Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


APENDICITIS

Disusun oleh:

1. Tia Dwi Anggraini (14.401.17.083)


2. Yuli Sulistiawati (14.401.17.091)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Appedisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendisitis dapat mengenai semua
kelompok usia. Diagnosis appendisitis akut pada anak kadang-kadang kulit. Diagnosa yang tepat dibuat
hanya pada 50-70% pasien pada saat pemeriksaan awal. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan
pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosa appendicitis. Semua kasus
appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan
laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka
kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock.
Pada bab ini kita harus dapat mengetahui proses terjadinya seseorang mengalami gangguan
appendisitis, dan proses penatalaksanaan appendisitis, adapun mahasiswa harus mencari video-video
tentang proses penatalaksanaan operasi appendisitis di youtube. Pada pemeriksaan histologi dijumpai
adanya inflamasi sel-sel limfosit neutrofil di dalam lapisan otot appendisitis.
B. Batasan Masalah
Pada makalah ini hanya membatasi konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan appendicitis.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit hemoroid.
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit hemoroid.

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit appendicitis.

2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan mahasiswa dapat melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi penyakit
appendicitis.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit appendicitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Apendicitis


1. Definisi
Apendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis (Muttaqin,2011:498).
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi yang terjadi pada usus buntu atau umbai cacing
(Nurarif,2015:47).
Jadi yang di maksud apendisitis yaitu peradangan yang di akibatkan oleh infeksi atau inflamasi pada
apendiks atau usus buntu yang terletak dibagian sekum.
2. Etiologi
Menurut Haryono (2012:128) Apendisitis akut dapat disebabkan oleh terjadinya proses radang bakteria
yang dicetuskan oleh beberapa factor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap utama dari
kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa factor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya :
a. Factor sumbatan
Factor obstruksi merupakan factor terpenting terjadinya appendicitis (90%) yang diikuti oleh
infeksi.Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35%
Karena statis fekal 4% Karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasite dan cacing.
b. Factor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan factor pathogenesis primer pada apendisis akut. Adanya fekolith
dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, Karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara bacteriodes fraglitis dan E.coli, lalu Splanchius, lacto-bacilus,
Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
c. Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi dari organ, apendik yang terlalu panjang,
vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dikaitkan
dengan kebiasaan keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat mengakibatkan obstruksi
lumen.
3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.Obstruksi tersebut menyebabkan
mucus yang di produksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut
semakin meningkat, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
dengan nyeri epigastrum.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan meenyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritonium yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
appendicitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti gangrene.
Stadium ini disebut appendicitis gangrenosa. Bila dinding apendiks rapuh makan akan terjadi
prefesional disebut apendiksitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kea rah apendiks
sehingga muncul infiltrate apendikkularis (Haryono,2012:130)
4. Pathway[ CITATION Placeholder2 \l 1033 ]

Apendicitis

Striktur Tumor
Hiperplasiaf Benda Erosimukos fekalit
olikellimfoid asing aapendiks

Obstruksi

Mukosaterbendung

Apendiksteregang

Tekanan
intraluminal

Nyeri
Alirandarahterganggu

Ulserasidaninvasibakt
eripadadindingapendik
s

Appendicitis

Thrombosis
Keperitoniu
pada vena
m
intramural

Peritonitis Pembengkakandaniskemia

Perforasi
Cemas
Pembedahano
perasi

Luka insisi PK perdarahan

Deficit self Jalanmasukkuman


Nyeri

Resikoinfeksi

5. Tanda dan Gejala


Menurut Hariyanto (2015:73), tanda dan gejala dari apendisitis yaitu :
a. Nyeri, kram di daerah perumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
b. Demam tinggi
c. Mual, Muntah
d. Malaise
e. Anoreksia
f. Nyeri tekan local pada titik Mc Burney
g. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)
h. Kontisipasi
i. Kadang-kadang disertai diare
j. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
k. Nyeri bertambah parah jika dipakai untuk beraktifitas (berjalan, batuk dan mengedan)
(Hariyanto,2015:73)
Manifestasi Klinis :
Gejala yang khas merupakan gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah
epigastrum di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan biasanya ditandai dengan rasa mual,
bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian setelah beberapa saat,
nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih parah dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatis setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrum, tetapi terdapat kontisipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar.Tindakan ini di anggap berbahaya Karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat celcius (Nurarif,
2015:47)
6. Komplikasi
Komplikasi utama dari apendiksitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses.Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,70C atau bisa lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau
nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Haryono,2012:131)
B. Konsep Intra operatif
Menurut Haryono (2012:59) persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien yang akan dioperasi yaitu:
berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (duk) steril dan
hanya bagian yang akan dicisi saja yang dibiarkan terbuka dengan emberikan zat desinfektan seperti povide
iodine 10% dan alkohol 70%.
1. Drapping
Prinsip tindakan drapping adalah :
a. Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur drapping.
b. Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengetahui dengan baik dan benar prosedur dan
prinsip-prinsip drapping.
c. Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan yang digunakan steril dan
tidak bocor.
d. Pada saat pelaksanaan tindakan draping, perawat bertindak sebagai omloop harus berdiri dibelakang
instrumentator untuk encegah kontaminasi.
e. Gunakan duk klaim pada setiap keadaan dimana alat tenun mudah bergesek.
f. Drap yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai selesai dan harus dijaga kesterilannya.
g. Jumlah lapisan penutup yang baik minimal dua lapis, sau lapis menggunakan kertas water proof atau
plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril.
Teknik drapping :
a. Letakan drap ditempat yang kering, lantai disekitar meja oprasi harus kering.
b. Jangan memasang drap dengan tergesa-gesa, harus teliti dan mempertahankan prinsip steril.
c. Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non-steril.
d. Pegang drap sedikit mungkin.
e. Jangan melintasi daerah meja oprasi yang sudah terpasang drap atau alat tenun steril tanpa
perlindungan gaun oprasi.
f. Menjaga kesterilan bagian depan gaun oprasi, berdiri membelakanggi daerah oprasi.
g. Jangan melempar drap terlalu tinggi saat memasang drap (hati-hati menyentuh lampu oprasi).
h. Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi perawat omloop bertugas menyingkirkan alat
tenun tersebut.
i. Hindari tangan yang mudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
j. Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja oprasi, jangan
menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
k. Jika ragu-ragu terhadap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap terkontaminasi.
2. Pengaturan posisi
Posisi yang diberikan akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor utama untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah:
a. Letak bagian tubuh yang akan dioprasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan.
Prinsip-prinsip dalam pengaturan posisi pasien:
a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Sedapat mungkin jaga prifasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
c. Amankan pasien diatas meja oprasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas
lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d. Jaga pernafasan dan sirkulasi faskular pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran
udara.
e. Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu karena dapat menyebabkan penurunan sirkulasi
darah yang merupakan faktor pencetus terjadinya trombus.
f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja oprasi karena hal ini dapat melemahkan
sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusan otot.
g. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidah berhenti ditangan atau di lengan.
3. Pengkajian atau obserfasi terus menerus
Hal-hal yang dikaji atau observasi selama dilaksanakan nya oprasi bagi pasien yang diberi anaestesia
total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anastesia lokal ditambah dengan
pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
a. Dukungan mental
Bila pasien diberi anastesia lokal dan pasien masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas atau takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Observasi fisik
1) Tanda-tanda vital
Bila terjadi abnormal tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan kejadian
tersebut kepada ahli bedah.
2) Tranfusi
Monitor flabot tranfusi, sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga
dilakukan pemantauan jalannya aliran tranfusi
3) Infus
Monitor flabot infus, sudah habis atau belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga
dilakukan pemantauan jalannya aliran infus.
4) Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1cc atau kilo BB atau jam.
4. Diagnosa keperawatan
a. Resiko penurunan volume cairan
b. Resiko infeksi
c. Kerusakan intregitas kulit
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Kurang lebih 7% populasi akan mengalami apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka. Pria lebih cenderung terkena appendicitis dibanding dengan wanita. Apendisitis lebih sering
menyerang pada usia 10-30 tahun. (Haryono, 2012:127).
b. Keluhan utama
Keluhan utama klien mendapatkan nyeri disekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri dipusat atau
di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus,
dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yanglama. Keluan yang menyertai biasanay klien
mengeluh rasa mual dan munta, panas.(Black, 2014:258).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon (Muttaqin, 2011:503).
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan lain yaitu efek sekunder dari peradangan apendik, yang berupa
gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, ketidak nyamanan abdomen, diare dan
anoreksia. Kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari apendiks dengan nyeri
menyebar ke bagian dekat duodenum, yang menghasilkan mual dan muntah. Keluhan sistemik
biasanya berhubungan dengan kondisi inflamasi dimana didapatkan adanya peningkatan suhu
tubuh (Muttaqin,2011:503).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekolit dan mengakibatkan obstruksi lumen (Haryono,2012:129).
d. Pemeriksaan Fisik Intra Operasi
1) Keadaan umum
Kesadaran composmentis ,wajah tampak menyeringai ,conjungtiva anemis. (Black, 2014:258).
2) Tanda–tanda vital TD:>110/70mmHg (hipertermi) ,frekuensi nafas normal 16–20x/menit, suhu
dalam batas normal 36,5–37,5̊C ,nadi normal 80–100x/menit.(NotoadodjoS,2010)
3) Pemeriksaan Body Sistem
a. Sistem Persyarafan
Pemeriksaan sistem saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal
Saraf III , IV , dan VI : biasanya tidak ada gangguan menggerakkan kelopak mata, pupil
isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea
tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduksi dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra
pengecapan normal.
b. Sistem Penglihatan
Sistem penginderaan pada pasien tidak mengalami gangguan, sistem indera pasien berfungsi
dengan baik.
c. Sistem Penafasan
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuing hidung.
Paru :
a) Inspeksi : Pernafasan normal, dada simetris, regular
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus teraba sama.
c) Perkusi : Suara sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
c. Sistem Kardiovaskular
1. Inspeksi : tidak ada distensi vena jugularis, Tidak tampak iktus jantung (iktus cordis)
2. Palpasi : Nadi normal, iktus tidak teraba.
3. Perkusi : jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
d. Sistem Gastrointestinal
Pre op :
a) Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus kotor,akan tampak adanya
pembengkakan di perut bagian kanan bawah.
b) Auskultasi : peristaltic usus 10x/menit
c) Perkusi : tympani
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di kuadran kanan bawah, terdapat benjolan kurang lebih
sebesar telur ayam.
Post op :
a) Inspeksi : bentuk simetris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan
rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka +-
5cm,terdapat jahitan luka.
b) Auskultasi : bising usus 15x/menit
c) Perkusi : tympani
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di seluruh permukaan abdomen
e. Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya kelainan pada sistem perkemihan yang dialami pasien
f. Sistem Muskuloskeletal
Ada kesulitan dalam pergerakkan karena ada proses perjalanan penyakit.
Sistem Endokrin
Tidak ada masalah pada sistem endokrin

g. Sistem Reproduksi
Tidak terjadi masalah (Muttaqin, 2010 : 253).
h. Sistem Imun
Pembedahan Apendik tidak mempengaruhi sistem imun tubuh Karena jumlah jaringan limfe
disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh
(Muttaqin, 2011: 498).
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Leukosit normal atau meningkat (bila lanji'mut umumnya leukositosis >10000/mm3)
b) Hitung jenis : segmen lebih banyak
c) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
2) Rongent : apendicogram hasil positif berupa : Non-filling, Partial filling, Mouse tail dan cut off
3) Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendik. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendicalith serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari
sekum (Haryono,2012:132)
f. Penatalaksanaan Intra Operasi
a) Sebelum operasi
1. Pemantauan Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis sering
kali belum jelas, dalam keadaan ini pemantauan ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
appendixitis ataupun perioritas lainnya. Pemeriksaan abdomen, rektal dan pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara berkala, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan
untuk mencari memungkinan adanya penyulit lain Pada kebanyakan kasus, diagnosa
ditegakkan dengan pemeriksaan nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
2. Antibiotik
Appendixitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan antibiotik, kecuali
appendixitis ganggrenosa atau appendixitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perporasi
b) Operasi
1. Apendiktomi.
2. Appendiks di buang, jika appendiks mengalami perporasi bebas.
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin berkurang, atau
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3bulan.
c) Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermia atau gangguan pernapasan, angkat sonde lambung, bila pasien sudah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan membaik bila dalam 12 jam tidak terdapat masalah, dan puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar. Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.[ CITATION Ban12 \l
1033 ]
2. Diagnosa Keperawatan Intra Operasi.
a. Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan adanya perubahan status kesehatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendiks
b. Post Operasi
(1) Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perlukaan bekas operasi
dari programmedikasi
(2) Nyeri akut berhubungan dengan perlukaan pada bekas operasi prosedurmedikasi
(3) Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya pertahanan tubuh primer dan
sekunder yang tidak adekuat akibat prosedur invasive[ CITATION Placeholder1 \l 1033
]
3. Intervensi
Menurut [ CITATION Placeholder1 \l 1033 ]:
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan adanya perubahan statuskesehatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan kecemasan hilang
atauberkurang.
Kriteria Hasil:
(a) Pasien mengatakan perasaan cemasnya berkurang atauhilang.
(b) Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagipasien.
(c) Pasien tampakrileks.
(d) Tanda – tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80-100x/menit,

Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37oC


(e) Keluarga atau orang terdekat dapat mengenal dan mengklarifikasi rasatakut.
(f) Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan pengobatan dan
klien mendapat dukungan dari keluarga terdekat.
Intervensi:
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
Rasional : Agar tercipta hubungan saling percaya
2. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
Rasional:Memberikaninformasiterkait diagnosis, perawatan danprognosis
3. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yangtepat
Rasional : Agar tidak terjadi kecemasan yang berlanjut
4. Atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan secara tepat
Rasional : Memberikan obat yang tepat untuk mengurangi kecemasan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cederabiologis.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
(a) Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala 0 –3.
(b) Ekspresi wajah rileks
(c) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80-100x/menit,

Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC


Intervensi :
1. Mengkaji karakteristik nyeri
Rasional : Untuk mengetahui karakteristik nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan metode distraksi
Rasionail : Untuk mengurangi nyeri
4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan berikan posisi yangnyaman
Rasional : Memberikan kenyamanan pada pasien
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik Rasional : Untuk memberikan terapi
yangtepat .
b. Post Operasi
1) Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perlukaan bekas operasi dari
programmedikasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
(a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
(b) Tidak ada luka/lesi pada kulit
(c) Perfusi jaringan baik
(d) Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervensi :
1. Observasi kondisi luka operasi dengan tepat
Rasional : Mengetahui kondisi luka operasi
2. Monitor kulit adanya ruam danlecet
Rasional : Untuk mengetahui adanya ruam dan lecet
3. Monitor sumber tekan dan gesekan
Rasional : Untuk mengetahui adanya sumber tekan dan gesekan
2) Nyeri akut berhubungan dengan perlukaan pada bekas operasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
(a) Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala 0 –3.
(b) Ekspresi wajahrileks
(c) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80mmHg, Nadi 80-100x/menit,

Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC.


Intervensi :
1. Mengkaji karakteristiknyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik nyeri
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yangnyaman
Rasional : Memberikan kenyamanan pada pasien
3. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik
Rasional : Untuk memberi terapi yangtepat
3) Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya pertahanan tubuh primer dan sekunder yang
tidak adekuat akibat prosedur infasif.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko infeksi dapat teratasi
Kriteria hasil:
(a) Tidak ada tanda-tanda infeksi di daerahluka
(b) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80mmHg, Nadi

80-100x/menit, Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC


Intervensi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan
Rasional : Agar keluarga pasien dapat melaporkan tanda infeksin segera
2. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi Rasional : Untuk mencegah
infeksi
3. Ajarkan cara cuci tangan
Rasional : Untuk mengajarkan cara cuci tangan yang benar
4. Pastikan teknik perawatan luka yangtepat
Rasional : Agar luka cepat sembuh dan tidak terjadi infeksi
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ
sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun.
Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces),
tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya
apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang
akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.
B. SARAN
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat  memahami konsep dasar penyakit apendisitis yang
berguna bagi profesi dan orang sekitar kita.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang
penyakit apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Hariyanto, A. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Haryono. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Muttaqin, A. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:


Salemba Medika.

NANDA. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta: Mediacton


Jogja.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Wilkinson. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.


SOAL KASUS

Kasus 1

Di rumah sakit daerah krikilan ada pasien yang mengalami penyakit apendicitis. Akan tetapi pasien dan keluarga
pasien tidak mengetahui dengan pasti tentang penyakit yang di derita pasien. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
dokter, dan pasien akan direncanakan operasi pada hari ke besok. Pada hari operasi berjalan dengan lancar.
Tetapi pasien merasakan nyeri, nyeri yang dirasakan pasien tidak kunjung hilang. Keluarga pasien
mengkhawatirkan jika jika pasien kenapa-kenapa atau bahkan terkena infeksi.

1. Apa HE yang dapat diberikan perawat kepada pasien dan keluarga pasien untuk kasus diatas
a) Berikan HE post op apendicitis
b) Berikan HE penanganan nyeri
c) Berikan HE pree op apendicitis
d) Berikan HE tanda dan gejala infeksi
e) Berikan HE apendicitis
2. Untuk mencegah risiko infeksi tindakan apa yang dapat di lakukan oleh perawat
a) Ganti verban jika bocor
b) Bersihkan luka dengan alcohol
c) Rawat luka min 2x sehari
d) Tidak perlu rawat luka
e) Menjaga privasi luka
3. Apa diagnosa keperawatan yang dapat timbul setelah post op
a) Risiko cedera
b) Nyeri akut
c) Cemas
d) Ansietas
e) Risiko infeksi

Kasus 2
Tn.K adalah seorang tukang bangunan berusia 47 tahun suka sekali makan buah jambu biji Tn. K mengeluhkan
nyeri di bagian perut kanan bawah dan kemudian keluarganya membawa Tn.K ke IGD RSUD BLAMBANGAN.
Saat tiba di IDG Tn.K terus-menerus mengeluh perutnya sangat sakit. Setelah diperiksa oleh dokter pasien di
diagnosa apendicitis oleh dokter.

1. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat adalah


a) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
b) Ajarkan teknik pasien batuk dalam
c) Anjurkan pasien istirahat
d) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
e) Kaji tanda tanda vital
2. Dari kasus diatas apa diagnosa keperawatan yang tepat
a) Nyeri kronis
b) Intoleransi aktivitas
c) Nyeri akut
d) Gangguan mobilisasi
e) Gangguan eliminasi
3. Health education apa yang cocok di berikwn pada pasien dan keluarga dengan kasus di atas
a) Berikan HE untuk menjaga istirahat pasien
b) Berikan HE tentang penyebab nyeri dan penanganan awal nyeri
c) Berikan HE penanganan nyeri
d) Berikan HE tentangpenyebab nyeri
e) Berikan HE tentang apendicitis

Kasus 3

Seorang laki-laki berinisial Tn.M menderita penyakit apendicitis dan dirawat di RSUD Genteng selama 1 hari
dan akan direncanakan operasi pada hari ke 2. Pasien tampak cemas karena tindakan operasi yang akan
dilakukan sehingga tekanan darah Naik pasien meningkat 170/90 mmhg.

4. Apa intervensi yang tepat pada kasus diatas

a) Menganjurkan pasien liburan


b) Ajarkan napas dalam
c) Berikan informasi tentang tindakan yg akan dilakukan
d) Ajarkan distraksi relaksasi
e) Menganjurkan pasien banyak minum
5. Apa diagnosa keperawatan yang tepat untuk pasien dengan kasus tersebut
a) Risiko cedera
b) Nyeri akut
c) Cemas
d) Ansietas
e) Risiko infeksi
6. Apa diagnosa keperawatan yang dapat timbul setelah post op
a) Risiko cedera
b) Nyeri akut
c) Cemas
d) Ansietas
e) Risiko infeksi
7. Penyakit apendicitis seting menyerang pada usia berapa?
a) 5-10 tahun
b) 10-20 tahun
c) 10-30 tahun
d) 20-50 tahun
e) 30-45 tahun
PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 988 Date September


06,2019

Characters 7591 Exclude Url

0
0% 100% 53
Plagiarized
Plagiarism Unique Sentences Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Appedisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Diagnosis appendisitis akut pada anak kadang-kadang kulit.
Diagnosa yang tepat dibuat hanya pada 50- 70% pasien pada saat pemeriksaan awal. Riwayat perjalanan penyakit
pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosa appendicitis. Semua kasus
appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun
dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan shock. Pada bab ini kita harus dapat mengetahui proses terjadinya seseorang
mengalami gangguan appendisitis, dan proses penatalaksanaan appendisitis, adapun mahasiswa harus mencari
video-video tentang proses penatalaksanaan operasi appendisitis di youtube. Pada pemeriksaan histologi dijumpai
adanya inflamasi sel-sel limfosit neutrofil di dalam lapisan otot appendisitis. B. Batasan Masalah Pada makalah
ini hanya membatasi konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan appendicitis. C. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana konsep penyakit hemoroid. 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit hemoroid. D. Tujuan 1.
Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit appendicitis. 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan
mahasiswa dapat melaksanakan: a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, klasifikasi,
komplikasi penyakit appendicitis. b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit
appendicitis. A. Konsep Teori Apendicitis 1. Definisi Apendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis (Muttaqin,2011:498). Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi yang terjadi pada usus buntu atau
umbai cacing (Nurarif,2015:47). Jadi yang di maksud apendisitis yaitu peradangan yang di akibatkan oleh infeksi atau
inflamasi pada apendiks atau usus buntu yang terletak dibagian sekum.
2. Etiologi Menurut Haryono (2012:128) Apendisitis akut dapat disebabkan oleh terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa factor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap utama dari kebanyakan penyakit
ini. Namun ada beberapa factor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : a. Factor sumbatan
Factor obstruksi merupakan factor terpenting terjadinya appendicitis (90%) yang diikuti oleh infeksi.Sekitar 60%
obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% Karena statis fekal 4% Karena benda
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasite dan cacing. b. Factor Bakteri Infeksi enterogen
merupakan factor pathogenesis primer pada apendisis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, Karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara bacteriodes fraglitis dan E.coli, lalu
Splanchius, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%. c. Kecenderungan Familiar Hal ini dihubungkan
dengan terdapatnya malformasi dari organ, apendik yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dikaitkan dengan kebiasaan keluarga terutama dengan
diet rendah serat dapat mengakibatkan obstruksi lumen. 3. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang di produksi mukosa apendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin meningkat, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrum. Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan meenyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium yang dapat menimbulkan nyeri pada
abdomen kanan bawah yang disebut appendicitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti gangrene. Stadium ini disebut appendicitis gangrenosa. Bila
dinding apendiks rapuh makan akan terjadi
prefesional disebut apendiksitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kea rah apendiks sehingga muncul infiltrate apendikkularis (Haryono,2012:130) 5. Tanda dan Gejala
Menurut Hariyanto (2015:73), tanda dan gejala dari apendisitis yaitu : a. Nyeri, kram di daerah perumbilikus menjalar
ke kuadran kanan bawah b. Demam tinggi c. Mual, Muntah d. Malaise e. Anoreksia f. Nyeri tekan local pada titik
Mc Burney g. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) h. Kontisipasi i. Kadang-
kadang disertai diare j. Bising usus menurun atau tidak
ada sama sekali k. Nyeri bertambah parah jika dipakai untuk beraktifitas (berjalan, batuk dan mengedan)
(Hariyanto,2015:73) Manifestasi Klinis : Gejala yang khas merupakan gejala klasik appendicitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrum di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan biasanya ditandai
dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian setelah beberapa
saat, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih parah dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatis setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrum, tetapi terdapat kontisipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.Tindakan ini di
anggap berbahaya Karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat celcius (Nurarif, 2015:47) 6. Komplikasi Komplikasi utama
dari apendiksitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.Insidensi
perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau bisa
lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Haryono,2012:131) B.
Konsep Intra operatif Menurut Haryono (2012:59) persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien yang akan dioperasi
yaitu: berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (duk) steril
dan hanya bagian yang akan dicisi saja yang dibiarkan terbuka dengan emberikan zat desinfektan seperti povide iodine
10% dan alkohol 70%. 1. Drapping Prinsip tindakan drapping adalah : a. Seluruh anggota tim operasi harus bekerja
sama dalam pelaksanaan prosedur drapping. b. Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengetahui
dengan baik dan benar prosedur dan prinsip- prinsip drapping. c. Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin
bahwa sarung tangan yang digunakan steril dan tidak bocor. d. Pada saat pelaksanaan tindakan draping, perawat
bertindak sebagai omloop harus berdiri dibelakang instrumentator untuk encegah kontaminasi.
Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 920 Date September


06,2019

Characters 6639 Exclude Url

0
0% 100% 49
Plagiarized
Plagiarism Unique Sentences Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

e. Gunakan duk klaim pada setiap keadaan dimana alat tenun mudah bergesek. f. Drap yang terpasang tidak boleh
dipindah- pindah sampai selesai dan harus dijaga kesterilannya. g. Jumlah lapisan penutup yang baik minimal dua
lapis, sau lapis menggunakan kertas water proof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun
steril. Teknik drapping :
a. Letakan drap ditempat yang kering, lantai disekitar meja oprasi harus kering. b. Jangan memasang drap dengan
tergesa- gesa, harus teliti dan mempertahankan prinsip steril. c. Pertahankan jarak antara daerah steril dengan
daerah non-steril. d. Pegang drap sedikit mungkin. e. Jangan melintasi daerah meja oprasi yang sudah terpasang
drap atau alat tenun steril tanpa perlindungan gaun oprasi. f. Menjaga kesterilan bagian depan gaun oprasi, berdiri
membelakanggi daerah oprasi. g. Jangan melempar drap terlalu tinggi saat memasang drap (hati-hati menyentuh
lampu oprasi). h. Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi perawat omloop bertugas menyingkirkan alat
tenun tersebut. i. Hindari tangan yang mudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup. j.
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja oprasi, jangan menyentuh hal-
hal yang tidak perlu. k. Jika ragu-ragu terhadap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap
terkontaminasi. 2. Pengaturan posisi Posisi yang diberikan akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor utama untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah: a. Letak bagian
tubuh yang akan dioprasi. b. Umur dan ukuran tubuh pasien. c. Tipe anaesthesia yang digunakan. d. Sakit yang
mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan. Prinsip-prinsip dalam pengaturan posisi pasien: a. Atur
posisi pasien dalam posisi yang nyaman. b. Sedapat mungkin jaga prifasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk. c. Amankan pasien diatas meja oprasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d. Jaga pernafasan dan sirkulasi faskular pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran
udara. e. Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu karena dapat menyebabkan penurunan
sirkulasi darah yang merupakan faktor pencetus terjadinya trombus. f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun
diluar meja oprasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusan otot. g.
Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien. h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidah berhenti
ditangan atau di lengan. 3. Pengkajian atau obserfasi terus menerus Hal-hal yang dikaji atau observasi selama
dilaksanakan nya oprasi bagi pasien yang diberi anaestesia total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien
yang diberi anastesia lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar hal-hal yang perlu dilakukan
adalah : a. Dukungan mental Bila pasien diberi anastesia lokal dan pasien masih sadar atau terjaga maka sebaiknya
perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas
atau takut menghadapi prosedur tersebut. b. Observasi fisik 1) Tanda-tanda vital Bila terjadi abnormal tanda-tanda
vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan kejadian tersebut kepada ahli bedah. 2) Tranfusi Monitor
flabot tranfusi, sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan pemantauan
jalannya aliran tranfusi 3) Infus Monitor flabot infus, sudah habis atau belum. Bila hampir habis harus segera
diganti dan juga dilakukan pemantauan jalannya aliran infus. 4) Pengeluaran urin Normalnya pasien
akan mengeluarkan urin sebanyak 1cc atau kilo BB atau jam. 4. Diagnosa keperawatan a. Resiko penurunan volume
cairan b. Resiko infeksi c. Kerusakan intregitas kulit C. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas
Kurang lebih 7% populasi akan mengalami apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria
lebih cenderung terkena appendicitis dibanding dengan wanita. Apendisitis lebih sering menyerang pada usia 10-30
tahun. (Haryono, 2012:127). b. Keluhan utama Keluhan utama klien mendapatkan nyeri disekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri dipusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan
terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yanglama. Keluan yang menyertai biasanay klien
mengeluh rasa mual dan munta, panas.(Black, 2014:258). c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Dalam
pengkajian preoperative untuk menurunkan resiko pembedahan,dilakukan pengkajian adanya penyakit seperti: DM,
Tuberkulosis dan kelainan Hematologi (Muttaqin, 2011:503). 2) Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan adanya
keluhan lain
yaitu efek sekunder dari peradangan apendik, yang berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
ketidak nyamanan abdomen, diare dan anoreksia. Kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari
apendiks dengan nyeri menyebar ke bagian dekat duodenum, yang menghasilkan mual dan muntah. Keluhan sistemik
biasanya berhubungan dengan kondisi inflamasi dimana didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh
(Muttaqin,2011:503). 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah
serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
mengakibatkan obstruksi lumen (Haryono,2012:129). d. Pemeriksaan Fisik Intra Operasi 1) Keadaan umum
Kesadaran composmentis ,wajah tampak menyeringai ,conjungtiva anemis. (Black, 2014:258). 2) Tanda–tanda vital
TD:>110/70mmHg (hipertermi) ,frekuensi nafas normal 16–20x/menit, suhu dalam batas normal 36,5–37,5̊C ,nadi
normal 80–100x/menit. (NotoadodjoS,2010) 3) Pemeriksaan Body Sistem a. Sistem Persyarafan Pemeriksaan sistem
saraf kranial : Saraf I : biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman Saraf II : tes ketajaman penglihatan
normal Saraf III , IV , dan VI : biasanya tidak ada gangguan menggerakkan kelopak mata, pupil isokor. Saraf V :
klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan. Saraf VII :
persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduksi dan
tuli persepsi. Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan
normal
Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 908 Date September


06,2019

Characters 6644 Exclude Url

0
0% 100% 47
Plagiarized
Plagiarism Unique Sentences Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

b. Sistem Penglihatan Sistem penginderaan pada pasien tidak mengalami gangguan, sistem indera pasien berfungsi
dengan baik. c. Sistem Penafasan Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuing hidung. Paru : a)
Inspeksi : Pernafasan normal, dada simetris, regular b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus teraba
sama. c) Perkusi : Suara sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya. d) Auskultasi : Suara nafas
normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. c. Sistem Kardiovaskular 1.
Inspeksi : ada distensi vena jugularis, Tidak tampak iktus jantung (iktus cordis) 2. Palpasi : Nadi normal, iktus
tidak teraba. 3. Perkusi : jantung dalam batas normal 4. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-
mur. d. Sistem Gastrointestinal Pre op : a) Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus kotor,akan
tampak adanya pembengkakan di perut bagian kanan bawah. b) Auskultasi : peristaltic usus 10x/menit c) Perkusi :
tympani d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di kuadran kanan bawah, terdapat benjolan kurang lebih sebesar telur
ayam. Post op
: a) Inspeksi : bentuk simetris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan rapi, luka bersih, tidak
ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka +-5cm,terdapat jahitan luka. b) Auskultasi : bising
usus 15x/menit c) Perkusi : tympani d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di seluruh permukaan abdomen e. Sistem
Perkemihan Tidak tampak adanya kelainan pada sistem perkemihan yang dialami pasien f. Sistem Muskuloskeletal
Ada kesulitan dalam pergerakkan karena ada proses perjalanan penyakit. Sistem Endokrin Tidak ada masalah pada
sistem endokrin g. Sistem Reproduksi Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
BAB(Muttaqin, 2010 : 253). h. Sistem Imun Pembedahan Apendik tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
Karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
diseluruh tubuh (Muttaqin, 2011: 498). e. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium a) Leukosit normal atau meningkat
(bila lanji'mut umumnya leukositosis >10000/mm3) b) Hitung jenis : segmen lebih banyak c) LED meningkat (pada
appendicitis infiltrate) 2) Rongent : apendicogram hasil positif berupa : Non-filling, Partial filling, Mouse tail
dan cut off 3) Radiologi Pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendik.
Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari sekum (Haryono,2012:132) f. Penatalaksanaan Intra
Operasi a) Sebelum operasi 1. Pemantauan Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
sering kali belum jelas, dalam keadaan ini pemantauan ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya appendixitis ataupun perioritas lainnya.
Pemeriksaan abdomen, rektal dan pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara berkala, foto
abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari memungkinan adanya penyulit lain Pada kebanyakan kasus,
diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. 2.
Antibiotik Appendixitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan antibiotik, kecuali appendixitis
ganggrenosa atau appendixitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perporasi b) Operasi 1. Apendiktomi. 2. Appendiks di buang, jika appendiks mengalami
perporasi bebas. 3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin berkurang, atau mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3bulan. c) Pasca Operasi Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan, angkat sonde lambung, bila pasien sudah
sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan
membaik bila dalam 12 jam tidak terdapat masalah, dan puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua
dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
(Bansal et al, 2012) 2. Diagnosa Keperawatan Intra Operasi. a. Pre Operasi 1. Ansietas berhubungan dengan adanya
perubahan status kesehatan 2. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendiks b. Post Operasi
(1) Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perlukaan bekas operasi dari programmedikasi (2) Nyeri
akut berhubungan dengan perlukaan pada bekas operasi prosedurmedikasi (3) Risiko infeksi berhubungan dengan
menurunnya
pertahanan tubuh primer dan sekunder yang tidak adekuat akibat prosedur invasive(Awan & Arini, 2015) 3.
Intervensi Menurut (Awan & Arini, 2015): a. Pre Operasi 1) Ansietas berhubungan dengan adanya perubahan
statuskesehatan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan kecemasan hilang atauberkurang.
Kriteria Hasil: (a) Pasien mengatakan perasaan cemasnya berkurang atauhilang. (b) Terciptanya lingkungan yang aman
dan nyaman bagipasien. (c) Pasien tampakrileks. (d) Tanda – tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 80-100x/menit,
Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37oC (e) Keluarga atau orang terdekat dapat
mengenal dan mengklarifikasi rasatakut. (f) Pasien mendapat informasi yang akurat,
serta prognosis dan pengobatan dan klien mendapat dukungan dari keluarga terdekat.
Intervensi: 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan Rasional : Agar tercipta
hubungan salingpercaya
2. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
Rasional:Memberikaninformasiterkait diagnosis, perawatan danprognosis 3. Dorong
keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yangtepat Rasional : Agar tidak
terjadi kecemasan yang berlanjut 4. Atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi
kecemasan secara tepat Rasional : Memberikan obat yang tepat untuk mengurangi
kecemasan 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cederabiologis. Tujuan:Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil: (a) Pasien
mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala 0 –3. (b) Ekspresi wajahrileks (c)
Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80-
100x/menit, Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC
Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 370 Date September


06,2019

Characters 2731 Exclude Url

0
0% 100% 18
Plagiarized
Plagiarism Unique Sentences Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

Intervensi : 1. Mengkaji karakteristiknyeri Rasional : Untuk mengetahui karakteristik


nyeri 2. Ajarkan teknikrelaksasi Rasional : Untuk mengurangi nyeri 3. Ajarkan
metodedistraksi Rasionail : Untuk mengurangi nyeri 4. Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan berikan posisi yangnyaman Rasional :

27
Memberikan kenyamanan pada pasien 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik Rasional : Untuk memberikan terapi yangtepat . b. Post Operasi
1) Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perlukaan bekas operasi
dari programmedikasi. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan
integritas kulit dapatteratasi. Kriteria Hasil : (a) Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan
(b) Tidak ada luka/lesi pada kulit (c) Perfusi jaringanbaik (d) Menunjukan terjadinya
proses penyembuhan luka Intervensi : 1. Observasi kondisi luka operasi dengan tepat
Rasional : Mengetahui kondisi lukaoperasi 2. Monitor kulit adanya ruam danlecet
Rasional : Untuk mengetahui adanya ruam dan lecet 3. Monitor sumber tekan
dangesekan Rasional : Untuk mengetahui adanya sumber tekan dan gesekan 2)
Nyeri akut berhubungan dengan perlukaan pada bekas operasi Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : (a)
Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala 0 –3. (b) Ekspresi
wajahrileks (c) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80mmHg,
Nadi 80-100x/menit, Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC. Intervensi : 1.
Mengkaji karakteristiknyeri Rasional : Mengetahui karakteristik nyeri 2. Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yangnyaman Rasional
: Memberikan kenyamanan pada pasien 3. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
analgetik Rasional : Untuk memberi terapi yangtepat 3) Risiko infeksi berhubungan
dengan menurunnya pertahanan tubuh primer dan sekunder yang tidak adekuat
akibat prosedur infasif. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko
infeksi dapat teratasi Kriteria hasil: (a) Tidak ada tanda-tanda infeksi di daerahluka (b)
Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah 120/80mmHg, Nadi 80-
100x/menit, Pernapasan 18- 24x/menit, Suhu36,5-37,5oC Intervensi : 1. Ajarkan pasien
dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
penyedia perawatan kesehatan Rasional : Agar keluarga pasien dapat melaporkan tanda
infeksin segera 2. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi
Rasional : Untuk mencegah infeksi 3. Ajarkan cara cuci tangan Rasional : Untuk
mengajarkan cara cuci tangan yang benar 4. Pastikan teknik perawatan luka
yangtepat Rasional : Agar luka cepat sembuh dan tidak terjadi infeksi
Sources Similarity

28

Anda mungkin juga menyukai