Anda di halaman 1dari 20

Penyelidikan Terhadap Kasus Korban Meninggal Dunia

Giovani Nando Erico Diantama


102015078
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Giovani.2015fk078 @civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Kematian merupakan keadaan fitrah dalam kehidupan manusia. Seseorang dinyatakan
mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara
permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Kematian dapat terjadi
secara perlahan menurut alamiah penyakitnya namun dapat pula terjadi secara mendadak.
Kematian mendadak adalah suatu proses yang berhubungan terhadap waktu kematian yang
seketika pada suatu kejadian atau peristiwa Kematian mendadak dapat disebabkan karena
beberapa hal salah satunya akibat penyakit pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung
dan pembuluh darah menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian mendadak. Kasus ini
adalah kasus kematian mendadak kardiovaskuler yang kerap terjadi. Pemeriksaan forensik pada
kasus kematian mendadak diperlukan untuk menyingkirkan adanya tindak pidana. Pemeriksaan
terbaik adalah dengan melakukan autopsy, bila autopsi tidak dilakukan maka penyakit alamiah
tidak dapat diketahui. Aspek medikolegal pada kasus ini adalah suatu kematian akibat penyakit
alamiah yang diderita selama hidupnya, dengan tidak ditemukannya tanda -tanda kekerasan
maupun keracunan
Kata kunci : forensik, kematian mendadak, autopsi
Abstract
Death is a state of fitrah in human life. A person is declared dead if the function of the
heart, circulation and respiratory system is proven to have stopped permanently, or if the brain
stem death has been proven.1 Death can occur slowly according to the nature of the disease but
can also occur suddenly. Sudden death is a process that relates to the time of instant death on an
event or event. Sudden death can be caused by several things, one of which is due to diseases of
the heart and blood vessels. Heart and blood vessel disease ranks first as a cause of sudden
death. This case is a case of sudden cardiovascular death that often occurs. Forensic
examination in cases of sudden death is needed to rule out a crime. The best examination is to
do an autopsy, if the autopsy is not done then natural diseases cannot be known. The
medicolegal aspect in this case is a death from natural diseases suffered during his life, with no
signs of violence or poisoning being found.
Keywords: forensic, sudden death, autopsy.
Pendahuluan
Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang
dapat dicapai oleh manusia dan tanpa harus mengorbankan hak-hak dari tersangka. Yang
bersalah akan dinyatakan bersalah dan yang memang tidak bersalah akan dinyatakan tidak
bersalah.1
Sudah merupakan kenyataan yang universal sifatnya bahwa manusia itu dapat membuat
kesalahan-kesalahan dalam hal persepsi dan ingatan. Sudah diketahui pula bahwa manusia itu
mempunyai kerentanan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat sugestif.1
Baik Undang-Undang atau peraturan tidak dapat berbuat apa-apa untuk memperbaiki
persepsi, daya konsentrasi dan ingatan seseorang yang kebetulan menjadi saksi dalam suatu
perkara criminal, akan tetapi Undang-Undang atau peraturan tersebut harus memakai saksi itu
bersedia.1
Semua alat-alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana yang berlaku mempunyai
kekuatan hokum yang sama. Permasalahannya terletak pada sejauh mana alat-alat bukti yang sah
itu berguna dan dapat membantu dalam proses peradilan pada umumnya dan khususnya dalam
proses penyidikan.1
Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka dalam
perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan
khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik.1
Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan
sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian, dalam perkara pidana yang
menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan ilmu
kedokteran forensik yang dimilikinya sebagaimana yang tertuang dalam Visum et Repertum
yang dibuatnya mutlak diperlukan.1
Selain bantuan ilmu kedokteran forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et
Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan di
dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu
perbuatan tindak pidana yang telah terjadi sehingga dengan demikian proses penegakan
hukumdan keadilan yang merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-
scientific baru dapat diwujudkan.1
Prosedur medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.1

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.1

Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.1
II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.1
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.1

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.1

Pasal 180 KUHAP

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal
itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.1

III.Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.1

Pasal 222 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.1

Pasal 224 KUHP


Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-
undang ia harus melakukannnya:

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.


2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.1

Pasal 522 KUHP

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.1

Aspek Hukum

Dalam aspek hukum digolongkan dalam perkara pembunuhan atau penganiayaan.1

Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia.

Pasal 170

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan


terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka.
b) Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan
luka berat.
c) Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.1

Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.1

Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 1

Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.1

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara plaing lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.1

Pasal 353

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.1

Pasal 354

(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.1

Pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15tahun.1

Thanatologi
Thanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian
yaitu: definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang
bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian
berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang
otak.

Waktu kematian

Faktor-faktor yang digunakan untuk memperkirakan saat terjadinya kematian adalah:

1. Livor mortis (lebam jenazah)

Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian
akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian
terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30
sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan
karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).

2. Rigor mortis (kaku jenazah)


Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat
kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap
(menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam
postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian
setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam
setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu
lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa
dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap
sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum mati.

2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam
ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

3. Body temperature (suhu badan)


Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke
benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila
suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun
lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal
Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval)
berikut:
Formula untuk suhu dalam o Celcius  PMI = 37 o C-RT o C +3

4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)


Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja
bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S
dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut
mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah
terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas
dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan
berlangsung lebih cepat.

5. Stomach Content (isi lambung)


Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian.
Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari
lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

6. Insect activity (aktivitas serangga)


Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu
dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species
akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga
Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun
serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem.
Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah
menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.

Identifikasi Forensik
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan sebagai suatu
usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak
dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang
yang  hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi forensik
merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.4,5

Menentukan identitas korban seperti halnya identitas pada tersangka pelaku kejahatan
merupakan bagian yang terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas
dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.
Penentuan identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut:4,5
 Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut.4
 Dokumen
KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang laki-
laki lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas seorang
wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang dapat
terlempat dan sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi pada laki-laki
yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya. 4,5
 Perhiasan
Merupakan metode identifikasi yang baik, walupun tubuh korban telah rusak atau
hangus. Inisial yang tedapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si pemberi
cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban, Dalam penentuan
identifikasi dengan metode ini tidak jarang diperlukan keahlian dari seorang yang
memang ahli di bidang tersebut. 4,5
 Pakaian
Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti model,
bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk siapa pemilik
pakaian tersebut dan tentunya identitas korban. 4
 Identifikasi Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical
record, ante-mortem record), yang baik. Metode ini menggunakan data umum dan data
khusus. Data umum meliputi tinggi badan, perkiraan umur, berat badan, rambut, mata,
hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat
kongenital, bekas operasi, tumor dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi
karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi
(termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tinggi. Bahkan
pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui
identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi
badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.4,5
 Gigi (odontologi)
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam prakteknya
hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik
khususnya patologi Forensik. 4,5
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada ante-mortem
record. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi
dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa
gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki
susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.4,5
 Sidik jari
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena
sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada kasus saudara
kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/ membusuknya tubuh.
Penggunaan sidik jari untuk memnetukan identitas seseorang tentunya baru dapat bila
orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya. Akan tetapi walaupun datanya
tidak ada pengambilan sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu dengan
membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat-alat yang di rumah korban
(latent print).
Sedangkan pada kasus pembunuhan latent print yang ada pada senjata dapat
membuat si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau mengelak dari tuduhan bahwa ia
telah melakukan pembunuhan.4,5
 Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan cairan
tubuh lainnya. Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah
jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan
dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan
sidik DNA yang akurasinya sangat tinggi.5
Cara Kematian, mekanisme dan penyebab kematian
 Sebab kematian adalah penyakit atau luka cedera yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Pada kasus ini penyebab kematiannya adalah atherosclerosis
dimana terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung.
 Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologis dana tau biokimiawi yang
ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak
dapat terus hidup. Pada kasus ini mekanisme kematiannya adalah miokard infark
akut (MCI), dimana MCI adalah kondisi yang ditimbulkan akibat adanya
sumbatan pada pembuluh darah jantung sehingga kurangnya distribusi oksigen
dan nutrisi bagi jantung yang akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
kematian otot jantung.
 Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Pada kasus ini cara kematian korban adalah kematian mendadak yang dapat
diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan,
dengan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul dari gejala pertama.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah

Darah merupakan cairan tubuh yang paling penting karena merupakan cairan biologic
dengan sifat-sifat potensial yang spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama
pemeriksaan darah forensic adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan
membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek, manusia dengan darah korban
atau darah tersangka pelaku kejahatan. Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa
bercak tersebut benar darah, darah dari manusia atau hewan, apabila dari manusia cari golongan
darah, darah menstruasi atau bukan.4

a.   Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi dari sel-sel darah merah.
Namun cara ini tidak dapat dilakukan apabila sel darah merah telah mengalami
kerusakan. Cara ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus menggunakan pewarnaan
Wright atau Giemsa, dari kedua sediaan tersebut bisa dilihat bentuk dan inti sel darah
merah serta sel leukosit berinti banyak. Bila ditemukan drum stick dalam jumlah lebih
dari 0,05% dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita. 4

Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut dapat menentukan


kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia memiliki sel darah merah
berbentuk cakram dan tidak berinti, kecuali golongan unta dengan sel darah merah
berbentuk oval atau elips tetapi tidak berinti. Sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk
oval atau elips dan berinti.4

b.   Pemeriksaan kimiawi

Cara ini dilakukan apabila sel darah merah dalam keadaan rusak sehingga
pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari
pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah. Pemeriksaan penyaring
darah, yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin yang menggunakan reagen larutan
jenuh kristal benzindin dalam asam asetat glacial dan pemeriksaan penyaring dengan
reaksi fenoftalin dengan reagen fenoftalin 2gr + 100ml NaOH 20% yang dipanaskan
dengan biji-biji zinc. 4

Hasil positif pada reaksi benzidin adalah terbentuknya warna biru gelap,
sedangkan pada reaksi fenoftalin timbul warna merah muda. Apabila hasil negative pada
kedua reaksi tersebut dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. Apabila positif
maka bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.4

Pemeriksaan penentuan darah, berdasarkan pigmen atau kristal hematin (hemin)


dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi teichman dan
reaksi wagenaar hasil postif pada reaksi teichman dinyatakan dengan Kristal hemin HCl
yang berbentuk batang berwarna coklat terlihat dengan mikroskop. Sedangkan hasil
positif pada reaksi wagenaar adanya Kristal aseton nemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil yang negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan darah juga
dapat dijumpai pada bercak darah yang struktur kimianya telah rusak.4
Pemeriksaan histopatologik jantung
Imunohistokimia
            Selama bertahun-tahun  berbagai teknik pewarnaan dilakukan untuk mencoba
mengidentifikasi gambaran histopatologi infark miokard dini yang tidak dapat dilihat dengan
pewarnaan H&E. Untuk melihat kolagen dapat dipakai pewarnaan khusus Masson's trichrome.
            Saat ini dikembangkan teknik pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat ekspresi
komponen komplemen C9 dan troponin T dengan reaksi antigen-antibodi. Secara normal (non
hipoksia) otot jantung kurang mengekspresikan C9, tetapi pada keadaan hipoksia menunjukkan
ekspresi positif pada penanda ini.
            Pada tahun 1996 berdasarkan studi Doran di England terhadap 25 kasus otopsi yang
diduga dengan infark miokard dan menderita infark miokard (kelompok pertama) dan 25 kasus
tanpa dugaan dengan infark miokard (kelompok kedua). 24 dari 25 kasus kelompok pertama
menunjukkan ekspresi positif terhadap C9, 16 kasus dapat dideteksi dengan pewarnaan H&E ( >
24 jam premortem) dan 8 kasus dengan gambaran klinik < 8 jam. Pada 25 kontrol (kelompok
kedua)  tidak menunjukkan perubahan pada pewarnaaan H&E dan 3 kasus dengan C9 positif.4

Gambar 1. Pewarnaan khusus Masson's trichrome.4


Interpertasi hasil Temuan
Pada pemeriksaan wanita berumur 73 tahun ditemukan luka lecet pada lengan bawah
kanan dan kiri : terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing. Misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas, akibat
jatuh atau terbentur jalanan. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak rata
berukuran 4x3 cm : luka terbuka karena benda tumpul , biasanya tepi tidak rata khasnya
didapatkan ada jembatan jaringan pada luka. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan
darah yang menjadi tanda makro pada miokard infark akut. Pada pembuluh coroner jantung
ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar 80% diperkirakan terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah jantung sehingga terjadi serangan jantung.
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun
bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk
kepentingan peradilan.
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang
segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179
dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum
et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan
digunakan untuk kepentingan peradilan.4,5

Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:


1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik.

Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental atau
jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum
perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum untuk
manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang
sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun
sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja
di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:
 Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan
 Tidak dikenakan materai
 Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
 Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu
Letnan Dua)
 Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
 Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
 Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
 Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
 Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
 Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan
diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan
pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN
no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.4,5

Kesimpulan
Kasus ini adalah kasus kematian mendadak kardiovaskuler yang kerap terjadi. Pemeriksaan
forensik pada kasus kematian mendadak diperlukan untuk menyingkirkan adanya tindak pidana.
Pemeriksaan terbaik adalah dengan melakukan autopsy, bila autopsi tidak dilakukan maka penyakit
alamiah tidak dapat diketahui. Aspek medikolegal pada kasus ini adalah suatu kematian akibat
penyakit alamiah yang diderita selama hidupnya, dengan tidak ditemukannya tanda -tanda kekerasan
maupun keracunan

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RS CIPTO MANGUNKUSUMO

Nomor : 009/VER/I/2010 Jakarta, 20 April 2010


Perihal : Hasil pemeriksaan terhadap beberapa jaringan
Lampiran :-

PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Dr. X , dokter pada Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Sektor Polda Metro Jaya tertanggal 20 April 2010 no 009/VER/I/2010, maka pada tanggal 20
April dua ribu sepuluh, pukul lima belas Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap jaringan dengan no
regristrasi 0088121, yang menurut surat tersebut
adalah:-------------------------------------------------------------------------------------

Nama : ------------------------------------------------------------------------------------------------
Umur : 73
tahun------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : perempuan------------------------------------------------------------------------------------
Bangsa : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Agama : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : ------------------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------------
1. Ditemukan luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri ---------------------------------
2. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak rata berukuran 4x3
cm-----------------------------
3. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan darah------------------------------------
4. Pada pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar
80%-----------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN
sebab mati korban adalah sumbatan pada pembuluh darah jantung, mekanisme kematianya
adalah acute miocard infark, sedangkan cara kematian korban adalah kematian
mendadak(sudden death)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
...............................................................................................................

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan


keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)---------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Bagian Kedokteran


Forensik FK UI;1994.h.11-6, 37-9.
2. Budiyanto A,Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Sidhi. Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FK UI;1997.h.25-43.
3. Staf Pengajar Bagian Forensik. Teknik autopsi forensik. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI;2000.h.1-20, 56-62.
4. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto;2008.h.1-52.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius;2000.h.171-82.

Anda mungkin juga menyukai