Anda di halaman 1dari 2

Saat Impor Tidak Lagi Rugi, Untuk Siapa?

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) memastikan


sebanyak 159 ribu ton beras impor akan masuk sampai akhir bulan Maret ini. Itu
berarti jumlah impor beras yang masuk dari awal tahun 2018 hingga Maret ini
mencapai 420 ribu ton dari izin yang diberikan sebanyak 500 ribu ton, seperti
dilansir oleh CNN Indonesia (20/3/2018) beberapa waktu yang lalu.
Pemerintah tetap mendesak untuk terus mengimpor beras dengan alasan untuk
menstabilkan harga beras yang terus meningkat di dalam negeri. Padahal faktanya
bahwa padi mulai panen sangat banyak terjadi di berbagai daerah, bahkan disebutkn
bahwa bulan Maret ini adalah surganya para petani untuk melakukan panen raya.
Alih-alih dengan menerapkan target penyaluran impor beras ke pasar dari awal tahun
ini telah disiapkan setidaknya total 1,2 juta ton beras guna menstabilkan harga pasar
beras di bulan Ramadhan yang tinggal 2 bulan lagi.
Lantas, untuk apa beras perlu di impor? Bagai menjadi sebuah prinsip (bukan
lagi ilusi) pernyataan bahwa semakin menjulang penerapan pemerintahan sekarang
maka akan banyak “udang busuk” yang bersembunyi dibaliknya. Karena nyatanya,
dibalik kedok indah itu semua ternyata tersisip potensi yang dicurigai, khususnya
untuk mencari dana “halus” untuk kepentingan politik. Mengingat hingga akhir maret
ini harga beras domestik jauh lebih mahal dibanding beras dunia, maka saat itulah
ketika impor tidak lagi rugi, tapi banyak sekali keuntungan dibaliknya. Lagi-lagi,
untuk siapa? Tentu bukan untung untuk pak Tani atau bu Tani yang dengan selalu
penuh cinta bertani tapi malah jumlah pendistribusian beras miliknya dibatasi karena
adanya permainan politik.
Sungguh, sangatlah tidak pantas jika hingga bahan pokok diatas pokok
kebutuhan masyarakatpun dijadikan permainan yang berkedok “apik”, mengingat
dalam Islam, selama pemerintahan Umar bin Khattab suatu ketika beliau melihat
rakyatnya memasak batu karena miskin, maka yang dilakukan beliau adalah
mengangkat sendiri sekarung gandum yang saat itu adalah makanan pokok bagi
masyarakat sebagai tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Lantas, menurut Anda,
bagaimana pemimpin sekarang ini? Wallahu'alam.
Nama: Utia Rahmah
Status: Mahasiswi UNIMED dan anggota The Great Muslimah Comunity

Anda mungkin juga menyukai