Anda di halaman 1dari 20

Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh

(Studi Pada Pengelolaan Air Limbah di Kelurahan Kampung Bugis Kota


Tanjungpinang Tahun 2018)

Wita Dwi Anugrah Valentine1, Handrisal2, Uly Sophia3


E-Mail: witadav@gmail.com

Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK
Program Kota Tanpa Kumuh ini merupakan program nasional yang bertujuan
untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar
di permukiman kumuh perkotaan untuk mewujudkan permukiman perkotaan yang
layak huni, produktif dan berkelanjutan. Dalam percepatan penanganan kawasan
kumuh mendukung gerakan 100-0-100 di perkotaan yaitu 100 persen akses air
minum, 0 persen kawasan pemukiman kumuh dan 100 persen sanitasi. Untuk
mensukseskan program KOTAKU tersebut, pemerintah Kota Tanjungpinang
melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tanjungpinang
melakukan penyediaan prasarana dan sarana air limbah dengan pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPALD-T) skala permunkiman, yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
dialokasikan kepada daerah untuk meningkatkan akses sanitasi. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program kota tanpa
kumuh pada pengelolaan air limbah dan mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi implementasi program KOTAKU pada pengelolaan air limbah di
Kelurahan Kampung Bugis dengan menggunakan teori Van Metter dan Van Horn.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan informan
sebanyak 19 orang serta menggunakan teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi. Hasil penelitian ditemukan bahwa saat ini implementasi belum
berjalan dengan maksimal, karena karena masih terdapat rumah tangga yang
belum mendapatkan aliran SPALD-T. Hal ini dapat dilihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi adalah standar dan sasaran kebijakan: belum semua
rumah tangga terpenuhi; sumber daya: keterbatasannya pemahaman dan
kemampuan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat); hubungan antar organisasi:
sosialisasi yang dilakukan masih belum maksimal; kondisi sosial, ekonomi dan
politik: adanya kecemburuan sosial, pemahaman masyarakat masih minim karena
faktor pendidikan dan sulit dalam menyatukan pendapat/pemikiran antara anggota
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).

Kata Kunci : Implementasi, Program Kota Tanpa Kumuh, Pengelolaan Air


Limbah

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UMRAH
2
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UMRAH
3
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UMRAH

1
PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk

yang sangat padat, dengan bertambahnya populasi pertumbuhan yang sangat

signifikan setiap tahunnya maka ketersediaan lahan permunkiman menjadi sempit

apalagi didaerah kota-kota besar yang sudah tidak asing lagi. Banyaknya

permunkiman yang tidak sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada dan

mengakibatkan lingkungan menjadi kumuh. Salah satu yang menjadi kebutuhan

dasar dari manusia yaitu fasilitas perumahan yang menjadi tempat tinggal dan

lingkungan yang layak huni.

Permukiman kumuh ini sering kali kotor, dimana fasilitas yang tersedia

tidak layak untuk digunakan, akses air bersih tidak ada sehingga masyarakat yang

tinggal disana sering menggunakan air kotor untuk aktivitas sehari-hari. Kualitas

drainase juga cenderung rendah terkadang diperburuk dengan kebiasaan

masyarakat membuang sampah di saluran drainase yang mengakibatkan

penumpukan sampah, dan kualitas pembuangan air limbah tidak sesuai dengan

teknisnya, sehingga merusak sanitasi lingkungan sekitar.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan

dan kawasan permukiman mengamanatkan bahwa Negara bertanggung jawab

melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni

rumah yang layak, terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis

dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.

2
Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai tanggung jawab

kepada rakyatnya. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah merupakan

dasar bagi pembuatan sampai penetapan kebijakan. Peran pemerintah sangat

menentukan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat.

Pemerintah sebagai penentu dari penyelesaian masalah yang terjadi dimasyarakat

bisa dilihat dari hasil kebijakan yang ditetapkannya. Tantangan saat ini bagi

pemerintah kabupaten/kota salah satunya adalah permunkiman kumuh yang

menjadi salah satu pilar penyangga perekonomian kota.

Salah satu langkah pemerintah pusat untuk mewujudkan sasaran RPJMN

Tahun 2015-2019 yaitu menjadikan kota tanpa permukiman kumuh di tahun 2019.

Kebijakan yang menjadi dasar pelaksanaan Program Kotaku adalah Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.02/PRT/M/2016 tentang

Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh.

Berdasarkan Permen ini, maka dikeluarkanlah Surat Edaran Dirjen Cipta Karya

No.40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh.

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengeluarkan kebijakan

penanganan melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) untuk mengatasi

semakin bertambahnya permukiman kumuh di Indonesia.

Program KOTAKU merupakan kelanjutan dari PNPM MP (Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan) yang dahulunya bernama

P2KP (Program Peningkatan Kualitas Permunkiman). PNPM MP ini memiliki

tujuan dan sasaran untuk membangun lembaga ditingkat masyarakat yang

berorientasi pada pembangunan berkelanjutan seperti meningkatkan akses sosial

3
untuk masyarakat miskin, memandirikan masyarakat dengan melakukan

pemberdayaan masyarakat disetiap desa, serta memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan program KOTAKU bertujuan untuk mencegah dan menangani

permunkiman kumuh. Namun kedua program ini sama-sama berfokus pada

kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat.

Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) ini akan difokuskan

untuk mewujudkan permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha

kumuh tanpa menggusur. Upaya strategis Direktorat Pengembangan Kawasan

Permukiman Ditjen Cipta Karya dalam rangka meningkatkan peran masyarakat

dan memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam percepatan penanganan

kawasan kumuh dan mendukung gerakan 100-0-100 di perkotaan yaitu 100 persen

akses air minum, nol persen kawasan pemukiman kumuh dan 100 persen sanitasi.

Program KOTAKU ini merupakan program nasional yang dilaksanakan

oleh 34 provinsi. Bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap

infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk

mewujudkan permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan

berkelanjutan. Adapun maksud yang terkandung dalam tujuan tersebut adalah

berkaitan dengan perbaikan akses sarana dan prasarana infrastruktur serta

perbaikan fasilitas pelayanan umum, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat

disetiap daerah. Oleh karena itu dalam rangka menciptakan kesejahteraan

masyarakat tersebut, perlunya pengembangan secara berkelanjutan sebagai basis

untuk membantu masyarakat.

4
Penanganan permukiman kumuh membutuhkan kolaborasi banyak sektor

oleh banyak pihak untuk dapat mengerahkan beragam sumber daya dan dana dari

tingkat pusat, provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, termasuk

pihak swasta, perguruan tinggi dan kelompok peduli lainnya melalui keterpaduan

program. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan mampu menggalang kolaborasi

tersebut dalam peningkatan kualitas permukiman kumuh di wilayahnya.

Sebagai satu kesatuan sub-sistem wilayah kabupaten/kota, maka

pemerintah kelurahan/desa bersama Badan Keswadayaan Masyarakat/Lembaga

Keswadaayaan Masyarakat (BKM/LKM) perlu melakukan hal yang sama secara

sinergi dan berkolaborasi untuk merumuskan program pencegahan dan

peningkatan kualitas permukiman di wilayahnya.

Kota Tanjungpinang mendapat perhatian yang lebih terkait permunkiman

kumuh oleh Pemerintah Pusat. Kota Tanjungpinang adalah ibukota Provinsi

Kepulauan Riau, yang memiliki luasan wilayah darat 14.587,42 Ha, dan jumlah

penduduk 258.487 Jiwa. Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 (Empat) kecamatan

yaitu Bukit Bestari, Tanjungpinang Barat, Tanjungpinang Kota dan

Tanjungpinang Timur. Dengan jumlah penduduk yang begitu padat, sehingga

keberadaan perumahan dan permunkiman yang ada menjadi tidak tertata dengan

baik atau kumuh. Program ini dilakukan oleh pemeritahan Kota Tanjungpinang

mulai pertengah tahun 2016. Guna memfokuskan wilayah sasaran, maka

pemerintah melalui walikota mengeluarkan Surat Keputusan Walikota

Tanjungpinang No. 337 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan

5
Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Tanjungpinang dengan memutuskan

daerah yang menajdi prioritas pelaksanaan Program Kotaku.

Tabel 1.1 Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permunkiman Kumuh di Kota


Tanjungpinang
No Lokasi Luas (Ha) Keterangan
1 Pantai Impian, Kelurahan 12,6 0 54 27,09 o LU
o o

Kampung Baru 104o26o58o BT


0o54o2,7o LU
104o27o11,99o BT

2 Lembah Purnama, Kelurahan 5,99 0o54o21,26o LU


Tanjung Ayun Sakti 104o27o11,21o BT
0o54o12,74o LU
104o27o26,47o BT
3 Sungai Nibung Angus, 14,6 0o54o43,61 o LU
Kelurahan Tanjungpinang 104o27o0,49o BT
Timur 0o54o25,59o LU
104o27o26,95o BT
4 Tanjung Unggat, Kelurahan 31,64 0o55o51,02o LU
Tanjung Unggat 104o27o40,64o BT
0o55o27,10o LU
104o28o7,27o BT
5 Pelantar Sulawesi, Kelurahan 51,85 0o54o27,09 o LU
Tanjungpinang Kota 104o26o0,58o BT
0o54o2,7o LU
104o27o11,99o BT
6 Kampung Bugis, Kelurahan 18,92 0o56o38,55 o LU
Kampung Bugis 104o26o34,15o BT
0o56o12,42o LU
104o26o58,07o BT
7 Senggarang, Kelurahan 14,81 0o56o42,,53 o LU
Senggarang 104o26o9,53o BT
0o56o27,66o LU
104o26o30,50o BT
Total 150,41
Sumber: SK Walikota Tanjungpinang No. 337 Tahun 2014 tentang Penetapan
Lokasi Lingkungan Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Tanjungpinang.

Berdasarkan data diatas memperjelas bukti bahwa permunkiman kumuh

banyak terjadi didaerah pesisir atau pelantar dengan masalah ketidakteraturan

bangunan, sanitasi atau pengelolan air limbah dan pengelolan persampahan.

6
Ditahun 2017 titik utama yang dilakukan pemerintah di Kota

Tanjungpinang dalam pelaksanaan program KOTAKU berada di kelurahan

Kampung Bugis, dengan alasan Pertama; berdasarkan indikator-indikator yang

paling banyak permasalahan berada di Kelurahan Kampung Bugis. Kedua;

menurut kesepakatan bersama antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan

Satuan Kerja (SATKER) masyarakat sudah menghibahkan tanahnya untuk

program tersebut.

Kampung Bugis memiliki luas wilayah ± 2.500 Ha yang terdiri dari 6

Rukun Warga (RW) dan 19 Rukun Tangga (RT), serta memiliki jumlah penduduk

yaitu 10.437 Jiwa dan 3047 KK (Monografi Kelurahan Kampung Bugis: 2018).

Melalui progam KOTAKU terdapat indikator-indikator yang wajib dipenuhi

sebagai dasar pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan Kampung Bugis

sebagai berikut:

Tabel 1.2 Indikator-Indikator Beserta Parameter Program KOTAKU di

Kelurahan Kampung Bugis

Kriteria/
No % Parameter
Indikator
1 Keteraturan
41% Bagunan hunian tidak memiliki keteraturan
bangunan
Kepadatan Kawasan permunkiman memiliki kepadatan
bangunan rendah (17,9 unit/ha)
Ketidaksesuaaian dengan persyaratan teknis
Kelayakan fisik bangunan
25%
bangunan

2 Kawasan permunkiman tidak terlayani


33% jaringan jalan lingkungann yang memadai
Aksesibilitas
Lingkungan Kondisi jaringan jalan pada kawasan
29% permunkiman memiliki kualitas buruk

7
Kriteria/
No % Parameter
Indikator
3 Pelayanan air Ketersediaan akses aman air minum yang
14%
minum/baku belum terlayani
Masyarakat tidak terpenuhi kebutuhan
100% minimal 60 liter/orang/hari (mandi, minum,
cuci)
4 Drainase 8% Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air
lingkungan 19% Ketidaktersediaan darinase
Ketidakterhubungan dengan sistem drainase
5%
perkotaan
11% Tidak terpeliharanya drainase
Kualitas kontruksi drainase yang belum sesuai
2%
standar teknis
5
Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai
59%
Pengelolaan air standar teknis
limbah
Sapras pengelolaan air limbah tidak sesuai
59%
persyaratan teknis.
6 Pengelolaan Sapras persampahan tidak sesuai dengan
93%
persampahan persyaratan teknis
Sistem pengelolaan persampahan yang tidak
31%
sesuai standar teknis
Tidak terpeliharanya sapras pengelolaan
93%
persampahan
7 Ketidaktersediaan prasarana proteksi
Pengamanan 61%
kebakaran
bahaya kebakaran
99% Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran
Sumber: KOTAKU Kota Tanjungpinang, 2018.

Beberapa macam indikator diatas, perlunya untuk memperhatikan

indikator yang menjadi kategori sebagai pemukiman kumuh. Sehingga nantinya

tidak keliru dalam mengkategorikan mana yang termasuk atau mana yang tidak

termasuk permunkiman kumuh. Terdapat 2 (dua) RW dan 7 (tujuh) RT

permunkiman kumuh yang berada di Kampung bugis yaitu, RW 001 yang terdiri

dari RT 001, 002 dan 003, serta RW 006 yang terdiri dari RT 001, 002, 003, dan

004

8
Dari beberapa indikator permukiman kumuh, terdapat salah satu indikator

yang menjadi fokus pembahasan peneliti yaitu, pengelolaan air limbah yang

termasuk kedalam program KOTAKU yaitu bagian sanitasi, karena masih banyak

masyarakat Kampung Bugis khususnya RW 006 yang tidak memiliki sistem

pengolahan limbah rumah tangga sesuai persyaratan teknis dan tidak terpelihara

sarana dan prasarana pengolahan air limbahnya, yang mana kriteria permunkiman

kumuh itu salah satu hal yang paling dilihat adalah sanitasi seperti air limbah.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat

Nomor 02/PRT/M/2016 Tentang Peningkatan Kualitas Pasal 10 :

(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e mencakup:

a. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang

berlaku; dan/atau

b. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi

persyaratan teknis.

(2) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang

berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi

dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau

permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari

kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara

individual/domestik, komunal maupun terpusat.

(3) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan

teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi

9
prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan atau

permukiman dimana:

a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik; atau

b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.

Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh.

Sebelum dilakukan pembangunan di Kampung Bugis ini 11,50 Ha

kawasan tidak memiliki sistem pengolahan limbah rumah tangga sesuai

persyaratan teknis. Secara keseluruhan permunkiman kumuh di kelurahan

Kampung Bugis yaitu RW 001 dan RW 006 terdiri dari 385 unit rumah tangga

tidak memiliki sarana dan prasarana air limbah sesuai persyaratan teknis, dan

11,24 Ha kawasan tidak terpelihara sarana dan prasarana pengolahan air

limbahnya. Namun dalam hal ini khususnya untuk di RW 006 total rumah yang

tidak memiliki sarana dan prasarana air limbah sesuai pesyaratan teknis dan tidak

terpelihara sarana dan prasarana pengolahan air limbah berjumlah 204 unit rumah

tangga. Dengan itu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota

Tanjungpinang memberikan kouta untuk RW 006 hanya 200 sambungan rumah.

Dalam mensukseskan program KOTAKU tersebut, pemerintah Kota

Tanjungpinang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota

Tanjungpinang melakukan penyediaan prasarana dan sarana air limbah dengan

pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPALD-T) skala

permunkiman. Sistem pengelolaan air limbah terpusat merupakan pembuangan air

limbah domestik ke dalam jaringan air limbah domestik yang disediakan oleh

pemerintah.

10
Dana yang digunakan SPALD-T bersumber dari APBN melalui Dana

Alokasi Khusus (DAK) masuk menjadi dana APBD sebesar Rp. 2.060.000.000

(Dua Miliar Enam Puluh Juta Rupiah), dengan tujuan untuk membantu

menandanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan

prioritas nasional. DAK Sub Bidang Air Limbah ini khususnya diperuntukkan

untuk membiayai kebutuhan prasarana dan sarana bidang infrastruktur masyarakat

yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan

pembangunan daerah.

Dalam penyediaan air limbah di Kampung Bugis pemerintah memberikan

4 (empat) unit SPALD-T yang berada di daerah pesisir yaitu di RW 006; RT 001,

RT 002, RT 003. Dan RT 004. Setiap satu unit SPALD-T kouta yang diberikan

Pemerintah 50 SR (Sambungan Rumah), Setelah teralisasi pembangunan SPALD-

T tersebut ternyata peneliti menemukan di lapangan masih terdapat rumah yang

belum mendapatkan SPALD-T dari kouta yang sudah di tetapkan oleh Dinas

PUPR. Berikut sambungan rumah yang mendapatkan SPALD-T:

Tabel 1.3 Sambungan Rumah Yang Mendapatkan SPALD-T


Kouta Sambungan
SPALD-T Rumah Tangga
SPALD-T Rumah
Kelompok Swadaya Masyarakat Anak 50 SR 35 SR
Rantau (RT 001)
Kelompok Swadaya Masyarakat Anak 50 SR 46 SR
Kasturi (RT 002)
Kelompok Swadaya Masyarakat Anak 50 SR 31 SR
Pertiwi (RT 003)
Kelompok Swadaya Masyarakat Anak 50 SR 33 SR
Rantau Bunga Setangkai (RT 004)
Jumlah 200 SR 145 SR
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2018

11
Berdasarkan tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa total keselurahan rumah

yang harus dipasang aliran SPALD-T di daerah pesisir yaitu 200 rumah tangga,

kemudian yang hanya terealisasi 145 SR jadi 55 rumah tangga yang belum

tercover oleh aliran SPALD-T. SPALD-T yang berada di Kampung Bugis ini

hanya fokus untuk pembuangan air tinja dan air seni saja. Tentunya ini masih

menjadi permasalahan karena pembuangan lainnya masih tercemar.

Pemerintah daerah yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

bidang Cipta Karya hanya menyediakan SPALD-T dan dibutuhkan Tenaga

Fasilitator Lapangan (TFL) untuk membimbing pembangunan SPALD serta

partisipasi masyarakat untuk berkerja sama dalam pemasangannya dengan dibantu

oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang diutuskan oleh Lurah

Kampung Bugis dalam bentuk Surat Keputusan tentang pembentukan KSM

yakni:

Tabel 1.4 Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat SPALD-T

Jumlah
NO Kelompok Swadaya Masyarakat RW VI
Penggurus
1 Kelompok Swadaya Masyarakat Anak Rantau (RT 001) 8 Orang
2 Kelompok Swadaya Masyarakat Anak Kasturi (RT 002) 8 Orang
3 Kelompok Swadaya Masyarakat Anak Pertiwi (RT 003) 8 Orang
4 Kelompok Swadaya Masyarakat Anak Rantau Bunga 8 Orang
Setangkai (RT 004)
Sumber: Kelurahan Kampung Bugis, 2018

Dari olahan peneliti diatas, telah jelas terdapat 4 (empat) SK KSM yang

dikeluarkan oleh Lurah Kampung Bugis untuk empat unit SPALD-T. Masing-

masing KSM ini bertugas sebagai mendukung dan mengelola hasil pembangunan

konsep pengelolaan sanitasi lingkungan berbasis masyarakat. Untuk itu penulis

tertarik masalah ingin mengetahui tentang Implementasi Program Kota Tanpa

12
Kumuh (Studi Pada Pengelolaan Air Limbah di Kelurahan Kampung Bugis

Kota Tanjungpinang Tahun 2018).

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian

deskriptif kualitatif. Menurut Meolong (2014: 11) deskriptif adalah data dalam

bentuk kata-kata, gambar, dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah.

Sedangkan kualitatif menurut Sugiyono (2011: 15) adalah data yang dinyatakan

dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini Implementasi

Program KOTAKU Pada Pengelolaan Air Limbah Tahun 2018 mengacu pada

Van Meter dan Van Horn (dalam Mulyadi, 2016:72) menjelaskan bahwa ada

enam variabel yang mempengaruhi kinerja implemetasi, yaitu: (1) Standar dan

sasaran kebijakan, Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga

tidak menimbulkan interpretasi yang dapat menyebabkan terjadi konflik diantara

para agen implementasi. (2) Sumber daya, Kebijakan perlu didukung oleh sumber

daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. (3)

Hubungan antar organisasi, Implementasi sebuah program terkadang perlu

didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan

yang diinginkan. (4) Karakteristik agen pelaksana, Sejauh mana kelompok-

kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. (5)

Kondisi sosial, ekonomi, politik, Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup

sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan. (6) Disposisi implementor, Disposisi implementor

13
mencakup tiga hal yang penting, yaitu: Respon implementor, Kognisi, Intensitas

disposisi implemetor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh Pada Pengelolaan Air Limbah


di Kelurahan Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2018

Berdasarkan hasil obeservasi di lapangan peneliti menemukan bahwa

Implementasi pada pengelolaan air limbah belum berjalan dengan maksimal,

karena masih terdapat rumah tangga yang belum mendapatkan aliran SPALD-T.

Total keseluruhan rumah yang harus dipasang aliran SPALD-T di RW 006

berjumlah 204 unit, Pemerintah Kota Tanjungpinang yaitu Dinas Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang menargetkan hanya diberikan sebanyak 200

sambungan rumah dan yang terealisasi hanya 145 sambungan rumah, ternyata

masih kurang 55 unit rumah tangga. Tentunya pembangunan pengelolaan air

limbah belum berjalan maksimal di Kelurahan Kampung Bugis.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi program Kota Tanpa


Kumuh Pada Pengelolaan Air Limbah di Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang Tahun 2018

Untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi tersebut,

maka peneliti menggunakan membuat batasan-batasan pembahasan yang mengacu

pada pendapat yaitu Van Metter dan Van Horn (dalam Mulyadi, 2016:72) yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga tidak

menimbulkan interpretasi yang dapat menyebabkan terjadi konflik diantara para

agen implementasi. Program yang diberikan kepada Kelurahan Kampung Bugis

14
ini sudah berjalan dengan syarat dan ketentuan yang ditetukan sesuai dengan

standar yang mengacu dengan aturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat No.02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap

Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh dan Surat Edaran Dirjen Cipta Karya

No.40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh serta

dalam hal teknisnya menggunkan buku pedoman petunjuk pelaksanaan sanitasi.

Pada tahun 2018 kouta SPALD-T yang di berikan Dinas Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang hanya 200 sambungan rumah dan yang terealisasi hanya 145

sambungan rumah, ternyata masih 55 unit rumah tangga yang belum terlayani

dengan adanya pembangunan SPALD-T ini dan masih menggunakan kloset yang

tidak layak.

b. Sumber Daya

Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya

manusia maupun sumber daya non manusia. Sumber daya didalam pelaksanaan

pembangunan SPALD-T ini sudah cukup maksimal. Namun sumber daya manusia

dalam halnya TFL dan KSM tidak diberikan pelatihan secara teknis dan

administrsi terkait SPALD-T, seharusnya untuk peningkatan sumber daya

manusia harus dilakukan pelatihan-pelatihan khusus tetang pengelolan air limbah

kepada KSM sesuai dengan keahliannya masing-masing dan untuk sumber daya

peralatannya dari pembangunan SPALD-T ini sudah memadai dan lancar.

c. Hubungan Antar Organisasi

Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu

didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan

15
yang diinginkan. Para pelaksana sudah mendapatkan sosialisasi terkait standar,

tujuan dan sasaran dari pemerintah Kota Tanjungpinang, jadi koordinasi

kominukasi antar instasi saling bekerjasama, sampai saat ini masih terjalin dengan

baik sehingga tidak pernah terjadi miss komunikasi antara dinas yang terlibat di

dalam program. Namun, sosialisasi yang dilakukan belum sepenuhnya maksimal

kepada masyarakat karena masih banyak masyarakat yang masih kurang

memahami akan manfaat dari adanya pengelolaan air limbah, karena RT/RW

hanya sebatas menyampaikan kepada masyarakat.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan

bagi implementasi kebijakan. Pelaksana karateristik ideal yang harus dimiliki

adalah sikap yang tegas, kompeten dan memahami isi dari program. Dari kegiatan

ini sudah baik, dalam pelaksanaan dari awal sampai dengan selesai ada yang

mengawasi atau memantau pembangunan tersebut, dengan itu bisa dikatakan

pelaksana bertanggung jawab dan mempunyai sikap tegas terhadap kegiatan.

e. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi

lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Kondisi

sosial yang terjadi setelah SPALD-T ini sudah berdiri menimbulkan dampak bagi

masyarakat yaitu, salah satu dari SPALD-T mengeluarkan bau tidak sedap,

masyarakat lebih nyaman dan memilih menggunakan yang lama dari pada

menggunakan yang baru. Dari segi teknisnya disebabkan oleh faktor alam yang

membuat pembangunan SPALD ini menjadi terhambat yaitu pasang surut air laut

16
dan faktor cuaca seperti hujan, terjdi kecemburuan sosial, karena masih ada

masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari program ini.

Terkait kondisi ekonomi, tingkat pendidikan menjadi salah satu penyebab

rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program ini. Tingkat pendidikan

yang berada di Kelurahan Kampung Bugis yang berdasarkan data demografi

paling mendominasi ialah lulusan SD/MI dengan jumlah 2780 jiwa, sedangkan

jumlah tingkat pendidikan yang lainnya tidak terlalu mendominasi. Masyarakat

yang berada di daerah pesisir yaitu RW 06 mayoritas pekerjaannya sebagai

nelayan atau Ibu Rumah Tangga (IRT) bisa dikatakan rendahnya pemahaman

masyarakat. Sebab itu tidak tutup kemungkinan faktor ekonomi menjadi alasan

pemasalahan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program ini.

f. Disposisi Implementor

Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting , yaitu respon

implementor terhadap kebijakan, kognisi dan intensitas disposisi implementor.

Dalam variabel disposisi yang berkaitan dengan respon implementor terhadap

kebijakan, implementor sangat mendukung secara positif adanya kebijakan

pengelolaan air limbah ini, karena program ini dapat mengurangi dampak

permunkiman kumuh dari indikator sanitasi. Dengan adanya dukungan dari

keseluruhan implementor kebijakan maka implementasi kebijakan dapat berjalan

dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait implementasi

program kota tanpa kumuh pada pengelolaan air limbah di Kelurahan Kampung

17
Bugis Kota Tanjungpinang dapat disimpulkan bahwa implementasi pada

pengelolaan air limbah hingga saat ini belum berjalan dengan maksimal, karena

masih terdapat rumah tangga yang belum mendapatkan aliran SPALD-T. Total

keseluruhan rumah yang harus dipasang aliran SPALD-T di RW 006 berjumlah

204 unit, Pemerintah Kota Tanjungpinang yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang menargetkan hanya diberikan sebanyak 200 sambungan rumah

dan yang terealisasi hanya 145 sambungan rumah, ternyata masih kurang 55 unit

rumah tangga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi pengelolaan air limbah di Kelurahan Kampung

Bugis Kota Tanjungpinang sebagai berikut: Standar dan sasaran kebijakan,

sumber daya, hubungan antar organisasi, karateristik agen pelaksana, kondisi

sosial dan disposisi implementor.

DAFTAR REFERENSI

BUKU
Abidin, Said Zainal. (2012). Kebijakan Publik. Jakarta : Salemba Humanika
Agustino, Leo. (2008). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Moleong, Lexy J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Mulyadi. (2016). Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:
Alfabeta
Pasolong, Harbani. (2013). Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Taufiqurakhman. (2014). Kebijakan Publik; Pendelegasian Tanggungjawa
Negara Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan. Jakarta
Pusat: Universitas Moestopo Beragama (Pers)

18
Santosa. Pandji. (2009). Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good
Governance. Bandung: Refika Aditama
Subarsono. A.G. (2005). Analisis Kebijakan Publik: Konsep,Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed Methods). Bandung: Alpabeta
Syafiie, Inu Kencana. (2006). Ilmu Administrasi Publik (Edisi Revisi). Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Wahab, Abdul Solichin. (2017). Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke
Penyusunan Model- Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT
Bumi Aksara
Winarno, Budi. (2014). Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus).
Yogyakarta: CAPS

SKRIPSI DAN JURNAL

Azuraidy. (2018). “Implementasi Program Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi


Berbasis Masyarakat (Pamsimas) Di Desa Teluk Radang Kecamatan
Kundur Utara Kabupaten Karimun Tahun 2015”. Tanjungpinang: Jurnal
Skripsi Univeritass Maritim Raja Ali Haji
Damara, Doni. (2018). “Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) Di Desa Nerekeh Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga Tahun
2016”. Tanjungpinang: Jurnal Skripsi Universitas Maritim Raja Ali Haji
Kumalasari, Desy. (2014). “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
Domestik di Kota Yogyakarta”. Yogyakarta: Jurnal Skripsi Universitas
Negeri Yogyakarta
Nafi’ah, Binti Azizatun. (2015). Implementasi Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Domestik Komunal: Model Tata Kelola Lingkungan Deliberatif
Dalam Good Environmental Governance Di Kota Blitar. Jurnal Ilmu
Administrasi Negara, Fisip, Universitas Airlangga, Vol 3, No 3, 2015: 218
(Diakses 29 Januari 2019 pukul 12:06 WIB)

19
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat 1
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan
Pemukiman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.02/PRT/M/2016
tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Pemukiman Kumuh.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Permukiman (KSNP-SPALP)
Kementrian Pekerjaan dan Perumahan Rakyat Petunjuk Pelaksanaan Dana
Alokasi Khusus (DAK) bidang Infrastruktur Sub Bidang Saanitasi
Surat Edaran No 40/Se/Dc/2016 Tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang No. 337 Tahun 2014 Tentang
Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan Dan Pemukiman Kumuh Di
KotaTanjungpinang

20

Anda mungkin juga menyukai