Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUK

PENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI


OBJEK WISATA ALAM

(Skripsi)

Oleh

HEFY PURNAMA SARI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUK


PENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI
OBJEK WISATA ALAM

Oleh

Hefy Purnama Sari

Persepsi pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan fasilitas,

lingkungan biologis, akomodasi, dan infrastruktur diketahui untuk pertimbangan

langkah awal dalam pengembangan hutan kota untuk dijadikan sebagai objek

wisata alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi

pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro pada

berbagai aspek penilaian, yaitu aspek biologis, sosial, fasilitas, akomodasi dan

infrastruktur. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data primer

didapatkan melalui observasi dan wawancara menggunakan kuesioner, kemudian

dianalisis menggunakan Skala Likert. Hasil penelitian yaitu persepsi pengunjung

dan masyarakat menyatakan bahwa pengembangan yang perlu dilakukan adalah

pada aspek dan fungsi sosial hutan kota. Pengembangan tersebut dapat dilakukan
Hefy Purnama Sari
dengan penataan ruang, diantaranya penataan ruang untuk vegetasi, fasilitas

wisata, dan lahan parkir.

Kata kunci: hutan kota, objek wisata alam,


ABSTRACT

ANALYSIS OF VISITORS AND COMMUNITIES PERCEPTION TO


DETERMINING THE DEVELOPMENT OF METRO URBAN FOREST
AS OBJECT OF NATURE TOURISM

By

Hefy Purnama Sari

Visitor and community perceptions about the development of facilities, biological

environment, accommodation, and infrastructure are known to consider the first

steps in the development of urban forests to be used as an object of nature tourism.

This study aims to find out how the perception of visitors and communities about

the development of Metro-Urban Forest in various aspects of assessment, namely

the biological, social, facilities, accommodation and infrastructure aspects. The

study used a qualitative descriptive method. Primary data was obtained through

observation and interviews using questionnaires, then analyzed using a Likert Scale.

The results of the study, namely the perception of visitors and the community

stated that the development that needed to be done was on the aspects and social

functions of the urban forest. The development can be done by spatial planning,

including spatial planning for vegetation, tourism facilities, and parking area.

Key words : object of nature tourism, perception, urban forest.


ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUK
PENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI
OBJEK WISATA ALAM

Oleh

HEFY PURNAMA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA KEHUTANAN

pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Negara Ratu, 04 Mei 1996, sebagai

anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak

Herman Syah, dan Ibu Elvi Sulastri, S.Pdi. Pendidikan

Sekolah Dasar (SD) di MIN 6 Lampung Utara

diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di SMPN 6 Kotabumi diselesaikan pada

tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Kotabumi

diselesaikan pada tahun 2014. Pada 2014, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Selama menjadi

mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan

(Himasylva) Universitas Lampung pada tahun 2015-2018. Pada tahun 2017

penulis melaksanakan Praktik Umum di BKPH Banjarharjo Timur, KPH

Balapulang, Tegal dan Pada tahun 2018 penulis melaksanakan KKN di Desa

Banyumas, Kecamatan Banyumas, Pringsewu.


Dengan rasa bangga dan kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku
Untuk Ayahanda Hermansyah & Ibunda Elvi Sulastri, S.Pdi
SANWACANA

Puji syukur akan selalu tercucap atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat serta salam tak lupa terucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi Pengunjung dan Masyarakat untuk

Penentuan Pengembangan Hutan Kota Metro sebagai Objek Wisata Alam”

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S. Hut)

di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada kesempatan

kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian

skripsi ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada beberapa pihak sebagai

berikut :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. IPM. Selaku pembimbing utama

sekaligus pembimbing akademik yang selalu membimbing dan

memberikan masukan selama penulis melakukan penelitian sampai

penyelesaian skripsi ini.


3. Bapak Dr. Ir. Gunardi Djoko Winarno, M.Si. Selaku pembimbing kedua

yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulis

melakukan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno Harianto, M.S. Selaku pembahas dan

penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun

dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Masyarakat dan Pengunjung Hutan Kota Metro yang sudah bersedia

meluangkan waktu fikiran dan tenaga untuk mengisi data kuesioner

peneliti.

6. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Ayah dan Ibu tercinta Herman Syah dan Elvi Sulastri, S.Pdi. yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan baik dalam segi material, non

material, serta semangat dan dukungan yang tiada henti sampai penulis

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

9. Adik-adik yang sangat penulis sayangi Annisa Fitri, Imam Mahdi Tri

Nando, M. Iqbal S, dan Batrisyia Nazifa Qaisara yang selalu memberikan

dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

10. Keluarga besar Jidin & Buay Minak: Yayik Jidin, Cucung Zubaidah, yayik

Hi. Muhammad Hasan (alm), sidah Hj. Mulyazimah, paktut Mulyadi

Hasan, tante Ririn Kurniati, Bikcik Meirida, Abi Gunadi, Ayahanda

ii
Tarmidi, Paksu Asep Supriyadi S.pd, Mahta Novasari S.pd, dan Muda

Herawati S.Pd yang penulis sayangi yang selalu memberikan dukungan

kepada penulis baik material maupun non-material dalam penyelesaian

skripsi ini.

11. Sepupu tersayang sekaligus teman terbaik merangkap tim Huru Hara :

M.aldi Satriadi, Vera Ersa Yantama, Addila Lutsmila, Nadia Mayarianti,

Aang Tandyo Prayoga, Ardatama Pawaka, Iyaza Imtiaz, Annisa Dwi

Ramadhani, Maya Atika Sari, Laras Sekar Ayu, Rahma Dewi, M.Hafiz

Angga, Tasya Rifaya, Aksa, Rafi, dan Siti Aisyah Kusuma Ningsih atas

waktu,semangat dan dukungan yang tealh diberikan untuk penulis

12. Teman seperjuangan Kehutanan 2014, khususnya untuk Kurnia Indy

Pratama, Meri Wulandari, Yuliana Kristin, Astri Rumaharbo, Meli

Agustina, Fidyan Dieni, Ma’ruf Amin, Imam Nur Muchlas, Ida Lestari,

Hasanatun D.E.W, Rofika Wilyanuari atas dukungan yang diberikan dari

penulis melaksanakan penelitian hingga ke penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Namun,

penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk semua pembacanya.

Bandar Lampung, 12 Oktober 2018.

Hefy Purnama Sari

iii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
1.3. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
1.4. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
1.5. Kerangka Pemikiran..................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 8


2.1. Ruang Terbuka Hijau ................................................................... 8
2.2. Hutan Kota ................................................................................... 9
2.3. Fungsi Hutan Kota ....................................................................... 12
2.4. Kebijakan Hutan Kota.................................................................. 14
2.5. Pengelolaan Hutan Kota............................................................... 15
2.6. Pariwisata ..................................................................................... 16
2.6.1. Ekowisata........................................................................... 18
2.6.2. Dampak Ekowisata ............................................................ 26
2.7. Wisatawan.................................................................................... 27
2.8. Persepsi Masyarakat..................................................................... 27

III. METODE PENELITIAN ................................................................... 31


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 31
3.2. Alat dan Objek Penelitian ............................................................ 31
3.3. Batasan Penelitian ........................................................................ 31
3.4. Jenis Data dan TeknikPengumpulan Data ................................... 32
3.5. Teknik Analisis dan Pengolahan Data ........................................ 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 35


4.1. Gambaran Umum Hutan Kota Metro ............................................... 35
4.2. Karakteristik Responden ................................................................... 37
4.2.1. Kategori Usia Responden....................................................... 38
4.3. Persepsi Pengunjung dan Masyarakat terkadap Hutan Kota ............ 41
4.3.1. Persepsi Pengunjung berdasarkan Aspek............................... 42
Halaman
4.3.2. Persepsi Masyarakat berdasarkan Aspek ............................... 44
4.4. Persepsi terhadap Hutan Kota Metro ................................................ 48

V. SIMPULAN ........................................................................................ 54
5.1. Simpulan ...................................................................................... 54
5.2. Saran ............................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 56

LAMPIRAN............................................................................................... 60
Gambar 10-25.............................................................................................. 60-67

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Luas Hutan Kota Metro .......................................................................... 38

2. Distribusi Kategori Usia Responden Hutan Kota Metro ......................... 40


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kerangka pemikiran .............................................................................. 7

2. Peta Hutan Kota Metro.......................................................................... 37

3. Grafik kategori responden berdasarkan usia ......................................... 39

4. Skor penilaian persepsi pengunjung...................................................... 42

5. Distriusi skor penilaian persepsi pengunjung ....................................... 43

6. Skor penilaian persepsi masyarakat ...................................................... 44

7. Distribusi skor penilaian persepsi masyarakat ...................................... 45

8. Grafik perbandingan setiap aspek hutan kota berdasarkan persepsi


pengunjung dan masyarakat.................................................................. 46

9. Grafik perbandingan persepsi pengunjung dan masyarakat terhadap


Hutan Kota Metro ................................................................................. 49

10. Wawancara menggunakan kuesioner dengan pengunjung hutan


kota........................................................................................................ 60

11. Wawancara menggunakan kuesioner dengan pengunjung hutan


kota........................................................................................................ 60

12. Wawancara menggunakan kuesioner dengan masyarakat hutan


kota........................................................................................................ 61

13. Wawancara menggunakan kuesioner dengan masyarakat hutan


kota........................................................................................................ 61

14. Grafik persepsi pengunjung pada aspek biologi ................................... 62

15. Grafik persepsi pengunjung pada aspek sosial...................................... 62

16. Grafik persepsi pengunjung pada aspek infrastruktur........................... 63


Gambar Halaman
17. Grafik persepsi pengunjung pada aspek akomodasi ............................. 63

18. Grafik persepsi pengunjung pada aspek fasilitas .................................. 64

19. Grafik perbandingan persepsi pengunjung di tiga Hutan


Kota Metro ............................................................................................ 64

20. Grafik persepsi masyarakat pada aspek biologi .................................... 65

21. Grafik persepsi masyarakat pada aspek sosial ...................................... 65

22. Grafik persepsi masyarakat pada aspek infrastruktur ........................... 66

23. Grafik persepsi masyarakat pada aspek akomodasi .............................. 66

24. Grafik persepsi masyarakat pada aspek fasilitas................................... 67

25. Grafik perbandingan persepsi masyarakat di tiga Hutan


Kota Metro ............................................................................................ 67

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan pusat berbagai kegiatan, disamping itu kota juga berperan

sebagai tempat yang sangat menarik untuk digunakan sebagai tempat berkerja,

berdagang, kuliah dan belajar serta berbagai keperluan lainnya. Dengan semakin

bertambah banyaknya jumlah penduduk maka keberadaan ruang terbuka hijau di

daerah perkotaan akan sangat dibutuhkan untuk mendukung kenyamanan kota.

Ruang terbuka hijau di perkotaan diwujudkan dalam bentuk hutan kota.

Keberadaan hutan kota akan sangat dibutuhkan masyarakat seperti halnya untuk

tempat wisata atau rekreasi, penjerap polutan dan penjaga sistem tata air sekitar

hutan kota. Metro yang menjadi salah satu kota madya di provinsi Lampung

merupakan salah satu kota yang sudah mulai padat oleh penduduk. Tentunya,

semakin padatnya penduduk maka kebutuhan ruang terbuka hijau akan sangat

dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.

Kota Metro memiliki luas yaitu 6.874 ha yang terletak pada 5º6’- 5º8’ LS dan

105º17’ - 105º19’ BT. Menurut Trisnanta dan Ummah (2016) saat ini Kota Metro

telah menjadi pusat konsentrasi penduduk dengan bermacam aspek kehidupan

seperti pemerintahan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (2016) jumlah penduduk di Kota Metro pada tahun 2013
2
berjumlah 153.517 jiwa dan meningkat 4.898 jiwa pada tahun 2015 menjadi

158.415 jiwa. Menurut Marligon (2017) Kota Metro akan mengalami peningkatan

mobilitas atau migrasi penduduk dikarenakan lokasinya berada pada

persimpangan empat jalur yang menjadi kota transit serta kota pendidikan

unggulan di Provinsi Lampung. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk

maka pemerintah Kota Metro akan sangat memerlukan fungsi Hutan Kota sebagai

“paru-paru” kota untuk tetap mempertahankan kenyamanan kota.

Hutan Kota Metro merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang ada di Kota

Metro. Hutan kota adalah suatu lahan yang berisi vegetasi yang didominasi oleh

pohon yang ada di perkotaan. Lubis et al.,(2014) berpendapat hutan kota

dibangun agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan di daerah kota. Pohon

yang ada dalam hutan kota secara alami dapat menyerap CO2 yang akan disimpan

dalam bentuk senyawa karbon. Keberadaan hutan dalam kota dinilai penting

untuk mengimbangi aktivitas yang ada dalam sebuh kota

Hutan kota selain sebagai penjaga ekosistem lingkungan juga bisa dimanfaatkan

sebagai suatu sarana rekreasi untuk masyarakat yang jenuh dan penat akan hiruk

pikuk dan kegiatan perkotaan. Hutan Kota Metro memiliki tiga fungsi yaitu

fungsi lansekap, ekologi, dan estetika (Peraturan Daerah Kota Metro Nomor

01 Tahun 2012). Fungsi lansekap seperti keindahan fisik dan tempat

berkomunikasi secara sosial antar masyarakat. Fungsi ekologisnya yaitu sebagai

paru-paru kota, menciptakan suhu dan kelembaban yang stabil untuk kota, sebagai

pengendali polusi udara akibat kegiatan di perkotaan seperti kendaraan dan

industri. Hutan Kota Metro juga memiliki fungsi estetika yang dapat dijadikan
3
tempat rekreasi dan berkumpul untuk sekedar melepas penat dari rutinitas sehari-

hari (Trisnanta dan Ummah, 2016).

Fungsi estetika yang dimiliki oleh hutan kota dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat seperti jasa lingkungannya yang memberikan manfaat sebagai salah

satu tempat rekreasi objek wisata alam. Selain fungsi ekologisnya sebagai

penyerap karbon serta pengatur sistem tata air kota, hutan kota dapat di kelola

menjadi sarana objek wisata alam yang ada di Kota Metro.

Beberapa hutan kota di Metro sudah mulai di kelola dengan baik. Persepsi para

pihak dalam pengembangan berbagai fasilitas, pelayanan, akomodasi, dan

infrastruktur sangat penting untuk diketahui sebagai langkah awal di dalam

pengembangan suatu objek wisata alam. Menurut Saputra (2015) persepsi adalah

tanggapan langsung dari suatu serapan, proses seseorang mengetahui beberapa hal

melalui panca inderanya. Definisi persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan,

bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah

pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau

mengartikan sesuatu.

Menurut Manalu et al.,(2012), persepsi wistawan dan masyarakat berperan

penting dalam pengelolaan objek wisata. Masyarakat memiliki persepsi yang

mendukung terhadap pengembangan objek wisata selama kegiatan ekowisata

tersebut tidak merusak dan sesuai dengan keadaan alam yang ada. Persepsi

mayarakat tersebut yang akan membantu di dalam perencanaan dan pengelolaan

objek wisata yang ada di Kota Metro.


4
Persepsi wisatawan, masyarakat dan pengelola terhadap pengelolaan infrastruktur,

akomodasi, objek wisata, fasilitas dan pelayanan ekowisata di Hutan Kota Metro

sangat penting untuk diketahui guna penentuan pengembangan Hutan Kota Metro

sebagai objek wisata alam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

persepsi wisatawan dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro.

Penelitian ini dianggap penting karena semakin berkembangnya kota Metro

sebagai kota madya di Provinsi Lampung Maka kebutuhan masyarakat untuk

sarana rekreasi akan semakin meningkat, untuk mempertahankan keberadaan

hutan kota sebagai ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi lain sebagai paru-

paru kota, maka penentuan strategi pengelolaan Hutan Kota Metro sebagai objek

wisata akan menjadi acuan dan pertimbangan yang baik untuk pemerintah Kota

Metro.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian analisis persepsi pengunjung dan masyarakat

untuk penentuan pengembangan Hutan Kota Metro sebagai objek wisata alam

adalah.

1. Bagaimana penilaian responden terhadap aspek biologi, aspek sosial, aspek

infrastruktur, aspek akomodasi dan aspek fasilitas?

2. Bagaimana saran responden untuk pengembangan Hutan Kota Metro

sebagai Objek Wisata Alam?


5
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui.

1. Persepsi penilaian responden pada aspek biologi, aspek sosial, aspek

akomodasi, aspek infrastruktur dan aspek fasilitas di Hutan Kota Metro.

2. Pendapat dan saran dari responden terhadap Hutan Kota Metro untuk

dijadikan pertimbangan dalam pengembangan Hutan Kota Metro sebagai

Objek Wisata Alam.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara umum penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan

pengalaman peneliti dalam melakukan analisis terkait persepsi masyarakat

terhadap pengembangan wisata alam.

2. Dapat membantu lembaga daerah dan pembuat kebijakan serta perencanan

program pengembangan ekowisata di Kota Metro.

3. Dapat membantu lembaga daerah untuk menghasilkan kebijakan

pengembangan pariwisata daerah yang tepat sesuai dengan kondisi masyarakat.

4. Sebagai pengayaan referensi bagi akademisi atau peneliti yang tertarik untuk

melakukan penelitian di Hutan Kota Metro.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kota Metro merupakan salah satu kota yang ada di provinsi Lampung. Kota

Metro memiliki luas sebesar 6.874 ha dengan jumlah penduduk tahun 2015 yaitu
6
158.415. Kepadatan penduduk di Kota Metro masih termasuk ke dalam

kelompok sedang dengan tingkat kepadatan 2304 jiwa/km2 (BPS, 2016).

Meskipun demikian angka tersebut akan terus bertambah seiring semakin

berkembangnya suatu kota. Meningkatnya kepadatan penduduk dan

meningkatnya polusi udara makan keberadaan ruang terbuka hijau yang terkelola

dengan baik akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Kota Metro.

Penelitian ini dilakukan di tiga hutan kota yaitu Hutan Kota Stadion di Tejosari

Metro Timur (7,5 ha), Hutan Kota Terminal 16C di Mulyojati Metro Timur (0,5

ha) dan Hutan Kota Bumi Perkemahan di Sumber Sari Metro Selatan (7,0 ha)

(Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro, 2014). Pengambilan

data pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan,

serta wawancara terhadap masyarakat dan pengunjung Hutan Kota Metro.

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode sosial yakni dengan cara kuesioner

dan wawancara secara mendalam atau deep interview terhadap pengunjung yang

sedang mengunjungi Hutan Kota Metro dan masyarakat yang ada di sekitar Hutan

Kota Metro. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pengunjung dan

masyarakat dalam pengembangan Hutan Kota Metro. Pada penelitian ini teknik

analisis data dengan menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa

yang diketahui secara kongkrit, kemudian digeneralisasikan ke dalam suatu

kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris

tentang lokasi penelitian. Pembuatan kuesioner menggunakan skala likert dan one

score one indicator yaitu dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan yang

sistematis pada kuesioner yang akan dibuat tujuannya untuk mengetahui deskripsi
7
dari persepsi pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota

Metro sebagai objek wisata alam. Penjabaran secara lengkap, akan dijelaskan

pada Gambar 1.

Kota Metro memiliki Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Ruang Terbuka


Hijau Publik Hijau Privat

2. Hutan Kota Stadion 1. Perkarangan Perumahan


3. Hutan Kota Terminal 16c 2. Halaman Perkantoran
5. Hutan Kota Bumi Perkemahan 3. Halaman Tempat Usaha

Funsi Ekologi Fungsi Estetika Fungsi Sosial

Pengembangan sebagai
Objek Wisata Alam

Wawancara Observasi Study Pustaka


menggunakan kuesioner

Menganalisis data hasil penenlitian untuk penentuan strategi pengembangan


Hutan Kota Metro yang ideal untuk di jadikan Objek Wisata Alam

Gambar 1. Kerangka Pemikiran.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Berdasarkan UU No. 26 Tahun (2007) tentang "Ruang Terbuka Hijau adalah area

memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

sengaja ditanam”. Pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan

perkotaan merupakan salah satu cara dalam memperbaiki kualitas lingkungan dan

dapat mengurangi polusi.

Macam-macam RTH meliputi ruang bagi taman bermain yang aktif untuk anak-

anak, pemuda dan orang dewasa. Konservasi alamiah baik di dalam maupun di

luar kota. Konservasi ini dapat berbentuk jalur hijau, kebun binatang dan kebun

botani. Taman ini untuk mengembalikan lingkungan alamiah kota, dan apabila

lokasinya sesuai maka akan dipertahankan keberadaan hewan liar sejauh

mungkin. Salah satu contoh bentuk RTH di perkotaan ialah Hutan Kota. Hutan

kota adalah suatu hutan yang keberadaannya di dalam kota, pinggiran kota atau

didalam daerah-daerah pusat pemukiman yang berkembang karena proses

urbanisasi (Khoiri, 2004).


9
2.2 Hutan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 hutan kota adalah kawasan

yang ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai hutan serta umumnya berisi

pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan. Hutan kota

ada yang tertata seperti taman dan tidak tertata seperti taman, serta lokasinya

berada di dalam atau sekitar perkotaan. Hutan Kota bermanfaat untuk

mengurangi degradasi lingkungan kota yang diakibatkan oleh akses negatif

pembangunan.

Keberadaan hutan kota dapat membuat kualitas lingkungan membaik dan

berfungsi efektif dalam meredam kebisingan, juga menyerap panas, meningkatkan

kelembapan, mengurangi debu, mengakumulasi polutan serta menciptakan

suasana nyaman, sehat, dan estetis. Lokasi Hutan Kota umumnya di daerah

pinggiran. Hal tersebut dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau

perkantoran daerah tersebut tidak terlalu besar. Hutan Kota dibuat sebagai daerah

penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di

perkotaan.

Fakuara (1987) menyatakan hutan kota adalah tumbuhan vegetasi berkayu di

wilayah perkotaan yang memberi manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan estetika lingkungan. Hal senada juga

diungkapkan Samsoedin dan Subardiono (2007) mengenai pengertian hutan kota

yakni merupakan pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau vegetasi

berkayu di kawasan perkotaan yang pada dasarnya memberikan dua manfaat

pokok bagi masyarakat dan lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan manfaat
10
estetika. Sedangkan menurut Irwan (1994), hutan kota adalah komunitas vegetasi

berupa pohon dan asosianya yang tumbuh dilahan kota atau sekitar kota baik

berbentuk jalur menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru

(menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan

bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.

Penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun dengan mempertimbangkan kondisi

biofisik kawasan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi sarana dan

prasarana, kepentingan serta kebutuhan pengembangan wilayah secara umum

pada masa yang akan datang. Tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek

yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut atau lokasi yang

dibuat untuk tujuan tertentu (Hermawan et.al., 2008). Berdasarkan tipe hutan

kota, Hermawan et.al., (2008) membagi hutan kota menjadi lima tipe yaitu:

1. Hutan Kota Permukiman. Hutan kota di sini bertujuan untuk membantu

menciptakan lingkungan yang sejuk, segar dan nyaman serta menambah

keindahan. Hutan kota permukiman juga dapat digunakan untuk menangkal

pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya

kendaraan bermotor.

2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari

kegiatan kegiatan industri berupa polutan padat, cair, maupun gas.

3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi

kebutuhan rekreasi masyarakat kota. Hutan kota sebaiknya dilengkapi juga

dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan


11
serta sarana olah raga seperti untuk lari, berkemah, panjat dinding dan lain

sebagainya.

4. Hutan Kota Konservasi. Hutan kota ini untuk mencegah kerusakan, memberi

perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun

faunanya serta ekosistem kota yang unik dan khas.

5. Hutan Kota Pusat Kegiatan. Hutan kota ini untuk meningkatkan kenyamanan,

keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan kota seperti pasar,

terminal, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya.

Beberapa bentuk hutan kota yaitu berupa :

1. Jalur Hijau, jalur hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat

listrik tegangan tinggi, di kiri-kanan jalan kereta api, di tepi sungai dan di tepi

jalan tol.

2. Taman Kota, taman kota adalah tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian

rupa, baik yang alami maupun buatan untuk menciptakan keindahan kota.

3. Kebun dan Halaman, Jenis pohon yang ditanam di kebun dan halaman terdiri

atas jenis pohon yang dapat menghasilkan buah.

4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan

kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota.

5. Hutan Lindung, daerah di dalam maupun di tepi kota dengan lereng yang

curam harus dijadikan kawasan hutan kota untuk mencegah longsor. Demikian

pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi laut

Menurut PP No 63 Tahun 2002, penentuan bentuk hutan kota termasuk dalam

rencana teknis dalam rencana pembangunan hutan kota. Menurut Permenhut


12
No P.71/Menhut-II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan

karakteristik lahan. Bentuk hutan kota dibagi menjadi 3 yaitu: jalur;

mengelompok; menyebar. Hutan kota akan berjalan sesuai dengan fungsinya

(lansekap, ekologi, estetika) jika pengelolaannya dilakukan dengan baik.

2.3 Fungsi Hutan Kota

Kawasan Perkotaan merupakan wilayah terjadinya suatu perkembangan yang

pesat. Aktivitas yang berkembang dan telah menjadi ciri khas dari suatu kawasan

perkotaan adalah aktivitas non agraris, seperti industri, pemerintahan,

perdagangan, dan jasa. Kota merupakan daerah pemusatan dari berbagai sektor.

Jumlah penduduk, kendaraan bermotor serta industri yang banyak ditemui di

daerah perkotaan mengakibatkan daerah ini memiliki tingkat emisi gas rumah

kaca khususnya CO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Hutan kota merupakan kumpulan vegetasi yang mempunyai peran penting dalam

suatu ekosistem hal ini merupaka fungsi ekologi dari hutan kota. Hutan kota

selain memiliki fungsi ekologis juga lain yaitu estetika, proteksi, dan manfaat

khusus lainnya. Vegetasi penyusun hutan kota merupakan komponen ekosistem

yang yang berfungsi untuk memberkan manfaat terkait perbaikan kualitas

lingkungan. Keberadaa hutan dalam kota yang merupakan pusat dari berbagai

aktivitas seperti perdagangan, pemukiman, pendidikan, industri dan lainnya maka

perlu ada pembangunan hutan kota (Formen, 2012).

Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015) tujuan dari pembangunan hutan kota

adalah sebagai penyangga lingkungan untuk memperbaiki dan menjaga iklim


13
mikro dan milai estetika kota, penyeimbang antara lingungan fisik kota, daerah

resapan air, serta menjadi tempat perlindungan dan menjaga keanekaragaman

hayati. Struktur hutan kota yang idealnya memiliki luas minimal 2500 m2 terbagi

atas dua macam yaitu hutan kota berstrata dua dan berstrata banyak. Hutan kota

berstrata dua hanya memiliki komunitas pepohonan dan rumput sedangkan hutan

kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuhan selain terdiri dari pepohonan

dan rumput, juga terdiri dari semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak

beraturan.

Pohon yang ada di hutan kota selain memiliki fungsi untuk menyimpan karbon,

namun juga dapat berperan sebagai penyerap karbon yang ada di udara. Karbon

yang tersimpan dalam bagaian tumbuhan mengartikan kemampuan pohon untuk

dapat menyerap karbon. Oleh karena itu untuk dapat mengukur jumlah karbon

yang tersimpan dilakukan dengan mengukur berat keringnya (Lubis et al., 2013).

Menurut Hamdaningsih (2010) hutan kota berisi komunitas vegetasi yang berguna

dalam penyimpan dan penyerap karbon dan dalam satu hektar hutan dapat

menyerap 6,24 ton karbon setiap tahun.

Pelestarian dan pengembangan hutan kota merupakan salah satu upaya strategis

dalam mengurangi pencemaran lingkungan kota, karena pohon secara alami dapat

menyerap gas CO2 yang disimpan dalam bentuk senyawa karbon dan dikeluarkan

dalam bentuk oksigen, sekaligus menyerap panas sehingga menurunkan suhu

udara sekitar. Selain itu, hutan kota juga berfungsi sebagai wahana konservasi

flora dan fauna.


14
Keberhasilan pengelolaan hutan salah satunya dapat dilihat dari aspek karbon

tersimpan atau cadangan karbon. Hutan memiliki peran penting sebagai

penyimpan karbon. Hutan dengan keanekaragaman spesies yang tinggi dan

seresah yang melimpah merupakan penyimpan karbon yang baik. Perubahan

komposisi dan struktur tegakan hutan berpengaruh pada cadangan karbon. Oleh

karena itu, pendataan cadangan karbon hutan secara berkala penting dilakukan

dalam rangka penyediaan salah satu indikator untuk menilai kualitas sumberdaya

hutan (Idris et al., 2013).

2.4 Kebijakan Terkait Hutan Kota

Kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan hutan kota diantaranya:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang

Perencanaan tata ruang wilayah kota terdapa pada paragraf. Menurut pasal 29

proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal adalah 30% dari luas

wilayah kota. Ruang terbuka hijau publik yang harus ada minimal 20% dari luas

wilayah kota.

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman


Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Hutan kota masuk ke dalam bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Hutan kota

merupakan suatu hamparan lahan sebagai tempat tumbuh pohon-pohon di dalam

wilayah kota baik pada tanah negara ataupun tanah hak yang ditetapkan sebagai

hutan kota oleh pejabat yang berwenang. RTH merupakan daerah

memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka


15
sebagai tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alami atau disengaja.

RTH privat merupakan RTH yang dimiliki institusi tertentu atau orang

perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa

gedung atau kebun milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. RTH

publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah

kota/kabupaten ynag digunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

3. Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Metro 2011-2031.

Proporsi RTH pada kota metro telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro

Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011-

203. Luas hutan kota yang harus ada pada Kota Metro juga dijelaskan dalam

peraturan tersebut. Menurut pasal 30 ayat 4 hutan kota sebagai bagian dari RTH

publik harus memiliki luas kurang lebih 175 ha dari luas wilayah kota. Hutan

kota ini terdiri atas Hutan Kota Linara yang berada di Kelurahan Tejoagung,

Hutan Kota Stadion yang berada di Kelurahan Tejosari, Hutan Kota Terminal 16

C di Kelurahan Mulyojati, Hutan Kota Tesarigaga di Kelurahan Ganjar Agung

dan di Kelurahan Ganjar Asri. Keseluruhan luas RTH publik yang ditetapkan

dengan luas sekurang-kurangnya 20% dari luas kota yaitu 650 ha. Sehingga

proporsi luas hutan kota yaitu 26,92% dari luas RTH publik yang harus

disediakan.

2.5 Pengelolaan Hutan Kota

Pengelolaan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mencakup kegiatan

merencanakan, menggunakan, memanfaatkan, melindungi, rehabilitasi serta


16
mengembalikan ekosistem hutan yang didasarkan pada fungsi dan status suatu

kawasan hutan (Samsoedin dan Subardiono, 2007). Pengelolaan hutan pada

kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi lebih berorientasi pada bagaimana

menjadikan ekosistem hutan tetap terjaga tanpa melakukan kegiatan produksi atau

penebangan pohon di dalam hutan. Pengelolaan hutan pada kawasan produksi

lebih mengedepankan pemanfaatan hasil hutan dengan tetap melakukan kewajiban

untuk mengembalikan ekosistem hutan tetap lestari. Sedangkan pengelolaan

hutan pada hutan kota lebih menitik beratkan pada keindahan dan kelestarian

lingkungan selain itu hutan kota diisi dengan pohon-pohon yang dapat menyerap

timbal dan karbon dari hasil aktivitas kota setiap harinya.

2.6 Pariwisata

Menurut Mathieson dan wall (1982), pariwisata adalah sebuah perjalanan

sementara yang dilakukan orang pada suatu tujuan tertentu, dalam jangka pendek,

pada tempat yang bukan merupakan tempat yang biasa dikunjunginya (tempat

tinggal maupun tempat kerja), dan melakukan kegiatan-kegiatan pada tempat

tersebut dimana terdapat beberapa fasilitas yang disediakan untuk memenuhi

kebutuhannya, termasuk di dalamnya kunjungan sehari dan darmawisata.

Pariwisata sebagai kegiatan yang mencakup orang-orang yang melakukan

perjalanan pergi dari rumahnya, dan perusahaan-perusahaan yang melayani

mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau

membuatnya lebih menyenangkan, dengan maksud melakukan perjalanan tersebut

bukan untuk usaha melainkan bersantai (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000).


17
Menurut Sudiarta (2006), perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat

ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara

aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara

berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan

yaitu ekonomi masyarakat, lingkungan dan sosial budaya. Pengembangan

pariwisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan

yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara

ekonomi dan adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.

Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat tinggal

dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah wisata alam.

Menurut PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona

Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala

keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam wisata alam berhubungan erat

dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah salah bentuk wisata alam.

Wisata alam merupakan salah satu bentuk wisata alternatif (pilihan baru).

Menurut Chen dan Tsai (2007), mengemukakan bahwa image tujuan wisatanya

memiliki efek kuat terhadap keinginan wisatawan dan memiliki peran penting

dalam mempengaruhi proses pemilihan pengambilan keputusan untuk berwisata

dan kondisi setelah keputusan. Image tujuan wisata digambarkan sebagai penentu

kualitas perjalanan yang akan dilakukan dan dirasakan berdasarkan perbandingan

antara harapan wisatawan dan kinerja pelayanan pariwisata secara nyata.


18
2.6.1 Ekowisata

Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The Ecotourism Society sebagai

bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan

mengkonservasi alam serta menyejahterakan masyarakat setempat.

Pengembangan suatu daerah atau kawasan untuk menjadi objek wisata alam perlu

dilakukan penelitian terhadap persepsi masyarakat lokal, karena persepsi

masyarakat lokal terhadap pengembangan pariwisata dimulai dari pengembangan

sarana dan prasarana serta kedatangan wisatawan di daerahnya. Ekowisata

menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang

turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah

dan budaya di suatu daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat

lokal dan mendukung pelestarian alam.

Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah suatu bentuk wisata yang membantu

perkembangan belajar berupa pengalaman dan penghargaan terhadap lingkungan

ataupun sebagian komponennya, di dalam konteks budaya yang berhubungan.

Kegiatan ekowisata bertujuan menjadikan lingkungan dan sosial budaya yang

berkelanjutan. Tiga hal penting dalam ekowisata menurut Weaver (2001) adalah

berdasarkan lingkungan alami, pembelajaran, dan keberlanjutan. Ekowisata yaitu

jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan. Melalui aktivitas yang berkaitan

dengan alam, wisatawan diajak melihat alam dari dekat. Menikmati keaslian alam

dan lingkungannya, sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai alam.

Semua ini sering disebut back to nature (Yoeti, 2000).


19
Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di tempat-

tempat atau daerah-daerah alami atau yang dikembangkan berdasarkan kaidah

alam, dimana tujuannya selain menikmati keindahannya juga melibatkan unsur-

unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap upaya-upaya pelestarian

lingkungan atau penyelamatan lingkungan (alam dan kebudayaan) dan

meningkatkan pendapatan masyarakat setempat (Yekti, 2001).

Menurut Rahman (2003), pengertian mengenai ekowisata mengalami

perkembangan dari waktu ke waktu namun pada hakekatnya ekowisata yaitu:

1. Bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami.

2. Berpetualangan yang dapat menicptakan industri kepariwisataan, bahkan di

beberapa berkembang suatu pemikiran baru berkaitan dengan pengertian

ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata.

Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadukan dengan beberapa jenis wisata

sejak tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut :

a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitik beratkan pada

lingkungan alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based

tourism, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu contoh kegiatan nature-

based tourism adalah ekowisata.

b. Cultural tourism merupakan wisata yang menitik beratkan pada budaya dan

sejarah suatu kawasan, di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi alternatif

namun antara kedua jenis wisata ini dapat terjadi kasus overlap sehingga tidak

mudah untuk menentukan wisata mana yang menjadi tujuan utama.

c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan yang

berisiko, menantang fisik sehingga wisatawan harus memiliki kemampuan


20
tertentu. Beberapa ekowisata dapat menjadi bagian dari adventure tourism,

tetapi banyak jenis adventure tourism tidak dapat menjadi bagian dari

ekowisata. Hal ini karena pendekatan adventure tourism tidak selalu kepada

nature-based (dasar dari ekowisata).

d. Alternative and mass tourism merupakan suatu model wisata berskala kecil

yang dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai

dengan wisata masal. Model ini memberikan peluang terhadap perkembangan

ekowisata di antara wisata masal.

Pengembangan adalah suatu usaha perubahan yang dilakukan untuk

meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Muntasib

(2014), menyebutkan terdapat tujuh prinsip pengembangan ekowisata harus

memperhatikan, yaitu:

1. Berhubungan langsung dengan alam (touch the nature).

2. Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi maupun secara sosial.

3. Ekowisata bukan wisata masal.

4. Program-program ekowisata harus membuat tantangan fisik dan mental bagi

wisatawan.

5. Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat.

6. Adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan.

7. Pengalaman lebih utama dari kenyamanan.

Fennel (2002), memaparkan bahwa pengembangan wisata bisa dilakukan dengan

membuat rencana dan menyusun pengembangan yang mempunyai prinsip untuk

mencapai tujuan pengembangan tersebut. Menurut Hakim (2004), strategi dalam


21
pengembangan ekowisata harus mendorong tindakan konservasi sehingga tujuan

dari wisata berkelanjutan tetap tercapai.

Berdasarkan definisi-definisi dari berbagai tokoh Fennel (2002), kemudian

merangkum pengertian ekowisata sebagai sebuah bentuk berkelanjutan dari wisata

berbasis sumberdaya alam yang fokus utamanya adalah pada pengalaman dan

pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan meminimalisir dampak, non-

konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol, keuntungan dan skala).

Ekowisata merupakan bentuk perjalanan menuju kawasan yang masih alami yang

bertujuan untuk memahami budaya dan sejarah alami dari lingkungannya,

menjaga integritas ekosistem, sambil menciptakan kesempatan ekonomi untuk

membuat sumber daya konservasi dan alam tersebut menguntungkan bagi

masyarakat lokal. Terlihat jelas bahwa perlu adanya keuntungan yang didapatkan

oleh masyarakat lokal, sehingga ekowisata harus dapat menjadi alat yang

potensial untuk memperbaiki perilaku sosial masyarakat untuk tujuan konservasi

lingkungan (Buckley, 2003).

Sebagai konsep ekowisata berbasis masyarakat, pendekatan pengembangannya

pasti melibatkan masyarakat, dengan alasan bahwa sektor pariwisata dapat

menyediakan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, pariwisata dapat

menciptakan berbagai keuntungan sosial maupun budaya, serta pariwisata dapat

membantu mencapai sasaran konservasi lingkungan serta berprinsip derajat

kontrol masyarakat yang tinggi, dan masyarakat memegang porsi besar dari

keuntungannya.
22
Pengembangan masyarakat yang diperlukan adalah dengan memberdayakan

masyarakat lokal untuk lebih mengenal dan memahami permasalahan di

wilayahnya, dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan

tersebut, dengan adanya pemberdayaan masyarakat lokal, akan terwujud

partisipasi yang baik antara masyarakat setempat dengan industri wisata di

kawasan tersebut, dan dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan

keputusan diharapkan akan terwujud bentuk kerjasama yang lebih baik antara

masyarakat setempat dengan industri pariwisata. Konsep ekowisata berbasis

masyarakat merupakan salah satu upaya pengembangan pedesaan dalam sektor

pariwisata. Chuang (2010), menyatakan bahwa pariwisata pedesaan dapat muncul

jika ada perilaku wisata yang muncul di wilayah pedesaan, dan menambahkan

bahwa dalam pariwisata pedesaan harus ada karakteristik khusus yang dapat

berupa budaya tradisional, budaya pertanian, pemandangan. Ekowisata sebagai

Ecotourism is "responsible travel to natural areas that conserves the environment

andsustains the well-being of local people". Dilihat dari definisi tersebut,

disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan alam

yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga

lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus

dilestarikan keberadaanya.

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang

alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya.

Ekowisata menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau

ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam
23
kehidupan sosial masyarakat. Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses

kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman

alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003). Ekowisata

memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam

dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya berbagai ragam

mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di

kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk

pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek ekowisata dan menghasilkan

keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.

Drumm dan Alan (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam

implementasi kegiatan ekowisata yaitu :

1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan

yang dijadikan sebagai obyek wisata.

2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan.

3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para

stakeholders.

4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan

internasional.

5. Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

6. Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek

wisata tersebut.

Atraksi ekowisata dapat berupa satu jenis kegiatan wisata atau merupakan

gabungan atau kombinasi kegiatan wisata seperti flora dan fauna, margasatwa,
24
formasi geomorfologi yang spektakuler dan manifestasi budaya yang unik yang

berhubungan dengan konteks alam. Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat

ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu; industri

pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah,

dan akademisi.

Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu.

1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri

pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan

pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang

berhubungan dengan flora, fauna, dan alam.

2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan.

3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan

pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan.

4. Pemerintahberperan dalam pembuatanperaturan-peraturan yang mengatur

tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi

terhadap lingkungan yang berlebihan.

5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan

mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinspi yang dituangkan

dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.

Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter

atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan

sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para

stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian

alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut (France, 1997).


25
Drumm dan Alan (2002) menyatakan bahwa dalam pengembangan ekowisata

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya alam yang dijadikan

sebagai obyek wisata.

2. Melibatkan stake holders (perorangan, masyarakat, ecotourists, tour operator

dan institusi pemerintah maupun non pemerintah) dalam tahap perencanaan,

pembangunan, penerapan dan pengawasan.

3. Menghormati budaya-budaya dan tradisi-tradisi lokal.

4. Menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para masyarakat

lokal, stakeholders dantour operator lokal.

5. Menghasilkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai

obyek wisata.

6. Mendidik para stake holders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.

Menurut Wood (2002), prinsip-prinsip dasar pengembangan ekowisata adalah

sebagai berikut :

1. Meminimalisasi dampak-dampak negatif terhadap alam dan budaya yang dapat

merusak destinasi ekowisata.

2. Mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian (conservation) alam dan

budaya.

3. Mengutamakan pada kepentingan bisnis yang peduli lingkungan yang

bekerjasama dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat untuk

memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk konservasi.

4. Menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk pelestarian dan

pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah yang dilindungi.


26
5. Mengutamakan kebutuhan zonasi pariwisata daerah dan perencanaan

penanganan wisatawan yang didesain untuk wilayah atau daerah yang masih

alami yang dijadikan sebagai destinasi ekowisata.

6. Mengutamakan kepentingan untuk studi yang berkaitan dengan sosial-budaya

dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka panjang terhadap obyek

ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegiatannya serta meminimalisasi

dampak-dampak negatif.

7. Memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk : negara yang bersangkutan,

bisnis dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang tinggal berdekatan

dengan destinasi ekowisata.

8. Menjamin bahwa pembangunan ekowisata tidak mengakibatkan perubahan

lingkungan dan sosial budaya yang berlebihan sebagaimana ditentukan oleh

para ahli dan peneliti.

9. Membangun infrastruktur yang harus ramah lingkungan dan menyatu dengan

budaya masyarakat setempat, tidak menggunakan bahan bakar yang terbuat

dari fosil, dan tidak menggangu ekosistem flora dan fauna.

2.6.2 Dampak Ekowisata

Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat

memberikan beberapa dampak negatif, menurut (Yoeti, 2008) antara lain :

1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan

kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.


27
2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak

sedap, juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati.

3. Sering terjadi komersialisasi seni budaya.

2.7 Wisatawan

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wisatawan adalah orang yang melakukan

kegiatan wisata. Berdasarkan asalnya, wisatawan dibagi menjadi dua yaitu

wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman). Wisatawan

nusantara adalah orang yang berdiam dan bertempat tinggal pada suatu negara dan

melakukan perjalanan wisata di negara dimana dia tinggal, sedangkan wisatawan

mancanegara adalah orang yang melakukan perjalanan wisata yang datang

memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara dimana dia tinggal.

2.8 Persepsi Masyarakat

Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, sebab persepsi merupakan

dasar pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi individu terhadap lingkungannya

merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan

individu tersebut. Perilaku adalah hasil persepsi dan persepsi yang salah bisa

menimbulkan perilaku yang salah. Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi

adalah :

1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan

indera.
28
2. Kesadaran dari proses-proses organis.

3. Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari

pengalaman di masa lalu.

4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan

organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang.

5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta

merta mengenai sesuatu (Kiswan, 2013). Persepsi didefinisikan sebagai suatu

proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita

(penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupasehingga kita dapat

menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Ardi dan

Aryani, 2013).

Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal adalah nilai-nilai dari dalam diri dipadukan dengan hal-hal yang

ditangkap panca indera pada proses melihat, merasakan, mencium aroma,

mendengardan meraba. Faktor internal tersebut antara lain umur, jenis kelamin,

latar belakang,pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, asal dan status penduduk,

tempat tinggal, status ekonomi, dan waktu luang. Faktor tersebut kemudian

dikombinasikan denganfaktor eksternal yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial,

yang kemudian menjadi suatu respon dalam bentuk suatu tindakan (Umar, 2009).

Pengertian Mengenai Persepsi Manusia (PMP) Perception menurut Umar (2009)

memiliki arti sebagai berikut :

a. Kegiatan merasakan atau kemampuan untuk merasakan, memahami jiwa dari

obyek-obyek, kualitas dan lain-lain melalui pemaknaan rasa, kesadaran,

perbandingan.
29
b. Pengetahuan yang dalam, intuisi ataupun kemampuan panca indera dalam

memahami sesuatu.

c. Pengertian, pengetahuan dan lain-lain yang diterima dengan cara merasakan,

atau ide khusus, konsep, kesan dan lain-lain yang terbentuk.

Umar (2009), mendefinisikan persepsi sebagai bagian dari proses kehidupan yang

dimiliki oleh setiap orang, dari pandangan orang pada titik tertentu, lalu orang

tersebut mengkreasikan hal yang dipandangnya. Persepsi adalah kemampuan

seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara

lain kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan dan

kemampuan untuk memfokuskan, oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki

persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan

karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu

yang bersangkutan. Persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti luas,

dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan bagaimana seseorang melihat

sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu pandangan atau pengertian, bagaimana

seseorang memandang atau mengartikan sesuatu dunianya sendiri, kemudian

orang tersebut mencoba mengambil keuntungan untuk kepuasannya. Faktor-

faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat menurut Umar (2009), ada 3

faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :

a. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.

b. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan


30
terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi

persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang

berdekatan atau yang mirip.


III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei - Juni 2018. Lokasi penelitian di tiga

Hutan Kota Metro, diantaranya Hutan Kota Stadion di Tejosari Metro Timur (7,5

ha), Hutan Kota Terminal 16C di Mulyojati Metro Timur (0,5 ha) dan Hutan Kota

Bumi Perkemahan di Sumber Sari Metro Selatan (7,0 ha).

3.2 Alat dan Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pengunjung, pengelola, dan masyarakat di sekitar Hutan

Kota Metro. Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi kamera, laptop, alat

tulis, dan kuesioner.

3.3 Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian terfokus pada penilaian terhadap aspek biologi, aspek sosial, aspek

akomodasi, aspek infrastruktur dan aspek fasilitas yang dilihat dari persepsi

pengunjung Hutan Kota Metro.


32
2. Pengunjung adalah orang yang berkunjung ke Hutan Kota Metro diantaranya

Hutan Kota Stadion, Hutan Kota Terminal 16C dan Hutan Kota Bumi

Perkemahan.

3. Masyarakat adalah masyarakat lokal yang berada dan berbatasan langsung

dengan Hutan Kota Metro.

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

A. Data Primer

Data primer merupakan data yang dibangkitkan langsung di lapangan atau

langsung dari sumbernya. Data yang dikumpulkan sebagai data primer

merupakan data persepsi dari pengunjung, masyarakat dan pengelola. Data

primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi persepsi pengunjung,

masyarakat, dan pengelola terhadap pengembangan Hutan Kota Metro.

Data persepsi terdiri dari persepsi terhadap objek wisata pada aspek Biologi,

Aspek sosial,aspek infrastruktur, aspek akomodasi serta fasilitas dan pelayanan di

Hutan Kota Metro. Data tersebut diperoleh dengan cara:

1. Wawancara menggunakan kuesioner

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dirancang

secara sistematis menggunakan skala likert dan one score one indicator.

Penggunaan kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengunjung,

masyarakat, dan pengelola mengenai fungsi ekologi yang merupakan penyedia

jasa lingkungan untuk Kota Metro, fungsi estetika serta fungsi sosial yang di

berikan Hutan Kota Metro. Aspek yang dinilai untuk mewakili ketiga fungsi
33
tersebut diantaranya aspek kondisi fisik objek wisata alam, akomodasi,

infrastruktur, fasilitas dan pelayanan Hutan Kota. Masing masing responden

yakni pengunjung, masyarakat dan pengelola berjumlah 30 orang.

2. Wawancara terbuka (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan

terhadap Pengunjung , masyarakat, dan pegelola Hutan Kota Metro. Ketiga

responden diwawancarai terkait pengembangan Hutan Kota Metro.

3. Observasi (pengamatan)

Pengumpulan data melalui pengamatan langsung ke objek penelitian untuk

memperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang sedang diteliti. Data

observasi diantaranya luasan wilayah penelitian, keadaan lingkungan Hutan

Kota dan kondisi vegetasi di Hutan Kota.

B. Data sekunder

Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa

literatur, Hasil penelitian terdahulu serta berasal dari sumber tertulis atau

dokumen yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Data sekunder yang

dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi.

1. Kondisi umum lokasi penelitian mengenai letak dan luas wilayah penelitian.

2. Jurnal atau artikel terkait penelitian.


34
3.5 Teknik Analisis dan Pengolahan Data

Teknik analisis data dalam penelitian mengenai data tentang persepsi pengunjung

dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro yang diperoleh dari

penelitian di lapangan selanjutnya diolah melalui:

1. Tabulasi, yaitu pengelompokkan data untuk mempermudah proses analisis.

2. One score one indicator, yakni satu nilai untuk satu pertanyaan.

3. Skala Linkert. Dikemukakan Sugiyono (2014), bahwa skala likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Kriteria pemberian skor untuk

alternatif jawaban untuk setiap item sebagai berikut :

1. Skor 5 untuk jawaban sangat baik,

2. Skor 4 untuk jawaban baik,

3. Skor 3 untuk jawaban agak baik,

4. Skor 2 untuk jawaban kurang baik,

5. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak baik.

4. Menghitung nilai kumulatif, yakni penghitungan nilai persepsi secara

keseluruhan.

Pada penelitian ini teknik analisis data meliputi perhitungan nilai one score one

indicator, grafik nilai one score one indicator, grafik nilai skala likert dan

menggunakan teknik induktif. Teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa

yang diketahui secara kongkrit, kemudian digeneralisasikan ke dalam suatu

kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris

tentang lokasi penelitian.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Hutan Kota Metro

Kota Metro memiliki luas wilayah 68,74 km2atau 6.874 ha Kota Metro secara

geografis terletak pada 105,170-105,190 bujur timur dan 5,60-5,80 lintang selatan,

berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibu kota Provinsi Lampung).

Wilayah Kota Metro relatif datar dengan ketinggian antara 30-60m diatas

permukaan air laut. Kota Metro beriklim humid tropis dan kecepatan angin laut

bertiup dari Samudera Indonesia dengan kecepatan rata-rata 70 km/hari atau 5,83

km/jam.

Temperatur pada Kota Metro berkisar antara 27º-30º C dan suhu rata-rata berkisar

28º C. Kelembaban udara ± 80%-88%. (Badan Pusat Statistik Kota Metro, 2016).

Menurut Badan Pusat Statistik (2015) jumlah penduduk Kota Metro 150.950 jiwa

yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22 kelurahan dengan batas wilayah

diantaranya :

 Sebelah Utara dengan KecamatanPunggur, Kabupaten Lampung Tengah, dan

Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

 Sebelah Timur dengan Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan Batanghari,

Kabupaten Lampung Timur.


36
 Sebelah Selatan dengan Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung

Timur.

 Sebelah Barat dengan Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah.

Kota Metro memiliki beberapa hutan kota yang berada di lokasi yang berbeda-

beda. Hutan Kota Metro merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang ada di

Kota Metro dan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi lansekap, ekologi, dan estetika

(Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012). Luas Hutan Kota Metro

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Hutan Kota Metro

No. Nama Lokasi Luas (ha)


1. Taman 16c Mulyojati Metro Timur 0,5
2. Linara Tejoagung 0,8
3. Islamic Rejomulyo Metro Selatan 3,0
4. Bumi perkemahan Sumber Sari Metro Selatan 7,0
5. Stadion Tejosari Metro Timur 7,5
6. Tesarigaga Ganjar Asri dan Ganjar Agung Metro Barat 8,4
Sumber :DinasPertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro (2014).

Linara dan Tesarigaga berada di sekitar aliran sungai dan berfungsi untuk

konservasi air terutama untuk sektor pertanian yang ada di kawasan Kota Metro.

Terminal 16C Berada tepat disamping terminal dan disamping persimpangan jalan

selain untuk meredam kebisingan dari kendaraan. Hutan kota dapat

mempengaruhi kondisi atmosfer setempat yaitu mampu menurunkan suhu dan

meningkatkan kelembaban udara dan juga mengurangi kecepatan angin.


37
Hutan Kota Stadion, Bumi Perkemahandan Islamic Center barada pada kawasan

lindung dan dapat menahan angin kencang serta tempat wisata. Peta lokasi hutan

kota di Kota Metro dapat dilihat pada Gambar 2.

Hutan Kota 16C

Hutan Kota stadion

Hutan Kota Buper

Gambar 2. Peta Hutan Kota Metro.

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian mengenai persepsi ini diantaranya adalah pengunjung

dan masyarakat. Pengunjung merupakan seseorang yang datang ke Hutan Kota

Metro untuk tujuan tertentu maupun dengan tujuan tidak disengaja, masyarakat

yang dimaksudkan adalah seseorang yang bertempat tinggal di sekitar hutan kota

Metro. Responden dalam penelitian di kategorikan menurut usia. Pengkategorian


38
menurut usia tersebut bertujuan untuk mengetahui responden pada usia berapa

yang sering mrngujungi hutan kota serta tujuan mereka mengunjungi hutan kota.

Hutan kota yang memiliki fungsi pokok sebagai penjaga sistem tata air serta

paru-paru kota juga memiliki fungsi lain yang dapat digunakan untuk fasilitas

sosial masyarakat.

4.2.1. Kategori Usia Responden

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) berdasarkan kategori usia, responden

dibagi dalam beberapa kategori yaitu kategori Remaja awal 12-16 tahun, Remaja

akhir usia 17-25 tahun, Dewasa awal 26-35 tahun, Dewasa Akhir 36-45 tahun,

Lansia awal 46-55 tahun.

Berdasarkan karakteristik umur tersebut didapatkan data respon yang berjumlah

30 orang pengunjung dan 30 orang masyarakat yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi kategori umur responden Hutan Kota Metro

Jumlah Responden
Rentang
No
usia Masyarakat Persentase Pengunjung Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
4 18-25 tahun 16 53 29 96
5 26-35 tahun 7 23 0 0
6 36-45 tahun 7 23 1 4
7 46-55 tahun 0 0 0 0
jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan data tersebut, kategori responden yang paling sering mengunjungi

hutan kota metro adalah kategori remaja akhir yang berjumlah 29 orang dari
39
jumlah keseluran responden pengunjung sebanyak 30. Responden dari

masyarakat kebanyakan didapat pada kategori usia remaja akhir dan sebagaian

responden lainnya yaitu dewasa awal dan dewasa akhir. Uraian kategori

responden adalah sebagai berikut :

a. Perbandingan Usia Responden

Perbandingan kategori umur responden pengunjung dan masyarakat di Hutan

Kota Metro disajikan dalam Gambar 3.

35
30
25
20
15
10
5
0
≤5 tahun 5-11 12-16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 ≥65
tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Umur Masyarakat Umur Pengunjung

Gambar 3. Grafik kategori responden berdasarkan usia.

Pada grafik diatas, responden terbanyak yaitu pada usia remaja akhir baik untuk

responden pengunjung maupun responden masyarakat. Hal tersebut tentunya

dapat disimpulkan bahwa minat untuk mengunjungi Hutan Kota Metro ini masih

sangat rendah untuk usia dewasa awal, dewasa tua sampai pada lansia.
40
b. Minat Responden berdasarkan Kategori Usia

Berdasarkan hasil wawancara secara terbuka dengan responden, didapatkan 29

responden dari kategori usia remaja akhir. Tingginya minat remaja akhir untuk

mengunjungi hutan kota dikarenakan oleh butuhnya tempat untuk mereka

bersantai, rekreasi, berkumpul dengan teman, maupun hanya untuk sekedar

menikmati udara sejuk di hutan kota. Sedangkan untuk kategori usia dewasa

akhir didapatkan hanya 1 responden saja. Sedikitnya jumlah responden yang

didapat untuk kategori usia dewasa akhir ini dikarenakan waktu luang yang

dimiliki pengunjung kategori dewasa tidak sebanyak waktu luang yang dimiliki

oleh remaja akhir, kebanyakan dari usia dewasa awal hinga dewasa akhir lebih

banyak menghabiskan waktu mereka untuk bekerja, bertani maupun berdagang.

Sedangkan untuk responden dari masyarakat yang berada di sekitar Hutan Kota

Metro, kategori usia remaja akhir sebanyak 16 responden, kategori usia dewasa

awal sebanyak 7 responden dan dewasa akhir sebanyak 7 responden.

Banyaknya responden pada kategori usia remaja akhir dikarenakan masyarakat

usia dewasa tidak sering berada dirumah, mereka lebih banyak menghabiskan

waktu bekerja. Meskipun demikian, masih ada beberapa responden masyarakat

kategori dewasa yang bersedia untuk di wawancarai mengenai hutan kota yang

ada di sekitar lingkungan mereka. Hasil wawancara tersebut sejalan dengan

penelitian Keliwar dan Nurcahyo (2015) yang menyatakan bahwa usia 17-25

tahun merupakan usia yang produktif dan memiliki keinginan serta pengaruh

besar untuk melakukan kegiatan wisata maupun rekreasi. Pada usia remaja akhir

ini, tentunya rasa ingin tahu dan minat untuk berpergian ke suatu tempat yang

berbeda dari tempat kesehariannya memiliki motivasi dan dorongan tersendiri


41
untuk mengunjungi tempat lain yang terdengar indah dan dapat memberikan

suasana nyaman baik dari segi udara maupun keindahan lansekapnya. Menurut

Hurlock (1993) umur seseorang dapat menentukan bagaimana produktifitas yang

dilakukannya. Tingkat umur dapat mencerminkan kedewasaan seseorang dalam

mengambil keputusan/tindakan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

dirinya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola Hutan Kota Metro, tujuan

utama dilakukan pembangunan hutan kota adalah untuk penjaga iklim mikro di

Kota Metro serta sebagai penyangga sistem tata air Kota Metro. Akan tetapi, agar

keberadaaan Hutan Kota Metro tidak terancam akan aktifitas masyarakat serta

pembukaan lahan oleh masyarakat untuk kepentingan pribadi mereka, Hutan Kota

Metro dikelola dan akan dikembangkan fungsi estetika maupun lansekapnya agar

dapat menjadi fasilitas sosial untuk masyarakat maupun pengunjung.

4.3 Persepsi Pengunjung dan Masyarakat terhadap hutan kota

Persepsi pengunjung dan masyarakat yang diperoleh menggunakan skala likert

dan one score one indicator disajikan kedalam bentuk grafik peniliaian skala

likert dan one score one indicator. Pada penelitian ini yaitu, kuesioner

menggunakan 5 skala penilaian, yaitu skor 1 = sangat tidak baik; skor 2 = tidak

baik; skor 3 = cukup baik; skor 4 = baik ; dan skor 5 = sangat baik.
42
4.3.1. Persepsi Pengunjung berdasarkan Aspek

Penilaian skala likert persepsi pengunjung terhadap Hutan Kota Metro sebagai

objek wisata alam pada berbagai aspek yaitu aspek biologi, aspek sosial, aspek

infrastruktur, aspek akomodasi, dan aspek fasilitas dapat dilihat pada uraian

Gambar 4.

5.00
4.50 3.98
3.86 3.84 3.82 3.72 3.76
4.00 3.66 3.66 3.60 3.68
3.52
3.68 3.54 3.60
3.50
3.00
skor persepsi

2.56
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Pengunjung Stadion Pengunjung 16 c Pengunjung Bumi
Perkemahan
Biologi Sosial Infrastruktur Akomodasi Fasilitas dan Pelayanan

Gambar 4. Skor Penilaian Persepsi Pengunjung.

Penilaian pengunjung terhadap 3 hutan kota di Metro cukup bervariasi, akan tetapi

penilaian tersebut tidak terlihat jauh berbeda untuk setiap aspeknya. Berdasarkan

data pada Gambar 4 yang disajikan diatas, penilaian responden pada Hutan Kota

Stadion, Hutan Kota 16C dan Hutan Kota Bumi Perkemahan cenderung

memberikan penilaian dengan skor “baik”. Penilaian pengunjung untuk hutan

kota dapat dilihat pada Gambar 5.


43
30

25 23
22
21 20
jumlah responden
19
20

15
9 8
10 7 6
5
5 3 2 2
1 1 1
0
sangat tidak tidak baik cukup baik baik sangat baik
baik

biologi sosial infrastruktur akomodasi fasilitas

Gambar 5. Distribusi skor penilaian persepsi pengunjung terhadap hutan kota.

Berdasarkan Gambar 5 yang disajikan diatas, pengunjung lebih banyak

memberikan penilaian “baik” . Pada kategori sangat baik, 2 dari 30 responden

pengunjung menilai bahwa aspek biologi dan fasilitas sudah menunjukkan fungsi

dan manfaatnya secara langsung dari aspek biologi dan fasilitas yang ada di hutan

kota. Pada skor penilaian baik, nilai tertinggi pada aspek infrastruktur yaitu 23

dari 30 responden sudah memberikan penilaian baik untuk hutan kota tersebut.

Penilaian terhadap infrastruktur tersebutmengenai jalan utama,jalan setapak,

ketersediaan tempat parkir, serta ketersediaan jaringan komunikasi. Sedangkan

yang memiliki nilai terendah pada skor baik yaitu aspek fasilitas, hanya 19 dari 30

responden yang menilai baik untuk fasilitas di Hutan Kota Metro. Penilaian

terhadap aspek fasilitas tersebut yaitu ketersediaan gazebo, warung makan &

souvenir serta toilet. Hal tersebut dikarenakan pada lokasi memang belum ada

gazebo contohnya yaitu pada Hutan Kota Stadion dan Hutan Kota 16C. Pada
44
kategori skor sangat tidak baik, tidak ada satupun pengunjung yang menilai

kelima aspek hutan kota tersebut dengan persepsi sangat tidak baik.

4.3.2 Persepsi Masyarakat berdasarkan Aspek

Penilaian skala likert persepsi masyarakat terhadap Hutan Kota Metro sebagai

objek wisata alam pada berbagai aspek yaitu aspek biologi,aspek sosial, aspek

infrastruktur, aspek akomodasi, dan aspek fasilitas dapat dilihat pada uraian

Gambar 6.

5.00
4.50 3.94
3.84 3.88 3.78 3.86 3.78 3.68
4.00 3.70 3.74 3.46 3.42 3.58
3.40 3.32
Skor Persepsi

3.50 3.06
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Masyarakat Stadion Masyarakat 16 c Masyarakat Bumi
Perkemahan
Biologi Sosial Infrastruktur Akomodasi Fasilitas dan Pelayanan

Gambar 6. Skor penilaian persepsi masyarakat terhadap hutan kota.

Penilaian masyarakat terhadap 3 hutan kota di Metro cukup bervariasi, akan tetapi

penilaian tersebut tidak terlihat jauh berbeda untuk setiap aspeknya. Berdasarkan

data yang disajikan diatas, penilaian masyarakat pada Hutan Kota Stadion, Hutan

Kota 16C dan Hutan Kota Bumi Perkemahan cenderung memberikan penilaian

dengan skor “baik”. Penilaian pengunjung untuk hutan kota dapat dilihat pada

Gambar 7.
45

30
25 24
25
jumlah Responden

19
20
16 17
15
12
9
10
7
4 3 4 4
5
1 1 1 1 1
0
sangat tidak tidak baik cukup baik baik sangat baik
baik
biologi sosial infrastruktur akomodasi fasilitas

Gambar 7. Distribusi skor penilaian persepsi masyarakat terhadap hutan kota.

Berdasarkan Gambar 7 yang disajikan diatas, masyarakat lebih banyak

memberikan penilaian “baik” . Pada skor penilaian baik, nilai tertinggi yaitu pada

aspek biologi sebanyak 25 dari 30 responden memberikan penilaian baik untuk

aspek hutan kota tersebut. Komponen penilaian tersebut mengenai hutan kota

sebagai penyokong sistem tata air, kondisi vegetasi hutan kota, variasi tanaman

hias di hutan kota, kesejukan udara di hutan kota dan fungsi pohon sebagai

penjerap karbon di hutan kota.

Nilai terendah pada skor baik yaitu pada aspek sosial, hanya 16 dari 30 responden

yang menilai baik untuk aspek sosial Hutan Kota Metro. Komponen penilaian

terhadap aspek sosial tersebut yaitu tingkat keamanan, ketertiban parkir,

kedisiplinan membuang sampah, dan fungsi hutan kota sebagai tempat fasilitas

sosial masyarakat. Untuk kategori sangat baik, hanya satu aspek yang tidak ada

yaitu aspek biologi. Pada skor sangat baik, 4 dari 30 masyarakat menilai bahwa
46
aspek sosial, infrastruktur, akomodasi, dan fasilitas sudah menunjukkan fungsi

dan manfaatnya secara langsung. Pada kategori skor sangat tidak baik, tidak ada

satupun pengunjung yang menilai kelima aspek hutan kota tersebut dengan

persepsi sangat tidak baik.

Setelah penilaian pada masing-masing aspek diketahui, skor tersebut di rata rata

agar mendapatkan hasil penilaian secara keseluruhan untuk setiap aspeknya. Skor

penilaian pengunjung dan Masyarakat di rata-rata agar dapat dilihat penilaian

secara keseluruhan untuk setiap aspeknya. Grafik perbandingan antar aspek di

hutan kota dapat dilihat pada Gambar 8.

3.90 3.80
3.80 3.74
3.70 3.65 3.65
3.60
3.50
3.40 3.32
3.30
3.20
3.10
3.00
biologi sosial infrastruktur akomodasi fasilitas dan
pelayanan

Gambar 8. Grafik perbandingan setiap aspek hutan kota berdasarkan persepsi


pengunjung dan masyarakat.

Aspek biologi memiliki skor lebih tinggi dari aspek lainnya yaitu dengan skor

penilaian 3,80 yang berarti, aspek biologi pada Hutan Kota Metro sudah “baik”.

Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung dan masyarakat sudah merasakan

langsung manfaat biologi dari hutan kota tersebut. Berdasarkan penilaian

responden dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik pada aspek biologi hutan kota
47
sudah memberikan kesan dan pengalaman yang baik kepada responden setelah

mereka berkunjung ke Hutan Kota Metro. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Dwiputra (2013) yang menyatakan wisatawan memiliki tanggapan yang baik

terhadap objek wisata alam pada suatu tempat destinasi wisata seperti wisata alam

dikarenakan wisatawan atau pengunjung tersebut menemukan kesan yang menarik

dan pengalaman yang baik setelah berkunjung ke destinasi wisata alam.

Menurut penilaian responden meskipun aspek biologi sudah dinilai baik, Hutan

Kota Metro masih perlu melakukan penambahan variasi jenis ataupun warna pada

tanaman hias hutan kota agar terlihat lebih indah. Hal tersebut bertujuan untuk

memaksimalkan fungsi estetika dari hutan kota itu sendiri. Pernyataan responden

tersebut sejalan dengan Muspiroh (2014) yang mengatakan bahwa tumbuh-

tumbuhan yang ditanam di hutan kota dapat memberikan keindahan baik dari

garis, bentuk, warna maupun tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, akar,

bunga, buah maupun aroma sehingga mempunyai nilai estetika lebih tinggi.

Penilaian terendah responden yaitu pada aspek sosial. Aspek sosial tersebut

meliputi tingkat keamanan, ketertiban parkir, kedisiplinan membuang sampah dan

fungsi hutan kota sebagai tempat fasilitas sosial masyarakat. Responden belum

merasakan secara langsung manfaat sosial dari hutan kota. Setelah dilakukannya

wawancara mengenai rendahnya penilaian terhadap aspek tersebut, responden

mengatakan perlu adanya pengembangan terkait fungsi sosial hutan kota.

Responden mengharapkan bahwa hutan kota dapat memberikan manfaat sebagai

tempat untuk berinteraksi sosial, tempat untuk sarana pendidikan serta tempat

yang dapat menimbulkan rasa sehat, nyaman dan tenang ketika berada disana.
48

Hal yang dapat membantu untuk pengembangan aspek sosial tersebut seperti

penyusunan tata letak ruang diantaranya:

a. Penataan ruang parkir

b. Penataan ruang fasilitas wisata, dan

c. Penataan tata ruang penyusunan vegetasi.

Pendapat responden tersebut sejalan dengan penelitian Menurut Sundari (2006),

fungsi sosial termasuk ke dalam fungsi lansekap dari hutan kota. Fungsi lansekap

hutan kota meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial. Fungsi fisik dari hutan kota

antara lain adalah vegetasi, yang mana vegetasi tersebut berfungsi sebagai unsur

pelindung terhadap kondisi fisik alam seperti angin dan sinar matahari. Fungsi

sosial yang dimaksudkan dari hutan kota yaitu seperti penataan ruang yang

disusun dengan baik sehingga dapat memberikan tempat untuk interaksi sosial

yang sangat produktif saat masyarakat mengunjungi hutan kota.

4.4 Persepsi terhadap Hutan Kota Metro

Penilaian skala likert persepsi pengunjung terhadap ketiga Hutan Kota Metro pada

aspek biologi, aspek sosial, aspek infrastruktur, aspek akomodasi dan aspek

fasilitas untuk setiap hutan kota di rata-rata dan disajikan pada grafik Gambar 9.
49
3.75 3.73
3.70
3.65
3.59
3.60 3.57
3.55
3.50
3.45
Stadion 16 C Buper

Stadion 16 C Buper

Gambar 9. Grafik perbandingan persepsi Pengunjung dan Masyarakat terhadap


Hutan Kota Metro.

Berdasarkan grafik pada Gambar 9 diatas, penilaian terhadap ketiga Hutan Kota

Metro dirata-rata untuk ditinjau skornya berdasarkan kelima aspek penilaian.

Hutan Kota Stadion memiliki skor penilaian tertinggi dengan skor 3,72 dalam

artian hutan kota tersebut sudah dinilai “baik” untuk setiap aspek serta

pengelolaannya. Hutan Kota Stadion dinilai sudah mampu membuat pengunjung

merasakan langsung fungsi dan manfaat dari hutan kota tersebut. Pernyataan ini

didukung dengan penelitian Samsoedin dan Subiandono (2007) yang menyatakan

pengelolaan hutan merupakan kegiatan yang meliputi kegiatan dalam

merencanakan, menggunakan, memanfaatkan, melindungi, merehabilitasi serta

mengelola ekosistem hutan yang mendasarkan pada fungsidan status suatu

kawasan hutan tersebut.

Penilaian terendah terhadap Hutan Kota Metro yaitu pada Hutan Kota Bumi

Perkemahan. Hutan Kota Bumi Perkemahan dinilai “cukup baik” dengan skor

3,47. Berdasarkan hasil wawancara, responden cenderung belum merasakan

langsung manfaat dan fungsi dari Hutan Kota Bumi Perkemahan, hal tersebut
50
yang menyebabkan rendahnya penilaian responden terhadap Hutan Kota Bumi

Perkemahan dibandingkan hutan kota lainnya. Jika ditinjau penilaian berdasarkan

aspek pada penilaian sebelumnya, Hutan Kota Bumi Perkemahan memiliki

penilaian terendah pada aspek sosial.

Perbandingan dari ketiga hutan kota tersebut yang paling representatif untuk

dilakukan kegiatan pengembangan adalah Hutan Kota Bumi Perkemahan.

Pengembangan yang direkomendasikan untuk dilakukan khususnya pada aspek

sosial yaitu pengoptimalan fungsi sosial dengan cara penataan ruang vegetasi dan

fasilitas. Hal tersebut bertujuan agar Hutan Kota Bumi Perkemahan dapat

meyediakan tempat interaksi sosial yang dapat menimbulkan rasa nyaman, tenang

dan juga bisa menjadi sarana pendidikan untuk masyarakat. Pernyataan tersebut

sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun (2007) ruang

terbuka hijau merupakan suatu area yang berbentuk jalur, memanjang dan/atau

mengelompok, yang penggunaannya cenderung bersifat terbuka untuk umum

sebagai fasilitas masyarakat, tempat tumbuh tanaman, baik yang sengaja ditanam

maupun tumbuhsecara alamiah di hutan kota. Pembangunan hutan kota sebagai

ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan salah satu cara dalam

memperbaiki kualitas lingkungan dan dapat mengurangi polusi.

Penilaian-penilaian terhadap hutan kota tersebut tentunya menunjukkan bahwa

pengelolaan terhadap hutan kota sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan

tujuan pembangunan hutan kota sebagai penjaga sistem tata air kota. Penilaian

baik terhadap hutan kota tersebut akan sangat lebih baik jika hutan kota dikelola

secara lebih intensif agar dapat meningkatkan nilai hutan kota.


51
Upaya pengelolaan tersebut diantara seperti melakukan penambahan spesies

tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai estitika yang mampu memberikan warna

warni pada penampakan tajuk di hutan kota. Spesies tumbuh-tumbuhan tersebut

contohnya seperti bungur lilin ( Lagerstroemeia speciosa), turi (Sesbania

grandiflora), angsana (Pterocarpus indicus ), johar ( Cassia siamea ) dan

flamboyan ( Delonyx regia ).

Pemilihan pohon dengan penampakan estetika yang memiliki tajuk berwarna akan

membuat masyarakat dan pengunjung merasakan manfaat estetika hutan kota

secara nyata. Pemilihan jenis tanaman seperti flamboyan, akan memberikan

kesan yang menarik untuk siapa saja yang melihatnya terutama jika pohon

flamboyan tersebut sedang berbunga. Pohon flamboyan juga dapat memberikan

kesan dan edukasi dimana pohon flamboyan tersebut akan menunjukkan atau

mencirikan musim yang ada di indonesia. Pohon flamboyan mencirikan siklus

musim pancaroba, pada sepanjang musim hujan pohon flamboyan hanya akan

tumbuh seperti pohon-pohon lainnya yang nampak rimbun dengan daunnya yang

hijau dan segar. Setelah pertengahan kemarau, daunnya akan berguguran,

batangnya mengering, meranggas dan tangkainya patah-patah seperti pohon yang

akan mati. Namun saat mulai masuk musim penghujan maka pohon flamboyan

akan menumbuhkan kembali daun-daunnya disertai tumbuhnya bunga-bunga yang

jumlahnya cukup banyak dan mampu memberikan penampakan tajuk yang sangat

indah. Sama halnnya seperti pohon flamboyan, pohon johar, angsana, turi, dan

bungur lilin juga mampu memberikan nilai keindahan yang cukup menarik di

hutan kota.
52
Pemilihan jenis tanaman yang akan ditambahkan di hutan kota bergantung kepada

anggaran serta kebijakan pihak pengelola. Sampai saat ini, kinerja pengelola

dalam mengelola Hutan Kota Metro sudah menunjukkan nilai pengelolaan yang

baik. Akan tetapi untuk memaksimalkan fungsi dari hutan kota tersebut,

penambahan jenis tanaman yang bernilai estetika akan menjadi alternatif

pengembangan yang cukup baik untuk memaksimalkan fungsi Hutan Kota Metro.

Fungsi dan keberadaan hutan kota diatur menurut undang-undang dan peraturan

pemerintah yang diuraikan sebagai berikut:

Menurut undang-undang republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, pasal 9 menyatakan

1. Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air,

disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.

2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan

Peraturan pemerintah.

Menurut Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 Hutan Kota adalah kawasan

yang ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai hutan serta umumnya berisi

pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan. Hutan Kota

ada yang tertata seperti taman dan tidak tertata seperti taman, serta lokasinya

berada di dalam atau sekitar perkotaan. Hutan Kota bermanfaat untuk

mengurangi degradasi lingkungan kota yang diakibatkan oleh akses negative

pembangunan.

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Metro 2011-2031. Proporsi RTH pada Kota Metro telah diatur
53
dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Metro 2011-203. Luas hutan kota yang harus ada pada Kota

Metro juga dijelaskan dalam peraturan tersebut. Menurut pasal 30 ayat 4 hutan

kota sebagai bagian dari RTH publik harus memiliki luas kurang lebih 175 ha dari

luas wilayah kota. Hutan kota ini terdiri atas Hutan Kota Linara yang berada di

Kelurahan Tejoagung, Hutan Kota Stadion yang berada di KelurahanTejosari,

Hutan Kota Terminal 16C di Kelurahan Mulyojati, Hutan Kota Tesarigaga di

Kelurahan Ganjar Agung dan di Kelurahan Ganjar Asri. Keseluruhan luas RTH

publik yang ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 20% dari luas kota yaitu

650 ha. Sehingga proporsi luas hutan kota yaitu 26,92% dari luas RTH publik

yang harus disediakan. Hutan Kota Metro memiliki tiga fungsi yaitu fungsi

ekologi, fungsi lansekap, dan fungsi estetika.


V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa

1. Persepsi respondencenderung memberikan penilaian “baik” terhadap Hutan

Kota Metro sebagai objek wisata alam. untuk setiap aspek penilaian di hutan

kota, yaitu: aspek biologi 3,80 (baik); aspek sosial 3,32 (cukup baik); aspek

infrastruktur 3,65 (baik); aspek akomodasi 3,65 (baik); dan aspek fasilitas 3,74

(baik).

2. Penilaian tertinggi responden yaitu aspek biologi; sedangkan untuk aspek

terendah, yaitu aspek sosial. Tingginya penilaian terhadap aspek biologi

dikarenakan pengunjung sudah merasakan langsung manfaat dari Hutan Kota

Metro. Aspek sosial merupakan aspek harus lebih diperhatikan oleh

Pemerintah Kota Metro dalam pengembangan hutan kota. Pengembangan

hutan kota dapat dilakukan melalui penataan ruang untuk vegetasi, penataan

maupun penambahan jenis vegetasi yang berfungsi memperindah penampakan

estetika, penataan fasilitas hutan kota, dan penataan lahan parkir. Penataan

ruang tersebut diharapkan dapat mewujudkan hutan kota sebagai tempat yang

berperan tinggi untuk kegiatan interaksi sosial masyarakat.


55
5.2 Saran

Dinas Pengelola Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Metro diharapkan

dapat menambah serta mengembangkan fungsi estetika dari hutan kota yang

dimiliki Kota Metro. Pengembangan fungsi estetika tersebut bisa dikembangkan

dengan alternatif penambahan vegetasi maupun jenis tanaman seperti tanaman

kehutanan dan tanaman Hias yang dapat menunjang keindahan lansekap Hutan

Kota Metro. Hutan Kota Metro diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif

objek wisata yang berbasis alam.


DAFTAR PUSTAKA

Ardi, M. dan Aryani, L. 2013. Hubungan antara persepsi dan organisasi dengan
minat beroganisasi pada mahasiswa psikologi uin fakultas psikologi uin
sultan syarif kasim. J. Psikologi. 3(1): 41-47.

BPS Kota Metro. 2016. Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin di Kota Metro Tahun 2015. https://metrokota.bps.go.id/.diakses
pada bulan januari 2018.

Buckley, R. 2003.Case Studies in Ecotourism. Buku. CABI Publishing. New


York. 230 hlm.

Chen dan Tsai. 2007. How destination image and evaluative factors affect
behavioral intentions. J. Tourism Management. 2(8): 28-36.

Chuang, S. 2010. Rural tourism: perspective from social exchange theory.


J. Social Behavior and Personality. 3(8): 13-20.

Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro. 2014. E-Data Pusat
Pengumpulan Pengolahan dan Penyajian Data. Buku. Dinas Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro. Metro. 78 hlm.

Drumm, A. dan Alan, M. 2002. Ecotourism Development. an Introduction to


Ecotourism Planning. Buku. The Nature Conservancy. USA. 112 hlm.

Dwiputra, R. 2013. Preferensi wisatawan terhadap sarana wisata di kawasan


wisata alam erupsi merapi. J. Perencanaan Wilayah dan Kota. 24(1): 35-48.

Fakuara, Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Skripsi. Fakultas


Kehutanan IPB. Bogor. 67 hlm.

Fennel, D. A. 2002. Ecotourism Programme Planning. Buku. CABI Publishing.


New York. 156 hlm.

Formen, R. 2012. Analisis strategi pembangunan hutan kota (studi kasus kawasan
danau raja kabupaten ndragiri hulu). J. Ilmu Lingkungan. 6(1): 1-14.

France, L. 1997. The Earthscan Reader in Sustainable Tourism. Buku. Earthscan


Publication. Ukraina. 213 hlm.
57
Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Buku. Bayumedia Publishing. Malang.
79 hlm.

Hamdaningsih, S. S. 2010. Studi kebutuhan hutan kota berdasarkan kemampuan


vegetasi dalam penyerapan karbon di kota mataram. J. Geografi Indonesia.
24(1): 1-9.

Hermawan, R., Kosmaryandi, N. dan Ontarjo, J. 2008. Kajian tipe dan bentuk
hutan kota kawasan danau raja kota rengat, kabupaten indragiri hulu,
propinsi riau (study on type and shape of urban forest in danau raja area,
rengat city, indragiri hulu regency, riau province). J. Media Konservasi
13(2): 71 – 78.

Hurlock, B.E. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Buku. Erlangga. Jakarta. 134 hlm.

Idris, M. H., Latifah, S., Aji, I. M. L., Wahyuningsih, E., Indriyatno dan Ningsih,
R. V. 2013. Studi vegetasi dan cadangan karbon di kawasan hutan dengan
tujuan khusus (khdtk) senaru, bayan lombok utara. J. Ilmu Kehutanan.
7(1): 25-36.

Imansari, N. dan Khadiyanta, P. 2015. Penyediaan hutan kota dan taman kota
sebagai ruang terbuka hijau (rth) publik menurut preferensi masyarakat di
kawasan pusat kota tangerang. J.Ruang. 1(3): 101-110.

Irwan, Z.D. 1994. Peranan bentuk dan struktur hutan kota terhadap kualitas
lingkungan kota. J. Annals of Tourism Research. 3(2): 303– 324.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia


2009. Buku. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 49 hlm.

Keliwar, S. dan Nurcahyo, A. 2015. Motivation and perception visitor against


tourist attraction pampang cultural village in samarinda. J. Manajemen
Resort dan Leisure. 12(2): 19-27.

Khan, M. 2003. Ecoserv. Buku. Howard University. USA. 98 hlm.

Khoiri, S. 2004. Studi Tingkat Kerusakan Pohon di Hutan Kota Srengseng


Jakarta Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hlm.

Kiswan, 2013. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi badan


permusyawaratan desa di desa fatufia kecamatan bahodopi kabupaten
morowali. J. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 5(1): 20-25.

Kusmayadi dan Sugiarto, E. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang


Kepariwisataan. Buku. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 167 hlm.
58
Lubis, S. H., Arifin, H. S. dan Samsoedin, I. 2013. Analisis cadangan karbon
pohon pada lanskap hutan kota di dki jakarta. J. Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan. 10(1): 1-20.

Manalu, B.E., Latifa, S. dan Patana, P. 2012. Persepsi masyarakat terhadap


pengembangan ekowisata di desa huta ginjang, kecamatan sianjur mula-
mula, kabupaten samosir, provinsi sumatera utara. Jurnal Penelitian. 1(3):
5-11.

Marligon. 2017. Inventarisasi dan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau


(RTH) di Kota Metro, Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 95 hlm.

Mathieson, A dan Wall G. 1982. Tourism: Economic, Physical and Social


Impact. Buku. Rineka Cipta. Jakarta. 120 hlm.

Muntasib, 2014. Potensi dan persepsi masyarakat serta wisatawan terhadap


pengembangan ekowisata di desa aik berik, lombok tengah. J. UMPA. 1(2):
43-49.

Muspiroh, N. 2014. Pembangunan hutan kota cirebon. J. Scientiae Educatia. 3(1):


49-62.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1994.Tentang


Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman
Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Buku. Departemen
Kehutanan. Jakarta. 9 hlm.

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011-2031. Buku. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Metro dan
Walikota Metro. Metro. 19 hlm.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.71/Menhut-Ii/2009


Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Buku. Menteri Kehutanan
Republik Indonesia. Jakarta. 21 hlm.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008. Tentang Pedoman


Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Buku. Direktorat Jendral Penataan Ruang. Jakarta. 70 hlm.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 63 Tahun 2002. Tentang Hutan


Kota. Buku. Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 14 hlm.

Rahman, A. 2003. Pengusahaan Ekowisata. Buku. Makalah Pelatihan Ekowisata.


Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 32 hlm.

Samsoedin, I. dan E Subardiono. 2007. Pembangunan dan Pengelolaan Hutan


Kota. Buku. Bumi Aksara. Padang. 90 hlm.
59
Saputra, M. E. 2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Lingkungan Obyek
Wisata Sungai Korumba di Kawasan Tahura Nipa-Nipa Kelurahan Alolama
Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Skripsi. Universitas Halu Oleo.
Kendari.70 hlm.

Sudiarta, M. 2006. Ekowisata hutan mangrove : wahana pelestarian alam dan


pendidikan lingkungan. J. Manajemen Pariwisata. 2(5): 23-30.

Sugiyono. 2014. Metode Skala Likert. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 355 hlm.

Sundari, E. S. 2006. Studi untuk menentukan fungsi hutan kota dalam masalah
lingkungan perkotaan. J. Perencanaan Wilayah dan Kota. 6(2): 1-10.

Suryaningsih, L., Haji, A. dan Wirosoedarmo, S. 2015. Defisinsi ruang terbuka


hijau (rth) di kota mojokerto dengan analisis spasial. J. Sumberdaya Alam
dan Lingkungan. 2(2): 1-10

Trisnanta, H. S. dan Ummah, R. 2016. Ruang terbuka hijau kota metro lampung
dan pandangan aspek keagamaan. J. Kontekstual. 31(1): 55-80.

Umar. 2009. Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan
Sebagai Daerah Resapan Air. Tesis. Universitas Negeri Semarang. 113 hlm.

Undang-undang republik Indonesia nomor 41 tahun 1999. Tentang Kehutanan.


Buku. Jakarta. 51 hlm.

Undang-Undang No.9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan. Buku. Departemen


Kehutanan. Jakarta.9 hlm.

Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2007. Tentang Penataan


Ruang. Buku. Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 60 hlm.

Weaver, D. 2001. Ecotourism. Buku. John Wiley and Sons Australia Ltd.
Australia. 386 hlm.

Wood, M. E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies for


Sustainability. Buku. United Nation Publication. Jakarta. 268 hlm.

Yekti, N. W. 2001. Potensi Ekoturisme untuk Pengembangan Ekoturisme yang


Berwawasan Lingkungan di Kecamatan Tawangmangu. Skripsi. Fakultas
Geografi UGM. Yogyakarta.79 hlm.

Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Buku. Kompas. Jakarta. 432 hlm.

Yoeti, O. A. 2000. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Buku. Pradya


Paramita. Jakarta. 211 hlm.

Anda mungkin juga menyukai