Anda di halaman 1dari 89

Hari/ Tanggal : Senin / 25 Maret 2019

Kelompok : 2 (Dua)

MAKALAH TUGAS 8

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA

“Teori Belajar dan Teori Perkembangan Peserta Didik untuk Desain Model
Pembelajaran SMP”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

AYU PERMATA SARI 18175002

FITRI NISAK 18175011

MIFTAHUL KHAIRA 18175019

TRI SEPTIANI 18175038

PENDIDIKAN FISIKA A

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Hj. FESTIYED, M.S
Dr. Hj. FATNI MUFIT, M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyusun tugas ini dengan judul “Teori Belajar dan
Teori Perkembangan Peserta Didik untuk Desain Model Pembelajaran
SMP”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak menemui kendala. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan
Model Pembelajaran Fisika, Ibu Prof. Hj. Dr.Festiyed, M.S dan Ibu Dr. Hj. Fatni
Mufit, M.Si.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu,penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam rangka
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI……………………………………….................................… ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang……………...............……………..................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................. 4
A. Landasan Agama …………………………........……………… 4
B. Landasan Yuridis………….........………………....................... 6
C. Belajar dan Teori Belajar.......…………………….................... 8
1. Teori Belajar Behavioristik................................................... 11
2. Teori Belajar Kognitifistik.....………………....................... 16
3. Teori Belajar Sibernetik....…………................................... 20
4. Teori Belajar Informatik..........………................................. 28
5. Teori Belajar Konstruktivisme….........………………......... 29
D. Perkembangan Peserta Didik ( SMP )…........………………... 37
E. Model Pembelajaran IPA Berdasarkan Kurikulum 2013
Revisi 2016...............................................................………..... 51
BAB III PEMBAHASAN………………………………….......…….…..... 66
A. Matrik Teori Belajar, Perkembagan Peserta Didik SMP dan 66
Model Pembelajaran Kurikulum 2013........................................
B. Matrik Perbandingan Teori Belajar.................................................. 70
C. Matrik Perkembangan Peserta Didik dan Tahapannya............... 77
D. Matrik Implementasi Teori Belajar, Perkembangan Peserta 81
Didik dalam Model Discovery Learning....................................
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 84
A. Kesimpulan……………........…………………………………. 84
B. Saran…………………………....…………………………….. 84
DAFTAR PUSTAKA 85

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Hal ini dapat dilakukan oleh pendidik
dengan menggunakan dan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi dalam
proses pembelajaran fisika.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada
disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
tujuan dan proses tersebut melalui berbagai pengalaman. Kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku mengajar dan perilaku
belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa
pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan
antara guru, siswa dan bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks. Untuk mencapai
keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat
menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar
mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen-komponen pembelajaran tersebut
harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model
pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Suatu pembelajaran terjadi apabila terdapat interaksi antara guru dan siswa.
Dalam berinteraksi guru perlu memahami karakter siswa untuk menciptakan suasana
yang menyenangkan dan efektif dalam pembelajaran.Siswa SMP merupakan individu
yang tergolong pada periode remaja.Remaja merupakanmasa transisi dari periode anak-
anak menuju dewasa, dimana individu mengalami perkembangan biologis, psikologis,
moral dan agama.Menurut Stanley Hall,masa remaja adalah masa“stress and
strain”(masa kegoncangan dankebimbangan). Oleh karena itu, seorang guru perlu

1
memahami karakter siswadengan baik untuk membantu perkembangan siswa kearah
yang positif.
IPA merupakan suatu ilmu yang obyeknya adalah benda-benda alam dengan
hukum-hukum yang pasti dan umum. Dalam pembelajaran IPA di SMP, Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik dituangkan dalam empat
aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Indikator pencapaian kompetensi
dikembangkan oleh sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta
lingkungan belajar yang ada di sekolah.
Siswa SMP mempelajari IPA melalui pendekatan ilmiah mengikuti cara ilmuan
menemukan suatu ilmu, untuk menunjang pendekatan ilmiah tersebut, maka
pembelajaran hendaknya dilaksanakan dalam model pembelajaran yang dianjurkan
kurikulum 2013. Sehingga pemahaman terhadap perkembangan peserta didik sangat
diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan,
termasuk didalamnya materi dan model pembelajaran. Rancangan yang kondusif akan
mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses
dan hasil pembelajaran yang diinginkan. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih
aktif, kreatif, dan melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi
kurikulum.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau
teori sebagai pijakan dalam pengembangannya. Biasanya mempelajari model-model
pembelajaran didasarkan pada teori belajar yang dikelompokan menjadi empat model
pembelajaran. Model tersebut merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk
mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu :
1. Bagaimana teori belajar dan pembelajaran menurut teori kognitivistik, teori
behavioristik, teori sibernetik, teori informatik yang digunakan dalam pembelajaran
?
2. Bagaimana karakteristik perkembangan peserta didik SMP?

2
3. Bagaimana model pembelajaran yang digunakan sesuai teori belajar dan teori
perkembangan peserta didik SMP?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ialah :
1. Menjelaskan teori belajar dan pembelajaran menurut teori kognitivistik, teori
behavioristik, teori sibernetik, teori informatik yang digunakan dalam
pembelajaran.
2. Menjelaskan karakteristik perkembangan peserta didik SMP.
3. Menjelaskan model pembelajaran yang digunakan sesuai teori belajar dan teori
perkembangan peserta didik SMP.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak
terutama :
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya
untuk tenaga pendidik kedepannya.
2. Membantu mahasiswa memahami tentang teori belajar dan perkembangan peserta
didik yang sesuai dengan model pembelajaran SMP.
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah pengembangan model
pembelajaran fisika program studi pendidikan Fisika Fakultas pascasarjana
Universitas Negeri Padang.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Landasan Agama
1. Surat At-Taubah Ayat 122

Artinya : "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi


semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya".
Penjelasan dalam surat At-Taubah ayat 122 diatas menjelaskan tentang
suatu kaum yang mana sebagian dari kaum tersebut diperintahkan untuk
mencari ilmu dan sebagian yang lain diperintahkan untuk berjihad di jalan
Allah, karena sesungguhnya berjihad itu merupakan fardhu kipayah bagi
manusia. Makna dari fardhu kifayah tersebut adalah apabila dalam sebuah kaum
atau Negara yang mana sebagian diantara mereka pergi melaksanakan jihad,
maka dosa yang lainnya akan hilang, salah satunya adalah jihad tadi,
menegakkan kebenaran, menegakan hukum, memisahkan yang berseteru dan
sebagainya. Dan fardhu 'ain adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap muslim yang baligh dan berakal, seperti : shalat, zakat dan puasa. Adapun
sebahagian kecil dari mereka yang kembali setelah mencari ilmu, mereka wajib
untuk untuk memberikan pengetahuan dan berdakwah kepada orang lain karena
mencari ilmu itu mengajak orang menuju jalan yang lurus.
2. Surat Asy-Syu'aro Ayat 214

Artinya : "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat".

4
Penjelasan Dalam surat Asy-Syu'aro ayat 214 diatas menjelaskan bahwa
hendaklah seorang pendidik memberikan pendidikan kepada anak didik yang
terdekat, maksudnya yang harus lebih diutamakan dalam mendidik adalah
kepada saudara, keluarga, dan sebagainya. Setelah memberikan pendidikan
kepada saudara dan keluarga kemudian orang lain. Adapun pengertian keluarga
disini adalah meliputi istri, anak, hamba sahaya dan amat yang wajib
mendapatkan pendidikan berupa pemberian ilmu tentang hal-hal yang wajib
dikerjakan dalam agama, serta anak didik yang memiliki pengertian seseorang
atau sekelompok orang orang (tahap batas usia dan kedewasaan) yang menerima
pemeliharaan, arahan, bimbingan dan pendidikan dari seorang pendidik,
memiliki hubungan kekeluargaan pun atau tidak, tetapi diantara keduanya
memiliki hubungan yang dilandasi rasa kasih sayang dan tanggung jawab.
3. Surat At-Tahrim Ayat 6 :

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjagaannya
malaikat-malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan".

Penjelasan : Dalam makna pendidikan menjaga disini adalah dilakukan


oleh seorang pendidik kepada anak didik. Proses pemeliharaan ini dalam dunia
pendidikan dilakukan dengan cara pengajaran dan bimbingan yang tepat sesuai
dengan tingkat kemampuan anak didik. Hal ini dimaksudkan untuk
mengarahkan dan membentuk seseorang sehingga memiliki kepribadian
sempurna.

5
4. Surat al Hasyr ayat 18:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap individu memperhatikan merencanakan apa yang akan
diperbuatnya di hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang akan kamu kerjakan"(Q.S.Al-Hasyr: 18).
Dengan demikian perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang
akan dilakukan. Perencanaan pendahuluan pelaksanaan, mengingat perencanaan
merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi dan
mengindetifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling
efektif dan efisien.
B. Landasan Yuridis
Menurut permendikbud no 22 tahun 2016 proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor
20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berperan mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, disebutkan dalam
undang-undang tersebut bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

6
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Proses pembelajaran mengacu pada standar proses yang mengacu pada
standar kompetensi lulusan dan standar isidalam Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Proses adalah kriteria
mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
Standar Kompetensi Lulusan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan
pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka salah satu
prinsip pembelajaran yang digunakan adalah dari pendekatan tekstual menuju
proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah yaitu
proses pengetahuan yang dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Untuk memperkuat
pendekatan ilmiah ini maka sangat disarankan untuk menerapkan pembelajaran
baik individual maupun berkelompok dengan menggunakan model-model
pembelajaran yang mendukung proses ilmiah.
Menurut PP Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat 4 tentang guru menjelaskan
Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-
kurangnya meliputi:
1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
2. Pemahaman terhadap peserta didik;
3. Pengembangan kurikulum atau silabus;

7
4. Perancangan pembelajaran;
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran;
7. Evaluasi hasil belajar; dan
8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Berdasarkan PP Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat 4 tentang guru kita
ketahui bahwa guru harus memiliki wawasan kependidikan, memahami peserta
didik, mengembangkan silabus maksudnya mengembangkan silabus agar sesuai
dengan kondisi yang ada disekolah, perancangan pembelajaran maksudnya bahwa
guru merancang suatu pembelajaran melalui RPP dan dibantu bahan ajar.

C. Belajar dan Teori Belajar


Menurut Slameto (2010), secara psikologis belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memnuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Gagne
dalam Ratna Wilis Dahar (2011), belajar dapat didefenisikan sebagai suatu proses
di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Cronbach dalam Ns. Roymond H. Simamora (2008) menyatakan belajar terlihat
dengan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.Menurut Spears,
pengalaman belajar dapat diperoleh dengan menggunakan pancaindra; belajar
adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu sediri, mengikuti
pengarahan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Aan Hasanah (2012) pembelajaran merupakan perkembangan dari
istilah pengajaran. Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh seorang guru
atau yang lain untuk membelajarkan siswa yang belajar. Secara garis besar, ada 4
pola pembelajaran.
1. pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu atau bahan
pembelajaran dalam bentuk alat raga.
2. pola (guru+alat bantu) dengan siswa.
3. pola (guru)+(media) dengan siswa.

8
4. pola media dengan siswa atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan
media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Berdasarkan pola-pola pembelajaran yang telah dijelaskan, maka
pembelajaran bukan hanya sekedar mengajar dengan pola satu, akan tetapi lebih
dari pada itu seorang guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang
bervariasi.
Teori adalah seperangkat azas yang tersusun tentang kejadian-kejadian
tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991
(Hamzah Uno, 2006).Sedangkan Hamzah (2003) menyatakan bahwa teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta
dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas teori adalah seperangkat azaz
tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar
adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan
belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Teori belajar dan pembelajaran sangatlah penting dalam pelaksanaan
pendidikan. Teori belajar itu sendiri adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara
sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling
bergantung agar terjadi suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen dalam
jangka waktu yang cukup lama sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan
dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai
tujuan kurikulum.Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja
untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu
tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Sepintas pengertian mengajar hampir
sama dengan pembelajaran namun pada dasarnya berbeda.
Menurut Darling-Hammond & Bransford, 2005; Vaill, 1996 :
The three major areas of research that we explore include (1) Implicit
learning and brain,(2) Informal learning, and (3) Designs for formal
learning and beyond. As illustrated in Figure 1A, these three areas have
tended to operate relatively independent of one another. Researchers in
each of these areas have attempted to apply their thinking and findings

9
directly to education, and often the links between theory and “well grounded
implications for practice” have been tenuous at best.The goal of integrating
insights from these strands in order to create a transformative theory of
learning is illustrated in Figure 1B. The fundamental reason for pursuing
this goal rests on the assumption that successful efforts to understand and
propel human learning require a simultaneous emphasis on informal and
formal learning environments, and on the implicit ways in which people
learn in whatever situations they find themselves.

Figure 1A Figure 1B
Gambar 1. Proses pembelajaranmenurut Darling-Hammond & Bransford
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran yang komplit,
pembelajaran formal dan desain untuk pembelajaran formal cenderung beroperasi
relatif dan independen satu sama lain dan masih lemah, Alasan mendasar untuk
mencapai tujuan ini didasarkan pada asumsi bahwa usaha yang berhasil untuk
memahami dan mendorong pembelajaran manusia memerlukan penekanan
simultan pada pembelajaran informal dan formal dan pada cara implisit di mana
orang belajar dalam situasi apa pun mereka menemukan diri mereka sendiri.
Dalam pembelajaran kondisi atau situasi yang memungkinkan terjadinya
proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh perancang
atau guru. Sementara itu dalam keseharian di sekolah-sekolah istilah pembelajaran
atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar
dimana di dalamnya ada interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk
mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkahlaku siswa.

10
Berikut ada beberapa teori belajar yang diterapakan dalam dunia
pendidikan, yaitu :
1. Teori Belajar Behavioristik
a. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,
diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan.Tanggapan
terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif
terhadap perilaku kondisi yang diinginkan.Hukuman kadang-kadang
digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti
dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan
keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek
dan manajemen kelas.Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar
behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol
instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang
bergantung pada lingkungannya.Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh

11
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement).Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respon pun juga akan semakin kuat.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,
Pavlov, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
1) Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcementdan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek
(Paul, 1991).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik.Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-
hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.

12
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya
variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua
anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam
memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik
hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka
tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk
berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori
ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak
sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik
memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu: Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku
sangat bersifat sementara; Dampak psikologis yang buruk mungkin akan
terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman
berlangsung lama; Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari
cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-
hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon

13
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena
melakukan kesalahan.Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive
reinforcement).Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.Namun
bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.
b. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik.Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah.Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.

14
Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang
harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar
pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot.Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat.Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.Kegagalan
atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.Demikian
juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar.Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.Pembelajaran mengikuti urutan

15
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan
pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar.Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar
telah menyelesaikan tugas belajarnya.Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran.Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
2. Teori Belajar Kognitifistik
a. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses
belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa
mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai.
Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori
kognitif menyatakan bahwa prosesbelajar terjadi karena ada variabel
penghalang pada aspek-aspek kognisiseseorang.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari padahasil
belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yangsangat
kompleks.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga dipenjelasan
awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masingteori
memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan
juga pembelajaran.
Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama
dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika
diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel
dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda.Darisudut pandang
Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika
siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori

16
belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk
mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu.Oleh karenanya
menurut teori belajarBermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa
namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambilgaris tengah bahwa beberapa
teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses
berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan padakonteks pembelajaran
secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini
dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus
benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masingteori dan kemudian
disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta
didiknya. (Muhammad Maskur. 2013).
Menurut Atkinson and Shiffrin (1968) :Displayed in the figure are
three basic components of memory (i.e., sensory memory, short-term memory,
and long-term memory) along with the processes assumed to be responsible
for transferring information from one stage to the next. This system provides
the basic framework for all learning theories classified under the cognitive-
information processing category.The following is a brief summary of each
major component of the information-processing system and their implications
for instruction.

Gambar 2.Information Processing Model of HumanLearning

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil


belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan

17
belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.
b. Ciri-ciriAliran Kognitivisme
Ciri ciri aliran kognitifisme berupa:
1) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3) Mementingkn peranan kognitif
4) Mementingkan kondisi waktu sekarang
5) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di
representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental,
misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan
perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat
yang dikunjuginya.

c. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran


Hakikat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas
belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan
proses internal.Langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-
masing tokoh yang berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran
yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget :
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Memilih materi pelajaran
3) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif
4) Menentukan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk topik-topik tersebut
5) Mengembangkan metode pembelajaran untuk meransang kreatifitas dan cara
berfikir siswa
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Langkah-langkah pembelajaran menurut Brunner :
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa

18
3) Memilih materi pelajaran
4) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif
5) Mengembangkan bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi,tugas,dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa
3) Memilih materi pelajaran sesuai karakteristik siswa dan mengatur dalam
konsep-konsep inti
4) Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance
organizer yang akan dipelajari siswa
5) Mempelajari konsep konse inti tersebut, dan menerapkannnya dalam bentuk
nyata
6) Melakukan penilaian proses dannhasil belajar siswa
d. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan
teori belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula
kelemahan – kelemahannya.
1) Kelebihan Teori Belajar Kognitif
a) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif
karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja,
tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat
menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan.Sedangkan
membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan
soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa
menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa
bergantung dengan orang lain dengan.
b) Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar
lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif
didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik

19
mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam
ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga
bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
2) Kelemahan Teori Belajar kognitif
a) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
b) Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c) Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.
3. Teori Belajar Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru di
bandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya.Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Hakekat
manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru
untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara
memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami
stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.
“Teaching as organising students activity” berikut pernyataan Ramsden
(dalam Arqam: 2010). Pernyataan ini adalah satu di antara 3 konsep teori mengajar
dan praktik mengajar yang diyakini, bahwa mengajar pada dasarnya
mengorganisasikan kegiatan peserta didik dalam melakukan serangkaian aktifitas
yang melahirkan pengalaman belajar. Mengajar dipandang sebagai proses supervisi
dengan sejumlah teknik tertentu sehingga peserta didik dapat belajar dengan
optimal seperti yang diharapkan. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

A B
Gambar 3. A)Pembelajaran Student Center; B)PembalajaranTeacher centered

20
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan Student
Center dapat membantu siswa belejar secara mandiri dan mengorganisasikan
kegiatan peserta didik dalam melakukan serangkaian aktifitas yang melahirkan
pengalaman belajar. Secara eksistensial, persoalan pendidikan dan manusia
bagaikan hubungan antara jiwa dan raga manusia.Jika jiwa berpotensi
menggerakan raga manusia, maka kehidupan manusiapun digerakan oleh
pendidikan ke arah pencapaian tujuan akhir.
a. Pengertian Belajar Menurut Aliran Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya.Teori
ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi.Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang
penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik
adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara
efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur
pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam
belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan
informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat
dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan
pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari

21
ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah
teori dan model pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine (1986);
dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
1) Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
2) Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
3) Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih,
2005) dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen
struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara
lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali
informasi diterima dari luar.Didalam SR informasi ditangkap dalam
bentuk asli, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat
singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap
informasi yang diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian
perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah
bahwa: Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots.
Informasi didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik
apabila tanpa pengulangan.Informasi dapat disandi dalam bentuk yang
berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: (1) berisi semua
pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, (2) mempunyai kapasitas
tidak terbatas, dan (3) bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia
tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan
ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali
informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik
maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali
informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa
informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu

22
suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang
berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses
penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan
pengetahuan baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya
berfungsi sebagai dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005).
b. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori
kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak
dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai
kapasitas yang terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori
kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan
pengorganisasian atau urutan pembelajaran.Belajar bukan sesuatu yang bersifat
alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal
dan kondisi eksternal.Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan
pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk
diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal.
Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar
melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain:
1) Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki
pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum
mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta
didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview,
atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-
pertanyaan.
2) Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan
adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi
intrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama.

23
Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil,
mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan
tantangan.Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk
berprestasi dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas
yang sesuai untuk peserta didik.
3) Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih
stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak
stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik
mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang
akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan
diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang
mencakup: minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor
eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman
stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-
ulang.
4) Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang
menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang
diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur
kognitif seseorang.Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai
stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan
perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi.Persepsi
seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman.
5) Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan
mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang.Ingatan sangat
selektif, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka
pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif permanen.Penyimpanan
informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu
melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang
berbentuk verbal bersifat abstrak.Daya ingat sangat menentukan hasil
belajar yang diperoleh peserta didik.

24
6) Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam
ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah
diperoleh karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian,
kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang
diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang
telah disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak
pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya
gangguan dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk
mengingat kembali.
7) Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali
setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila
seseorang belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan
banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari
pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over
learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8) Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari,
dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer
belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi
kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar
dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1) Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku
yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang
ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi
tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam
Budiningsih, 2008) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar,
yakni: (1) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang
mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah

25
yang diperoleh melalui materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas.
(2) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan belajar, mengingat, dan berfikir. (3) informasi verbal,
kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan
mengatur informasi-informasi yang relevan. (4) keterampilan motorik,
kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan
yang berhubungan dengan otot. (5) sikap, suatu kemampuan internal yang
mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan,
serta faktor intelektual.
2) Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang
sangat penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus
bertolak dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya.
Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses
belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat
meningkatkan motivasi belajar.
3) Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting
bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan,
kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi
merupakan interaksi faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka
aplikasi pengelolaan kegiatan pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik
untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat memperlancar proses belajar peserta
didik adalah sebagai berikut:
1) Menarik perhatian.
2) Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3) Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
4) Menyajikan bahan perangsang
5) Memberikan bimbingan belajar.
6) Mendorong unjuk kerja.
7) Memberikan balikan informatif.
8) Menilai unjuk kerja.

26
9) Meningkatkan retensi dan alih belajar (Budiningsih, 2008: 90).
Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008) aplikasi teori
belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2) Menentukan materi pembelajaran.
3) Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut.
5) Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6) Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran.
c. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sibernetik
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan
informasi adalah:
1) Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2) Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3) Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4) Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai.
5) Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6) Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing
individu.
7) Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori sibernetik adalah terlalu menekankan
pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana
proses belajar.
d. Model Pembelajaran yang Sesuai dengan Aliran Sibernetik
Menurut teori sibernetik dikatakan proses belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi yang dipelajari.Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada satu
proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua

27
siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisitem informasi.Maka dari itu
pemilihan model sebagai sarana pengolahan informasi harus melihat
karakteristik siswa yang dihadapi.
Model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik, antara lain:
1) Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan stimulus berupa
kuis atau pertanyaan-pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat siswa,
sehingga siswa aktif berfikir.Dan belajar menurut sibernetik adalah
pengolahan informasi oleh siswa.Pengolahan informasi ini terjadi karena
adanya stimulus dari guru yang berupa informasi.
2) Model pembelajaran open ended
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (dalam
Suherman, 2003) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif
dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan.
Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus
dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap
siswa.
Hal yang harus digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan
siswa untuk berfikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan
memacu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
Ini sejalan dengan hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori
belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa,
terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses
pengolahan informasi.
4. Teori Belajar Informatik
Teori pembelajaran informatik adalah bagian dari teori sibernetik. Dalam
upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi diterima, disandi, di simpan dan
dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah
dikembangkan sejumlah teori dan model pemprosesan informasi oleh para pakar
seperti Biehler (1986), Baine (1986), dan Tennyson (1989). Teori tersebut
umumnya berpijak pada tiga asumsi yaitu :

28
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu
tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
Kelebihan teori belajar informatik adalah Membantu meningkatkan
keaktifan siswa untuk berfikir dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan berusaha
mengaitkan suatu kejadian atau proses pembelajaran yang menarik dengan materi
yang disampaikan. Kekurangan teori belajar informatik adalah jika guru tidak bisa
menyampaikan meteri pembelajaran dengan metode dan alat bantu yang dapat
menarik siswa, maka proses pembelajaran akan terasa membosankan. Sehingga
tidak akan menarik perhatian siswa yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
pembelajaran.

5. Teori Konstruktivisme
a. Konsep Dasar
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,
apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan
konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.
2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.

29
5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Para ahli konstruktivisme memandang bahwa belajar sebagai hasil dari
konstruksi mental. Para siswa belajar dengan mencocokkan informasi baru
yang mereka peroleh bersama-sama dengan apa yang telah mereka ketahui.
Siswa akandapat belajar dengan baik jika mereka mampu mengaktifkan
konstruk pemahaman mereka sendiri.Menurut para ahli konstruktivisme,
belajar juga dipengaruhi oleh konteks, keyakinan , dan sikap siswa. Dalam
proses pembelajaran para siswa didorong untuk menggali dan menemukan
pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk merumuskan
gagasan-gagasan dan hipotesis. Mereka diberikan peluang dan kesempatan
yang luas untuk membangun pengetahauan awal mereka.Dalam
perkembangannya terdapat pemikiran dalam teori konstruktivisme ini, namun
semua berdasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang belajar. Dan teori
konstruktivisme yang utama dikenal dengan istilah konstruktivisme sosial
(Social Constructivism) dan konstruktivisme kognitif (Cognitive
Constructivism).
b. Beberapa Pendapat Ahli tentang Teori Konstrutivisme
1) Jean Piaget
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.Teori ini
biasa juga disebut teori perkembangan intelektual.Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

30
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian
tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan
2) Vygotsky
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa
belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa
pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman
sedia ada murid.Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai
ide mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan
ada yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak
ditangani dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap
kekal walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti
yang dikehendaki oleh guru.
John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini mengatakan
bahawa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran
sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau
juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas
pengajaran dan pembelajaran.
c. Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah proses aktif peserta didik dalam mengkontruksi arti,
wacana, dialog, pengalaman fisik. Dalam proses belajar tersebut terjadi proses
asimilasi danmenghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari.
Prinsip dalam pembelajaran teori kontruktivisme adalah:
1) Pertanyaan dan konstruksi jawaban peserta didik adalah penting.
2) Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi peserta
didik.
3) Pendidik lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan
mediator

31
4) Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik.
5) Strategi pembelajaran, student-centered learning , dilakukan dengan belajar
aktif, belajar mandiri, kooperatif dan kolaboratif
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan
dalam belajar mengajar adalah :
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengankeaktifan murid sendiri untuk menalar
3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahankonsep ilmiah
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalanlancer
5) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7) Mencari dan menilai pendapat siswa
8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
d. Aplikasi Teori Konstruktivisme
1) Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas
dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti
ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada
sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar
sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti
dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha
yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu
materi yang diajarkan.
2) Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan
materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan
ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan
dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya
3) Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental
yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran
yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-
model itu.

32
4) Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-
masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya
“menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan
pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang
membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental
yang diperlukan.
5) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik.
6) Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman
yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada
diri peserta didik.

Pembelajaran dengan Model kontruktivisme memiliki keunggulan antara lain:

1) Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada


siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong
siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2) pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan
kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,
imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
3) Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada
siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh
kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah

33
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar. Murid yang belajar secara
konstruktivisme diberi peluang untuk membina sendiri kefahaman mereka
tentang sesuatu. Ini menjadikan mereka lebih yakin kepada diri sendiri dan
berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4) Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan
mereka. Kefahaman murid tentang sesuatu konsep dan idea lebih jelas
apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru.
Seorang murid yang memahami apa yang dipelajari akan dapat
mengaplikasikan pengetahuan yang baru dalam kehidupan dan situasi baru.
5) Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
6) Murid yang berkemahiran sosial boleh bekerjasama dengan orang lain dalam
menghadapi sebarang cabaran dan masalah. Kemahiran sosial ini diperoleh
apabila murid berinteraksi dengan rakan-rakan dan guru dalam membina
pengetahuan mereka.
e. Kelemahan Model Konstruktivisme
Model pembelajaran konstruktivisme memiliki beberapa kendala pada
pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala yang mungkin timbul dalam
penerapan teori belajar dengan pendekatan konstruktivis yaitu:
1) Guru merasa kesulitan memberikan contoh-contoh konkrit dan realistik
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru harus memiliki kreatifitas
yang tinggi dalam menyampaikan materi. Apalagi dalam hal ini guru sejarah
kurang bisa membawa nilai-nilai masa lalu untuk diterapkan dalam masa
sekarang.
2) Guru tidak ingin berubah dalam menggunakan model pembelajaran. Guru
merasa nyaman dengan model pembelajaran tradisional, yaitu model
ceramah. Pandangan guru terhadap siswa diibaratkan siswa seperti bejana
yang masih kosong perlu diisi oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki guru.
Guru merasa dengan menggunakan model tradisional saja bisa

34
mendapatkann nilai yanng tinggi, sehingga tidak perlu menggunakan model
pembelajaran lainnya.
3) Guru berpikir bahwa pembelajaran konstruktivisme memerlukan lebih
banyak waktu. Proses pembelajaran konstruktivisme ingin membuat siswa
menjadi aktif, hal in terkadang juga terkendala dengan kemampuan kognitif
siswa. Beban mengajar guru sudah terlalu banyak.
4) Belum adanya alat-alat laboratorium yang cukup memadai untuk jumlah
siswa yang besar. Kebanyakan sekolahan masih terbatas dalam menyediakan
fasilitas guna mendukung pembelajaran konstruktivisme. Sarana dan
prasarana kurang mendukug pembelajaran model konstruktivisme.
5) Terlalu banyak bidang studi yang harus dipelajari dalam kurikulum. Masih
ada banyak guru yang mengajar diluar bidang studi sesuai kualifikasinya.
Sehingga penguasaan materi oleh guru kurang memadai.
f. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Dalam strategi pembelajaran konstruktivisme, minimal ada dua macam
strategi yaitu, strategi langsung atau tatap muka dan strategi tidak langsung atau
non tatap muka. Untuk lebih jelasnya, simak uraiannya sebagai berikut:
1) Strategi Langsung (Tatap Muka)

Secara umum tatap muka terdiri dari tiga bagian, yaitu:


a) Pendahuluan: Memberikan "orientasi" dan "penggalian ide" untuk
mengetahui pra-konsepsi pebelajar.
b) Inti: Merupakan bagian terbesar pembelajaran, digunakan untuk
menfasilitasi "restrukturisasi ide" mengarah ke perbaikan konsep,
pembelajar menilai apakah ide-ide itu sudah mendekati konsep ilmiah
yang sesungguhnya.Selanjutnya memberi kesempatan kepada pebelajar
untuk"mengaplikasikan ide-ide" yang baru dipelajari untuk
memecahkan berbagai masalah. Peman pebelajar atas ide-ide itu
sebenamya baru, namun akan mantap setelah digunakan untuk
memecahkan masalah.
c) Penutup: Melakukan "review perubahan ide" untuk membandingkan ide
yang telah dipelajari dengan ide awal yang muncul saat penggalian ide.

35
2) Strategi Tidak Langsung (Non Tatap Muka)
Dalam pembelajaran non tatap muka "restrukturisasi ide" dan
"aplikasi ide" dapat terus difasilitasi; bedanya proses pembelajaran
pebelajar, tanpa pengawasan pembelajar. Tugasnya bisa bersifat terstruktur
(sesuai dengan perencanaan pembelajar), dapat juga mandiri (sesuai dengan
minat masing-masing pebelajar).
Evaluasi terhadap pembelajaran konstruktivis meliputi evaluasi
formatif dan sumatif.
g. Macam Evaluasi Pembelajaran Konstruktivisme
Evaluasi formatif menekankan pada proses dan tujuannya lebih kepada
perbaikan mutu pembelajaran; sedangkan evaluasi sumatif menekankan pada
hasil. Untuk evaluasi formatif asesmen perlu dilakukan terhadap kegiatan-
kegiatan berikut ini:
1) diskusi kelas,
2) kegiatan kelompok kecil di kelas atau di lapangan tugas terstruktur,
pekerjaan rumah,
3) kegiatan mandiri (proyek),
4) praktikum.
Evaluasi sumatif mengukur pencapaian pebelajar setelah menyelesaikan
suatu mata pelajaran. Aspeknya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap; pengukurannya bisa dilakukan dengan tes tertulis maupun tes perbuatan.
Evaluasi terhadap kegiatan praktikum sebenamya tidak semata-mata
menekankan pada proses, melainkan juga hasil, laporan praktikum adalah suatu
hasil. Asesment terhadap laporan praktikum dapat dilakukan secara
komprehensif mencakup hal-hal berikut ini:
1) kejelasan isi,
2) kebenaran teori,
3) presentasi hasil, dan
4) penampakan visual keseluruhan.
Koreksi terhadap laporan prakfikum dan tugas seringkali menjadi
pekerjaan yang sangat berat bagi pembelajar.Struktur masing-masing laporan
cukup kompleks dan perhitungannya sangat rumit.Dengan jumlah pebelajar
sekitar 40 orang tiap kelas hampir tidak mungkin bagi pembelajar memeriksa

36
secara teliti. Untuk tugas yang bersifat homogen, sama untuk semua pebelajar,
berbagai altematif disarankan;
1) Cukup dilakukan koreksi terhadap satu kelompok; yang lain akan belajar
dari kesalahan-kesalahan kelompok itu, yang sudah dikoreksi oleh
pembelajar.
2) Melakukan sampling terhadap laporan-laporan praktikum atau PR yang
masuk; misalnya satu tiap empat laporan atau PR.
3) Menggunakan peer dan self assessinent; Nilai akhir dari hasil belajar
pebelajar adalah gabungan dari berbagai nilai yang diperoleh. Komposisinya
disepakati bersama pada awal perkuliahan

D. PerkembanganPeserta Didik (SMP)


Perkembangan siswa yang sangat mendukung keberhasilan proses
pembelajaran meliputi perkembangan fisik, emosi, kepribadian, sosial, moral dan
intelektual.
1. Perkembangan Fisik Siswa
Perkembangan fisik siswa terjadi secara eksternal dan internal.Secara
ekternal meliputi perubahan tinggi badan, berat badan, komposisi tubuh, organ dan
ciri-ciri seks sekunder.
Secara internal meliputi sistem pencernaan, peredaran darah, pernapasan,
endokrin, jaringan tubuh, dan jaringan otak. Hal menarik dari perkembangan otak
pada usia remaja adalah terjadinya perubahan struktur yang signifikan.

Gambar 5. Perkembangan otak pada usia remaja

37
Corpus callosum, yakni serat optik yang menghubungkan hemisphere otak
sebelah kiri dengan sebelah kanan, semakin tebal pada masa remaja sehingga
meningkatkan kemampuan remaja dalam memroses informasi.Selain itu, Charles
Nelson pada Santrock (2011) mengungkapkandalam berkembang lebih awal dari
cortex prefrontal.Amygdala adalah bagian otak tempat emosi seperti rasa.
Sementara cortex prefrontal adalah bagian lobus depan yang bertugas
penalaran, pengambilan keputusan, dan kendali diri. Hal ini diinterpretasikan
bahwa sebagian remaja mampu mengalami emosi yang sangat kuat namun karena
cortex prefrontal mereka belum cukup berkembang, seolah-olah mereka memiliki
rem yang lemah untuk mengendalikannya.
Pada masa remaja dengan energi fisik yang cukup berlimpah, tidak sedikit
siswa SMP yang cenderung bosan dengan aktivitas yang hanya duduk atau
melakukan aktivitas yang sama dalam periode waktu yang panjang. Alih-alih
membendung energi mereka, lebih baik diarahkan ke aktivitas yang positif.
Kurikulum pendidikan yang menyertakan jam olahraga secara teratur
diharapkan dapat mendukung perkembangan remaja ke arah yang positif.
Aktivitas lain yang mendukung perkembangan fisik remaja seperti kegiatan
pramuka, ekstra kurikuler fisik, outbond, dan lain-lain dapat dijadwalkan secara
teratur oleh sekolah.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan active learning ,game-based
learning, atau aktivitas lain yang yang mengakomodir kinestetik siswa dapat
dikembangkan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Selain itu, pembelajaran matematika di luar ruangan (mathematics outdoor) dapat
menjadi opsi guru matematika untuk menyisipkan aktivitas fisik.
2. Perkembangan Emosi Siswa
Kata “emosi” berasal dari bahasa Inggris "emotion" yang pertama kali
muncul di tahun 1579, saat diadaptasi dari bahasa Perancis émouvoir, yang artinya
"untuk menggerakkan". Kata “emosi” tidak selalu berarti negatif, kata ini hanya
menggambarkan salah satu sifat manusia, bisa bersifat baik, bisa pula bersifat
buruk.
Pengertian emosi berbeda dengan fenomena psikologis lainnya seperti
temperamen, kepribadian, motivasi, suasana hati (mood), atau perasaan (feeling).
Hal ini juga dikarenakan emosi bersifat abstrak dan banyak yang berdasarkan pada
cara pandang atau teori yang berbeda-beda. Beberapa definisi fokus pada sisi dalam

38
emosi yaitu pengalaman seseorang,beberapa definisi fokus pada sisi luar emosi
yaitu ekspresi atau manifestasi tubuh.William James terkenal dengan definisi emosi
sebagai gairah fisik.Sementara Antonio Damasio, misalnya, sudah memisahkan
antara emosi dan perasaan (feeling), dimana emosi merupakan representasi
perubahan fisik sementara perasaan adalah persepsi mental oleh pikiran. (Scherer,
2012: 195).

Gambar 6. Ekspresi 6 emosi dasar dari Paul Eckman(ocw.mit.edu)

Macam atau jenis emosi sangat beragam, namun oleh beberapa ahli telah
dikelompokkan ke dalam beberapa jenis emosi. Watson, John B. sebagai salah
seorang behavioris, pada tahun 1917 pernah menyatakan bahwa emosi pada diri
manusia sejak lahir ada 3 macam: takut (fear), marah (rage), dan cinta
(love).Tahun 1972, psikolog Paul Eckman menyarankan enam (6) emosi dasar
manusia:takut (fear), muak (disgust), marah (anger), terkejut (surprise), senang
(happiness), dansedih (sadness). Ahli lain, Robert Plutchik, membagi menjadi 8
emosi dasar, yaitu: takut (fear), marah (anger), sedih (sadness), senang
(joy),muak/Jijik (disgust), rasa percaya (trust), antisipasi (anticipation), dan
terkejut (surprise).
Secara umum masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”
(sturm and drung), yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai
akibat dari perubahan fisik dan kelenjar hormonal para remaja.Remaja seringkali
mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak, dan tidak

39
berusaha mengendalikan perasaannya karena emosi remaja lebih kuat dan lebih
menguasai diri mereka dari pada perilaku yang realistis.
Biehler menemukan ciri-ciri emosional remaja yang berusia 12 s.d 15
tahun sebagai berikut (Sunarto& Agung, 2002:155): (1) siswa cenderung banyak
murung dan tidak dapat diterka, (2) siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk
menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri, (3) ledakan-ledakan kemarahan
sangat mungkin terjadi,siswa cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan
membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri,
dan (5) siswamulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih
obyektif.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun
caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang
lain. Keterbukaan, perasaan, dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa
aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang
sasaran” (Hurlock, 2002:213).
Berdasarkan pendapat James C. Colemen (Sukmadinata, 2005), ada
beberapa cara untuk mengelola emosi yang konstruktif, yaitu: (1) bangkitkan rasa
humor dan kenyamanan, (2) berorientasi pada kenyataan; agar memperoleh emosi
yang positif, siswa remaja dibina untuk selalu berpijak pada kenyataan, dan (3)
pupuk emosi positif dan kurangi emosi negatif.
3. Perkembangan Sosial Siswa
Perkembangan sosial seseorang berlangsung sejak masa bayi baru lahir
hingga akhir hayatnya. Menurut Bruno (1987) perkembangan sosial merupakan
proses pembentukan konsep diri seseorang dalam bermasyarakat, baik dalam
kehidupan lingkungan keluarga, budaya, bangsa maupun dalam lingkungan yang
lebih luas lagi. Salah satu tokoh yang menjadi rujukan dalam pembahasan
mengenai perkembangan sosial adalah Erik Erikson.Erikson memperluas teori
psikodinamika dan psikoanalisis milik Freud dengan menambahkan dasar teorinya
mengenai tahap perkembangan sosial, penekanan pada identitas serta perluasan
metodologi.

Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson mengurutkan


delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam perkembangan

40
sosial, yang dikenal dengan “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.Lima
tahapan yang pertama adalah:

a. Rasa percaya vs tidak percaya (Trust vs mistrust)(0-18 bulan); tahap ini


berhubungan dengan perasaan nyaman kepercayaan dasar terhadap dunia ini.
Sosok Ibu biasanya adalah orang penting dalam dunia sang bayi. Dia adalah
orang yang harus memuaskan kebutuhan bayi tersebut akan makanan dan kasih
sayang. Apabila sosok Ibu tersebut tidak konsisten atau menolak, maka hal
tersebut akan menjadi sumber kekecewaan bagi bayi.
b. Otonom vs keraguan (Autonomy vs doubt) ( Usia 18 bulan - 3 tahun); anak-
anak dalam usia ini tidak lagi ingin bergantung seluruhnya pada orang lain.
Anak-anak akan berusaha meraih otonomi atas perilakunya. Orang tua harus
fleksibel dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengerjakan
sendiri segala sesuatu, juga senantiasa hadir untuk menuntun mereka dalam
membentuk rasa otonom. Orang tua yang terlalu ketat dan membatasi ruang
gerak anak, akan mengakibatkan munculnya rasa ketidakberdayaan dan
ketidakmampuan, yang selanjutnya akan melahirkan rasa malu dan keraguan
akan kemampuan dalam diri anak.
c. Rasa inisiatif vs rasa bersalah (Initiatif vs guilt) (Usia 3-6 tahun); anak pada
usia ini memiliki rasa inisiatif yang makin besar yang dapat didorong oleh
orang tua maupun orang dewasa lain yang berada dalam lingkungan sehari-hari
anak. Mereka mulai belajar bertanggung jawab atas diri mereka
sendiri.Pengembangan rasa tanggung jawab ini akan menumbuhkan inisiatif,
yang memungkinkan mereka untuk berlari, melompat, bermain, melempar dan
sebagainya. Namun, jika anak tidak diberi kepercayaan atau bahkan diberikan
hukuman atas upaya atau inisiatif yang dilakukannya,maka hal tersebut akan
dapat menimbulkan rasa bersalah.
d. Membuat vs minder (Industry vs inferiority) (Usia 6-12 tahun); pada tahap ini,
anak-anak mulai ingin membuat sesuatu. Keberhasilan seorang anak dalam
membuat sesuatu yang sesuai dengan standar yang diinginkan akan
menumbuhkan rasa puas dan bangga. Akan tetapi, kegagalan atau
ketidakmampuan dalam mengikuti suatu standar akan menciptakan citra diri
yang negatif dan perasaan minder.

41
e. Indentitas vs peranan (Indentity vs role confusion)(Usia 12-18 tahun);
seseorang mulai dihadapkan pada kondisi pencarian identitas diri dalam
kehidupannya.
Pertanyaan “siapa saya” menjadi penting selama masa remaja.Pada tahap
ini pengaruh lingkungan sekolah semakin besar bagi perkembangan sosial siswa.
Dalam hal ini, kondusif-tidaknya lingkungan yang dihadapi anak di sekolah akan
membantu siswa dalam perkembangan sosialnya ke arah positif. Kondusif-tidaknya
lingkungan sekolah tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, keteladanan perilaku guru, dan kualitas atau kepakaran guru dalam
melaksanakan tugas profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi siswa yang
sedang berada pada masa remaja.
Teori Erikson menekankan peran lingkungan dalam menyebabkan krisis
maupun dalam menentukan cara mengatasi krisis psikososial tersebut (Slavin,
2006: 51). Jika lingkungan sosial siswa memberikan respon positif terhadap
perilaku seseorang, maka krisis psikososial dapat teratasi dengan baik sehingga
perkembangan sosialnya akan bergerak ke arah positif. Sebaliknya, jika lingkungan
sosial seseorang memberikan respon negatif, maka seseorang tidak mampu
mengatasi krisis psikolsosial yang dihadapinya, sehingga perkembangan sosialnya
akan bergerak ke arah negatif.
Pada usia 6 – 18 tahun perkembangan sosial siswa sangat banyak
dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Selanjutnya menurut teori perkembangan
sosial yang dikemukakan Erikson (1963), siswa usia SMP berada pada tahap
perkembangan identity vs role confusion. Pada tahap ini siswa berada pada tahapan
mencari identitas dirinya, mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di
masyarakat tapi belum bisa mengatur dan memisahkan tugas dalam peran-peran
yang berbeda.Guru dapat menerapkan teori perkembangan sosial ini dengan cara
memberikan contoh atau tauladan yang baik bagi siswanya. Disaat siswa mencari
identitas dirinya, ia dapat meniru sosok gurunya.Selain itu secara sosial mereka
belum bisa menempatkan atau menerapkan ilmu yang didapat secara tepat sesuai
kadar dan peranannya. Jadi, guru perlu menjelaskan ilmu/materi bukan hanya
sekedar teorinya, tetapiharus menyangkut pengaplikasian ilmu yang tepat,
khususnya dalam mata pelajaran matematika.
Untuk dapat membantu perkembangan sosial siswa SMP secara maksimal,
seorang guru matematika dapat menggunakan strategi pembelajaran yang bersifat

42
demokratis dengan menerapkan model bimbingan bagi siswa, baik secara
individumaupun kelompok. Misalnya: melalui kegiatan pembelajaran pada materi
geometri, siswa diberikan arahan dan bimbingan untuk menyadari kehadiran
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat menggunakan contoh benda-
benda geometris yang konkretdan berada disekitar siswa seperti: permukaan meja,
papan tulis, jendela, alamari, bola volly, dan sebagainya. Melalui aktivitas
pembelajaran tersebut, siswa membangun pengetahuan dengan senantiasa
menyadari akan pentingnya materi bagi kehidupannya.
Disamping itu, melalui kegiatan diskusi dalam kelompok, siswa juga
diarahkan untuk bertukar pikiran dan mengemukakan pendapatnya. Melalui
kegiatan ini, siswa diberikan bimbingan dan arahan untuk senantiasa bertanggung
jawab atas pendapatnya serta saling menghargai perbedaan pendapat satu sama
lain. Dilain pihak, pembelajaran yang hanya difokuskan pada penguasan teori,
maka akan timbul kebingungan dalam diri siswa akan posisi dan peran dirinya
dalam mempelajari materi tersebut.
4. Perkembangan Kepribadian Siswa
Santrock (2014) menuliskan terdapat lima hal yang menjadi faktor
kepribadian pada diri remaja dan diakronimkan menjadi OCEAN. Faktor tersebut
adalah:

O Opennes (keterbukaan)
• Apakah lebih menyukai hal rutin atau suka mencoba hal baru?
• Apakah lebih menyukai hal praktis atau imajinatif?
• Apakah lebih memilih hal formal atau kebebasan?
C Conscientiousness (kehati-hatian)
• Apakah cenderung berhati-hati atau ceroboh?
• Apakah cenderung disiplin atau selalu spontan?
• Apakah penuh perencanaan atau sebaliknya?

E Extraversion (supel)
• Apakah mudah bersosialisasi atau sebaliknya?
• Apakah sering bercanda atau cenderung diam?
• Apakah cenderung mengasihi atau dikasihi?
A Agreeableness (keramahan)
• Apakah cenderung berhati lembut atau keras hati?
• Apakah mudah mempercayai orang lain atau justru mencurigai?
• Apakah mudah bekerjasama atau justru sebaliknya?

43
N Neuroticism (kestabilan emosi)
• Apakah cenderung tenang atau selalu cemas?
• Apakah menghargai diri sendiri atau mengasihani diri sendiri?
• Apakah selalu mantap atau penuh kegamangan?

Anda dipersilahkan mengkaji literatur lain mengenai faktor-faktor


kepribadian yang tentu mungkin berbeda. Misal, Lee dan Ashton pada Santrock
(2014) menambahkan satu faktor selain lima faktor di atas, yakni honesty-humility
(kejujuran dan kerendahan hati).
Perkembangan kepribadian siswa yang berimplikasi pada hal-hal berikut
dalam pembelajaran.
a. Penanaman nilai religius dan moral dalam setiap pertemuan pembelajaran
penting dilakukan agar kepribadian siswa berkembang ke arah positif.
Berbagai permasalahan remaja yang muncul seiring perkembangan jaman
seperti perkelahian antar remaja, narkoba, pornografi, dan lain-lain dipercaya
salah satunya disebabkan oleh lemahnya nilai religius dan moral yang diterima
siswa dari lingkungan sekitarnya.
b. Pemahaman diri remaja tentangdirinya sendiribelum stabil dan terus berubah.
Remaja cenderung sangatsensitif terhadap kritikpribadi.Sebagai implikasinya,
guru diharapkan berusaha mengenal siswa di kelas yang diampunya sebaik
mungkin pada setiap awal tahun pembelajaran. Guru sebaiknya memahami
kombinasi unik masing-masing siswa dari kemampuan maupun gaya
belajarnya. Selanjutnya, dalam setiap pembelajaran selalu sisipkan pesan
positif tentang diri mereka sendiri misal dengan sanjungan atau cita-cita masa
depan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan self-efficacy siswa.Self-efficacy
adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memberikan
hasil yang menguntungkan. Albert Bandura pada Santrock (2011) menyatakan
bahwa self- efficacy merupakan faktor penting yang menentukan berhasil
tidaknya siswa dalam pembelajaran.
c. Siswa usia remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap berbagai hal.
Pemahaman mereka tentang dunia terus berkembang terhadap hal-hal yang
dahulu mereka tidak pahami. Sebagai implikasinya, guru disarankan
menyampaikan materi dikaitkan hal-hal kontekstual di kehidupan sehari-hari
siswa. Gunakan rasa ingin tahu tersebut sebagai modal untul melaksanakan

44
pembelajaran dengan pendekatan inquiry learning atau discovery learning.
Dalam proses pembelajaran, lakukan aktivitas yang menghubungkan antara
apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang akan mereka pelajari.
d. Pada remaja, autonomy mereka tumbuh dengan mengekspresikan diri dan
sering mempertanyakan otoritas orang lain terhadap dirinya. Terkait proses
pembelajaran, mereka perlu memahami tujuan pembelajaran, kegiatan yang
akan dilakukan, mengapa pembelajaran itu penting bagi mereka, dan
sebagainya. Untuk itu pada proses pembelajaran, penting bagi guru
menginformasikan hal-hal tersebut di awal pembelajaran matematika untuk
menjawab keingintahuan mereka.
e. Melalui pendekatan yang tepat, pembelajaran matematika dapat menumbuhkan
faktor conscientiousness pada remaja , yakni kepribadian yang disiplin, penuh
perencanaan, dan teliti. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan No 58
Tahun 2013 tentang Kurikulum bagi SMP/MTs mencantumkan bahwa salah
satu manfaat belajar adalah melatih cara berpikir yang sistematis, melatih
menjadi individu yang cermat, teliti dan tidak ceroboh.
f. Telah dibahas di atas, salah satu faktor kepribadian pada remaja adalah
extraversion dimana remaja cenderung menyukai humor dan candaan. Guru
dapat menyisipkan teka-teki, humor, ice breaking yang mencairkan suasana
kelas namun tetap sejalan dengan tujuan pembelajaran. Dengan membuat
suasana kelas menjadi pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning),
siswa akan lebih nyaman mengikuti proses pembelajaran.
g. Pembelajaran dengan cooperative learning memiliki manfaat positif untuk
mengembangkan faktor agreeableness pada kepribadian siswa. Kerjasama,
memahami orang lain, memiliki simpati dan empati, merupakan sikap-sikap
yang dapat dikembangkan dalam proses cooperative learning.
5. Perkembangan Intelektual Siswa
Perkembangan intelektual adalah proses perubahan kemampuan individu
dalam berpikir. Membahas tentang perkembangan intelektual berarti membahas
tentang perkembangan individu dalam berpikir atau proses kognisi atau proses
mengetahui. Macam perkembangan intelektual siswa yang akan dikaji meliputi
teori Piaget, SOLO, dan Van Hiele.
Menurut Piaget (Slavin, 2006)dalam perkembangan intelektual ada tiga hal
penting yang menjadi perhatian, yaitu struktur, isi, dan fungsi.Struktur atau

45
skemata (schema) merupakan organisasi mental yang merupakan hasi interaksi
seseorang dengan lingkungan.Isi merupakan pola perilaku anak yang khas yang
tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi
yang dihadapinya.Fungsi adalah cara yang digunakan seseorang untuk membuat
kemajuan intelektual. Menurut Piaget,perkembangan intelektual didasarkan pada
dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.Organisasi memberikan pada
organismkemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses
fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
Adaptasiterhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan
akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan
skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan
akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan
rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu.Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan
struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur
yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium).
Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang
lebih tinggi daripada sebelumnya.
Piaget membagi perkembangan intelektual anak-anak dan remaja menjadi
empat tahap, yaitu: sensori-motori, pra-operasional, operasional konkret, dan
operasional formal. Piaget meyakini bahwa semua anak melewati tahap-tahap
tersebut sesuai dengan tahapannya.Walaupun anak-anak yang berbeda melewati
tahap- tahap tersebut dengan kecepatan yang berbeda-beda.Siswa SMP berada pada
akhir tahap operasional konkrit memasuki tahap operasional formal dengan
karakteristik sebagai berikut.

46
a. Tahap operasional konkrit, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini, yaitu 1) anak sudah mulai menggunakan aturan-
aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan, 2)
anak tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan karena anak sudah
berfikirdengan “kemungkinan”, dan 3) anak telah melakukan pengklasifikasian
dan pengaturan masalah.
b. Tahap operasional formal, yakni perkembangan intelektual yang terjadi pada
usia 11-15 tahun. Pada tahap ini kondisi berfikir anak, yaitu: 1) bekerja secara
efektif dan inovatif, 2) menganalisi secara kombinasi, 3) berfikir secara
proporsional, dan 4) menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam
isi.
Biggs dan Collins (1982) menemukan teori Structure of the Observed
Learning Outcome (SOLO) yaitu struktur hasil belajar yang teramati. Taksonomi
SOLO digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam merespon masalah
yang diklasifikasikan menjadi lima level berbeda dan bersifat hirarkis yaitu:
prestructural, unistructural, multistructural, relational, dan extended-abstract.
Siswa pada level prestruktural tidak dapat melakukan tugas yang diberikan
atau melaksanakan tugas dengan data yang tidak relevan. Siswa pada level
unistruktural dapat menggunakan satu penggal informasi dalam merespons suatu
tugas (membentuk suatu data tunggal). Siswa pada level multistruktural dapat
menggunakan beberapa penggal informasi tetapi tidak dapat menghubungkannya
secara bersama-sama (mempelajari data pararel). Siswa pada level relational dapat
memadukan penggalan-penggalan informasi yang terpisah untuk menghasilkan
penyelesaian dari suatu tugas. Siswa pada level extended abstrak dapat menemukan
prinsip umum dari data terpadu yang dapat diterapkan untuk situasi baru
(mempelajari konsep tingkat tinggi).
Perkembangan intelektual yang didasarkan pada teori Van Hiele
menguraikan tahap-tahap perkembangan intelektual anak dalam geometri(Van de
Walle, 2007).Berdasarkan hasil risetnya, Van Hiele melahirkan beberapa
kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami
geometri.Menurut Van Hiele tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu
waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga
unsur tersebut dapat ditata secara terpadu, maka akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.Van Hiele

47
menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitutahap
pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi.
a. Level 0: Visualisasi (visualization). Pada tahap ini siswa mulai belajar
mengenal suatu bangun geometri secara keseluruhan namun belum mampu
mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya.
b. Level 1: Analisis (analysis).Pada tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-
sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamatinya. Namun, siswa belum
mampu mengetahui hubungan yang terkait antar suatu benda geometri dengan
benda geometri lainnya.
c. Level 2: Deduksi informal (informal deduction). Pada tahap ini siswa sudah
mampu mengetahui hubungan keterkaitan antar bangun geometri. Anak yang
berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun bangun geometri
dan anak sudah dapat menarik kesimpulan secara deduktif. Tetapi belum
mampu memberi alasan secara rinci.
d. Level 3: Deduksi (deduction). Pada tahap ini anak sudah dapat menarik
kesimpulan secara deduktif. Dalam tahap ini siswa sudah mampu menarik
kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat
khusus.
e. Tahap Akurasi (rigor). Tahap akurasi merupakan tahap tertinggi dalam
memahami geometri. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa
pentingnyaketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu
pembuktian.
6. Perkembangan Moral Siswa
Dalam kamus filsafat dan psikologi, moral berarti perilaku yang secara
oposisi akan selalu dihadapkan pada benar-salah atau baik-buruk. Kategorisasi
tersebut bersandar dan berdasar pada norma-norma sosial. Dengan kata lain, moral
merupakan ajaran mengenai baik dan buruk suatu perbuatan. (Sudarsono, 1993:
159). Secara ringkas, Gunarsa (2003) menyatakan moral adalah rangkaian nilai
tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi.Ini diperkuat oleh pengertian
moral menurut kamus Merriam-Webster versi online, yang dinyatakan bahwa
moral adalah “proper ideas and beliefs about how to behavein a way that is
considered right and good by most people”.(ide-ide murni dan kepercayaan
mengenai bagaimana berkelakuan yang dapat dianggap benar dan baik oleh
kebanyakan orang).

48
Jadi, seseorang dikatakan bermoral (atau bermoral baik) jika ia bersikap dan
bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang diterima luas dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat.
Tahap-tahap perkembangan moralmenurut John Dewey, yaitu:
a. Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada
aturan.
b. Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan
pada kekuasaan.
c. Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang
didasarkan pada resiprositas.
Teori lain yang lebih detil dan berdasarkan hasil penelitian, dikemukakan
oleh Lawrence Kohlberg. Teori Kohlberg dipengaruhi oleh teori perkembangan
kognitif dari Jean Piaget dan berdasarkan pada penalaran moral dan berhubungan
dengan keadilan yang dirasakan manusia.
Berikut ini tahap perkembangan moral manusia menurut Kohlberg.

a. Tingkat Pra-Konvensional(Preconventional/Premoral) Tingkat ini umumnya


pada anak usia bayi hingga balita.
1) Tahap 1: Orientasi kepatuhan dan hukuman (Obedience and punishment
orientation). Anak memandang moral suatu tindakan berdasarkan hukuman
yang diterimanya. Jika tidak dihukum, ia akan memandangnya boleh,
namun jika dihukum maka perbuatan itu dianggap salah.
2) Tahap 2: Orientasi minat pribadi (Naively egoistic orientation) Penalaran
moral anak pada tahap berikutnya adalah apa untungnya buat saya? Pada
tahap ini anak mulai kurang memberikan perhatian pada orang lain. Semua
tindakan untuk melayani kebutuhan diri sendiri.
b. Tingkat Konvensional (Conventional/Role Conformity)
Tingkat ini berlaku umumnya pada anak usia remaja.
1) Tahap 3: Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (Good-
boy/good-girl orientation). Pada tahap ini anak mulai mengetahui bahwa
moral suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya dalam hubungan
dengan orang lain, dengan konsekuensi berupa rasa hormat, rasa terima
kasih.
2) Tahap 4: Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (Authority and
social-order-maintaining orientation). Pada tahap ini anak memandang

49
moral ditentukan oleh kepatuhan pada aturan sosial untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (lebih dari kebutuhan pribadinya).Faktor celaan
menjadi bagian yang signifikan dalam tahap ini.
c. Tingkat Pasca-Konvensional (Postconventional/Self-Accepted Moral
Principles)
Tahap ini menuju pada pendewasaan, di mana anak mulai pada tingkat
berprinsip.Setiap tindakannya dengan perspektif pribadi.
1) Tahap 5: Orientasi kontrak sosial (Contractual/legalistic orientation). Pada
tahap ini, anak memandang setiap individu memiliki pendapat dan nilai
yang berbeda-beda, sehingga tidak ada pilihan yang pasti benar atau pasti
salah.Moral setiap tindakan ditentukan oleh seberapa cenderung orang
mematuhi keputusan mayoritas dan kompromi.
2) Tahap 6: Prinsip etika universal (The morality of individual principles of
conscience). Pada tahap ini, orang sudah mulai menilai baik buruknya
tindakan berdasarkan prinsip etika yang berlaku universal.Seseorang selalu
bertindak karena tindakan itu benar, bukan karena hukum yang berlaku,
ada maksud pribadi, atau pun ada persetujuan sebelumnya.
Selanjutnya, berkaitan dengan cara pembelajaran moral atau meningkatkan
moral siswa dalam pembelajaran, Paul Suparno, dkk (2002) mengemukakan ada
empat model penyampaian pembelajaran moral yaitu:
a. Model sebagai mata pelajaran tersendiri
b. Model terintegrasi dalam semua bidang studi.
c. Model di luar pengajaran.
d. Model gabungan.
Menurut Lickona (dalam Paul Suparno, dkk: 2002), terdapat tiga unsur
dalam menanamkan nilai moral, yaitu antara lain:
a. Penalaran moral
Penalaran moral sering juga disebut pengertian,pemahaman, pemikiran,
atau pertimbangan moral.Hal ini merupakan aspek kognitif nilai moral.Ini perlu
diajarkan dalam pendidikan moral kepada siswa, peran pendidik membantu
mereka untuk memahami mengapa suatu tindakan perlu dilakukan atau tidak
dilakukan.
b. Perasaan moral
Aspek ini menekankan pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak
baik. Wujud kongkrit perasaan moral adalah perasaan mencintai kebaikan dan

50
sikap empati terhadap orang lain. Karena itu guru perlu memahami,
mengajarkan serta mengembangkan perasaan moral tersebut melalui sentuhan
hati nurani dan pembiasaan sikap empati kepada siswa.
c. Tindakan moral
Kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral kedalam
perilaku atau tindakan nyata.Tindakan-tindakan moral ini harus difasilitasi agar
muncul dan berkembang dalam pergaulan remaja/siswa, misalnya lewat
kegiatan ekstrakurikuler.

E. Model Pembelajaran IPA Menurut Kurikulum 2013 Revisi 2016


Berikut adalah definisi model pembelajaran menurut para ahli yang dikutip oleh
M. Sobry Sutikno diantaranya adalah :
1. Model pembelajaran menurut Joyce dan Weil digunakan untuk sosok utuh
konseptual dari aktivitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat diterima dan
secara operasional dapat dilakukan. Secara khusus, istilah model pembelajaran
diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan.
2. Menurut Arends yang dikutip Agus Suprijono, model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalam tujuan-tujuan pembelajaran,
tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas.
3. Menurut Sunarwan mengartikan model pembelajaran sebagai gambaran tentang
keadaan nyata.
4. Menurut Dahlan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur meteri pelajaran, dan member
petunjuk kepada pengajar dikelas dalam settingpengajaran ataupun setting lainnya.
5. Pengertian model pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pembelajaran adalah kerangka konseptual dan operasional pembelajaran
yang memiliki nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya. Sedangkan
pendekatan pembelajaran merupakan cara pandang yang digunakan seorang pendidik
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Cara pandang tersebut perlu
direalisasikan dalam pembelajaran dengan menggunakan model atau metode
pembelajaran tertentu.

51
Dari beberapa definisi model pembelajaran diatas, dapat ditarik kesimpulan,
bahwa model pembelajaran fisika adalah sebagai kerangka konseptual dalam
keseluruhan alur atau langkah-langkah kegiatan pembelajaran fisika yang tergambar
secara sistemik, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru atau perancang
pembelajaran fisika dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Dengan kata lain, model pembelajaran fisika adalah suatu rangkaian atau
rancangan segala sesuatu dalam pembelajaran fisika yang antara lain meliputi
kegiatan dalam pembelajaran, tahap-tahapan, pengelolaan kelas dan juga tujuan
pembelajaran. Seperti yang kita tahu bahwa model pembelajaran fisika adalah
sebagai pedoman seorang guru dalam menentukan jalannya pembelajaran fisika demi
terwujudnya suatu tujuan pembelajaran yang sudah di tentukan, agar memudahkan
siswanya dalam memahami materi pelajaran fisika.
Berdasarkan kurikulum 2013 revisi 2016 terdapat empat model pembelajaran
yang disarankan antara lain:
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Berbasis Masalah atau sering disebut dengan Problem Based
Learning. Model Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa pengertian yaitu
sebagai berikut.
Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pengajaran bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis
dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan (Duch,
1995).
Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan
masalah-masalah praktis, berbentuk open ended melalui stimulus dalam belajar.
Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi,
memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Menurut Ward, 2002: Stepien, dkk., 1993 menyatakan bahwa model Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa

52
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Ratnaningsih, 2003: menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu
konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal
pembelajaran.
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis
Masalah yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan Problem-based Learning (PBL)
merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah
nyata.
PBL dimulai dengan suatu masalah yang memicu ketidaksetimbangan kognitif
pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga
memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah. Penerapan PBL dalam
pembelajaran dapat mendorong pebelajar mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana
berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia
membelajarkan dirinya.Lebih lanjut. PBL juga bertujuan untuk membantu pembelajar
belajar secara mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan
belajar yang konstruktivistik.
Karakteristik model pembelajaran PBL menurut Rusman (2011: 232) adalah
sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang
tidak terstuktur.
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam belajar.
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya
dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalah.

53
i. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar.
j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Sintaks model pembelajaran Problem Based Learning menurut Permendikbud no
59 (2014: 924) terdiri atas lima tahap seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Sintaks PBL


Fase pertama yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah. Pembelajaran
diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatanyang akan dilakukan.
Pendidik sebagai fasilitator harus mampu menjelaskan dengan rinci apa yang yang
harus dilakukan oleh peserta didik dan bagaimana pendidik mengevaluasi proses
pembelajaran. Sehingga peserta didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan
dilakukan.
Fase kedua adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Dalam
memecahkan masalah, peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan
temannya. Oleh sebab itu, pembelajaran dapat dimulai dengan pembentukan kelompok.
Permendikbud no 59 (2014: 926) menyatakan “prinsip-prinsip pengelompokan peserta
didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan seperti kelompok harus
heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor
sebaya, dan sebagainya”. Setelah pembentukan kelompok, selanjutnya menetapkan
subtopik-subtopik yang spesifik dan tugas-tugas penyelidikan. Kemudian pendidik
memonitor kerja kelompok agar dapat mengoptimalkan kegiatan penyelidikan.

54
Fase ketiga membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Penyelidikan
dilakukan melalui tahap pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan
penjelasan, dan memberikan pemecahan. Peserta didik mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen untuk memahami situasi permasalahan. Setelah peserta didik
mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang
mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk
hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Kemudian tugas pendidik untuk menilai
penjelasan peserta didik tersebut dalam bentuk pertanyaan.
Fase keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Setelah
melakukan penyelidikan maka peserta didik harus menyajikan hasil penyelidikannya
tersebut dalam bentuk laporan tertulis, video dan sebagainya. Langkah selanjutnya
adalah menampilkan hasil karya peserta didik di depan kelas, kemudian kelompok lain
dan pendidik memberikan umpan balik.
Fase kelima yaitu analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini
merupakan tahap akhir dalam PBL. Setelah menyajikan hasil penyelidikan, peserta
didik bersama kelompok menganalisis dan mengevaluasi kegiatan penyelidikan yang
mereka lakukan. Pendidik meminta saran dan pendapat yang diterima saat penyajian
hasil karya kelompok dapat dijadikan bahan untuk untuk merekonstruksi pemikiran dan
aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.

2. Model Pembelajaran Discovery Learning


Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund ”discovery adalah
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”.
Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya
(Roestiyah, 2001:20). Berikut ini beberapa pengertian menurut beberapa ahli yaitu:
a. Menurut Kamus Inggris-Indonesia (Bambang M. dan Munir, 2007) Discovery
berasal dari kata “Discover” yang berarti menemukan dan “Discovery” adalah
penemuan. Bahasa Indonesia memberi pengertian Discover sebagai menemukan.
Makna menemukan dalam pembelajaran mengarah pada pengertian memperoleh
pengetahuan yang membawa kepada suatu pandangan. Cara belajar dengan
menemukan (Discovery Learning) ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam
dialog antara Socrates dan seorang anak.

55
b. Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang
terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa:
“Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the
student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required
to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986). Ide dasar Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
c. Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:
43).
d. Menurut Suprijono (2010:69) discovery learning merupakan pembelajaran
beraksentuasi ada masalah-masalah kontekstual. Proses belajar model ini meliputi
proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini siswa
memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Pada tahap ini
siswa melakukan penyandian atau encoding atas informasi yang diterimanya.
Berbagai respon diberikan siswa atas informasi yang diperolehnya. Ada yang
menganggap informasi yang diterimanya sebagai sesuatu yang baru. Ada pula yang
menyikapi informasi yang diperolehnya lebih mendalam dan luas dari pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat peneliti simpulkan bahwa Model
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Teori Tentang Model Pembelajaran Discovery Learning, yaitu Teori Belajar
Jerome Bruner. Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery learning.
Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong
untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai
objek budaya. Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman
dengan melakukan kegiatian yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat
membangkitkan rasa keingintahuan siswa.

56
Karakteristik utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan
baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang
sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
a. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
c. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
e. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
i. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
j. Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran;
seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
k. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
l. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa
lain dan guru.
m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
n. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
o. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
p. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.

Sintaks model pembelajaran discovery learning yaitu,


a. Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah
sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya)
3) Memilih materi pelajaran.

57
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi)
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, langkah-langkah model Discovery Learning adalah
seperti pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Sintaks Discovery Learning


1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah).
3) Data collection (Pengumpulan Data)

58
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi,
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004 : 244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi.

3. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL)


Model pembelajaran berbasis proyek dalam Abidin (2007:167) merupakan
model pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu
proyek pembelajaran tertentu. Model pembelajaran berbasis proyek ini sebenarnya

59
bukanlah model baru dalampembelajaran. Walaupun MPBP dapat dikatakan
sebagai model lama, model ini masih banyak digunakan dan terus dikembangkan
karena dinilai memiliki keunggulan tertentu dibanding dengan model pembelajaran
lain. Salah satu keunggulan tersebut yaitu merupakan salah satu model pembelajaran
yang sangat baik dalam mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang harus
dimiliki siswa termasuk keterampilan berfikir, keterampilan membuat keputusan,
kemampuan berkreativitas, kemampuan memecahkan, dan sekaligus dipandang
efektif untuk mengembangkan rasa percaya diri danmanajemen diri para siswa.

Project Based Learning ialah proses pembelajaran yang secara langsung


melibatkan siswa untuk menghasilkan suatu proyek. Pada dasarnya model
pembelajaran ini lebih mengembangkan keterampilan memecahkan dalam mengerjakan
sebuah proyek yang dapat menghasilkan sesuatu. Dalam implementasinya, model
ini memberikan peluang yang luas kepada siswa untuk membuat keputusan dalam
memiliki topik, melakukan penelitian, dan menyelesaikan sebuah proyek tertentu.
pembelajaran dengan menggunakan proyek sebagai metoda pembelajaran. Para
siswa bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat
menghasilkan produk secara realistis.
Karakteristik Model Project Based Learningdari Diffily and Sassman dalam
Abidin (2007:168) menjelaskan bahwa model pembelajaran ini memiliki tujuh
karakteristik sebagai berikut:
a. Melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran
b. Menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata
c. Dilaksanakan dengan berbasis penelitian
d. Melibatkan berbagai sumber belajar
e. Bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan
f. Dilakukan dari waktu ke waktu
g. Diakhiri dengan sebuah produk tertentu.

Sintaks model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat terlihat pada
Gambar 8 berikut.

60
Gambar 8. Sintaks Model Project Based Learning (PjBL)
a. Menyiapkan Pertanyaan Atau Penugasan Proyek
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapatmemberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil
topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigas
mendalamdan topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
b. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses
untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Menyusun jadwal (Create a Schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3)membawa
peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika
mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek,dan (5) meminta peserta
didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
d. Memonitor Kegiatan dan Perkembangan Proyek(Monitor the Students and the
Progress of the Project)
Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi

61
peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor
bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah
rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
e. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik,memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu
pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan
peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada akhirnyy ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama
pembelajaran.

4. Model PembelajaranInquiry Based Learning (IBL)


Kata “Inquiry” berasal dari bahasa inggris yang berarti mengadakan
penyelidikan, menanyakan keterangan, melakukan pemeriksaan (Echols dan Hassan
Shadily, 2003: 323). Sedangkan menurut Gulo (2005:84) inkuiri berarti pertanyaan
atau pemeriksaan, penyelidikan. Sumantri (1999:164), menyatakan bahwa metode
inquiry adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatankepada peserta
didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode inquiry
berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, dan
menempatkan siswa dalam suatu peran yang menuntut inisiatif besar dalam
menemukan hal-hal penting untuk dirinya sendiri.
Pendekatan IBL adalah suatu pendekatan yang digunakan dan mengacu pada
suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi), atau
mempelajari suatu gejala. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu
mengusahakan agar siswa selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang
disajikan guru bukan begitu saja diberitahukan dan diterima oleh siswa, tetapi
siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai

62
pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan
oleh guru.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Inquiry
Based Learning (IBL) adalah sebuah teknik mengajar di mana guru melibatkan
siswa di dalam proses belajar melalui penggunaan cara-cara bertanya, aktivitas
problem solving, dan berpikir kritis. Hal ini akan memerlukan banyak waktu dalam
persiapannya.
Sintaks model pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) menurut Pedaste dkk
(2015: 54)
a. Orientasi (Orientation)
Berfokus pada merangsang minat dan rasa ingin tahu terkait dengan masalah yang
dihadapi. Selama fase ini topik belajar diperkenalkan berdasarkan lingkungan sekitar
yang diberikan oleh guru atau ditemukan sendiri oleh peserta didik. Variabel utama
yang diidentifikasi selama tahap orientasi adalah memunculkan permasalahan.
b. Konseptualisasi (conceptualization)
Fase konseptualisasi (conceptualization) merupakan proses memahami konsep-
konsep dari permasalahn masalah yang dimunculkan. Fase ini dibagi menjadi sub-fase,
questioning (pertanyaan) dan hypothesis generation (hipotesis umum). Kedua sub-fase
tersebut sama-sama menghasilkan hasil yang belum dapat dibedakan. Pada sub-fase
questioning (pertanyaan) proses menghasilkan pertanyaan berdasarkan masalah yang
muncul, sementara pada sub fase hypothesis generation (hipotesis umum) proses
menghasilkan hipotesis terhadap masalah. Kedua sub fase ini didasarkan pada teori
kebenaran dan berisi variabel bebas dan terikat, tetapi memiliki satu perbedaan utama,
dimana hipotesis diarahkan kepada hubungan antara variabel yang diberikan dalam
hipotesis yang tidak muncul dalam kasus pertanyaan penelitian. Secara umum, hipotesis
adalah penyusunan pernyataan atau seperangkat pernyataan, sementara pertanyaan
adalah penyusunan pertanyaan yang dapat diinvestigasi. Dengan demikian, hasil dari
fase Konseptualisasi adalah pertanyaan penelitian atau hipotesis yang akan diteliti atau
keduanya jika pertanyaan penelitian pertama dirumuskan dan kemudian hipotesis yang
dihasilkan berdasarkan pertanyaan.
c. Investigasi (investigation).
Fase investigasi (investigation) merupakan fase di mana rasa ingin tahu yang
berubah menjadi tindakan untuk menanggapi pertanyaan penelitian yang muncul atau
hipotesis. Sub-fase investigasi meliputi eksplorasi, eksperimentasi, dan data interpretasi.

63
Pada sub-fase eksplorasi, proses pembuatan data yang sistematis dan terencana atas
dasar pertanyaan penyelidikan yang muncul, sub-fase eksperimentasi proses merancang
dan melakukan percobaan untuk menguji hipotesis sedangkan sub-fase data interpretasi,
difokuskan pada proses pembuatan makna dari data yang dikumpulkan dan mensintesis
pengetahuan baru.Hasil akhir dari fase investigasi merupakan interpretasi data
(formulasi dari hubungan antara variabel) yang akan memungkinkan kembali ke
pertanyaan penelitian atau hipotesis dan mengambil kesimpulan mengenai apa yang
dipertanyakan atau hipotesis.
d. Kesimpulan (conclusion)
Fase kesimpulan (conclusion) merupakan fase di mana kesimpulan dasar dari
pelajaran yang dilakukan. Pada fase ini peserta didik menjawab pertanyaan penelitian
atau hipotesis dan mempertimbangkan apakah ini menjawab atau mendukung oleh hasil
penelitian. Ini dapat melahirkan wawasan teoritis yang baru. Hasil dari fase kesimpulan
(conclusion) merupakan kesimpulan akhir tentang temuan dari pembelajaran berbasis
inquiry, menanggapi pertanyaan penelitian atau hipotesis
e. Diskusi (Discussion)
Fase diskusi (discussion) terdiri sub-fase komunikasi (communication) dan
refleksi (reflection). Komunikasi dapat dilihat sebagai proses eksternal di mana peserta
didik hadir dan berkomunikasi terhadap temuan dan kesimpulan mereka kepada peserta
didik lain, dan menerima umpan balik dan komentar dari orang lain, dan kadang-kadang
bisa mendengarkan orang lain dan mengartikulasikan dengan pemahaman sendiri.
Refleksi didefinisikan sebagai proses mencurahkan apa pun yang ada dalam pikiran
peserta didik, misalnya, pada keberhasilan proses penyelidikan (inquiry) atau
menyarankan bagaimana proses pembelajaran berbasis inquiry dapat ditingkatkan
kedepannya. Hal ini dipandang sebagai proses internal (Apa yang saya lakukan?
Mengapa saya melakukannya? Apakah saya melakukannya dengan baik? Apa pilihan
lain pada situasi yang sama?). dalam proses ini, beberapa kegiatan, seperti bermain
peran, menulis buku harian atau narasi, dan membimbing pertanyaan. Dengan
demikian, refleksi sering lebih terfokus pada proses pembelajaran berbasis inquiry dan
komunikasi terfokus pada hasil yang didapatkan. Kedua sub-fase diskusi ini dapat
dilihat sebagai terjadi pada dua tingkat kemungkinan: (1) berkomunikasi atau refleksi
pada seluruh proses di akhir pembelajaran berbasis inquiry atau (2) komunikasi dan
refleksi dalam seluruh proses disetiap masing-masing fase sebelumnya.

64
Kelima fase dari model Inquiry Based Learning (IBL) berlangsung secara paralel
satu sama lain yang saling berhubungan. Terutama pada fase komunikasi yang bisa
terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Karakteristik Model Inquiry Based Learning yaitu model inquiry ini berangkat
dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan
untuk menemukan sendiri pengetahunanya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam
disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. Sejak kecil manusia
memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indra pengecapan,
pendengaran, penglihatan dan indraindra lainnya.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri
ini, yaitu :
a. Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
menari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan. Dengan
demikian strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
c. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.Tujuan utama
pembelajaran melalui model Inquiry Based Learning ini adalah menolong siswa
untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar
rasa ingin tahu mereka.

65
BAB III
PEMBAHASAN

A. Matriks Teori Belajar, Perkembangan Peserta Didik SMP dan Model Pembelajaran Kurikulum 2013
Tabel 1.Matriks Teori Belajar, Perkembagan Peserta Didik SMP dan Model Pembelajaran Kurikulum 2013
Perkembangan Peserta Didik Kegiatan yang dapat
Teori Belajar Model Pembelajaran
SMP Dilakukan
1. Teori Belajar Behaviorisme 1. Perkembangan Fisik  Peserta didik 1. Model Pembelajaran Problem Based
 Behaviorisme adalah teori Peserta Didik melakukan kegiatan Learning (PBL)
perkembangan perilaku,  Perkembangan fisik praktikum dan Karakteristik :
yang dapat diukur, diamati meliputi perubahan diskusi a.Permasalahan menjadi starting point dalam
dan dihasilkan oleh perubahan dalam tubuh dan dilaboratorium belajar.
respons pelajar terhadap perubahan – perubahan sehingga dapat b.Permasalahan yang ada di dunia nyata yang
rangsangan. Tanggapan dalam cara individu melakukan berbagai tidak terstuktur.
terhadap rangsangan dapat menggunakan tubuhnya . aktivitas yang c.Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
diperkuat dengan umpan Pada masa ini dengan mendukung (multiple perspective).
balik positif atau negatif energi fisik yang cukup perkembangan fisik d.Permasalahan, menantang pengetahuan yang
terhadap perilaku kondisi berlimpah, peserta didik peserta didik. dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi
yang diinginkan. Hukuman cenderung bosan dengan yang kemudian membutuhkan identifikasi
kadang-kadang digunakan aktivitas yang hanya duduk kebutuhan belajar dan bidang baru dalam
dalam menghilangkan atau atau melakukan aktivitas belajar.
mengurangi tindakan tidak yang sama dalam periode e.Belajar pengarahan diri menjadi hal yang
benar, diikuti dengan waktu yang panjang. utama.
menjelaskan tindakan yang 2. Perkembangan  Peserta didik f.Pemanfaatan sumber pengetahuan yang
diinginkan. Emosioanal Peserta Didik diberikan suatu beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber
 Perkembangan emosi permasalah yang informasi merupakan proses yang esensial
2. Teori Belajar Kognitivisme meliputi (1) siswa harus dicari dalam PBL.
 Teori kognitif adalah teori cenderung banyak murung solusinya sehingga g.Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan
yang umumnya dikaitkan dan tidak dapat diterka, (2) ketika peserta didik kooperatif.
dengan proses belajar. siswa mungkin bertingkah mendapatkan solusi h.Pengembangan keterampilan inquiry dan

66
Kognisi adalah laku kasar untuk menutupi dari permasalahan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
kemampuan psikis atau kekurangan dalam hal rasa tersebut peserta penguasaan isi pengetahuan untuk mencari
mental manusia yang percaya diri, (3) ledakan- didik akan lebih solusi dari sebuah permasalah.
berupa mengamati, ledakan kemarahan sangat percaya diri dengan i.Keterbukaan proses dalam PBL meliputi
melihat,menyangka, mungkin terjadi,siswa kemampuannya. sintesis dan integrasi dari sebuah proses
memperhatikan, menduga cenderung tidak toleran belajar.
dan menilai. Dengan kata terhadap orang lain dan j.PBL melibatkan evaluasi dan review
lain, kognisi menunjuk membenarkan pendapatnya pengalaman siswa dan proses belajar.
pada konsep tentang sendiri yang disebabkan Sintak :
pengenalan. kurangnya rasa percaya Fase 1: Mengorientasikan siswa/mahasiswa
diri, dan (5) siswa mulai pada masalah
3. Teori Belajar Sibernatik mengamati orang tua dan Fase2: Mengorganisasikan pebelajar untuk
 Teori belajar sibernetik guru-guru mereka secara belajar
adalah usaha guru untuk lebih obyektif. Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan
membantu siswa mencapai 3. Perkembangan Sosial  Peserta didik kelompok
tujuan belajarnya secara Peserta Didik diminta untuk Fase4: Mengembangkan dan menyajikan hasil
efektif dengan cara  Proses pembentukan bekerja karya
memfungsikan unsur-unsur konsep diri seseorang berkelompok dengan Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses
kognisi siswa, terutama dalam bermasyarakat, baik anggota kelompok pemecahan masalah
unsur pikiran untuk dalam kehidupan yang heterogen.
memahami stimulus dari lingkungan keluarga, 2. Model Discovery Learning
luar melalui proses budaya, bangsa maupun Karakteristik :
pengolahan informasi. dalam lingkungan yang a.mengeksplorasi dan memecahkan masalah
lebih luas lagi. untuk menciptakan, menggabungkan dan
4. Teori Belajar Informatik 4. Perkembangan  Peserta didik dapat menggeneralisasi pengetahuan;
 Teori tersebut umumnya Kepribadian Peserta berdiskusi dengan b.berpusat pada siswa; kegiatan untuk
berpijak pada dua asumsi Didik teman satu c.menggabungkan pengetahuan baru dan
yaitu :  Dalam perkembangan kelompoknya pengetahuan yang sudah ada
o Bahwa antara kepribadian, konsep diri sehingga dapat
stimulus dan respon dan sifat sifat seseorang melatih sikap Sintak :

67
terdapat suatu seri merupakan hal atau bekerja sama dan 1.Persiapan
tahapan komponen penting dalam bekerja dalam tim. 2.Pelaksanaan
pemprosesan membentuk kepribadian a.Stimulation (stimulasi/pemberian
informasi dimana seseorang. rangsangan)
pada masing- b.Problem statement (pernyataan/identifikasi
masing tahapan 5. Perkembangan  Peserta didkik masalah)
dibutuhkan Intelektual Peserta Didik diminta c. Data collection (Pengumpulan Data)
sejumlah waktu  Perkembangan intelektual memecahkan suatu d.Data Processing (Pengolahan Data)
tertentu. adalah proses perubahan permasalah dalam e. Verification (Pembuktian)
o Stimulus yang kemampuan individu dalam kehidupan sehari- Generalization (menarik
diproses melalui berpikir. Membahas hari dengan kesimpulan/generalisasi
tahapan-tahapan tentang perkembangan melakukan
tadi akan intelektual berarti pengumpulan 3. Model PJBL
mengalami membahas tentang informasi dan Karakteristik :
perubahan bentuk perkembangan individu percobaan sehingga a.Melibatkan siswa secara langsung dalam
ataupun isinya. dalam berpikir atau proses kemampuan pembelajaran
kognisi atau proses intelektualnya dapat b.Menghubungkan pembelajaran dengan dunia
5. Teori Belajar mengetahui. terasah. nyata
Konstruktivisme c.Dilaksanakan dengan berbasis penelitian
 belajar juga dipengaruhi 6. Perkembangan Moral Guru dapat mengoreksi d.Melibatkan berbagai sumber belajar
oleh konteks, keyakinan , Peserta Didik atau memverivikasi e. Bersatu dengan pengetahuan dan
dan sikap siswa. Dalam  Perkembangan moral pekerja peserta didik keterampilan
proses pembelajaran para berarti perilaku yang secara serta menekankan materi f. Dilakukan dari waktu ke waktu
siswa didorong untuk oposisi akan selalu yang penting sehingga g. Diakhiri dengan sebuah produk tertentu.
menggali dan menemukan dihadapkan pada benar- diketahui benar atau Sintak :
pemecahan masalah salah atau baik-buruk. salahnya yang dikerjakan 1.Menyiapkan Pertanyaan Atau Penugasan
mereka sendiri serta Kategorisasi tersebut peserta didik. Proyek
mencoba untuk bersandar dan berdasar 2.Mendesain Perencanaan Proyek (Design a
merumuskan gagasan- pada norma-norma sosial. Plan for the Project)
gagasan dan hipotesis. Dengan kata lain, moral 3.Menyusun jadwal (Create a Schedule)

68
Mereka diberikan peluang merupakan ajaran 4.Memonitor Kegiatan Dan Perkembangan
dan kesempatan yang luas mengenai baik dan buruk Proyek (Monitor the Students and the Progress
untuk membangun suatu perbuatan. of the Project)
pengetahauan awal mereka 5.Menguji Hasil (Assess the Outcome)
6.Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the
Experience

4. Model IBL
Karakteristik :
a.Strategi inkuiri menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal untuk
menarik dan menemukan, artinya strategi
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar.
b.Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan
c.Tujuan dari penggunaan strategi
pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis,
logis, dan kritis
Sintak :
1) Orientasi (Orientation)
2) Konseptualisasi (conceptualization)
3) Investigasi (investigation).
4) Kesimpulan (conclusion)
5) Diskusi (Discussion)

69
B. Matriks Perbandingan Teori Belajar
Tabel 2. Matriks Perbandingan Teori Belajar Kognitifistik ,Behavioristik, Sibernatik dan Informatik

ASPEK BEHAVIORISTIK KOGNITIFISTIK SIBERNETIK INFORMATIK KONSTRUKTIFISME


Pengertian Perubahan tingkah laku Perubahan persepsi Pengolahan informasi. Perubahan proses proses aktif peserta
belajar sebagai akibat dari dan pemahaman, yang informasi dari didik dalam
adanya interaksi antara tidak selalu berbentuk lingkungan menjadi mengkontruksi arti,
stimulus dan respon. tingkah laku yang struktur kognitif. wacana,
dapat diamati dan dialog, pengalaman
dapat diukur. fisik. Dalam proses
belajar tersebut terjadi
proses asimilasi
danmenghubungkan
pengalaman atau
informasi yang sudah
dipelajari.
Pembelajaran Stimulus dan respon, apa Setiap orang telah Pembelajaran berlangsung Lebih mengarah siswa didorong untuk
yang terjadi pada diri mempunyai sejalan dengan sistem pada pemprosesan menggali dan
individu tidak pengalaman dan informasi. Tidak ada satu pun informasi, mulai dari menemukan pemecahan
diperhatikan faktor lain pengetahuan didalam cara belajar ideal untuk mengumpulkan dan masalah mereka sendiri
penguatan atau dirinya, dan tertata segala situasi. menghadirkan serta mencoba untuk
reinforcement (positif dalam bentuk struktur informasi, merumuskan gagasan-
dan negative) kognitif, pembelajaran menyimpan, serta gagasan dan hipotesis
akan berhasil bila mendapatkan
materi baru kembali dari ingatan
bersinambung dengan pada saat
stuktur kognitif yang dibutuhkan.
sudah ada.

70
ASPEK BEHAVIORISTIK KOGNITIFISTIK SIBERNETIK INFORMATIK KONSTRUKTIFISME
Asumsi Pengetahuan didapat dari Pengetahuan didapat Pengetahuan didapat dari Pengetahuan didapat Pengetahuan didapat
kebiasaan yang didukung dari proses berpikir. pengolahan informasi. dari mempersepsi, dari proses konstruksi
oleh reinfoecement. mengorganisasi, dan siswa berdasarkan
mengingat sejumlah pengalamannya
besar informasi yang
diterima setiap hari
dari lingkungan
sekeliling.

Peranan Sebagai dorongan Sebagai feedback Sebagai motivator siswa Sebagai motivator
penguatan memperkuat dan apakah kemungkinan dalam mengolah informasi siswa dalam
menjaga tingkah laku yang akan terjadi jika yang diterimanya. mempersepsi,
atau kebiasaan. suatu perilaku diulangi mengorganisasi, dan
lagi. mengingat atau
mengkode informasi
yang diterimanya.
Aplikasi dalam Kegiatan belajar Kegiatan belajar Kegiatan belajar ditekankan Kegiatan belajar Di tekankan pada
pembelajaran ditekankan pada aktifitas ditekankan pada aspek pada proses pengolahan ditekankan pada pengetahuan merupakan
yang menuntut siswa berpikir (thinking) dan informasi (encoding), diikuti proses mempersepsi, bentukan siswa sendiri
mengungkapkan kembali proses mental yang dengan penyimpanan mengorganisasi, dan
pengetahuan yang telah berkaitan dengannya informasi (storange), dan mengingat atau
dipelajari seperti ingatan diakhiri dengan mengkode informasi
(memori). mrngungkapkan kembali agar dapat digunakan
informasi (retrieval). ketika perlu.

71
ASPEK BEHAVIORISTIK KOGNITIFISTIK SIBERNETIK INFORMATIK KONSTRUKTIFISME
Kelemahan Cendrung mengarahkan Keberhasilan sebuah Lebih menekankan pada Jika tidak Peran guru tidak begitu
dalam siswa untuk berpikir pembelajaran tidak sistem informasi yang didampingi guru mendukung
pembelajaran linier, konvergen, tidak dapat diukur hanya dipelajari, dan kurang sebagai evaluator,
kreatif, dan tidak dengan satu orang memperhatikan bagaimana bisa jadi siswa salah
produktif. siswa saja , proses belajar. dalam memberi kode
maksudnya informasi sehingga
kemampuan siswa konsep informasi
harus diperhatikan. yang akan disimpan
konsekuensinya salah. Akan sulit jika
adalah guru harus rajin ingin mengubahnya
mempelajari hal-hal kembali.
baru. Fasilitas-fasilitas
dalam lingkungan juga
harus mendukung,
agar siswa semakin
yakin dengan apa yang
telah mereka pelajari.

Tokoh yang John B. Watson, ivan Gestalt, Albert Landa dan Pask dan Scott. Robert Milis Gagne Piaget
mendukung Petrovich Pavlov, Bandura, dan Jean
Edward Lee Thorndike, Piaget.
Clark Leonard Hull,
Edwin Ray Guthrie,
Burrhus Frederick
Skinner.

72
ASPEK BEHAVIORISTIK KOGNITIFISTIK SIBERNETIK INFORMATIK KONSTRUKTIFISME
Kelebihan  Membiasakan guru  Menjadikan siswa  Cara berfikir yang  Membantu  Mendorong siswa
untuk bersikap jeli dan lebih kreatif dan berorientasi pada proses meningkatkan memberikan
peka pada situasi dan mandiri. lebih menonjol. keaktifan siswa penjelasan tentang
kondisi belajar  membantu siswa  Penyajian pengetahuan untuk berfikir gagasannya.
 Cocok untuk memahami bahan memenuhi aspek dalam kegiatan  memberi siswa
memperoleh belajar secara ekonomis. pembelajaran. kesempatan untuk
kemampuan yang lebih mudah  Kapabilitas belajar dapat  Siswa akan berpikir tentang
menbutuhkan praktek disajikan lebih lengkap. berusaha pengalamannya
 Guru tidak banyak  Adanya keterarahan mengaitkan suatu  diberi peluang untuk
memberikan ceramah seluruh kegiatan kepada kejadian atau membina sendiri
sehingga murid tujuan yang ingin dicapai. proses kefahaman mereka
dibiasakan belajar  Adanya transfer belajar pembelajaran tentang sesuatu.
mandiri. pada lingkungan yang menarik  terlibat secara
 Mampu membentuk kehidupan yang dengan materi langsung dalam
suatu perilaku yang sesungguhnya. yang pembinaan
diinginkan  Kontrol belajar disampaikan. pengetahuan baru
 Dengan melalui memungkinkan belajar  mendukung siswa
pengulangan dan sesuai dengan irama mengungkapkan
pelatihan yang masing-masing individu gagasan, saling
kontinue dapat  Balikan informativ menyimak, dan
mengoptimalkan bakat memberikan rambu-rambu menghindari kesan
dan kecerdasan siswa yang jelas tentang tingkat selalu ada satu
yang sudah terbentuk unjuk kerja yang telah jawaban yang benar.
sebelumnya dicapai dibandingkan
 Bahan pelajarn yang dengan unjuk kerja yang
disusun dari yang diharapkan.
sederhana sampai pada
yang kompleks

73
ASPEK BEHAVIORISTIK KOGNITIFISTIK SIBERNETIK INFORMATIK KONSTRUKTIFISME
mampu menghasilkan
sustu perilaku yang
konsisten terhadap
bidang tertentu.

Kekurangan  Tidak setiap mata  teori tidak  teori ini dikritik  jika guru tidak  guru harus memiliki
pelajaran bisa menyeluruh untuk karena lebih menekankan bisa kreatifitas yang
menggunakan metode semua tingkat pada sistem informasi menyampaikan tinggi dalam
ini pendidikan. yang dipelajari, dan kurang meteri menyampaikan
 Penerapan teori  sulit di praktikkan memperhatikan pembelajaran materi.
behavioristik yang khususnya di bagaimana proses belajar dengan metode  Guru berpikir bahwa
salah dalam suatu tingkat lanjut. dan alat bantu pembelajaran
situasi pembelajaran  beberapa prinsip yang dapat konstruktivisme
juga mengakibatkan seperti intelegensi menarik siswa, memerlukan lebih
terjadinya proses sulit dipahami dan maka proses  banyak waktu
pembelajaran yang pemahamannya pembelajaran  alat-alat laboratorium
sangat tidak masih belum tuntas. akan terasa yang cukup memadai
menyenangkan bagi membosankan. untuk jumlah siswa
siswa Sehingga tidak yang besar
 Murid dipandang akan menarik  Masih ada banyak
pasif, perlu motivasi perhatian siswa guru yang mengajar
dari luar dan sangat yang diluar bidang studi
dipengaruhi oleh mengakibatkan sesuai kualifikasinya
penguatan yang tidak tercapainya
diberikan guru. tujuan
pembelajaran.

74
Tabel 3. Matriks Perbandingan Teori Belajar Behaviorisme, Konstruktivisme dan Sibernatik

Sibernetik
Aspek Behaviorisme Konstruktivisme
Cara berfikir yang berorientasi pada
Pengetahuan bersifat objektif, pasti, tetap, Non-Objektif, temporer, selalu
Sifat pengetahuan proses lebih menonjol
terstuktur, rapi berubah
Belajar adalah pengolahan informasi.
Belajar Belajar adalah perolehan pengetahuan Pemaknaan pengetahuan Belajar bisa di dalam kelas ataupun di luar
kelas.
Yang terpenting informasi yang
Mengajar adalah memindahkan terkandung dalam materi pelajaran bisa
Mengajar Menggali makna
pengetahuan kepada orang yang belajar diproses dengan berbagai cara oleh
peserta didik.
Fungsi mind adalah penjiplak Menginterprestasi sehingga muncul Memproses informasi dalam jangka
Fungsi mind
pengetahuan makna yang unik Panjang
Pembelajaran berlangsung sejalan dengan
system informasi, tidak ada satupun cara
Pembelajaran diharapkan memiliki Pembelajaran bisa memiliki
belajar ideal untuk segala situasi.
Pembelajaran pemahaman yang sama dengan pengajar pemahaman berbeda dengan
terhadap pengetahuan yang dipelajari pengetahuan yang dipelajari

Ada tiga tahap roses pengolahan


informasi dalam ingatan, yakni dimulai
Pembelajaran dihadapkan pada aturan- Pembelajaran dihadapkan pada dari proses penyandian informasi
Pengelolahan aturan yang jelas yang ditetapkan lebih lingkungan belajar yang bebas. (encoding), diikuti dengan penyimpanan
pembelajaran dulu secara ketat pembiasaan displin secara Kebebasan merupakan system yang informasi (storage), dan diakhiri dengan
esensial sangat esensial mengungkapkan kembali informasi-
informasi yang telah disimpan dalam
ingatan (retrieval).

75
Sibernetik
Aspek Behaviorisme Konstruktivisme
Sering kali dikritik karena lebih
menekankan pada system informasi yang
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam Kegagalan dan keberhasilan , akan dipelajari, sementara itu bagaimana
menambah ilmu pengetahuan kemampuan atau ketiakmampuan proses belajar berlangsung dalam diri
dikategorikan sebagai kesalahan, harus dilihat sebgai interprestasi yang berbeda individu sangat ditentukan oleh system
dihukum yang perlu dihargai informasi yang dipelajari. Teori ini
memandang manusia sebagai pengolah
Kegagalan dan
informasi, pemikir, dan pencipta
keberhasilan
Keberhasilan atau kemampuan memungkinkan belajar sesuai dengan
pembelajaran
dikategoikan sebgai bentuk prilaku yang irama masing-masing individu
pantas dipuji atau diberi hadiah
Kebebasan dipandang sebagai
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentuan keberhasilan kontrol belajar
penentuan keberhasilan Control belajar
dipegang oleh pembelajar
dipegang oleh sistem diluar diri
pembelajaran
Tujuan pembelajaran menekakankan pada Menekankan pada lebih mementingkan
Tujuan pembelajaran menekankan
penambahan pengetahuan. Seorang telah proses belajar daripada hasil belajar itu
pada penciptaan pemahaman, yang
Tujuan pembelajaran dikatakan telah belajar apabila mampu sendiri
menuntut aktivitas kreatif-
mengungkapkan kembali apayang telah
produktif dalam konteks nyata.
dipelajari
Penggunaan pengetahuan secara Aliran ini lebih menekankan bagaimana
Ketrampilan terisolasi mengikuti urutan
bermakna . Mengikuti pandangan kegiatan pembelajaran menjadi menarik.
kurikulum yang ketat. . Aktivitas belajar
Strategi pembelajaran pembelajaran . Aktivitas belajar dalam artinya mendapatkan perhatian dari
mengikuti buku teks. Menekankan pada
konteks nyata Menekankan pada peserta didik diperlukan alat bantu
hasil
proses
Respons pasif menuntut satu jawaban Penyusunan makna secara aktif. Lebih menekankan bagaimana peserta
Evaluasi
benar evaluasi merupakan bagian terpisah Menuntut pemecahan ganda Evaluasi didik mengembangkan cara untuk

76
Sibernetik
Aspek Behaviorisme Konstruktivisme
dari belajar merupakan bagian utuh dari belajar memecahkan masalah. Menggunakan
berbagai cara untuk mengontrol proses
belajar/berfikir

C. Matriks Perkembangan Peserta Didik


Tabel 4. Matriks Perkembangan Peserta Didik dan Tahapannya
No. Perkembangan Pengertian Tahapannya
Peserta Didik
1. Perkembangan Menurut Seifert dan Hoffnung  Secara ekternal meliputi perubahan tinggi badan, berat badan,
Fisik Siswa (1994) perkembangan fifik meliputi komposisi tubuh, organ dan ciri-ciri seks sekunder.
perubahan perubahan dalam tubuh (  Secara internal meliputi sistem pencernaan, peredaran darah,
pertumbuhan otak, system syaraf dll) pernapasan, endokrin, jaringan tubuh, dan jaringan otak. Hal
dan perubahan – perubahan dalam menarik dari perkembangan otak pada usia remaja adalah
car acara individu dalam terjadinya perubahan struktur yang signifikan.
menggunakan tubuhnya , serta  energi fisik yang cukup berlimpah,
perubahan dalam kemampuan fisik.  kegiatan yang mendukung : pramuka, ekstra kurikuler fisik,
outbond, dan lain-lain
 Pembelajaran Fisika dengan pendekatan active learning
,game-based learning, atau aktivitas lain yang yang
mengakomodir kinestetik siswa dapat dikembangkan untuk
. menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
 Selain itu, pembelajaran Fisika di luar ruangan (Fisika
outdoor) dapat menjadi opsi guru Fisika untuk menyisipkan
aktivitas fisik.
2. Perkembangan William James terkenal dengan Biehler menemukan ciri-ciri emosional remaja yang berusia 12 s.d 15
emosional Siswa definisi emosi sebagai gairah fisik. tahun sebagai berikut (Sunarto& Agung, 2002:155):
Sementara Antonio Damasio, (1) siswa cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka,

77
No. Perkembangan Pengertian Tahapannya
Peserta Didik
misalnya, sudah memisahkan antara (2) siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan
emosi dan perasaan (feeling), dimana dalam hal rasa percaya diri,
emosi merupakan representasi (3) ledakan-ledakan kemarahan sangat mungkin terjadi,siswa
perubahan fisik sementara perasaan cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
adalah persepsi mental oleh pikiran. pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri,
(Scherer, 2012: 195). dan (4) siswamulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka
secara lebih obyektif.
Untuk mencapai kematangan emosi, dengan membicarakan pelbagai
masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan, dan
masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam
hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang
sasaran” (Hurlock, 2002:213).
Berdasarkan pendapat James C. Colemen (Sukmadinata, 2005), ada
beberapa cara untuk mengelola emosi yang konstruktif, yaitu: (1)
bangkitkan rasa humor dan kenyamanan, (2) berorientasi pada
kenyataan; agar memperoleh emosi yang positif, siswa remaja dibina
untuk selalu berpijak pada kenyataan, dan (3) pupuk emosi positif
dan kurangi emosi negatif.

3. Perkembangan Menurut Bruno (1987) “Childhood and Society” (1963), Erikson mengurutkan delapan tahap
Sosial Siswa perkembangan sosial merupakan secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam perkembangan
proses pembentukan konsep diri sosial, yang dikenal dengan “Delapan Tahap Perkembangan
seseorang dalam bermasyarakat, baik Manusia”.Lima tahapanyang pertama adalah:
dalam kehidupan lingkungan  Rasa percaya vs tidak percaya (Trust vs mistrust)(0-18 bulan);
keluarga, budaya, bangsa maupun tahap ini berhubungan dengan perasaan nyaman kepercayaan
dalam lingkungan yang lebih luas terhadap dunia ini.
lagi. Salah satu tokoh yang menjadi  Otonom vs keraguan (Autonomy vs doubt) ( Usia 18 bulan - 3
rujukan dalam pembahasan tahun); anak-anak dalam usia ini tidak lagi ingin bergantung

78
No. Perkembangan Pengertian Tahapannya
Peserta Didik
mengenai perkembangan sosial seluruhnya pada orang lain. Anak-anak akan berusaha meraih
adalah Erik Erikson.Erikson otonomi atas perilakunya. Orang tua harus fleksibel dengan
memperluas teori psikodinamika dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengerjakan
psikoanalisis milik Freud dengan sendiri segala sesuatu, juga senantiasa hadir untuk menuntun
menambahkan dasar teorinya mereka dalam membentuk rasa otonom.
mengenai tahap perkembangan  Rasa inisiatif vs rasa bersalah (Initiatif vs guilt) (Usia 3-6
sosial, penekanan pada identitas serta tahun);.Pengembangan rasa tanggung jawab ini akan
perluasan metodologi. menumbuhkan inisiatif, yang memungkinkan mereka untuk
berlari, melompat, bermain, melempar dan sebagainya.
Namun, jika anak tidak diberi kepercayaan atau bahkan
diberikan hukuman atas upaya atau inisiatif yang
dilakukannya,maka hal tersebut akan dapat menimbulkan rasa
bersalah.
 Membuat vs minder (Industry vs inferiority) (Usia 6-12
tahun); pada tahap ini, anak-anak mulai ingin membuat
sesuatu. Keberhasilan seorang anak dalam membuat sesuatu
yang sesuai dengan standar yang diinginkan akan
menumbuhkan rasa puas dan bangga. Akan tetapi, kegagalan
atau ketidakmampuan dalam mengikuti suatu standar akan
menciptakan citra diri yang negatif dan perasaan minder.
 Indentitas vs peranan (Indentity vs role confusion)(Usia 12-18
tahun); seseorang mulai dihadapkan pada kondisi pencarian
identitas diri dalam kehidupannya.

4. Perkembangan Dalam perkembangan kepribadian, Santrock (2014) menuliskan terdapat lima hal yang menjadi faktor
Kepribadian Siswa konsep diri dan sifat sifat seseorang kepribadian pada diri remaja dan diakronimkan menjadi OCEAN
merupakan hal atau komponen yaitu :
penting dalam membentuk  Opennes (keterbukaan)

79
No. Perkembangan Pengertian Tahapannya
Peserta Didik
kepribadian seseorang.  Conscientiousness (kehati-hatian)
 Extraversion (supel)
 Agreeableness (keramahan)
 Neuroticism (kestabilan emosi)

5. Perkembangan Menurut Piaget (Slavin, 2006) tiga Piaget membagi perkembangan intelektual anak-anak dan remaja
Intelektual Siswa hal penting yang menjadi perhatian, menjadi empat tahap, yaitu:
yaitu  sensori-motori,
 struktur,  pra-operasional,
 isi, dan  operasional konkret, dan
 fungsi.  operasional formal.
Struktur atau skemata (schema)
merupakan organisasi mental yang
merupakan hasil interaksi seseorang
dengan lingkungan.
Isi merupakan pola perilaku anak
yang khas yang tercermin pada
respon yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang
dihadapinya.Fungsi adalah cara yang
digunakan seseorang untuk membuat
kemajuan intelektual.
6. Perkembangan moral merupakan ajaran Tahap-tahap perkembangan moralmenurut John Dewey, yaitu:
Moral Siswa mengenai baik dan buruk suatu d. Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari
perbuatan. (Sudarsono, 1993: 159). keterikatannya pada aturan.
Secara ringkas, Gunarsa (2003) e. Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran
menyatakan moral adalah rangkaian akan ketaatan pada kekuasaan.
nilai tentang berbagai macam f. Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada

80
No. Perkembangan Pengertian Tahapannya
Peserta Didik
perilaku yang harus dipatuhi.Ini aturan yang didasarkan pada resiprositas.
diperkuat oleh pengertian moral
menurut kamus Merriam-Webster
versi online, yang dinyatakan bahwa
moral adalah “proper ideas and
beliefs about how to behavein a way
that is considered right and good by
most people”. (ide-ide murni dan
kepercayaan mengenai bagaimana
berkelakuan yang dapat dianggap
benar dan baik oleh kebanyakan
orang).

D. Implementasi Teori Belajar dalam Model Pembelajaran Dicovery Learning

Tabel 5. Implementasi Teori Belajar , Perkembangan Peserta Didik SMP dalam Model Pembelajan Prolem Based Learning

Perkembangan Peserta Didik Materi Model Pembelajaran


Teori Belajar Behavioristiik
Suhu dan Kalor Problem Based Learning
1. Perkembangan Fisik Siswa 1. Pelajar aktif membina KD 3.4 Mengorientasikan peserta didik pada
 Berpikir Kreatif pengetahuan berasaskan Menganalisis konsep suhu, masalah
 Belajar Aktif pengalaman yang sudah ada. pemuaian, kalor, perpindahan kalor,  Guru memberi pertanyaan tentang
dan penerapannya dalam kehidupan bagaimana menyatakan suhu tubuh
2. Dalam konteks pembelajaran, saat deman (rasa ingin tahu)
2. Perkembangan Emosional
pelajar seharusnya membina sehari-hari termasuk mekanisme
Siswa Mengorganisasikanpeserta didik untuk

81
Perkembangan Peserta Didik Materi Model Pembelajaran
Teori Belajar Behavioristiik
Suhu dan Kalor Problem Based Learning
 Rasa Ingin Tahu sendiri pengetahuan mereka menjaga kestabilan suhu tubuh pada belajar
(berpikir kreatif). manusia dan hewan.  Guru membimbing peserta didik
3. Perkembangan Sosial Siswa 3. Pentingnya membina KD 4.4 dalam penbentukan kelompok
 Rasa Percaya Diri Melakukan percobaan untuk (disiplin, kerjasama)
pengetahuan secara aktif oleh
pelajar sendiri melalui proses menyelidiki pengaruh kalor terhadap
4. Perkembangan Kepribadian Membimbing penyelidikan individu maupun
Siswa saling memengaruhi antara suhu dan wujud benda serta kelompok
 Kerja Sama pembelajaran terdahulu perpindahan kalor.
 Guru membagikan LKPD kepada
 Disiplin dengan pembelajaran terbaru. masing-masing kelompok
(rasa ingin tahu, rasa percaya Indikator:  Peserta didik bekerja berdasarkan
5. Perkembangan Intelektual diri)  Menjelaskan defenisi Suhu LKPD yang telah diberikan
Siswa
4. Unsur terpenting dalam teori  Menjelaskan berbagai jenis  Guru membimbing peserta didik
 Berpikir Kritis termometer dalam bekerja
ini ialah seseorang membina
 Menentukan skala suhu dengan
6. Perkembangan Moral pengetahuan dirinya secara melakukan pengukuran suhu
 Menghargai Pendapat aktif dengan cara dengan menggunakan Mengembangkan dan menyajikan hasil
membandingkan informasi thermometer karya
baru dengan pemahamannya  Menentukan skala thermometer  Guru memberi petunjuk dan
tak berskala dengan memberi kesempatan pada siswa
yang sudah ada.(berpikir untuk menganalisa pertanyaan yang
kritis) membandingkan termometer
berskala. ada pada LKPD (berpikir kritis,
berpikir kreatif)
5. Ketidakseimbangan  Menjelaskan defenisi pemuaian
 Tiap kelompok diberi kesempatan
merupakan faktor motivasi  Menjelaskan pengertian kalor
membacakan hasil diskusinya
 Menjelaskan perubahan suhu
pembelajaran yang utama. (Menghargai Pendapat)
benda
Faktor ini berlaku apabila
 Menjelaskan perubahan wujud

82
Perkembangan Peserta Didik Materi Model Pembelajaran
Teori Belajar Behavioristiik
Suhu dan Kalor Problem Based Learning
seorang pelajar menyadari benda Menganalisis dan mengevaluasi proses
gagasan-gagasannya tidak  Menjelaskan perpindahan kalor pemecahan masalah
konsisten atau sesuai dengan secara konduksi, konveksi dan  Peserta didik menyimpulkan hasil
pengetahuan ilmiah. (disiplin, radiasi pengamatannya (Rasa Percaya Diri)
 Peserta didik dan guru
kerjasama, menghargai
mereview hasil kegiatan
pendapat) pembelajaran
 Guru memberikan penghargaan
(misalnya pujian atau bentuk
penghargaan lain yang relevan)
kepada kelompok yang berkinerja
baik
 Guru memberikan tugas menyusun
laporan pengamatan secara
kelompok
 Guru memberi Post Test secara lisan
 Guru memberi informasi rencana
pembelajaran berikutnya.

83
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1. Perkembangan siswa yang sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran
meliputi perkembangan fisik, emosi, kepribadian, sosial, moral dan intelektual.
2. Berbagai teori belajar penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai dengan
kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi. Selain itu juga perlu dipahami
implementasi pengajarn supaya tercipta pengajaran yang efektif. Dengnan
memahami teori-teori pembelajaran, implementasi pengajaran dapat menciptakan
pengajaran yang efektif. Teori belajar yang digunakan dalam dunia pendidikan,
yaitu:
a. Teori Belajar Behavioristik
b. Teori Belajar Kognitifistik
c. Teori Belajar Sibernetik
d. Teori Belajar Informatik
3. Teori belajar menjadi hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam
merencanakan sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, salah satu teori belajar
yang bisa diimplementasikan pada model pembelajaran kurikulum 2013 salah
satunya discovery learning adalah teori belajar behavioristik.

B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan.Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.Semoga makalah ini dapat memberikan
sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya.

84
DAFTAR PUSTAKA

Aan Hasanah. 2012. Pengembangan Profesi Keguruan. Bandung : Pustaka Setia

Arif S. Sadiman. 1986. Media Pendidikan: Pengantar Pengembang


danPemanfaatannya,.Jakarta: C. V. Rajawali.

Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Budiningsih Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Bransford,John.2005. Learning Theories and Education: Toward a Decade of


Synergy.Washington, DC:University of Washington.

Dahar. R. W (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Heinich et al. 2005. Instructional media and technologies for learning. New Jersey:
Merrill Prentice-Hall

Muhadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.

Muhammad Maskur. 2013. http://maskurmuslim.blogspot.co.id/2013/12/teori-belajar-

kognitifisme.html (diakses 21 September 2015).

Ns. Roymond H. Simamora. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran

Hamalik, Oemar (2003) Media Pendidikan, Cetakan VI, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.

Kemendikbud. 2016. Guru Pembelajaran. Modul Matematika SMP Kelompok


Kompetensi A : Karakteristik Siswa SMP Dan Bilangan.

Ratna Wilis Dahan. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Sanaky, Hujair AH. 2011. Media Pembelajaran.Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Sanaky, Hujair AH. 2010. Media Pembelajaran. Buku Pegangan Wajib Guru dan
Dosen. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka


Cipta.

85
Sudjana, N. & Rivai, A. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru
Badung.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: UP.

Suprianto, Dadang. 2009. Pengenalan Media Pembelajaran. Diakses dari


http://www.tkplb.org/documents/etrainingmedia%20pembelajaran/2.Pengenalan_Media
_Pembelajaran.pdf/
pada tanggal 9Maret 2018.

https://www.duniapembelajaran.com/2014/10/evaluasi-pembelajaran-konstruktivis.html
pada tanggal 30 maret 2018

Vaughan, Tay. 2004. Multimedia: Making It Work. American: McGraw Hill Education.

86

Anda mungkin juga menyukai