Anda di halaman 1dari 9

Latihan Kasus Trauma

SKENARIO KASUS 1 (PENATALAKSANAAN AWAL DAN MANAJEMEN)

Laki-laki 44 tahun mengemudikan kendaraan dan menabrak tembok. Ditemukan pasien tidak
responsif di TKP. Tiba di RS, setelah dilakukan bantuan hidup dasar dengan dipasang cervical
collar dan tubuh diimobilisasi pada backboard, perawat membantu ventilasi menggunakan bag
mask.

Dimana di laporkan pasien tidak responsif dan membutuhkan bantuan ventilasi pasca benturan di
kepalanya. Kelainan apa yang diperkirakan didapat pada survei primer? Bagaimana menilai
kondisinya dengan cepat?

Setelah selesai survei primer, pasien terpasang definitif airway dan chest tube. Pertimbangkan
transfer ke pusat trauma untuk mendapatkan perawatan definitif, meskipun ditemukan keadaan
abnormal yang memerlukan pemeriksaan tambahan dan survei sekunder.

Pasien menjadi takikardi dan hipotensi, nadi 120x/menit , tekanan sistolik 90 mmHg. Apa yang
harus dilakukan?

Kesimpulan : Pasien 44 tahun yang mengalami kecelakaan mobil dan di TKP pasien tersebut
tidak responsif. Di RS dilakukan intubasi dan pemasangan chest tube untuk atasi pneumothorax
kiri. Posisi chest tube dikontrol dengan foto thorax. Pada foto pelvis ditemukan fraktur pelvis.
Pasien diberi 2 unit darah untuk atasi takikardi dan hipotensi, sekarang normotensi. Pemeriksaan
GCS adalah 6T, masih dipasang cervical collar. Pasien memerlukan evaluasi untuk kemungkinan
trauma kapitis dan trauma abdomen.
SKENARIO KASUS 2 (MANAJEMEN AIRWAY DAN VENTILASI)

Seorang laki-laki pengendara sepeda motor berumur 34 tahun kehilangan kendali dan menabrak
pagar dengan kecepatan tinggi. Ia tidak mengenakan helm sehingga menderit cedera pada wajah.
Dari mulutnya bau alkohol. Di TKP, ia gelisah dan mengamuk, namun sekarang Letargi dan
tidak dapat berkomunikasi. Suara napas ngorok dan pulse oksimetri 85%.

Pernapasan pasien makin sesak dan tetap tidak responsif. Dengan tetap melakukan immobilisasi,
dilakukan chin lift dan ventilasi bag mask yang dapat menaikkan saturasi 85% menjadi 92%.

Sewaktu melakukan intubasi dengan laringoskopi direct, pita suara tidak terlihat. Sesudah
dilakukan suction, aritenoid posterior terlihat dan usaha intubasi dilanjutkan. Dengan konfirmasi
CO2, tidak terlihat perubahan warna yang menujukkan intubasi trakea berhasil.

Saudara berhasil melakukan intubasi menggunakan GEB (Gum Elastic Bougie). Posisi tube
dikonfirmasi benar dengan kolometrik CO2 dan suara napas bilateral, kemudian meminta
dilakukan foto thoraks.

Saudara menaikkan saturasi O2 ke 92% dengan ventilasi bag mask. Teknik advanced airway
apakah yang akan saudara terapkan?

SKENARIO KASUS 3 (SYOK)

Seorang pengendara mobil 28 tahun mengalami tabrakan mobil. Pasien tampak bingung dan
gelisah tapi bisa menyebutkan namanya. Frekuensi napas 28x/menit, nadi 126 dan tekanan darah
96/70 mmHg.

Rontgen thoraks menunjukkan adanya pelebaran mediastinum dan fraktur beberapa iga pada sisi
kiri. Foto pelvis normal. Pemeriksaan FAST menunjukkan tidak ada kelainan jantung. Terdapat
cairan di Morisson’s puch (Hepatorenal Fossa). Frekuensi napas 36x/menit, nadi 140 dan
tekanan darah 80/palpasi. S

Pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk operasi penghentian darah. Darah dan plasma
diberikan dan protokol transfusi masif dilakukan.

SKENARIO KASUS 4 (TRAUMA TORAKS)

Seorang pria usia 27 tahun mengemudi dengan kecepatan tinggi tanpa sabuk pengaman dan
mengalami tabrakan dari arah depan. Tanda-tanda vital : tekanan darah 90/70, nadi 110,
pernaasan 36. Penilaian awal didapatkan GCS 15 dan airway bebas.

Pada pasien didapatkan adanya distensi vena leher dan deviasi trakea serta suara nafas
menghilang di hemitoraks kanan.

Telah dilakukan pemasangan chest tube pada sela iga kedua, sejajar midclavicular hemitoraks
kanan. Kondisi pasien saat ini dengan pernapasan 28x/menit, nadi 110x/menit dan tekanan darah
110/70 mmHg.

Foto rontgen thoraks didapatkan pelebaran mediastinum dan multiple fraktur kosta pada
hemitoraks kanan disertai kontusio paru.

Pasien mengalami trauma aorta yang terdiagnosa melalui CT scan thoraks. Ia mendapat suntikan
narkotik intravena untuk mengontrol nyeri dan cairan kristaloid sebanyak 1 L sebelum dilakukan
operasi reparasi aorta.
SKENARIO KASUS 5 (TRAUMA ABDOMEN DAN PELVIS)

Seorang penumpang laki-laki berusia 35 tahun terlibat kecelakaan mobil kecepatan tinggi. Tanda
vital tekanan darah 105/80 mmHg, denyut jantung 110, frekuensi nafas 18x/menit, GCS 15.
Pasien mengeluh nyeri dada, abdomen dan pelvis. Pasien menderita nyeri dada kiri bawah
dengan abrasi dada kiri., abdomen kiri dan flank kiri. Nyeri dirasakan di kuadran kiri atas dan
nyeri panggul. Pelvis stabil.

Pasien menderita fraktur kosta kiri bawah, yang dapat dilihat pada foto toraks dan fraktur rami
superior dan inferior pelvis yang terlihat pada foto pelvis. Karena temuan tersebut, juga karena
disertai nyeri tekan abdomen, pasien menjalani CT abdominopelvik.

CT scan selain memperlihatkan adanya fraktur kosta dan pelvis, juga memperlihatkan cedera
limfa derajat III (moderae severe) dengan sejumlah kecil cairan bebasa intraperitoneal. Tekanan
darah pasien tetap normal, denyut nadi 110, dengan defisit basa 3,2 dan laktat 1,7 mmol/L.
Pasien dirawat di ICU untuk dimonitor, kontrol nyeri dan perawatan napas, hemodinamik tetap
normal selama 24 jam sehingga akhirnya dtransfer ke ruang perawatan biasa. Pada hari ke 5,
pasien dipulangkan.

SKENARIO KASUS 6 (TRAUMA KEPALA)

Seorang laki-laki berusia 58 tahun jatuh dari lantai di suatu kota kecil. Pada awalnya dia bisa
menyebutkan nama. Denyut jantung 110, tekanan darah 100/60 dan saturasi oksigen 88%. GCS
awal 12, dua jam setelah dirujuk ke pusat trauma, pernapasan sonor, denyut jantung 120, tekanan
darah 100/70 dan GCS 6.

Pasien diintubasi dan mendapat 1000 cc kedua normal saline. Denyut jantung menjadi 100 dan
saturasi O2 meningkat menjadi 94%. Tekanan darah tetap 100/70 mmHg.

Setelah tanda-tanda vital mengalami perbaikan, pasien menjalani pemeriksaan CT scan kepala
dan abdomen. CT scan kepala menunjukkan hematoma subdural dengan midline shift /
pergeseran garis tengah sejauh 1 cm dan 2 area kontusio di lobus frontal.
CT scan abdomen tidak menunjukkan adanya kelainan. Karena adanya lesi intrakranial dan
penurunan skor GCS, dia dibawa ke ruang operasi untuk tindakan dekompresi segera karena
adanya hematoma subdural.

Kesimpulan : Pasien berhasil menjalani operasi evakuasi hematoma subdural dan pengobatan
fraktur fremur yang ditemukan saat survei sekunder pasca evakuasi. Dia pulang untuk berobat di
pusat rehabilitasi untuk terapi wicara, rehabilitasi okupasi dan fisik.

SKENARIO KASUS 7 (TRAUMA TULANG BELAKANG, MEDULLA SPINALIS)

Laki-laki 38 tahun ditarik keluar dari kolam renang setelah meloncat dari ketinggian. Tekanan
darah 80/62, denyut jantung 58, frekuensi pernapasan 28. Pasien sadar dan mengikut perintah.
Pernapasan dangkal dan tidak dapat menggerakkan kaki dan tangannya.

Meskipun pasien tidak bisa menggerakkan kakinya, ia dapat menggerakkan jari-jari kedua
tangannya dan menggerakkan kedua pergelangan tangan. Ekstensi trisep lemah di bagian kiri,
tidak bisa menggerakkan siku kiri. Ia bisa merasakan jari tangan dan ibu jarinya di kedua
tangannya, tetapi tidak bisa merasakan apapun di atas siku.

Radiologi tulang cervikal memperlihatkan fraktur korpus vertebra C6. Kemudian ada fraktur
stabil T6 tanpa cedera tulang yang lain. Foto abdomen memperlihatkan adanya dcedera limpa
derajat II.

Kesimpulan : Pasien dimasukkan ke ICU dan menjalani operasi fiksasi untuk tulang servikal dan
disarankan untuk dipindahkan ke pusat rehabilitasi tulang belakang.
SKENARIO KASUS 8 (TRAUMA MUSKULOSKLETAL)

Dinding runtuh menimpa pekerja laki-laki usia 44 tahun. Fungsi vital tekanan darah 130/75
mmHg. Denyut jantung 110, pernapasan 22/menit, GCS 15. Dia mengeluh nyeri, memar dan
tungkai bawah mengalami deformitas.

Tidak ditemukan adanya kelainan pada survei primer dan terus mengeluh nyeri pada tungkainya.
Nadi distal teraba normal. Dia bisa menggerakkan jari-jari kakinya, sensibilitas normal.
Dilakukan pemeriksaan rontgen tungkai bawah bersamaan dengan evaluasi radiografik terhadap
vertebra servikal karena trauma distraksi.

Pemeriksaan radiologi menunjukkan fraktur femur kominutif.

Kesimpulan : dipasang traction splint pada ekstremitas pasien. Diberikan analgesik intravena dan
dirujuk ke bedah ortopedi untuk fiksasi awal fraktur femur di pusat trauma terdekat.

SKENARIO KASUS 9 (TRAUMA TERMAL)

Seorang laki-laki 45 tahun ditolong dan dikeluarkan dari ruangan yang berasap di rumah yang
terbakar. Korban dalam keadaan sadar, gelisah dan batuk mengeluarkan ludah bercampur debu
arang. Korban mengalami luka bakar dalam di bagian kepala dan tubuh bagian atas.

Pasien diintubasi dan akses vena yang didapatkan fossa antecubiti yang mengalami luka bakar.

Penghitungan volume cairan yang dibutuhkan 12, 6 L dalam 24 jam. Pusat Trauma Luka Bakar
dihubungi untuk menyiapkan proses transfer dan tubuh pasien ditutupi dengan kain bersih.

Resusitasi cairan dimulai dan produksi urin yang dihasilkan minimal, jumlah tetesan
ditingkatkan dan dilakukan evaluasi danya trauma yang lain.
Produksi urin pasien meningkat menjadi 0,5 ml/kg dengan penambahan jumlah volume cairan ,
pada pemeriksaaan foto thoraks ditemukan fraktur iga multipel dan kontusio paru. Setelah
berdiskusi dengan dokter yang bertugas, pasien ditransfer ke pusat luka bakar tingkat regional.

Kesimpulan : Pasien mendapat jumlah volume total cairan resusitasi sebanyak 20L dalam 24 jam
pertama dan ditemukan juga fraktur femur selai fraktur iga multipel. Pasien menjalani beberapa
kali skin graft dan akhirnya sembuh beberapa bulan kemudian.

SKENARIO KASUS 10 (TRAUMA PEDIATRIK)

Seorang anak laki-laki 7 tahun tertabrak mobil sewaktu mengendarai sepeda. Ia tidak memakai
helm, tidak responsif waktu datang, napasnya cepat dan ekstremitasnya pucat. Tanda vital saat
datang, nadi 144, frekuensi napas 38, tekanan darah 80/57, GCS 5 (E=1 V=2 M=2)

Pasien diintubasi dengan mudah dan akses intravena dipasang. Diberikan kristaloid isotonik dan
darah O negatif dengan respon yang memuaskan, nadi 100 dan tekanan darah 100/60.

Pasien ditransfer ke trauma center terdekat setelah dilakukan intubasi dan stabilisasi
hemodinamik. Rontgen thoraks menunjukkan adanya kontusio paru dan rontgen pelvis normal.

Kesimpulan : Di RS rujukan, pasien dilakukan CT scan kepala dan abdomen. Didapati kontusio
intraserebral dan cedera lien moderate. Setelah dirawat di ICU, pasien ditransfer.

SKENARIO KASUS 11 (TRAUMA USIA LANJUT)

Seorang laki-laki usia 79 tahun dibawa ke UGD setelah ditemukan oleh istrinya tergeletak di
dasar tangga. Tanda vital pernapasan 32x/menit, denyut nadi 64, tekanan darah 110/60, GCS 12.
Penderita tersebut dalam pengobatan warfarin dan beta blocker untuk hipertensinya. Foto thoraks
memperlihatkan adanya fraktur multipel iga, CT scan kepala menunjukkan hematoma subdural
dengan kontusio intraserebral minimal.

Penderita diberikan fresh frozen plasma untuk menetralkan efek koantigulan warfarin, dirawat di
ICU untuk perawatan dan monitor keadaan parunya. Narkotik diberikan untuk mengontrol nyeri
dan setelah status koagulasi normal, dipasang kateter epidural. Pasien sembuh setelah dirawat 10
hari dan dilakukan rehabilitasi singkat, dipulangkan ke rumah. Sebelumnya dilakukan
pemeriksaan keselamatan rumah dengan titik perhatian pada pencegahan jatuh dari ketinggian.

SKENARIO KASUS 12 (TRAUMA KEHAMILAN DAN KDRT)

Seorang wanita 25 tahun yang hamil trimester 3 dibawa ke IGD setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Pasien tidak sadar dan diimobilisasi di atas long spine bord.

Pasien diberikan oksigen tekanan tinggi. Ia tidak dapat merespon pertanyaan yang diajukan,
frekuensi pernapasan 28x/menit, denyut nadi 130, GCS 7 (E=1 M= 2 M=4).

Dilakukan intubasi cepat pada pasien dikarenakan nilai GCSnya. Denyut nadi 130 dan tekanan
darah 90/60 mmHg. Dipasang akses intravena dan diberikan cairan kristaloid sebanyak 1 L.

Uterus diposisikan ke kiri. Pasien tidak berespon terhadap resusitasi kristaloid dan denyut nadi
meningkat sampai 140. Pemeriksaan FAST dilakukan. Ditemukan cairan intraabdomen. Pasien
diberikan terapi Rh imunoglobulin antiobiotik dan segera dikirim ke kamar operasi.

Kesimpulan : Dilakukan splenektomi darurat dan juga dilakukan bedah caesar intraoperatif.
Dilakukan CT scan kepala setelah operasi yang menunjukkan adanya sedikit kontusio
intraparenkim dengan perdarahan subarachnoid. Pasien membaik setelah dirawat di ICU dan
pulang dengan bayi laki-laki sehat.
SKENARIO KASUS 13 (TRANSFER DEFINITIF)

Seorang laki-laki usia 27 tahun dibawa ke RS berkapasitas 80 tempat tidur setelah mengalami
kecelakaan mobil. Meskipun memiliki kemampuan CT scan dan USG, akan tetapi tidak ada
spesialis bedah saraf di RS tersebut. Tanda vital tekanan darah sistolik 90 mmHg, nadi 120,
pernapasan dangkal, GCS 6.

Pasien telah diintubasi, dipasang akses vena dan resusitasi cairan dengan kristaloid dimulai.
Posisi ETT baik setelah dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pelvis tidak menunjukkan adanya
fraktur. Deformitas pada paha kanan diperiksa saat survei sekunder. Telah dihubungi RS terdekat
yang merupakan pusat trauma level 1.

Saat tiba, dilakukan reevaluasi kondisi pasien sbb: airway lancar, suara napas terdengar di kedua
paru, nadi 110, tekanan darah 100/60, GCS 3T. Hasil CT scan terdapat subdural hematoma dan
ruptur limpa. Pemeriksaan foto rontgen ekstremitas ditemukan fraktur femur dekstra

Anda mungkin juga menyukai