LAPORAN PENDAHULUAN
1.2.2 Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer).
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik.
2. Hipertensi Sekunder.
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal,
penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin dan lain-lain. Namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi menurut Jan
Tambayong (2010) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut:
(1) Genetik
Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
(2) Obesitas
Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
(3) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
(4) Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
(5) Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan insidens
hipertensi yang lebih tinggi.
1.2.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai
rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 898; 2011)
UMUR
JENIS KELAMIN
HIPERTENSI
OTAK
NYERI
1.2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Marllyn Doengoes (2010). Tanda dari hipertensi adalah
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi,
obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi
menurut Elizabeth J. Corwin (2013 ; 487), antara lain:
1. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
1.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi antara lain:
1. Stroke
2. Infark miokard
3. Ensefalopati (kerusakan otak)
4. Kejang
1.2.6 Pemeriksaan Dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit antara lain:
1. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer
akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum
adanya gejala penyakit.
2. Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk
koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
3. Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. EKG: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. Foto thoraks: menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
1.2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau;
latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi (Brunner and Suddarth, 2012).
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
(1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
(2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
(1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
(2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
(3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
(4) Tidak menimbulkan intoleransi.
(5) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.
(6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
(7) Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angiotensin.
1.3. Manajemen Keperawatan
1.3.1. Pengkajian
1.3.3 Perencanaan
Perencanan meliputi pengembangan strategi desain untuk pencegahan,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagonosa
keperawatan (Nursalam, 2008 hal. 77). Perencanaan keperawatan pada pasien
dengan hipertensi adalah:
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
b. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri pasien
R/ Mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien
b. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
c. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
d. Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
e. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil:
a. Klien menunjukkan peningkatan berat badan
b. Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan
ideal
Intervensi:
a. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai
indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.
b. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
c. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada
faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
d. Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet
individual.
Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi:
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter:
frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusing atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.
Muttaqin, Arif. 2010. Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Arif, Mansjoer, dkk. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Kapita Selekta.
Brunner dan Suddarth, D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Bedah (Ed.8) Vol 1.
Jakarta: EGC.
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta:EGC