Anda di halaman 1dari 27

PSIKOLOGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN

(STRATEGI MEMORI DAN METAKOGNISI)

Disusun untuk memenuhi

Tugas Mata Kuliah Psikologi Kognitif dalam Pembelajaran Fisika

Pascasarjana Pendidikan Fisika

Oleh

1. Ragil Meita Alfathy (0403515016)


2. Yeni Purwiyantini (0403515023)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2015
STRATEGI MEMORI DAN METAKOGNISI

A. PENDAHULUAN

Memori kerja yang merupakan pengetahuan awal dalam mengkaji hal


peningkatan kinerja memori (strategi memori) terutama Longterm memori, yang
merupakan ingatan otak terhadap kejadian yang terjadi pada beberapa menit, hari,
bulan dan tahun sebelumnya. Beragam strategi memori ini dirancang untuk
meningkatkan keakuratan memori. Informasi ini membantu kita mengembangkan
strategi memori yang lebih efektif; mempelajari bagaimana memantau memori
dan strategi membaca yang lebih tepat.
Kenyataannya, penentuan strategi yang dipilih itu dibimbing oleh
metakognisi, yaitu pengetahuan tentang proses kognisi. Metakognisi membantu
seseorang untuk (1) memantau dan mengatur strategi belajar; (2) memahami
gejala ujung-lidah tatkala seseorang berusaha keras mengingat sesuatu yang
penting; (3) membaca buku teks lebih efektif.

B. STRATEGI MEMORI

1. Tinjau Ulang Materi Sebelumnya


Kita mulai dengan pembahasan Divided attention dan sedikit
mereview Level Processing, objek khas-unik, prinsip pengkodean spesifik,
dan masalah Overconfidence. Divided attention memberikan pengertian
bahwa Manusia tidak dapat memberi perhatian seutuhnya pada dua hal
secara bersamaan. Contohnya ketika kita mendengarkan kuliah Biologi
dari seorang Professor dan pada saat yang sama kita berpikir mengenai
rencana schedule minggu depan. Akhirnya beberapa materi biologi akan
gagal masuk ke dalam memori kerja kita dan tidak akan menjangkau
Longterm memory. Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa Kinerja
memori akan menurun jika individu tersebut menggunakan Atensi terbagi
selama encoding phase. (de Winstanley & Bjork, 2002; Payne et al., 1999)

Riset pada Level Processing menunjukkan bahwa kita dapat


memanggil kembali ingatan secara akurat jika diproses pada deep level,
lebih baik daripada diproses pada shallow level. Prinsip utama dalam
meningkatkan memori ialah tingkat kedalaman pemrosesan. Oleh karena
itu, ketika membaca/mempelajari bahan, pastikan kita konsentrasi pada
artinya dan mencoba memperkaya, elaborasi pengkodean (Pressley & El-
Dinary, 1992). Usahakan juga mengaitkan materi tersebut dengan
pengalaman pribadi. Efek konteks adakalanya mempengaruhi keakuratan
memori. Konteks saat pengkodean terjadi/berlangsung harus sesuai dengan
konteks saat mengingat kembali. Jika tuntutannya adalah memanggil
kembali materi bacaan, maka sewaktu kita mempelajari materi tersebut,
berusahalah bertanya pada diri sendiri secara berkala, terhadap apa yang
sudah kita baca itu.

Sering orang memiliki rasa percaya diri yang berlebihan tentang


ingatannya terhadap pengalaman masa lalunya meskipun sering pula
mengandung kesalahan. Perhatian yang terbagi sewaktu mempelajari
bahan juga akan menyulitkan pemanggilan kembali apa yang kita baca.
Hasil penelitian memastikan penurunan kinerja memori jika perhatian
terbagi sewaktu tahap pengkodean berlangsung (Craik et al., 1996; Naveh
– Benyamin et al., 1998).

Bagaimana dengan mendengar musik sambil belajar? Jawabnya


tergantung. Bagi seorang ekstrovet, tidak ada masalah meskipun belum
tentu itu meningkatkan daya ingatnya. Namun bagi seorang introvet,
belajar dengan latar terdengar musik mungkin akan jadi sebuah
penderitaan (Furnham & Bradley, 1997).

2. Latihan
Sekarang kita beralih pada strategi memori. Saran pertama adalah
latihan. Semakin dilatih maka akan semakin ingat. Pepatah kita
mengatakan “alah bisa karena biasa.” Kebanyakan dari kita tidak akan
mampu menguasai materi buku teks dengan sekali baca dilanjutkan
dengan melihat sepintas lintas catatan kuliah. Alih-alih, diperlukan
membacanya 2 atau 3 kali, di mana di tiap bacaan diselingi dengan melatih
mengingat kembali informasi yang telah dibaca itu (Baddeley, 1993).
Hipotesis waktu total menegaskan seberapa banyak yang kita
pelajari bergantung pada berapa banyak waktu yang dibelanjakan untuk itu
(Baddeley, 1997). Terkait dengan ini, ingat pula nasehat yang mengatakan
3 x 1 lebih baik dari 1 x 3. Ingatlah, belajar selama 1 jam dengan aktif
menelaah materi, memproses dengan cukup dalam, itu akan lebih
menolong ketimbang belajar selama 2 jam tapi hanya membaca sekilas
lintas saja. Perlu digarisbawahi bahwa latihan dapat meningkatkan daya
ingat untuk materi yang sedang dipelajari. Namun jangan sampai
menyangka latihan dapat memperkuat kemampuan mengingat secara
umum. Latihan mengingat tidak menguatkan otak, tidak akan
meningkatkan kemampuan mengingat materi secara umum lebih efektif
(Gliskey,1995). Cobalah demonstrasi 1.

Demonstrasi 1

Perintah dan memori

Pelajari daftar pasangan kata berikut berulang-ulang. Jangan gunakan cara


lain, cukup menghafal dengan mengulang-ulangi saja. Gunakan waktu 1
menit.

CUSTARD – LUMBER IVY - MOTHER

JAIL – CLOWN LIZARD – PAPER

ENVELOPE – SLIPPER SCISSORS – BEAR

SHEEPSKIN – CANDLE CANDY – MOUNTAIN

FRECKLES – APPLE BOOK – PAINT

HAMMER – STAR TREE – OCEAN

Sekarang tutup daftar itu dan coba mengingatnya kembali sebanyak


mungkin dan mengisi daftar di bawah ini.
AMPLOP - ------------------ SEL - -------------------

FRECKLES - ------------------ IVY - ------------------

POHON - ------------------ SHEEPSKIN - ------------------

PERMEN - ------------------ BUKU - ------------------

GUNTING - ------------------ KADAL - ------------------

CUSTARD - ------------------ PALU - ------------------

Selanjutnya pelajari daftar pasangan kata berikut dengan memvisualkan


gambar mental yang memperlihatkan interaksi yang hidup di antara
keduanya. Contoh CAT-WINDOW, maka bayangkan seekor kucing
meloncat ke jendela. Gunakan cara ini saja, jangan yang lain. Ambil
waktunya 1 menit.

SOAP – MERMAID MIRROR – RABBIT

FOOTBALL – LAKE HOUSE – DIAMOND

PENCIL – LETTUCE LAMB – MOON

CAR – HONEY BREAD – GLASS

CANDLE – DANCER LIPS – MONKEY

DANDELION – FLEA DOLLAR – ELEPHANT

Sekarang tutup daftar itu, dan coba ingat lagi sebanyak-banyaknya dan
mengisi daftar di bawah ini.

CANDLE - ------------------ DOLLAR - ------------------

DANDELION - ------------------ CAR - ------------------

BREAD - ------------------ LIPS - ------------------

MIRROR - ------------------ PENCIL - ------------------

LAMB ------------------- SOAP - ------------------


FOOTBALL ------------------- HOUSE - ------------------

Hitunglah sekarang jawaban yang benar dari tiap daftar. Apakah kita
mengingat lebih banyak pada daftar ke-2? Agaknya sulit bagi kita
menghindari penggunaan bayangan pada daftar pertama, hal ini karena kita
sedang membaca peningkatan memori.

Riset terhadap latihan menegaskan latihan beberapa kali secara


terjadual lebih efektif dari yang lainnya. Khususnya, efek jeda (spacing
effects) atau efek latihan terdistribusi (distributed practice effect)
menunjukan lebih banyak yang dapat dipelajari bila waktu yang digunakan
tersebar ketimbang mempelajarinya sekaligus dalam satu waktu. Hasil
penelitian sangat mendukung efek jeda ini, baik untuk tugas mengingat
kembali maupun mengenali ulang (Depster, 1988, 1996; Donovan &
Radosevich, 1999; Russo et. al., 1998).
Suatu teknik terkait, disebut latihan mengingat meluas (expanding
retrieval practice), sangat membantu terutama bila butir yang mesti
diingat itu relatif sedikit. Meluas (expanding) maksudnya, kita latihan
mengingat dengan memperlebar jarak waktu latihan itu. Saya kira, metoda
efek jeda bersama-sama dengan teknik meluas ini yang digunakan orang
untuk menghafal surat/ayat Al-Quran. Dalam belajar matematika,
keduanya juga digunakan untuk menghafal perkalian 1 s/d 10 di SD.
Secara umum, dalam belajar matematika, latihan merupakan sesuatu yang
tidak tergantikan karena melalui latihan itu pebelajar kian memahami
konsep-konsep matematika yang dipelajarinya.

3. Mnemonic Menggunakan Bayangan


Di bagian ini, dibahas strategi untuk meningkatkan memori yang
disebut mnemonic, khususnya yang menggunakan bayangan (imagery).
Dengan cara ini, kita secara mental membayangkan obyek atau perbuatan
yang sebenarnya secara fisik tidak ada.
Lihat kembali hasil demonstrasi 1. Perintah mana yang
menghasilkan lebih banyak mengingat? Demonstrasi itu merupakan
bentuk sederhana dari percobaan yang dibuat Bower dan Winzenz (1970).
Mereka menggunakan kata-kata benda kongkrit yang diujikan ke para
peserta di bawah berbagai kondisi. Peserta di bawah kondisi bayangan
mencoba membangun bayangan mental yang mengilustrasikan interaksi
yang hidup di antara kedua kata benda itu, sementara yang lain hanya
mengulang-ulang hafalan saja. Hasilnya cukup mengesankan. Dari 15
pasang butir, yang mengulang-ngulang hafalan sanggup mengingat
kembali rata-rata 5,2 pasang, sedangkan yang menggunakan bayangan
mental dapat mengingat rata-rata 12,7 pasang.
Banyak penelitian mendukung bayangan visual memang merupakan
suatu strategi ampuh untuk meningkatkan memori (Bellezza, 1986; Neath,
1998; Paivio, 1995). Dalam membangun bayangan mental, dapat saja
orang membuat sesuatu yang aneh atau tidak biasa. Namun, kenyataan
menunjukkan hal itu tidak konsisten memberikan hasil yang lebih baik
ketimbang bayangan mental biasa adalah hal meningkatkan memori
(Bellezza, 1996; Einstein et al., 1989; McDaniel et al., 1995). Penelitian
secara konsisten menunjukkan bila bayangan mental yang dibangun
menggambarkan interaksi satu sama lain maka strategi ini akan lebih
efektif (Bellezza, 1992b; McKelvie et al., 1994; West, 1995). Misalnya
untuk pasangan kata gajah – apel, maka kita dapat membangun bayangan
gajah sedang “memegang” apel di belalainya. Yang tidak bisa diabaikan
agar mengingat lebih efektif ialah taktik membuat tugas tersebut jadi
menyenangkan dan dapat dinikmati. Higbee (1994) berpendapat
mnemonic dengan bayangan ini lebih menyenangkan ketimbang
mengulang-ulang hafalan dan faktor inilah yang jadi kunci keefektifannya.
Berikut kita lihat dua alat khusus yang memanfaatkan bayangan mental;
yaitu metoda kata kunci dan metoda tempat.
3.1 Metoda kata kunci
Untuk mengingat perbendaharaan kata-kata asing, metoda ini
sangat membantu. Dalam metoda ini, kita mengidentifikasi satu kata
(kata kunci) yang bunyinya mirip dengan kata yang sedang dipelajari,
kemudian kita ciptakan bayangan yang mengaitkan kata kunci
tersebut dengan arti kata baru itu (Bellezza, 1996). Misalnya, untuk
kata “template”, kita ambil kata “tempe” sebagai kata kunci, lalu
membayangkan tempe selalu tercetak oleh pembungkusnya, dan
karena itu kita mendapatkan arti kata template, yaitu “cetakan/pola
bentuk”. Hanya saja bila kita menggunakan metoda ini maka pastikan
bayangan yang kita ciptakan tidak justru menyesatkan sewaktu
menyimpulkan arti dari kata yang sedang dipelajari. Misalnya, kita
sedang belajar kata “parler” dan untuk itu diambil parlemen sebagai
kata kunci, dan kita membayangkan suasana di parlemen di mana
orang beradu argumentasi untuk menyetujui sebuah rancangan
undang-undang dan itu tentu dilakukan dengan “berbicara”. Namun,
sewaktu bayangan parlemen itu memenuhi pikiran kita, tiba-tiba kita
teringat komentar Gus Dur tentang parlemen, sehingga kita
mengartikan parler sama dengan taman kanak-kanak.
Penelitian terdahulu tampaknya menyokong metoda ini
membantu manakala orang mempelajari kata-kata asing atau belajar
bahasa asing (Kasper & Glass, 1988; McDaniel et al., 1987;
Searleman & Herrmann, 1994). Namun penelitian belakangan lebih
pesimis tentang keefektifannya (Thomas & Wang, 1996; Wang &
Thomas, 1995, 1999). Begitupun, penelitian lain melaporkan metoda
ini berguna untuk ingatan jangka panjang, apalagi bila pebelajar diberi
kesempatan membaca kata-kata tersebut secara singkat sebelum diuji
(Beaton et al., 1995; Gruneberg, 1998). Karena begitu banyak disiplin
ilmu yang menuntut pebelajarnya menguasai istilah baru, maka
diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengidentifikasi syarat agar
metoda kata kunci dapat meningkatkan ingatan jangka panjang secara
efektif.
3.2 Metoda tempat
Ini adalah salah satu alat mnemonic tertua yang
mengasosiasikan hal-hal yang dipelajari dengan serangkaian tempat.
Metoda ini terutama sangat berguna jika ingin mempelajari sederatan
daftar obyek dalam urutan tertentu (Bellezza, 1996; Neath, 1998;
Searleman & Herrmann, 1994). Untuk menggunakan metoda ini, kita
perlu (1) membayangkan tempat-tempat yang sudah dikenal baik dan
menyusunnya dalam urutan tertentu, (2) membuat bayangan untuk
mewakili butir-butir yang hendak diingat, dan (3) mencocokkan butir-
butir tersebut, satu demi satu, dengan tempat yang bersesuaian di
dalam memori. Kekuatan metoda tempat ini terletak pada
pemanfaatan prinsip pengkodean khusus.
Di sini materi baru tersebut dikode bersamaan dengan kunci
pengingat bagi memori yang itu sudah tidak asing lagi sehingga
bayangan itu segera muncul saat dibutuhkan/dipanggil. Metoda
tempat dapat kita manfaatkan untuk belanja mingguan atau bulanan,
di supermarket misalnya, namun catatan belanjaan tertinggal. Maka
kita dapat memulainya dari ruang tamu rumah 1 kita, ruang keluarga2,
kamar-kamar tidur3, kamar mandi4, dapur5, garasi6, halaman7, dan
seterusnya sambil mengasosiasikan tiap tempat tersebut dengan lokasi
barang-barang yang kita butuhkan satu demi satu di super market itu.
Berhasilkan metoda ini?
Dalam suatu percobaan klasik oleh Groningen (1971), subyek
diminta untuk mendaftarkan 25 tempat yang mereka kenal dan
mengurutkannya. Selanjutnya mereka diminta membayangkan 25
obyek sesuai dengan urutan 25 tempat tadi. Subyek pada kelompok
lain diminta untuk mempelajari 25 kata yang diurutkan dengan cara
yang mereka sukai. Kemudian setelah itu tak seorangpun boleh
mengulang-ulang hafalannya. Setelah 1 dan 5 minggu berlalu, subyek
diuji. Mereka yang melaporkan mengulang-ulang hafalannya selama
masa tunggu itu tidak diikutkan dalam ujian. Gambar 1 menunjukkan
hasilnya. Menurut gambar ini, metoda tempat terlihat begitu efektif -
relatif terhadap kelompok kendali – terutama ketika pengujian
dilakukan 5 minggu setelah belajar.
% tase kata yang diingat

100
80

%tase kata
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5
Masa tunggu

Gambar 1. Persentase kata yang diingat dalam urutan yang benar

Dalam matematika, kedua metoda di atas merupakan alat yang


sudah tidak asing lagi penggunaannya. Penamaan suatu konsep (baru)
selalu dibuat se intuitif mungkin dan menggambarkan situasi yang
diskitang istilah itu sendiri.

Salah satu topik dalam mata pelajaran Kalkukus diferensial


adalah menggambar kurva, khususnya yang bukan linier seperti
polinom berderajat 3 atau lebih misalnya. Maka tugas itu diselesaikan
dengan strategi rutin, yaitu:
1. Menetapkan titik potong kurva dengan sumbu x dan y.
2. Menetapkan selang di mana kurva naik atau turun.
3. Menetapkan titik ekstrim relatif maksimum atau minimum.
4. Menetapkan di mana kurva membelok (jika ada)
5. Memeriksa perilaku kurva bila peubah bebas menuju -∞ atau
menuju ∞.

4. Mnemonic dengan Pengorganisasian


Pengorganisasian adalah suatu usaha untuk membuat materi yang
dipelajari terurut secara sistematis, dan strategi seperti ini bermakna
karena pekerjaan mengingat menjadi lebih mudah (Belleza, 1996; West,
1995). Ada empat jenis mnemonic yang menekankan pengorganisasian.
4.1 Chunking
Chunking adalah suatu strategi yang mengelompokkan unit
kecil menjadi unit yang lebih besar namun bermakna dan tidak asing,
bukan sebarang pengelompokan, yang dengan demikian orang dapat
mengingat hal lebih banyak.
4.2 Teknik hirarkhi
Cara lain mengorganisasikan materi ialah dengan membangun
hirarkhi. Hirarkhi adalah sebuah sistem di mana unsur-unsur disusun
dalam urutan dari yang paling umum ke yang paling khusus. Di
matematika misalnya orang membangun hirarkhi himpunan seperti
Gambar 2 di bawah.
Gordon Bower dan koleganya(1969) meminta subyek
mempelajari kata berupa nama-nama hewan tertentu yang dapat
dibuat dalam bentuk empat hirarkhi. Sebagian mereka
mengorganisasikan kata-kata itu sesuai hirarkhinya. Sebagian yang
lain membuat hirarkhi juga namun meletakkan kata secara acak. Maka
kinerja yang menyusun secara terstruktur jauh lebih baik. Jelas
struktur dan organisasi meningkatkan daya ingat (Baddeley, 1999).
4.3 Teknik huruf-pertama
Cara lain yang juga mengorganisasikan materi yang dipelajari
ialah yang disebut dengan teknik huruf-pertama. Kita ambil huruf
pertama dari tiap kata lalu membangun kata baru dari kumpulan huruf
itu. Di sekolah dasar, cara ini digunakan untuk menghafal spektrum
warna dengan sebutan mejikuhibiniu. Atau dalam statistik tipe data
mudah diingat dengan sebutan noir (hitam), untuk nominal, ordinal,
interval, dan rasio.
himpunan

berhingga takhingga

Tak terhitung
, atau {1,2,. . . , n}, n terhitung

berhingga, atau (a,b), a,b, atau


atau sendiri

Gambar 2. Hirarkhi himpunan

Lebih dari separuh mahasiswa kedokteran sering menggunakan


mnemonic huruf-pertama untuk mempersiapkan ujian anatomi
(Gruneberg, 1978). Teknik huruf-pertama boleh jadi populer, namun
keefektifannya belum teruji lewat penelitian laboratorium (Carlson et
al., 1981; Gruneberg & Herrmann, 1997; Morris, 1978; West, 1995).

4.4 Teknik narasi


Mengorganisasikan kata-kata dengan mengarang cerita yang
merangkai semua kata itu disebut teknik narasi. Dalam percobaannya
terhadap teknik narasi, Bower dan Clark (1969) membuat 12 daftar.
Kelompok eksperimen diminta mempelajari daftar tersebut dengan
teknik narasi, sedangkan kelompok kendali hanya mempelajari dan
menghafalkannya. Kedua kelompok diberi waktu yang sama.
Hasilnya, kelompok narasi dapat mengingat kata enam kali lebih
banyak ketimbang kelompok kendali. Jelas teknik narasi efektif
meningkatkan daya ingat. Namun perlu diingat, teknik ini menuntut
penggunanya mahir merangkai cerita yang terkitalkan untuk
mengingat kata.

5. Pendekatan Multimodal
Dalam 20 tahun terakhir kritik terhadap mnemonic sebagai teknik
untuk meningkatkan daya ingat meningkat. Pendekatan tradisional seperti
ini dipkitang terlalu menyederhanakan masalah. Seolah-olah satu solusi
dapat mengatasi kesulitan semua orang yang bermasalah dengan memori
(Baddeley et. Al., 1995; Herrmann, 1991,1996; Herrmann & Parente,
1994).
Para ahli itu berpendapat diperlukan usaha komprehensif untuk
meningkatkan memori, yang disebut dengan pendekatan multimodal.
Pendekatan ini menuntut agar kondisi fisik diperhatikan, misalnya tidur
yang cukup dan kegiatan harian yang tidak berlebihan. Selain fisik,
kondisi mental juga penting, sebab orang yang sedang depresi akan
bermasalah dengan memorinya (Burt et al., 1995).
Pendekatan multimodal juga menekankan perlunya percaya diri
(memory self-efficacy), yaitu keyakinan seseorang bahwa ia punya potensi
untuk menjalankan tugas memory yang dihadapinya. Hal lain yang
mempengaruhi kinerja memori menurut pendekatan multimodal ialah
konteks sosial. Misalnya melalui percakapan kita dapat mengingat kembali
rinci peristiwa yang terlewatkan. Bahkan Herrmann (1991) menambahkan
perlunya manipulasi mental, seperti mengulang-ulang suatu butir tertentu,
konsentrasi pada rincian yang mesti diingat, memproses lebih dalam
dengan melibatkan aspek semantik dan emosi pada obyek yang mesti
diingat. Untuk mengingat nama-nama baru misalnya, Herrmann
merekomendasikan langkah-langkah berikut:
1. Ucapkan nama itu kuat-kuat
2. Tanya orang itu sesuatu, sebutkan namanya
3. Ucapkan namanya sedikitnya sekali sewaktu bercakap-cakap
4. Akhiri percakapan dengan mencari bunyi irama untuk nama itu, seperti
apa orang itu tampaknya.
6. Meningkatkan Memori Prospektif
Memori prospektif berurusan dengan ingatan tentang apa yang
mesti dikerjakan ke depan. Tugas memori prospektif menuntut kita
menetapkan apa yang mesti dicapai selanjutnya dan bila saat itu datang
kita memenuhinya (Marsh et al., 1998). Misalnya sewaktu berangkat dari
rumah pagi-pagi, kita sudah menetapkan apa-apa yang mesti kita kerjakan
seharian sampai pulang kembali ke rumah. Tantangan yang acap kali
terjadi ialah, kita tahu mesti melakukan sesuatu namun lupa apa itu (Ellis,
1996; Koriat et al., 1990). Itu sebabnya kita kadang membuat catatan atau
tkita pengingat lain di tempat yang mudah dilihat mengenai hal harus kita
lakukan besok, misalnya.
6.1 Memori prospektif dan retrospektif
Pembahasan kita tentang memori fokus pada retrospektif, yaitu
mengingat informasi tentang materi yang telah dipelajari. Berbeda
memang dengan memori retrospektif, karena prospektif memerlukan
rencana apa yang hendak dilakukan (Ellis, 1996) sehingga
menyerupai pemecahan masalah. Jadi prospektif fokus pada
perbuatan atau kegiatan (Einstein & McDaniel, 1996) sementara
retrospektif cenderung fokus pada mengingat informasi dan gagasan.
6.2 Riset atas memori prospektif
Dalam suatu rangkaian studi klasik, mahasiswa ditugaskan
mengirimkan kembali 8 kartu pos yang mereka terima ke peneliti,
satu dalam satu minggu selama 8 minggu (Meacahm, 1982; Meacham
& Singer,1977). Kenyataannya, mahasiswa yang ditugaskan rutin
mengirim ulang tiap hari rabu tidak lebih ingat akan tugasnya
dibandingkan yang diharuskan mengirim pada hari berbeda setiap
minggunya. Studi lain menyimpulkan kinerja mahasiswa terhadap
tugas prospektif yang terjadual pada hari-hari kerja lebih akurat
ketimbang tugas akhir pekan yang kurang terstruktur (Walbaum,
1997).
Riset menunjukkan mahasiswa cukup akurat melaksanakan
rencana memori prospektifnya. Marsh dan koleganya (1998) meminta
mahasiswa mengisi lembar rencana kegiatannya 7 hari ke depan. Satu
minggu kemudian lembar ini dikembali-kan kepada mereka untuk
memeriksa apakah semua rencana sudah dilaksanakan. Hasilnya,
mereka hanya lupa melakukan rencana kegiatannya sebanyak 13%.
Hebatnya, mahasiswa yang terbiasa menggunakan daftar rencana
harian tidak lebih akurat memori prospektifnya dibandingkan mereka
yang tidak membuat daftar formal. Kelihatannya, kelalaian terhadap
tugas memori prospektif akan terjadi manakala tugas-tugas lain
mendesak untuk segera diselesaikan, padahal tugas prospektif belum
tuntas (Marsh & Hicks, 1998).
6.3 Kelalaian (Absentmindedness)
Ini adalah satu komponen yang menakjubkan dari memori
prospektif (Reason, 1984; Reason & Mycielska, 1982; Sellen, 1994)
dan sering terjadi pada kita. Maksud hendak mengirim sms ke X
misalnya, eh... terkirim ke Y. Di rumah ada kalanya kita tidak tahu
mengapa jalan dari satu ruangan ke ruangan lain. Absentmidedness
ini nampaknya terjadi bila tugas yang mesti dikerjakan itu mesti
memotong skema yang mengelilinginya. Misalnya kita pulang dari
kerja bermaksud singgah di sebuah kedai karena harus membeli
sesuatu. Namun, kita tidak jadi singgah karena kebiasaan
mendominasi memori prospektif yang lebih mudah terlupakan. Dalam
banyak kasus bahkan absentmindedness identik ketidaksabaran atau
keterburu-buruan.
6.4 Saran untuk meningkatkan memori prospektif
Sebagian dari teknik yang disarankan untuk membantu memori
retrospektif dapat digunakan untuk memori prospektif. Misalnya kita
dapat membangun suatu bayangan mental yang hidup sehingga kita
jadi teringat singgah di kedai dalam perjalanan pulang ke rumah.
Riset oleh Guynn dan koleganya (1998) menyarankan agar
pengingat memori prospektif betul-betul spesifik. Misalnya kita harus
mengirim pesan besok ke teman bernama Elvis. Maka bisa jadi tak
menolong bila kita hanya mengulang-ulang nama itu atau mengingat-
ingat bahwa kita harus mengirim pesan. Alih-alih, kita mesti
mengaitkan keduanya, nama dan bahwa kita mesti mengirimnya
pesan.
Bantuan luar memori (External memory aids) tampaknya sangat
berguna untuk tugas-tugas memori prospektif. Bantuan luar memori
didefinisikan sebagai alat, di luar yang bersangkutan, yang
memfasilitasi memori dengan berbagai cara (Intons-Peterson &
Newsome, 1992). Contohnya mencakup daftar belanjaan, penkita
halaman buku, meminta seseorang agar mengingatkan kita melakukan
sesuatu, dan beker jam yang dapat mengingatkan kita agar menelepon
seseorang (Intons-Peterson, 1993).

Tabel 1 : Teknik Meningkatkan Memori

1. Saran dari bab-bab sebelumnya


a. Proses informasi itu dalam terminologi pengertiannya, jangan dangkal
b. Hubungkan informasi itu dengan pengalaman sendiri
c. Coba pelajari materi dalam konteks sebagaimana nanti diujikan
d. Keyakinan pada keakuratan ingatan terhadap pengalaman hidup jangan
berlebihan
e. Jangan membagi perhatian diantara tugas-tugas serentak
2. Teknik terkait latihan
a. Banyak yang diperoleh bergantung jumlah waktu untuk latihan
b. Yang didapat akan lebih bila menggunakan efek jeda
c. Gunakan latihan mengingat meluas, tambah terus rentang waktu latihan
3. Mnemonic dengan bayangan
a. Gunakan bayangan, khususnya yang menginteraksikan obyek-obyek yang
mesti diingat
b. Gunakan kata kunci
c. Gunakan metoda tempat
4. Mnemonic dengan pengorganisasian
a. Gunakan chunking, gabungkan obyek-obyek terpisah untuk membentuk
satu unit yang bermakna
b. Bangun hirarkhi, atur obyek dalam urutan kelasnya
c. Ambil huruf pertama dari tiap butir yang mesti diingat lalu bentuk kata
atau kalimat darinya
d. Karang cerita yang merangkai semua kata bersama-sama
5. Pendekatan multimodal
Peningkatan memori harus dilakukan secara komprehensif, perhatikan
kesehatan fisik dan mental, keyakinan diri, dan gunakan strategi secara
fleksibel
6. Meningkatakan memori prospektif
a. Ciptakan suatu bayangan mental yang hidup, interaktif untuk mendorong
ingatan terhadap apa yang selanjutnya dikerjakan
b. Ciptakan pengingat khusus atau bantuan luar memori

C. METAKOGNISI

Metakognisi mengacu pada pengetahuan dan kontrol terhadap proses-


proses kognitif. Satu fungsi penting dari metakognisi adalah untuk mengawasi
cara kita memilih dan menggunakan strategi memori. Menurut Suherman et.al.
(2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang
diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia
mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari
kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk
kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan
dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang
dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah, sebab
dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan : “Apa
yang saya kerjakan?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”; “Hal apa yang
membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Pikirkanlah berbagai macam pengetahuan metakognitif yang kita miliki!
Sebagai contoh, kita tahu faktor-faktor apa yang mempengaruhi memori kita,
seperti faktor waktu, motivasi, jenis materi, dan lingkungan sosial. Sebagai
tambahan, kita tahu bagaimana untuk mengendalikan atau mengatur strategi-
strategi belajar kita. Jika seseorang tampak kesulitan untuk mengingat, kita
akan menghabiskan waktu mencoba yang lebih lama untuk menghafalnya
dalam memori. Kita juga memiliki pengetahuan metakognitif mengenai apakah
informasi sekarang ini berada pada “tip of your tongue”. Cobalah untuk
mengingat, misalnya nama tokoh yang mengetik teks proklamasi. Apakah
namanya berada di ujung lidah kita?
Metakognisi merupakan sebuah topik yang membangkitkan rasa
ketertarikan karena kita menggunakan proses kognitif untuk memikirkan
mengenai proses kognitif kita. Hal ini penting karena pengetahuan kita
mengenai proses-proses kognitif dapat kita bimbing untuk memilih strategi-
strategi yang dapat mengembangkan masa depan kinerja kognitif kita.
Metakognitif juga penting karena pada umumnya tujuan sekolah/perguruan
tinggi biasanya menekankan pada belajar bagaimana untuk berpikir dan
bagaimana untuk menjadi orang yang reflektif (mempertimbangkan apa yang
sudah kita lakukan dan rencanakan di masa depan).
Dalam bagian ini, kita akan memeriksa tiga jenis metakognisi yang
penting. Topik pertama kita adalah metamemori, sebuah topik yang mengacu
pada pengetahuan orang dan kontrol dari memori mereka. Metamemori
memainkan bagian utama dalam perkembangan memori. Oleh karena itu kita
akan mengeksplorasi beberapa komponen metamemori. Dua jenis metakognisi
yang berhubungan adalah metakomprehensi (meta-level dan objek-level) dan
fenomena the tip-of-the-tongue.
Tiga aspek berbeda dari metamemori yaitu: (1) ketepatan orang dalam
memperkirakan kinerja memori; (2) pengetahuan orang tentang strategi-strategi
memori; dan (3) pengetahuan orang mengenai bagaimana untuk mengatur
strategi-strategi belajar mereka.
1. Metacognitive Monitoring
Secara umum metakognisi merupakan bagian dari kemampuan
monitor-diri terhadap pengetahuan pribadi (self-knowing monitoring).
Metamemori termasuk dalam kategori metakognisi yang mengacu kepada
kemampuan mengetahui apa yang kita ingat. Kita dapat mengerahkan
kendali atas proses-proses metakognitif kita untuk secara aktif mencari
informasi, namun sebagian besar monitoring terhadap memori berlangsung
secara otomatik (terutama monitoring awal terhadap memori, yang
dilakukan sebelum suatu pencarian terhadap informasi yang spesifik).
Metakognisi memiliki dampak pada pengawasan dan pengendalian
proses-proses pengambilan informasi dan proses-proses inferensi yang
berlangsung dalam system memori. Monitoring mengacu pada cara kita
mengevaluasi apa yang telah kita ketahui (atau tidak kita ketahui). Proses-
proses yang terlibat dalam monitoring metakognisi meliputi Ease of
Learning, Judgments of Learning, Feeling of Knowing Judgments dan
Confidence in Retrieved Answers. Kendali metakognisi meliputi strategi-
strategi pembelajaran seperti Allocation of Study Time, Termination of
Study, Selection of Memory Search Strategies dan Decicions to Terminate
The Search.
Sebuah model dasar untuk menggambarkan metakognisi melibatkan
monitoring dan pengendalian terhadap tataran-meta (meta-level) dan
tataran-objek (object-level), yang di dalamnya informasi mengalir di antara
tiap level. Pada dasarnya, tataran-meta adalah kesiagaan sadar kita
mengenai apa saja yang ada (atau tidak ada) dalam memori, sedangkan
tataran-objek adalah item sesungguhnya yang ada dalam memori. Tataran-
meta membentuk suatu model mengenai tataran-objek menggunakan
konsep umum tentang kondisi memori. Berdasarkan model tataran-meta
tersebut, seseorang dapat dengan cepat mengevaluasi apa yang mereka
ketahui (atau apa yang mereka pikir mereka ketahui) sehingga mereka
dapat membentuk jikalau upaya mereka mengingat informasi bukanlah
upaya yang sia-sia (sebab informasi tersebut sungguh-sungguh ada).
Sistem metakognisi mencangkup dua jenis monitoring yaitu: (1)
monitoring yang bersifat prospektif, terjadi sebelum dan selama proses
akuisisi informasi dan (2) monitoring yang bersifat retrospektif, terjadi
setelah akuisisi informasi.
Ease of Learning (Pemudahan Pembelajaran) meliputi seleksi
strategi-strategi yang cocok bagi pembelajaran terhadap informasi baru,
sekaligus proses menentukan aspek informasi yang dianggap paling mudah
untuk dipelajari.
Judgments of Learning (Pertimbangan Hasil pembelajaran) terjadi
selama dan setelah tahap akuisisi memori. Siswa dapat menentukan
kemudahan dan kesulitan suatu materi setelah mempelajarinya. Hal ini
dapat dibuktikan keakuratannya setelah siswa tersebut diberikan tes
ujicoba.
Feeling of Knowing (Perasaan Mengetahui) dapat bersifat prospektif
maupun retrospektif. Feeling of Knowing pada umumnya diukur sebagai
indikasi seberapa baiknya seorang siswa berpikir dirinya akan sanggup
mengenali pilihan jawaban yang tepat dalam suatu pengerjaan tugas.
Feeling of Knowing muncul sebagai akibat pengetahuan baik dari hasil
pengalaman sehari-hari, membaca buku dan lain-lain.
Confidence of Judgement (Keyakinan terhadap Pertimbangan Diri)
bersifat retrospektif sebab pertimbangan tersebut dibuat sesudah
pengambilan suatu item dari memori. Confidence of Judgement
berhubungan dengan keakuratan pengingatan atau lebih tepatnya sudah
memahami suatu materi sangat dalam sehingga siswa akan menjawab
dengan yakin dan dapat memberikan alasan yang tepat bila diberikan
materi tersebut.
Proses-proses tersebut saling berhubungan dengan kendali
metakognitif. Seperti monitoring, kendali metakognitif dapat melibatkan
pemilihan jenis proses yang berbeda, yang akan digunakan dalam tahap
akuisisi memori tersebut. Jika suatu ingatan yang harus diingat dianggap
mudah, akibatnya sangat sedikit pemrosesan yang dialokasikan terhadap
item tersebut. Namun jika sebuah item dianggap sulit, proses pengulangan
yang semakin rumit akan dialokasikan bagi item tersebut. Sebagai contoh,
saat sedang belajar untuk menghadapi ujian, seorang siswa mungkin
memutuskan menghabiskan lebih banyak waktuuntuk suatu item tertentu
yang dianggapnya akan dapat dipelajarinya dan sebaliknya menghabiskan
sedikit waktu (atau bahkan mengabaikan) suatu item yang dianggapnya
terlalu sulit dipelajari sehingga hanya akan menbuang-buang waktu.
Proses kendali ini berhubungan dengan Ease of Learning. Akhirnya,
keputusan untuk mengakhiri proses belajar adalah sebuah proses kendali
yang terjadi pada fase akuisisi. Keputusan ini berhubungan dengan
Judgments of Learning.

2. Tip of the tongue (TOT)


Sebuah kondisi metakognitif yang terjadi secara alami adalah saat
seseorang mengalami kesulitan mengambil suatu item dari memori, namun
pada saat yang bersamaan orang tersebut menyadari bahwa memori
tersebut “sangat dekat dalam jangkauan”. Kondisi ini lazimnya disebut
kondisi di “ujung lidah” (Tip of the tongue). Dalam kondisi TOT,
seseorang seringkali mampu mengingat potongan-potongan informasi
terkait item yang dicari. Kondisi TOT berfungsi sebagai suatu mekanisme
untuk mengevaluasi kondisi memori kita dan mengarahkan kendali
metakognitif yakni seleksi strategi pencarian dan pengakhiran pencarian.
Seberapa elaborative pencarian yang dilakukan seseorang terhadap
suatu item dalam memori? Contohnya saat kita dihampiri seseorang dan
ditanyai arah dalam suatu kota yang tidak kita kenal. Tidaklah bijaksana
mengerahkan terlalu banyak waktu dan energy untuk mengingat. Namun
pada saat kita ditanyai dalam suatu area yang kita ketahui, kita dapat
mengalokasikan lebih banyak usaha untuk mencari informasi tersebut
dalam memori. Proses ini berhubungan dengan Feeling of Knowing.
Kondisi-kondisi “di ujung lidah” (TOT) juga mempengaruhi strategi
pengambilan informasi. Dalam TOT, seseorang mungkin menghabiskan
sejumlah besar waktu dan sumber daya kognitif untuk mengingat
informasi yang menyibukkan pikiran sehingga mereka menjadi seolah-
olah lumpuh.
3. Perkembangan Metakognitif Anak
Menurut Desmita (2006 : 137), pada umumnya teori-teori tentang
kemampuan metakogntif mendapat inspirasi dari penelitian J.H Plavel
mengenai pengetahuan metakognitif dan penelitian A.L. Brown mengenai
metakognitif atau pengontrolan pengeturan diri (self-regulation) selama
pemecahan masalah.
Dalam Desmita (2006 : 138) dinyatakan bahwa penelitian Flavel
tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel
menunjukkan bahwa anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya
pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia fisik, terpisah dari dunia fisik,
dapat menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat
atau tidak akurat, dan secara aktif menginterpretasi tentang realitas dan
emosi yang dialami.Anak-anak usia 3 tahun telah mampu memahami
bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang menyenangkan, yang
referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau khayalan), dan
yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran dengan
pengetahuan.
Dari beberapa penelitian lain terungkap bahwa anak-anak yang masih
kecil usia 2 – 2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan
sebuah objek dari orang lain mereka harus menggunakan taktik penipuan,
seperti berbohong atau menghilangkan jejak mereka sendiri. (Hala et.al.,
dalam Desmita, 2006 : 138). Sementara Wellman dan Gelman (Desmita,
2006 : 138) menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran
manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya.
Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa
kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang
berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih rinci
Wellman menunjukkan kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat
tipe pemahaman yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka, yaitu :
(1) memahami bahwa pikiran terpisah dari objek-objek lain; (2)
memahami bahwa pikiran menghasilkan keinginan dan kepercayaan; (3)
memahami tentang bagaimana tipe-tpe keadaan mental yang berbeda-beda
berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran diguunakan untuk
menggambarkan realitas eksternal.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan metakognitif telah
berkembang sejak masa anak-anak awal dan terus berlanjut sampai usia
sekolah dasar dan seterusnya mencapai bentuknya yang lebih mapan. Pada
usia sekolah dasar seiring dengan tuntutan kemampuan kognitif yang harus
dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula untuk dapat menggunakan
dan mengatur kognitif mereka. Metakognitif banyak digunakan dalam
situasi pembelajaran, seperti dalam menyelesaikan soal pemecahan
masalah fisika, membaca buku, serta dalam melakukan kegiatan drama
atau bermain peran. Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan.
Suherman (2001:96) menyatakan bahwa perkembangan metakognitif dapat
diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi
tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi
tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru
atau pendidik (termasuk orang tua) untuk mengembangkan kemampuan
metakognitif baik melalui pembelajaran ataupuan mengembangkan
kebiasaan di rumah.

4. Peran Metakognitif dalam Pembelajaran Fisika


Lester (Goos et.al., 2000 : 1) mengungkapkan bahwa salah satu kajian
yang menarik dalam topik pemecahan masalah adalah peran metakognitif
dalam pemecahan masalah. Goos et.al. (2000) melakukan penelitian
tentang peran metakognitif bagi siswa dalam kegiatan memecahkan
masalah fisika. Mereka melakukan investigasi terhadap strategi siswa
metakognitif siswa sekolah menengah ketika mereka memecahkan
masalah fisika secara individu. Siswa-siswa diberikan soal fisikan dan
mereka kemudian menyelesaikannya secara individu. Setelah siswa
menyelesaikan soal tersebut, kemudian diberikan angket sebagai instrumen
untuk mengetahui aktivitas metakognitif siswa. Untuk mengetahui
aktivitas metakognitif siswa digunakan instrument monitoring diri
metakognisi yang memuat pernyataan-pernyataan metakognitif.
Misalnya, saya yakin bahwa saya memahami masalah yang
ditanyakan pada saya; saya mencoba menyajikan masalah dengan bahasa
saya sendiri; saya mencoba untuk mengingat jika saya pernah
menyelesaikan masalah yang mirip dengan masalah seperti ini; saya
mengidentifikasi dan memeriksa setiap informasi yang terdapat dalam
masalah ini; serta saya berpikir tentang pendekatan yang berbeda yang
akan saya coba untuk mecahkan masalah ini. Siswa diminta untuk
menyatakan “ya”, “tidak” atau “mungkin”.
Penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa strategi yang digunakan siswa dalam memecahkan soal tidak
rutin ?
b. Bagaiamana siswa dapat mengatasi kesulitan dalam memecahkan
masalah sehingga dapat menyelesaiakan pekerjaannya ?
c. Bagaiamana hubungan antara monitoring diri metakognisi dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah fisika ?
Dari penelitian itu disimpulkan bahwa siswa yang menggunakan
strategi metakognitifnya dengan baik ketika menyelesaikan soal fisika
(pemecahan masalah) memiliki kemampuan lebih dalam menyelesaikan
soal fisika. Siswa tersebut berusaha untuk menggunakan metakognitifnya
untuk mengatur langkah-langkah berpikir dalam menyelsaikan soal fisika.

5. Pembelajaran Strategi Metakognitif


Strategi Metakognitif berkaitan dengan cara untuk meningkatkan
kesadaran tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung.
Apabila kesadaran itu ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya. Siswa
dapat menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi
tiga tahap berikuti, yaitu : merancang apa yang hendak dipelajari;
memantau perkembangan diri dalam belajar; dan menilai apa yang
dipelajari. Strategi metakognitif dapat digunakan untuk setiap
pembelajaran bidang studi apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan
siswa agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikir dan pembelajaran
yang dilakukan siswa.
Dengan menggunakan strategi metakognitif, siswa akan mampu
mengontrol kelemahan diri dalam belajar dan kemudian memperbaiki
kelemahan tersebut ; siswa dapat menentukan cara belajar yang tepat
sesuai dengan kemampuannya sendiri ; siswa dapat menyelesaikan
masalah-masalah dalam belajar baik yang berkaitan dengan soal-soal yang
diberikan oleh guru atau masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan
proses pembelajaran ; dan siswa dapat memahami sejauhmana
keberhasilan yang telah ia capai dalam belajar.
Strategi metakognitif dapat juga diajarkan kepada siswa untuk
digunakan dalam memecahkan masalah dalam bentuk soal-soal fisika.
Strategi metakognitif dapat digunakan siswa dalam proses pemecahan
masalah, yaitu : memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan,
menggunakan/menarapkan strategi yang telah direncanakan dan menilai
hasil pekerjaan.
Pembelajaran strategi metakognitif dapat dilakukan secara infusi
dalam proses pembelajaran sehingga strategi metakognitif tidak menjadi
materi khusus yang diajarkan. Guru dapat meingkatkan kemampuan
strategi metakognitif dalam pembelajaran. Beberapa kemampuan strategi
metakognitif siswa yang dapat dibiasakan berdasarkan modul yang dibuat
oleh Pusat Perkembangan Kurikulum Malaysia (2001), yaitu :
1) merancang/mempersiapkan kegiatan belajar sendiri;
2) bertanya pada diri sendiri misalnya sebelum, ketika dan setelah
membaca buku;
3) berfikir terlebih dahulu secara sadar sebelum melakukan sesuatu;
4) menilai dua jenis kegiatan untuk menentukan mana yang terbaik;
5) mengetahui tingkah laku yang terbaik karena melalui pujian guru atau
temannya;
6) menghindari mengatakan “saya tidak bisa”;
7) menggunakan strategi metakognitif dalam belajar dengan bantuan
guru melalui pengarahan dalam bentuk pertanyaan seperti “apa yang
ingin Anda katakan adalah ...” ;
8) siswa semangat dalam belajar dan dalam melakukan suatu kegiatan
melalui pujian guru;
9) berbicara dengan baik dan benar dimana guru menjelaskan tentang
pernyataan mana yang benar atau yang salah serta bagaimana
implikasinya;
10) bermain peran dalam belajar untuk melatih siswa berfikir dan
berindak sesuai dengan perannya;
11) mencatat jurnal tentang kegatan sendiri; dan
12) berprilaku yang baik dan bertindak benar melalui teladan dari guru.
DAFTAR PUSTAKA

Awaludin R. B & Rahmi W. 2011. Strategi Memori dan Metakognisi


[online]. Tersedia: http//www.google.com.
Desmita. 2006.Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Goos & Gilbraith. 2000. A Money Problem : A Source of Insight Into
ProblemSolving Actioan. Queensland : The University of Queensland [online]
http://www.cimt.plymouth.ac.uk/jornal/pgmoney.pdf
Lidinillah, D. A. M. 2010. Perkembangan Metakognitif Dan Pengaruhnya
Pada Kemampuan Belajar Anak [online]. Tersedia: http//www.google.com.
Solso R. L, Otto H. M & Kimberly M. 2008. Psikologi Kognitif (Ed. 8)
Terjemahan. Jakarta : Erlangga
Suherman dkk . 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer
[online]. Tersedia: http//www.google.com.

Anda mungkin juga menyukai