Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PERCOBAAN IV
”Solutio Anticoagulant”

Disusun oleh Kelompok :


1. Baiq Liza Zafira
2. I Gusti Ayu Eka Treshna Aryani
3. Nora Alfaiza
4. Wahyu Agus Setiawan

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
T.A 2019/2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus
adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral,
memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan
vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan
(Perry & Potter., 2005).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung kevena
pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,kalium), nutrient
(biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth,2002). Terapi intravena adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi (Perry & Potter., 2005).
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.Contohnya adalah NaCl 45%
dan Dekstrosa 2,5%.
2
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif
dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin. (Perry & Potter., 2005).
Berdasarkan uraian di atas yang menyebutkan bahwa banyak manfaat dari sedian infus
dibidang pengobatan maka, kami tertarik untuk melakukan praktikum pembuatan sediaan
infus.

2. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat solutio anticoagulant

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Antikoagulansia (Lat.: coagulare = membeku) adalah zat-zat yang dapat mencegah
pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis-vitamin K ini
digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membekuyg
meningkat, misalnya pada thrombosis. Pada thrombosis koroner (infark), sebagian  otot
jantung menjadi mati karena penyaluran darah ke bagian ini terhalang oleh thrombus di salah
satu cabangnya. Obat-obat ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.
Penggolongan : antikoagulansia dapat dibagi dalam dua golongan, yakni obat dengan
kerja langsung dan kerja tak langsung.
Penggunaan : antikoagulansia digunakan pada trombo emboli, termasuk tromboflebitis
(radang vena), setelah pembedahan di mana terdapat faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya thrombosis, terutama thrombosis koroner.
Secara preventif, antikoagulansia digunakan untuk mencegah terbentuknya trombi (darah
beku) pada aterosklerosis misalnya pada gangguan sirkulasi akibat penyempitan pembuluh.
Penggunaan secara profilaktis setelah infark jantung ternyata tidak mengurangi risiko
serangan kedua, namun terjadinya trombose perifer dapat dicegah dengan efektif. (Rahardja,
2007)
Fase koagulasi pada hemostatis berperan dalam pembentukan klot darah. Obat ini bekerja
dengan mempengaruhi fase koagulasi hemostatis, atau menghambat perkembangan dan
perluasan pembentukan klot darah. Efek samping dari penggunakan antikoagulan tersebut
adalah hemoragi atau perdarahan. Seperti obat antiplatelet, obat antikoagulan juga tidak
efektif terhadap klot darah yang sudah terbentuk dan tidak dapat melarutkan atau melisis klot
tersebut, sehingga penggunaannya hanya bersifat preventif. Obat antikoagulan mencegah atau
memperlambat pembentukan klot darah yang terjadi. Obat ini digunakan pada terapi
propilaksis thrombosis arteri maupun vena, dan pada pasien yang mengalami fabrilasi atrium
bisa menurunkan risiko embolisme dan strok. Obat golongan ini dibagi menjadi dua
berdasarkan cara pemberiannya yaitu antikoagulan injeksi dan oral.
1.   Antikoagulan injeksi : contohnya heparin, obat bekerja dengan mempengaruhi
aktivitas faktor pembentuk klot, baik pada jalur intrinsic dan ektrinsik. Heparin beraksi
dengan mengikat anti thrombin (AT) III (inhibitor enzim hemostatis), selanjutnya
meningkatkan aktivitas ATIII. Komplek heparin dan ATIII dapat menghambat faktor
pembentuk thrombin, dan selanjtnya menghambat pembentukkan klot darah. Ringkasnya,
4
heparin (berikatan dengan ATIII) mempercepat proses pembentukan klot darah. Heparin
sering dalam bentuk low-molecular-weight (LMW) heparin, digunakan secara akut dalam
jangka pendek. Protamin merupakan antagonis heparin, digunakan pada kasus perdarahan
yang disebabkan heparin.
2.    Antikoagulan oral : contohnya warfarin dan dikumarol. Warfarin merupakan antagonis
vitamin K. vitamin K merupakan vitamin larut lemak yang berasal dari tanaman. Vitamin
K sangat penting dalam pembentukan faktor pembentuk klot, dan dalam sintesis faktor
tersebut membutuhkan vitamin Ksebagai co-faktor. (Nugroho, 2012)
Efek sampingnya : berupa perdarahan hebat, antara lain di lambung-usus, terutama pada
over-dose. Juga reaksi kepekaan yang serius, karena heparin adalah suatu zat allergen, yakni
suatu zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Bila terjadi perdarahan, misalnya dari
hidung, perlu segera diberikan zat penawar vitaminK1 secara oral (5-10 mg). pemberian
vitamin K yang merupakan antagonis dari zat kumarin akan menormalkan kadar protrombin
dalam darah, walaupun efek klinisnya baru tampak setelah beberapa jam. (Rahardja, 2007)
Antikoagulan Pengikat Ion Kalsium
Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat,
bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk transfusi, karena tidak toksik. Tetapi dosis
yang terlalu tinggi umpamanya pada transfusi darah sampai 1.400 mL dapat menyebabkan
depresi jantung.
Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan di luar tubuh (in
vitro), sebab terlalu toksis untuk penggunaan in vivo (di dalam tubuh). Natrium edetat
mengikat kalsium menjadi kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.
Untuk pemilihan obat antikoagulan dan antitrombolitik yang tepat ada baiknya anda harus
periksakan diri dan konsultasi ke dokter. ( Mediastore, 2011 )
A. METODOLOGI
1. Alat dan Bahan
- Alat :
a. Beaker glass
b. Pinset
c. Autoclave
d. Timbangan
e. Batang pengaduk
f. pH meter
- Bahan :
5
a. Acidum citricum
b. Natrium citrat
c. Glukosa
d. Aqua
e. HCl 0,1 N – NaOH 0,1 N

2. Formula
R/ Acidum Citricum 4,7 mg
Natrium Citrat 16 mg
Glukosa 25 mg
Aqua p.i ad 1000mL

3. Prosedur Kerja
a. Cek tonisitas larutan
b. Didihkan aquadest, larutkan gula dalam keadaan panas
c. Larutkan semua bahan dalam keadaan dingin
d. Cek pH larutan antara 5-6, jika kurang asam ditambah HCl 0,1 N sedangkan
kurang basa ditambah NaOH 0,1 N
e. Gojog larutan dengan carbo adsorben 0,1 %, diamkan kemudian disaring
hingga jernih.
f. Masukkan larutan ke dalam wadah sesuai volume yang diminta, tutup dan
sterilkan dalam autoclave 110°C selama 30 menit atau 120°C selama 20 menit.
g. Periksa larutan terhadap :
- pH
- Kebocoran
- Partikel
- Kejernihan
- Keseragaman volume atau berat.

Penimbangan Bahan
100
Asam sitrat = x 0,47 = 0,047
1000
100
Natriun sitrat = x 0,16 = 0,016
1000

6
100
Glukosa = x 0,25 = 0,025
1000
Aqua p.i ad 100 ml
B.Perhitungan Tonisitas
Fa Fb Fc
xa+ xb+ x c = 0.28 g/L
Ma Mb Mc

1,5 1,5 1,0


x 0, 47 + x 0,16 + x 0,25 = 0,28 g/L
210,14 294,10 198,17

0,0033 + 0,0008 + 0,0012 = 0,28 g/L

0,0053 = 0,28 g/L (Hipotonis)

Penambahan NaCl

Mh Fa
x 0,28 – ( x a)
Fh Ma

58,44
= x 0,28 – 0,0053
1,8

9,085
=
1000 ml

100
= x 9,085
1000

0,9085
=
100ml

7
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini membuat sediaan solutio antikoagulan yang merupakan suatu obat
anti penggumpalan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis-vitamin
K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membekuyg
meningkat, misalnya pada thrombosis. Pada thrombosis koroner (infark), sebagian  otot
jantung menjadi mati karena penyaluran darah ke bagian ini terhalang oleh thrombus di salah
satu cabangnya. Obat-obat ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.
antikoagulansia digunakan untuk mencegah terbentuknya trombi (darah beku) pada
aterosklerosis misalnya pada gangguan sirkulasi akibat penyempitan pembuluh. Penggunaan
secara profilaktis setelah infark jantung ternyata tidak mengurangi risiko serangan kedua,
namun terjadinya trombose perifer dapat dicegah dengan efektif. (Rahardja, 2007)
Mekanisme terjadinya pembekuan darah adalah adanya aktivator tromboplastin yang
terbentuk akibat adanya pembuluh darah yang sobek, yang mengubah fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin yang akan mengikat sel darah merah plasma sehingga darah membeku.
Pada perubahan protombin menjadi trombin. Ion Ca memiliki peranan penting, adanya Na
sitrat dalam solutio antikoagulan berfungi mengikat ion Ca dan membentuk kompleks Ca
sitrat sehingga tidak terjadi pembekuan darah.
Dari hasil perhitungan tonisitas didapatkan nilai isotonis 0,0053 < 0,28, yang artinya
solutio antikuagulan ini bersifat hipotonis. Hal ini akan berbahaya bagi pasien karena akan
terjadi hemolisis. Maka larutan antikoagulan perlu ditambahkan zat pengisotonis berupa
NaCl agar larutan bersifat isotonis (tekanan osmose larutan sama dengan tekanan osmose
cairan tubuh).
Dari hasil evaluasi percobaan bisa dilihat bahwa larutan antikoagulan yang dibuat tidak
memenuhi persyaratan karena disebabkan oleh larutan yang tidak jernih dan adanya sedikit
pasrtikel asing pada larutan. Hal ini mungkin disebabkan karena penyaringannya yang kurang
sehingga menyebabkan masih adanya partikel asing yang tersisa pada larutan dan karena
tutup botol yang kurang rapat. Sedangkan untuk evaluasi pH tidak ada perubahan, dan tidak

8
terjadi kebocoran pada evaluasi kebocoran. Pada percobaan ini juga dilakukan proses
sterilisasi sebagai syarat suatu sediaan parenteral yaitu steril. Proses sterilisasi dilakukan
setelah pembuatan larutan antikoagulan di dalam autoclave selama 1200C selama 20 menit
agar larutan terbebaskan dari mikroorganisme.

9
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Larutan solutio antikuagulan yang kami buat tidak memenuhi persyaratan karena
adanya partikel asing dan larutan tidak jernih.
2. Pada tahap evaluasi pH dan kebocoran memenuhi persyaratan karena tidak terjadi
kebocoran.
3. Dari hasil perhitungan tonisitas, larutan antikoagulan diketahui bersifat hipotonis dari
hasil perhitungan yang didapatkan, maka diperlukan penambah zat pengisotonis yaitu
Nacl.

B. SARAN
Laboratorium yang akan digunakan mungkin harus lebih steril dan praktekan lebih
disiplin jika sudah memasuki laboratorium harus menggunakan pakaian lengkap
laboratorium

10
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press

KemenKes., 2014.Farmakope Indonesia EdisiV.Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia

Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4.Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta:EGC

Priyambodo, B., 2007.Manajemen Farmasi Industri.Yogyakarta : Global Pustaka Utama

Endro Nugroho, Agung. 2012. Farmakologi. Pustaka Pelajar. Jakarta

Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elek Media Komputindo. Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai