Anda di halaman 1dari 5

Merawat Keberagaman Dalam Kesatuan (NKRI)

Dari sini, jelas bahwa hakikat dari kebhinnekaan adalah satu. Artinya, dalam perbedaan tidak
mengenal konsep mayoritas dan minoritas. Dalam perbedaan, hanya dikenal rasa saling
mengasihi dan menghormati. Karena, berbeda bukanlah sebuah kesalahan, tapi berbeda adalah
rahmat agung Tuhan dalam membangun sinergi dan solidaritas kemanusiaan

Indonesia sudah jelas merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tilnggi. Disisi lain,
Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Pada titik inilah
sekelompok orang kemudian seringkali melakukan klaim. Karena muslim terbesar di Indonesia,
maka dasar negara ini harus dititikberatkan pada syariat Islam. Pendapat itu jelas salah. Karena
dasar negara Pancasila sudah final, dan tidak bisa ditawar lagi. Lalu apakah negeri ini tidak
mengadopsi nilai Islam? Jika kita melihat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
sebenarnya itu merupakan nilai-nilai yang juga terkandung dalam Al Quran.

Namun pada prakteknya, hingga saat ini masih saja ada pihak-pihak yang mempersoalkan.
Keberagaman di Indonesia sudah tidak relevan lagi. Padahal semangat keberagaman itu
sebenarnya adalah satu kesatuan. Itulah kenapa negara kita akhirnya menggunakan semboyan
bhineka tunggal ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Dan semboyan ini bukanlah isapan jempol.
Faktanya, hingga saat ini meski Indonesia beragam, tapi tetap menjaga persatuan kesatuan.
Bahwa ada pihak-pihak yang mencoba mengganggu persatuan dan kesatuan, itu merupakan fakta
yang tidak bisa dibantah juga.

Atas nama mayoritas, kelompok radikal terkadang seringkali merasa paling diatas segalanya.
Merasa paling benar, dan pihak yang berseberangan dianggap sebagai pihak yang salah. Bibit
inilah yang berpotensi berkembangnya bibit terorisme. Karena pelaku tindak pidana terorisme,
umumnya merasa benar sendiri. Bahkan, teror yang dilakukan pun dianggap sebagai pembenaran
dalam menegakkan hukum Tuhan. Teror dianggap sebagian bagian dari jihad. Padahal, jihad
yang sebenarnya adalah mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Jihad yang betul adalah menjaga
nyawa, bukan mengorbankan nyawa

Praktek semacam inilah yang berpotensi merusak persatuan dan keutuhan negeri. Jika
keberagaman dan perbedaan dianggap sebagai sumber persoalan, tentu hal ini menyalahi dengan
semangat Indonesia yang telah dibangun para pendahulu. Indonesia berdiri diatas keberagaman.
Masyarakat Indonesia sudah beragam jauh sebelum berdiri sebagai negara. Karena keberagaman
ini pula, yang membuat Indonesia besar hingga saat ini. Karena keberagaman, Indonesia dikenal
sebagai negara yang toleran, saling menghargai dan tidak mengumbar kebencian. Jika saat ini
ada pihak-pihak yang sengaja mengumbar kebencian, sengaja melakukan praktek intoleran, tentu
menjadi tugas kita bersama untuk mengingatkan.
Ingat, dalam keberagaman tidak boleh saling klaim. Tidak boleh mengklaim mayoritas lebih
berkuasa karena atas minoritas. Dalam keberagaman semua pihak mendapatkan hak dan
kewajiban yang sama. Semuanya sama-sama bertanggung jawab untuk saling menghormati,
saling toleran, dan saling menjaga kerukunan. Dengan menjaga keberagaman dalam keutuhan
NKRI ini, akan semakin menguatkan dari pengaruh negatif. Seperti kita tahu, radikalisme dan
terorisme masih terus mengancam Indonesia. Apalagi ketika ISIS mencoba melakukan ekspansi
ke Asia Tenggara, Indonesia terus menjadi incaran mereka.

Kita lahir dan hidup di Indonesia, negeri yang kaya dengan ragam dan macam suku bangsa,
agama, bahasa, ras, etnis, golongan, budaya dan entah apalagi. Tentunya keragaman itu memiliki
berimplikasi positif maupun negatif. Implikasi negatif muncul ketika keberagaman dimaknai
sebagai ancaman, bukan tantangan. Sehingga tidak tumbuh sikap saling memahami atas
perbedaan tersebut. Sebaliknya, jika diantara anak bangsa ini bisa menjalankan sikap saling
memahami dan toleransi atas perbedaan itu, keberagaman akan menjadi sebuah kekuatan yang
dahsyat. Islam mengakui bahwa perbedaan adalah suatu hal yang alami bagi manusia, dan setiap
umat harus berinteraksi dengan perbedaan.

Dalam firman-Nya Allah menyatakan, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (QS.al-Hujuraat: 13). Allah SWT telah
menciptakan manusia berbeda-beda bangsa, budaya dan bahasanya, akan tetapi pada dasarnya
mereka adalah “ummatan wahidatan” atau umat yang satu, maksudnya, perbedaan tidak
bermakna menghapuskan kesatuan kemanusiaannya. Kita juga memiliki alat pemersatu
perbedaan yang lahir dari nilai-nilai luhur bangsa, yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 dengan berbagai tatanan yang sistematis di dalamnya.

Pancasila merupakan dasar negara yang mengatur tentang tata kehidupan keberagamaan
sebagaimana tersurat pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari sila pertama kita tahu
bahwa semua berhak memeluk agama dan keyakinan masing-masing. Dalam UUD 1945 diatur
dalam BAB XI AGAMA pasal 29 ayat 1 “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Dilihat dari pasal
di atas kita tahu bahwa, negara Indonesia membebaskan masyarakatnya untuk memilih
agamanya masing-masing tanpa ada unsur paksaan dari negara atau pemerintah, karena itu
termasuk hak dan kewajiban kita masing-masing sebagai masyarakat Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
Meski demikian, harus diakui bahwa persoalan kerukunan hidup beragama masih merupakan
tantangan serius yang harus d hadapi. Entah karena fsktor provokasi dan tantangan dari luar
maupun dari negeri kita sendiri. Tapi apapun tantangan dan persoalannya, kita yakin bahwa
Tuhan akan memberikan jalan penyelesaian. Sebagai negeri yang besar dan kaya keberagaman
memang arena banyak tantangan yang harus dihadapi, tapi pasti banyak solusi yang bisa d gali.
Kerukunan beragama bukan merupakan kebutuhan atau tuntutan dari pemerintah
. Itu merupakan kewajiban, yang lebih luasnya mengenai kemanusiaan. Karena hidup rukun dan
damai adalah kewajiban kemanusiaan dari diri setiap orang. Sila pertama dari Pacasila
hakekatnya merupakan komitmen mendasar bagi bangsa bahwa hidup harus berlandaskan sendi-
sendi agama.

Oleh karena mari di bangunlah kehidupan beragama secara berkualitas dan bermartabat dengan
menjunjung tinggi semangat kerukunan dan kedamaian antar umat beragama. Kerukunan
beragama bertujuan untuk menciptakan interaksi sosial yang baik dan merupakan kepentingan
negara dalam mewujudkan negara yang aman, damai dan nyaman. Menyadari hal ini, para
pendiri negeri ini telah memikirkan bagaimana upaya agar mempersatukan masyarakat Indonesia
yang beraneka ragam melalui semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Yang mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Secara mendalam bhineka tunggal ika
memiliki makna walaupun indonesia sebagai negara yang multi kultural, dimana terdapat banyak
suku, agama, ras , kesenian adat ,bahasa dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yaitu
sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang,bahasa dan
lain sebagainya.
Berbangsa dan bernegara menurut Al-Qur`an hanya sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT, oleh karena itu berbangsa dan bernegara harus diyakini merupakan salah satu
ibadahyang tidak kalah pentingnya dengan ibadah-ibadah yang lainnya, karena inikaitannya
dengan bangsa, negara serta entitas pendukungnya yaitu warga negara.

MemeliharaToleransi
Toleransi dalam masyarakat majemuk dirasa penting, untuk terus menjaga silahturahmi warga
dari berbagai suku, bahasa, budaya dan agama yang ada di NKRI. Dalam menjaga toloransi
masyarakat majemuk, sering kali di beberapa situasi terakhir telah dikorbankan, baik dalam pesta
demokrasi seperti Pilkada dan situasi lainnya. Saya berharap generasi muda dapat membentengi
diri dari segala pengaruh negatif yang ada saat ini, termaksud memelihara toleransi di
masyarakat. Kita hidup dalam masyarakat yang mejemuk yang kaya keanekaragaman, hal
tersebut harus menjadi nilai positif bagi kita. Dalam penegakan hukum mengenal Pro Justicia
kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidik, dan Restorative Justice dimana alternative
hukum menjadi pilihan.
UU tentang toleransi pertama UU 1/1965 tentang penodaan agama hukuman 5 Tahun penjara.
UU 40/2008 penghapusan diskriminasi, ras dan etnis hukuman 5 Tahun dan denda Rp 500 juta.
UU 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik hukuman 6 Tahun, dan denda Rp 1
Milyar. Semua hukuman yang ada adalah melanjutkan yang tertuang dalam undang-undang,
dimana setiap hukuman tidak sama. Toleransi biasanya berhubungan dengan SARA dimana
suku, agama, ras dan antar golongan yang tergabung dalam kebinekaan. Tragedi Sampit 2001
Dayak vs Madura, tragedi Ambon 1999 Muslim vs Kristen, tragedi Nasional 1998 Cina vs
Pribumi, kejadian-kejadian tersebut menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, agar ke depan
saudara-saudara kita tidak menjadi korban di kemudian hari. Oleh karena itu kami pihak
kepolisian berharap semua generasi muda, dapat terus menjaga tolerasi antar suku, ras, agama
dan golongan yang selama ini sudah terjaga dengan baik. Dalam toleransi pemecahan masalah
secara kekeluargaan harus dikedepankan, sehingga adat dan budaya kita orang timur tetap
terjaga.

Sementara itu, toleransi dalam prespektif agama, dari kacamata kami forum seminar seperti ini
bisa menjadi solusi. Bangsa ini merupakan bangsa yang memiliki masyarakat majemuk,
tantangannya bagaimana cara memelihara toleransi dalam masyarakat majemuk. Toleransi dalam
agama sifat atau sikap menghargai orang lain, yang berbeda dengan pendapatnya. Sebaik-
baiknya manusia harus berguna bagi orang lain.

Kebebasan beragama merupakan bagian dari penghormatan terhadap hak-hak manusia yang
sangat mendasar. Dalam konteks sosial dan agama toleransi diwarnai sikap dan perbuatan yang
melarang adanya diskriminasi kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak diterima oleh
mayoritas dalam masyarakat. Sikap toleransi dan menghargai tidak hanya berlaku terhadap orang
lain, terhadap yang berbeda agama dan keyakinan juga tetap mengenal toleransi. Dalam
menyikapi keberagaman wajib dilandasi nilai-nilai Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka
Tunggal Ika.

Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan demikian konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskan nilai-nilai ketuhanan. Disisi yang lain, toleransi
dari prespektif kaum muda, pemuda menurut undang-undang 40 Tahun 2009 WNI yang berusia
16-36 tahun. Toleransi sikap yang saling memiliki dan menghargai perekat dan pengikat
kerukunan bangsa.
Potensi konflik dan tantangan dimana kita merupakan negara kepulau yang memiliki keragaman
dalam segala hal. Nilai-nilai agama dan budaya tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa
dan bernegara. Semua agama mengajarkan tentang kebaikan. Adanya nilai-nilai budaya sebagai
sumber etika dan moral. Terakhir kepedulian generasi muda dalam menjaga persatuan.
Terjadinya konfik sosial budaya terjadi karena salah dalam mengartikan toleransi, selain itu
kesenjangan ekonomi, praktek birokrasi yang diwarnai KKN, praktek demokrasi yang
mencampur adukan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Toleransi dari prespektif kaum muda
menjadikan nilai-nilai agama dan budaya sebagai sumber etika kehidupan dalam rangka
memperkuat akhlak dan moral. Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia telah mencatat peran
penting, sebagai garda terdepan bangsa ini. Toleransi merupakan kebutuhan mutlak dalam
kehidupan bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai