Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Lansia


1.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukupbesar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2010).
1.1.2 Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi: usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59
tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua
(Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu
usia diatas 90 tahun.
2. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia
sebagai berikut: usia dewasa muda (Elderly adulthood): 18 atau 20-25
tahun. Usia dewasa penuh (middle year) atau maturitas: 25-60 atau 65
tahun. Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi
untuk umur 75-80 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old).
3. Menurut Depkes RI (2009): Kategori Umur yang termasuk lansia:
Masa lansia awal = 46-55 tahun.
Masa lansia akhir = 56-65 tahun.
Masa manula = > 65
1.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2010)
yaitu:
1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi:
(1) Sistem persyarafan terjadi perubahan lambat dalam respon dan waktu
untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi
perasa dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah
kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya.
(2) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata. Hilangnya kemampuan pendengaran
meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali
merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan seperti komunikasi
yang buruk dengan pemberi perawatan.
(3) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar,
lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan
penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
(4) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume
kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke
duduk, duduk ke berdiri bisa mengakibatkan tekanan darah menurun yang
mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan
oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
2. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala
memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun/pelupa. Pelupa
merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di
anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari
peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan lansia
mengalami gangguan memori, serta perubahan IQ (intelegentia quotient),
berkurangnya penampilan dan persepsi.
3. Perubahan-perubahan psikososial
Bila seorang pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan
financial, status, teman dan pekerjaan. Semakin lanjut usia biasanya
mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan
lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi
seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya
semakin memburuk, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat
orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya masih jauh dan
karena itu mereka kurang memikirkan kematian.
4. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, dalam hal ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory,
yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu
sama lain. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan baru.

1.2 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi


1.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastoliknya ≥ 90 mmHg atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Arif
Mansjoer, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan
Suddarth, 896 ; 2012).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling
tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Elizabeth J. Corwin, 484; 2011).
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and
Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2012),
yaitu:
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 80
Tinggi Normal Hipertensi 130 – 139 80 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120

1.2.2 Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer).
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik.
2. Hipertensi Sekunder.
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal,
penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin dan lain-lain. Namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi menurut Jan
Tambayong (2010) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut:
(1) Genetik
Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
(2) Obesitas
Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
(3) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
(4) Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
(5) Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan insidens
hipertensi yang lebih tinggi.
1.2.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai
rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 898; 2011)
UMUR
JENIS KELAMIN

HIPERTENSI

OTAK

O2 KE OTAK RESISTENSI PEMBULUH DARAH


OTAK

PERFUSI KE OTAK MENURUN PEMBULUH DARAH OTAK

NYERI
1.2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Marllyn Doengoes (2010). Tanda dari hipertensi adalah
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi,
obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi
menurut Elizabeth J. Corwin (2013 ; 487), antara lain:
1. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
4.   Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
1.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi antara lain:
1. Stroke
2. Infark miokard
3. Ensefalopati (kerusakan otak)
4. Kejang
1.2.6 Pemeriksaan Dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit antara lain:
1. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer
akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum
adanya gejala penyakit.
2. Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk
koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
3. Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. EKG: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. Foto thoraks: menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
1.2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau;
latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi (Brunner and Suddarth, 2012).
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
(1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
(2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
(1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
(2)   Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
(3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
(4) Tidak menimbulkan intoleransi.
(5) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.
(6)   Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
(7) Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angiotensin.
1.3. Manajemen Keperawatan
1.3.1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu


proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2012 hal.
29). Adapun pengkajian pada pasien hipertensi menurut Doengoes, et al (2001)
adalah
1. Aktivitas istirahat
Gejala  :  Kelelahan umum, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
Tanda  :  -  Frekuensi jantung meningkat
                -  Perubahan trauma jantung (takipnea)
2. Sirkulasi
Gejala  :  Riwayat hipertensi ateros klerosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit screbiovakuolar, episode palpitasi.
Tanda  : - Kenaikan Tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan tekanan
darah diperlukan untuk menaikkan diagnosis
- Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen otak)
- Nada denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis
- Frekuensi/irama: Tarikardia berbagai distrimia
3. Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi eufuria (dapat
mengidentifikasi kerusakan serebral) hubungan keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda  :  Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontiniu perhatian, tangisan
yang meledak, gerak tangan empeti otot muka tegang (khususnya
sekitar mata) gerakkan fisik cepat, pernafasan mengelam peningkatan
pola bicara.
4. Makanan/Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah, perubahan berat badan
(meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik.
Tanda  :  -  Berat badan normal atau obesitas
- Adanya edema (mungkin umum atau tertentu)
5. Neurosensori
Gejala  :  -  Keluhan pening/pusing
- Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
- Gangguan penglihatan
Tanda  :  -  Status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola isi bicara, efek,
proses fikir atau memori.
6. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala  : -    Nyeri hilang timbul pada tungkai
                 -    Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
                 -  Nyeri abdomen / massa
7. Pernapasan
Gejala  :  -    Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja
                 -    Riwayat merokok, batuk dengan / tanpa seputum
Tanda  :  -    Distres respirasi
                 -    Bunyi nafas tambahan
                 -  Sianosis
8. Keamanan
Gejala  :  -    Gangguan koordinat/cara berjalan
                 -    Hipotesia pastural
Tanda  :  -    Frekuensi jantung meningkat
                 -    Perubahan trauma jantung (takipnea)
9. Pembelajaran/Penyebab
Gejala : Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM
1.3.2    Diagnosa Keperawatan
   Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2011 hal. 59).
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi inadekuat
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.

1.3.3    Perencanaan
            Perencanan meliputi pengembangan strategi desain untuk pencegahan,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagonosa
keperawatan (Nursalam, 2008 hal. 77). Perencanaan keperawatan pada pasien
dengan hipertensi adalah:
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
Tujuan :    Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
b. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri pasien
R/ Mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien
b. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/   Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
c. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/   Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
d. Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/   Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
e. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/      Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
R/      Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi inadekuat
Tujuan :    kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil:
a. Klien menunjukkan peningkatan berat badan
b. Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan
ideal
Intervensi:
a. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai
indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.
b. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
c. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada
faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
d. Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet
individual.
Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :    tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi:
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter:
frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusing atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.

1.3.4. Implementasi Keperawatan


Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien.

1.3.5. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat
kempuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan
menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2010. Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Arif, Mansjoer, dkk. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Kapita Selekta.

Brunner dan Suddarth, D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Bedah (Ed.8) Vol 1.
Jakarta: EGC.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta:EGC

Jhonson L, Leny R. 2013. Keperawatan Keluarga. Jakarta:Nuha Medika

Mubarak Iqbal W, dkk. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas: Konsep dan


Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Potter, Patricia A dan Anne G. Perry. 2010. Fundamentals of Nursing. Jakarta:


EGC.

Zaidin Ali, Haji. 2011. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai