Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percikan dahak

(dorplet) dari penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan

(Kemenkes RI, 2016). Sebagian besar masyarakat masih belum sadar akan

pentingnya hidup sehat sehingga kurang memperhatikan masalah kebersihan

lingkungan serta pola hidup sehat yang akan mengakibatkan terserang oleh

suatu penyakit baik yang sifatnya tidak menular sampai yang menular

seperti TBC (Jazilah I,2016). Menurut Guo, et al. (2009) memperoleh hasil

bahwa tuberkulosis secara substansial mempengaruhi kualitas Tidur

penderitanya.

TBC paru tidak hanya mempunyai dampak secara fisik, tetapi

juga mempunyai dampak psikososial pada penderitanya (Suryani, dkk,

2014). Berbagai macam pengobatan TBC yang diterima pasien

diantaranya adalah dengan pengobatan secara rutin guna mengurangi

penyakit yang ditimbulkannya. Namun pengobatan yang seringkali

dilakukan oleh penderita tidak berjalan dengan semestinya. Pasien

dengan pengobatan lama juga akan menimbulkan tekanan psikologis

pada diri pasien (Sukarja, 2010). Kualitas Tidur yang kurang juga dapat

memperberat tekanan psikologis dan lama penyembuhan penderita.

1
2

Tekanan psikologis disini salah satunya adalah stres emosional,

dimana stres misplen ketegangan, beban yang menarik seseorang dari

segala penjuru, tekanan yang dirasakan pada saat menghadapi tuntutan

atau harapan yang menantang kemampuan seseorang untuk mengatasi atau

mengelola hidup (Bartsch dan Evelyn, 2015).

Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 1,3 juta kematian akibat

tuberkulosis (turun dari 1,7 juta pada tahun 2000). Diperkirakan 10,4 juta

orang menderita TBC pada tahun 2016 yang terdiri dari 90% dewasa, 65%

laki-laki dan 56% berada di 5 negara: India, Indonesia, China, Filipina dan

Pakistan. Indonesia merupakan Negara yang dikategorikan sebagai

penyumbang kasus TBC terbesar ke 10 di dunia. Pada tahun 2016 di

Indonesia diperkirakan terdapat 110.000 kematian akibat TBC.

Diperkirakan 1.020.000 orang menderita TBC pada tahun 2016 yang terdiri

dari 94% dewasa dan 68% laki-laki (WHO, 2017).

Provinsi Jawa Timur memiliki kasus Tuberkulosis (TB) terbanyak

kedua setelah Provinsi Jawa Barat. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur tahun 2017 menunjukkan kasus Tuberkulosis (TB) mencapai

48.323 kasus, untuk lansia dengan jenis kelamin laki-laki dengan usia 45

sampai 64 tahun sebanyak 5.356, sedangkan pada wanita sebanyak 3.173.

Untuk lansia berusia 65 tahun dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah

3.605 sedangkan pada wanita sebanyak 1.887 (Kemenkes, 2017).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada Rabu tanggal 9 Januari

2019 pukul 13.30 WIB, Total jumlah kasus TBC Paru di Puskesmas Sobo

tahun 2019 sebanyak 63 penderita dengan 54% penderita wanita dan


3

46% laki-laki. Dari 5 desa cakupan Puskesmas Sobo Banyuwangi

(Pengajuran, Pakis, Tamanbaru, Sobo, Sumberrejo, Tukangkayu),

wilayah terbanyak terdapat di Desa Sobo sejumlah penderita 16 (25%).

Untuk mendeteksi adanya penderita tuberkulosis di wilayah Puskesmas

Sobo, Pemerintah kabupaten Banyuwangi membentuk kader pemburu

Tuberkulosis yang dimulai pada tahun 2016.

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya

gangguan mental yang terjadi adalah gangguan Stress dan gangguan

depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan

depresi, dan 3,6% dari gangguan stress. Jumlah penderita depresi meningkat

lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab

terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami

orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan

menengah (WHO, 2017). Di Indonesia berdasarkan data hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

yang mengalami gangguan emosional atau stres adalah sebesar 6,0% atau

sekitar 37,728 orang.

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga 

seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang

dan  gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata

bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit

kepala dan sering menguap atau mengantuk.(Hidayat 2016).

WHO menyatakan bahwa Penyakit pernapasan pada umumnya

mempengaruhi tidur.Kualitas tidur yang buruk pada klien dengan PPOK


4

disebabkan karena sesak napas, batuk dan produksi sekret yang berlebihan.

Pada Penderita TBC karena adanya batuk, sesak napas dan mengi pada

malam hari mengakibatkan kualitas tidur menurun. Tidur yang tidak

adekuat dapat mengakibatkan gangguan fisik dan psikologi.

Stres emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kualitas tidur. Dalam hal ini dibutuhkan adanya dukungan sosial untuk

menekan stres emosional pada pasien tb paru. Menurut Hidayati (2014),

Faktor-faktor yang memperkuat atau mempererat hubungan antara

dukungan informatif dengan kualitas Tidur pada pasien Tuberkulosis

paru yaitu memberikan informasi baik berupa nasihat, saran ataupun

pengarahan ataupun umpan balik untuk memecahkan permasalahan yang

di hadapi oleh penderita sehingga pasien dapat termotivasi untuk

melakukan pengobatan rutin seminggu sekali dan pasien termotivasi

untuk memiliki kesehatan baik lagi dan ingin cepat sembuh ini dapat

berpengaruh pada status kesehatan penderita TBC paru dan kualitas Tidur

pun ikut meningkat dengan dukungan positif, maka penderita akan

memiliki kualitas Tidur yang tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya

dukungan dari keluarga berupa dukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan

jaringan sosial bagi penderita Tuberkulosis Paru selama menjalani

pengobatan. Begitupun sebaliknya, bila dukungan negatif/non-supportif

maka penderita akan memiliki kualitas Tidur yang rendah (Hastuti,2014).

Menurut Mazbow (2014), dukungan mempunyai peranan penting untuk

mencegah dari bahaya kesehatan mental. Dukungan dapat memotivasi


5

penderita tuberkulosis selama menjalani pengobatan yang berperan dalam

peningkatan kualitas Tidur.

Untuk menghindari terjadinya putus obat yang berakibat drop out,

diperlukan faktor yang mendukung penderita TBC paru dalam menjalani

pengobatan yang rutin dan lama tersebut. Penderita kronis seperti TBC

paru perlu mendapat dukungan lebih, karena dengan dukungan dari orang

tersebut dapat mengurangi beban psikologis berhubungan dengan

penyakit yang dideritanya (Jurnal PPTI,2012).

Dari uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang

“Hubungan Stres Emosional Dengan Kualitas Tidur Pasien TBC di

wilayah kerja Puskesmas Sobo Tahun 2019”.

1.2. Rumusan Masalah

Adakah hubungan stres emosional dengan kualitas tidur pada Pasien

TBC di wilayah kerja Puskesmas Sobo Tahun 2019?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan stress emosional dengan kualitas

Tidur pada pasien TBC di wilayah kerja Puskesmas Sobo Tahun

2019.
6

1.3.2. Tujuan Khusus.

1. Mengidentifikasi stres emosional pada pasien TBC di wilayah kerja

Puskesmas Sobo Tahun 2019.

2. Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien TBC di wilayah kerja

Puskesmas Sobo Tahun 2019.

3. Menganalisis hubungan stres emosional dengan kualitas tidur pada

pasien TBC di wilayah kerja Puskesmas Sobo Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

wawasan / informasi tentang kualitas Tidur pasien TBC di

wilayah kerja Puskesmas Sobo Tahun 2019.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan bagi institusi pendidikan sebagai bahan

pertimbangan untuk dijadikan bahan masukan dalam

mengembangkan program pendidikan keperawatan terhadap

masalah kepada penderita TBC.

2. Manfaat bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

dasar acuan bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan

penelitian berikutnya tentang kualitas tidur. pasien TBC di

wilayah Kerja Puskesmas Sobo Tahun 2019.


7

3. Manfaat bagi tempat peneltian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi tempat penelitian khususnya pelayanan

kesehatan yang dalam hal ini adalah puskesmas dalam

mengembangkan programnya di bidang promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif terkait dengan penyakit

tuberkulosis paru.

4. Manfaat bagi keluarga

Memberikan informasi bagi keluarga penderita TBC

untuk meningkatkan dukungan kepada penderita TBC guna

meningkatkan kualitas tidur anggota keluarga yang

menderita TBC. Sehingga keluarga bisa merawat, memberi

dukungan dan menjaga lingkungan sekitar penderita TBC.

Anda mungkin juga menyukai