diduga terjadi penambahan sekitar 32.000 kasus baru setiap tahunnya.

https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/penyakit-jantung-kongenital

Abnormalitas Kromosom Seks


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigationJump to search

Abnormalitas pada kromosom seks hadir sebagai hasil dari mutasi atau perubahan
struktur kromosom yang terjadi oleh penyebab tertentu, misalnya oleh radiasi, atau bisa juga terjadi
akibat permasalahan ketika menjalani proses meiosis, yaitu proses pembelahan inti sel dalam
proses pewarisan keturunan. Salah satu jenis mutasi disebabkan oleh retasnya (pemutusan jalinan
atau breakage) kromosom. Kromosom yang retas tersebut mungkin menjadi terhapus, tergandakan,
sungsang (terbalik), atau tergantikan pada lokasinya (translocated) sehingga menjadi kromosom
yang tidak sama, baik secara struktur maupun pola. Jenis mutasi yang lain, yang juga bisa terjadi
selama proses meiosis, menyebabkan sel-sel menjadi memiliki terlalu banyak atau menjadi memiliki
jumlah yang kurang dari semestinya.
Perubahan pada jumlah kromosom dalam sebuah sel dapat berakibat pada perubahan dalam ciri
fisik (physical traits) pada makhluk hidup.

Daftar isi

 1Kromosom seks yang normal


 2Perbedaan ukuran antara kromosom X dan Y
 3Abnormalitas
 4Tabel jenis abnormalitas
 5Kepustakaan

Kromosom seks yang normal[sunting | sunting sumber]


Dalam reproduksi seksual manusia, dua gamet atau item yang merupakan calon untuk berpasangan
dalam sebuah proses genetika, berpadu untuk membentuk zigot atau sel telur yang dibuahi, yang
merupakan hasil perkawinan antara jantan dan betina. Gamet merupakan sel dalam proses
reproduksi yang dihasilkan oleh proses pembelahan inti sel yang disebut dengan istilah meiosis.
Gamet hanya mengandung satu set kromosom dan terdiri atas kromosom-kromosom yang belum
berpasangan, yaitu tersusun atas 22 kromosom dan satu kromosom seks. Sehingga secara
keseluruhan, dalam gamet tersebut secara keseluruhan ada 23 kromosom, atau jika telah
berpasangan dalam zigot menjadi 46 buah atau 23 pasang.
Gamet jantan atau sel sperma pada manusia dan mamalia lainnya merupakan gamet yang
susunannya terdiri atas satu atau dua jenis kromosom seks, yang ragamnya adalah berupa
kromosom X atau Y. Walaupun demikian, gamet betina atau sel telur hanya mengandung jenis
kromosom X. Semua itu terjadi karena pasangan kromosom seks pada pria adalah XY, sedangkan
pada wanita hanya mengandung sejenis kromosom X saja, yaitu XX.
Sel sperma menentukan jenis kelamin satu individu dalam hal ini. Jika satu sel sperma yang
mengandung kromosom X membuahi sel telur, maka zigotnya akan menjadi XX atau betina/wanita.
Atau jika dijabarkan dalam penjelasan yang sederhana, maka kromosom X + kromosom
X = pasangan kromosom XX.
Jika sel sperma yang membuahinya adalah sel yang mengandung kromosom Y, maka hasilnya
adalah zigot yang akan menjadi XY atau jantan/lelaki. Atau dalam penjelasan yang
sederhana: kromosom X + kromosom Y = pasangan kromosom XY.

Perbedaan ukuran antara kromosom X dan Y[sunting | sunting sumber]


Kromosom Y membawa gen yang mengarah pada perkembangan kelenjar kelamin dan sistem
reproduksi jantan/lelaki.
Ukuran kromosom Y jauh lebih kecil daripada kromosom X (ukurannya sekitar sepertiga dari ukuran
kromosom X) dan memiliki gen-gen yang lebih sedikit dibandingkan kromosom X. Kromosom X
membawa sekitar dua ribu gen, sementara kromosom Y hanya memiliki kurang dari seratus gen.
Pada mulanya, kedua kromosom tersebut memiliki ukuran yang kurang lebih sama.
Perubahan struktural pada kromosom Y menghasilkan penyusunan ulang gen-gen pada
kromosomnya. Perubahan-perubahan ini berarti bahwa kombinasi ulang tidak dapat terjadi antara
bagian besar kromosom Y and kromosom X sebagai pasangannya selama proses meiosis. Proses
kombinasi ulang ini penting untuk menghapuskan proses yang tidak diinginkan dalam proses
mutasi, sehingga tanpa hal itu, hasil mutasi terhimpun secara lebih cepat pada kromosom Y.
Pemisahan semacam itu, yang terjadi pada kromosom Y, tidak terjadi dengan cara yang sama pada
kromosom X, karena, kromosom ini, masih mempertahankan kemampuannya yang selaras untuk
berpasangan ulang dengan kromosom X lainnya untuk menjadikannya sebagai betina/wanita.
Sehingga dalam keseluruhan waktu, sejumlah mutasi pada kromosom Y telah menghasilkan
penghapusan (tidak diikutsertakannya) gen-gen yang kontennya tidak relevan dengan proses
tersebut dan, dengan demikian, telah menyumbang peran terhadap berkurangnya ukuran kromosom
Y.

Abnormalitas[sunting | sunting sumber]


Aneuploidi adalah sebuah kondisi yang dicirikan oleh hadirnya jumlah yang abnormal dari
pasangan kromosom. Jika sebuah sel memiliki tambahan jumlah kromosom, yaitu tiga alih-alih dua,
maka fenomena ini dinamakan dengan istilah trisomi (berasal dari kata tri, tiga & -some, singkatan
dari chromosome).
Jika sebuah sel kehilangan sebuah kromosom, maka fenomena ini disebut dengan
istilah monosomi (mono-, satu & -some, singkatan dari chromosome). Sel yang seperti ini
dihasilkan dari peristiwa gagal untuk berpisah. Peristiwa gagal berpisah secara normal ini terjadi
dengan salah satu dari dua peristiwa: (1) breakage, yaitu peristiwa retasnya jalinan; atau
(2) nondisjunction, yaitu peristiwa tetap lekatnya jalinan; yang keduanya terjadi selama proses
meiosis. Galat atau kesalahan yang terjadi selama proses nondisjunctionadalah: kromosom yang
berpasangan tidak berpisah dalam proses anafase I dari proses meiosis I atau kromosom tersebut
tidak terpisah selama proses anafase II dari meiosis II. Anafase adalah tahapan dalam pembelahan
inti sel di mana kromosom-kromosom saling menjauh sesuai dengan kutubnya masing-masing.
Nondisjunction menghasilkan sejumlah abnormalitas, termasuk:
 Sindrom Klinefelter adalah gangguan di mana lelaki memiliki ekstra kromosom X, yaitu XXY.
Orang dengan sindrom Klinefelter juga mungkin untuk memiliki lebih dari satu ekstra kromosom
sehingga menjadi XXYY, XXXY, dan XXXXY. Mutasi lainnya menghasilkan jantan yang memiliki
ekstra Y, yaitu XYY. Lelaki ini dicirikan dengan fisik yang lebih tinggi dibanding dengan lelaki
rata-rata, serta, berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam penjara, merupakan orang yang
sangat agresif. Namun penelitian tambahan justru menemukan bahwa XYY adalah pria dengan
karakter yang normal.
 Sindrom Turner merupakan sebuah kondisi yang banyak mempengaruhi wanita. Individu
dengan sindrom ini, yang disebut juga dengan monosomi X, memiliki gen dengan hanya satu
kromosom X, yaitu XO. Trisomi X adalah betina/wanita yang memiliki tambahan kromosom X
dan juga dirujuk sebagai metawanita (metafemale), yaitu XXX.
 Peristiwa Nondisjunction juga dapat terjadi pada sel selain kromosom seks. Sindrom Down,
yang populer dalam masyarakat Indonesia sebagai gangguan perkembangan berupa
keterbelakangan mental bawaan lahir, dalam kasus yang sangat umum, merupakan hasil
dari nondisjunction yang mempengaruhi kromosom ke-21. Sindrom Down juga dirujuk
sebagai trisomi 21 karena jumlahnya yang ekstra-kromosom.
Tabel berikut ini mencakup informasi abnormalitas pada kromosom seks (dan bukan pada
kromosom selain itu), yang menghasilkan beberapa sindrom yang berdampak kepada ciri-ciri fisik
individunya.

Tabel jenis abnormalitas[sunting | sunting sumber]

Pasangan Jenis Nama


Ciri-Ciri Fisik
Kromosom Kelamin Abnormalitas

XXY, XXYY, sindrom tidak subur, buah zakar yang kecil, buah dada
lelaki
XXXY Klinefelter yang membesar

XYY lelaki sindrom XYY berciri fisik lelaki normal

organ-organ seksual tidak menjadi matang


XO perempuan sindrom Turner pada usia dewasa awal, tidak subur, bertubuh
pendek

bertubuh tinggi, punya hambatan dalam


XXX perempuan trisomi X
belajar, kesuburan yang terbatas

Kepustakaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Abnormalitas_Kromosom_Seks

Anda mungkin juga menyukai