Anda di halaman 1dari 9

INOVASI MEDIA: “MEDIA PERAGA GAYA”

Eka Murdani
Prodi S3 Pendidikan IPA, Universitas Pendidikan Indonesia
ekamurdani@gmail.com

1. Pengertian Belajar
James O Whittaker dalam Djamarah (2010: 12), merumuskan belajar sebagai proses di
mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach
dalam Djamarah (2010: 13), berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as
a result of experience. Belajar sebagai suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Howard L. Kingskey dalam Djamarah (2010:13) mengatakan bahwa learning is
process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice
or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau
diubah melalui praktik atau latihan. “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Slameto dalam
Djamarah (2010: 13).
Dari beberapa pendapat ahli tentang pengertian belajar dikemukakan di atas dapat
dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur,
yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk
mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik,
tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan baru. Dengan demikian, maka
perubahan fisik akibat sengatan serangga, patah tangan, patah kaki, patah mata, buta mata,
tuli telinga, penyakit bisul dan sebagainya bukanlah termasuk perubahan akibat belajar. Oleh
karenanya, perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan jiwa yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman indivu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.

1
2. Ciri-ciri Belajar
Menurut Djamarah (2008: 15-16), ciri-ciri belajar adalah perubahan tingkah laku akibat
belajar yang tidak dimiliki oleh perubahan tingkah laku akibat belajar yang merupakan hasil
belajar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan yang terjadi secara sadar.
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-kurangnya
merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara terus-menerus, tidak
statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan
berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan bertujuan
untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin
banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang
diperoleh. Perubahan bersifat aktif artinya perubahan tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan karena usaha individu itu sendiri.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat semantara.
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat
saja, seperti keringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi
karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku
yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar
terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia
akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan dan sebagainya.
3. Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan
2
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film,
komputer, dan lain-lain (Joyce, 1992: 4). Selanjutnya Sanjaya (2008) dikutip oleh Faishal
(2010) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran
inkuiri.
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran
melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti
dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self believe). Artinya dalam pendekatan inkuiri
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan
motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya
jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik
bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran
inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana
mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Sasaran utama kegiatan pembelajaran
inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2)
keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)
mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses
inkuiri (Gulo, 2011: 85).
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah (1)
aspek social di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi; (2) inkuiri
berfokus pada hipotesis; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta). Gulo
(2002) dalam Trianto (2011: 137) menyatakan bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan
kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional
dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchack (1996)
dalam Trianto (2011: 141) diberikan oleh Tabel 1.

3
Tabel 1 Tahap Pembelajaran Inkuiri

Tahapan Sintak Perilaku Guru

Penyajian Masalah Guru menunjuk sebuah fenomena kepada siswa.


Kemudian memberi pertanyaan/ permasalahan yang
berasal dari fenomena yang telah diperlihatkan

Berhipotesis Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk


mencurahkan pendapat dalam membentuk hipotesis.
Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis
yang relevan dengan permasalahan dan
mempioritaskan hipotesis mana yang menjadi pioritas
penyelidikan.
Merancang Percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing
siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
Melakukan Percobaan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi
melalui percobaan.
Mengumpulkan Data dan Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk
Menganalisis Data menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
Membuat Kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

4. Media Peraga Gaya


Media adalah kata jamak dari medium berasal dari kata latin memiliki arti perantara
(between). Secara definisi media adalah suatu perangkat yang dapat menyalurkan informasi
dari sumber ke penerima informasi (Yamin, 2007: 176).
Rossi dan Breidle (1996) dalam Sanjaya (2012: 58) media pembelajaran adalah seluruh
alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku,
koran, majalah dan sebagainya. Manfaat media dalam kegiatan pembelajaran tidak lain
adalah memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa, dalam hal ini membantu
siswa belajar secara optimal.
Media peraga gaya adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran,
sehingga tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Media peraga gaya berupa
seperangkat sistem yang terdiri atas katrol, dinamometer (neraca pegas pengukur gaya),
beban (massa benda) yang keseluruhannya terhubung dengan suatu sistem tali. Media peraga
gaya diberikan oleh gambar 1.

4
Gambar 1. Media Peraga Gaya

Siswa menggunakan media untuk menemukan sendiri konsep, berpikir kritis untuk
memahami suatu fenomena/gejala fisis, menggunakan ide dan bertanya untuk mengksplorasi
konsep diri dari masalah yang disajikan, berhipotesis, merancang percobaan, melakukan
percobaan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Adapun
masalah yang harus terjawab adalah:
a. Gaya yang terbaca pada dynamometer 4a dan 4b sama besar = F4a = F4b (Resultan gaya
ke atas = Resultan gaya ke bawah). Buktikan dari media tersebut.
b. Bagaimana dengan resultan gaya ke samping kiri dan kanan? Apakah sama besar
buktikan dengan media peraga gaya di atas.
c. Pada media di atas sudah terpasang benda 1 dan benda 2 dengan massa yang sama
besar. Apa yang terjadi jika benda 1 dibuat tetap massanya akan tetapi benda 2 diubah-
ubah massanya? Lakukanlah pengamatan untuk memperkuat jawaban anda.

5. Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri
berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat
untuk melakukan kegiatan. Triandis mendefenisikan sikap sebagai “An attitude ia an idea
charged with emotion which predis process a class of actions to aparcitular class of social
situation”.

5
Rumusan di atas diartikan bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen
kognitif, komponen afektif dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu
obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung
untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu
masalah atau obyek.
Menurut Brotowidjoyo (2002) sikap ilmiah yang biasa dilakukan para ahli dalam
menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah antara lain: sikap ingin tahu, sikap kritis,
sikap objektif, sikap ingin menemukan, sikap menghargai karya orang lain, sikap tekun dan
sikap terbuka. Hal serupa dikatakan oleh Haryanto (2000: 3-4) sejauh ini dikenal tujuh hal
yang menyangkut sikap ilmiah ilmuwan.
a. Sikap ingin tahu
Seseorang yang bersikap ilmiah selalu bertanya-tanya tentang berbagai hal yang
dihadapinya. Ia selalu tertarik tidak saja pada hal-hal yang lama, tetapi terutama pada
hal-hal yang baru. Walaupun hal-hal yang lama telah dibahas oleh para ahli
sebelumnya, tetapi mungkin saja untuk pengembangannya masih butuh pemikiran lebih
lanjut. Sebaliknya, hal-hal yang baru perlu ditelaah sehingga bila perlu dapat dibuat
suatu kesimpulan baru.
b. Sikap kritis.
Orang yang bersikap kritis tidak puas pada jawaban tunggal. Ia akan berusaha mencari-
cari hal-hal yang ada dibalik suatu gejala, bahkan yang melatarbelakangi fakta yang
dihadapinya. Sikap ingin tahu ini merupakan motivasi yang kuat dan positif untuk
belajar. Rasa ingin tahu semacam ini menyebabkan seseorang mencari informasi
sebanyak mungkin, sebelum ia menetapkan pendapat yang akan dikemukakannya. Ia
selalu berhati-hati sebelum melakukan suatu tindakan.
c. Sikap terbuka.
Artinya selalu bersedia mendengar keterangan dan argumentasi orang lain, walaupun
berbeda dalam pendirian. Orang dengan sikap seperti ini tidak menutup mata terhadap
adanya kemungkinan pendapat lain.itulah sebabnya ia tidak emosional dalam
menghadapi kritik, sangkalan bahakan celaan terhadap pendapat yang
dikemukakannya.
d. Sikap objektif.
Orang yang memiliki sikap objektif akan mampu mengesampingkan sikap prasangka
pribadi (apriori) ataupun kecenderungan yang tidak beralasan terhadap orang lain. Jadi
6
ia selalau berpikir positif. Dengan demikian ia mampu menyatakan sesuatu apa adanya,
serta dapat melihat sesuatu secara nyata dan actual. Orang yang bersikap objektif tidak
dikuasai oleh pikiran atau perasaannya sendiri maupun prasangka terhadap orang lain.
e. Sikap rela menghargai karya orang lain.
Berjiwa besar untuk menghargai karya orang lain, tanpa merasa dirinya kecil,
merupakan sikap ilmiah yang sangat penting. Kecongkakan biasanya menyebabkan
orang tak mampu bersikap objektif. Kalau ia berhasil membuat karya ilmiah, biasanya
tulisannya bernada sombong, memerintah atau menggurui. Seseorang yang berjiwa
ilmiah pantang mengakui karya orang lain sebagai karya orisinil yang berasal dari
dirinya. Ia rela dan dengan senang hati akan mengakui dan menyampaikan ucapan
terimakasih atas gagasan atau karya orang lain yang ia kutip atau bantuan dalam bentuk
apapun yang telah diterimanya.
f. Sikap berani mempertahankan kebenaran.
Sikap ilmiah membuat orang berani mengatakan kebenaran dan bila perlu sekaligus
mempertahankannya. Kebenaran yang dibelanya ini mungkin berupa tulisan atau hasil
tulisannya sendiri, mungkin pula hasil penemuan karya orang lain. Dengan memilki
keberanian mengemukakan kebenaran, cara berfikir dan sikapnya dalam melakukan
penulisan menjadi konsisten.
g. Sikap mempunyai pandangan jauh kedepan.
Orang yang mempunyai pandangan jauh kedepan, selalu tanggap terhadap
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena sikap ini, ia
selalu haus untuk membaca dan mengetahui lebih banyak. Akhirnya, ia sakan
menganggap membaca dan menulis sebagai suatu kebutuhan, serta menulisa karya
ilmiah sebagai suatu kewajiban professional.

Pengukuran sikap ilmiah siswa dapat didasarkan pada pengelompokkan sebagai


dimensi selanjutnya dikembangkan indikator-indikator sikap untuk setiap dimensi sehingga
memudahkan menyusun butir instrumen sikap ilmiah. Untuk lebih memudahkan dapat
digunakan pengelompokkan/dimensi sikap yang dikembangkan oleh Harlen (1996) yang
diberikan oleh tabel 2.

7
Tabel 2. Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah

Dimensi Indikator

Sikap Ingin Tahu Antusias mencari jawaban.


Perhatian pada objek yang diamati.
Antusias pada proses sains.
Menanyakan setiap langkah kegiatan.
Sikap Respek Terhadap Objektif/ jujur.
Data/ Fakta Tidak memanipilasi data.
Mengambil keputusan sesuai fakta.
Tidak mencampurkan fakta dengan pendapat.
Sikap Berfikir Kritis Meragukan temuan teman.
Menanyakan setiap perubahan/haI baru.
Mengulangi kegiatan yang dilakukan.
Tidak mengabaikan data meskipun kecil.
Sikap Penemuan dan Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi.
Kreativitas Menunjukkan hasil pengamatan yang berbeda dengan
teman kelas.
Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta.
Menggunakan alat tidak seperti biasanya
Melakukan percobaan-percobaan baru.
Sikap Berpikir Terbuka Menguraikan konklusi baru berdasarkan hasil
dan Kerjasama pengamatan.
Menghargai pendapat/temuan orang lain.
Mau merubah pendapat jika data kurang.
Menerima saran dari ternan.
Tidak merasa selalu benar.
Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif.
Sikap Ketekunan Berpartisipasi aktif dalam kelompok.
Melanjutkan meneliti sesudah "kebaruannya" hilang.
Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan.
Sikap peka terhadap Menyeleseikan kegiatan sampai akhir.
lingkungan sekitar Perhatian terhadap peristiwa sekitar.
Partisipasi pada kegiatan sosial.
Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

6. Kesimpulan
Media peraga gaya dapat mengajarkan konsep gaya tentang Hukum I, II, III Newton
dalam sistem 2 Dimensi kepada siswa. Siswa menggunakan media, mengamati, menalisis dan
menyimpulkan konsep sendiri. Dengan learning by doing and teach others yang dilakukan

8
siswa maka akan memberikan pengalaman dan pembelajaran bermakna bagi siswa. Tidak
hanya pengetahuan yang terbangun dan terbentuk tetapi juga sikap ilmiah siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Herson. 2009. Penilaian Sikap llmiah Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pelangi
Ilmu Volume.
Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Daryanto. 2012. Media Pembelajaran. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Krisno, Agus. 2015. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/ MTS. Jakarta: Depdikbud.
Poerwadarminta, W. J. S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedogogja.
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Wasis. 2015. Ilmu Pengetahuan Alam Jilid 2 Untuk SMP dan MTS kelas VIII. Jakarta:
Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai