Anda di halaman 1dari 4

Mengenal Pentingnya Memiliki NPWP

Bukti Potong PPh Pasal 23/26 di Era


Revolusi 4.0
I Kadek Jiwa Wicaksana, 4 bulan yang lalu

Di dunia ini ada dua hal yang pasti, yaitu yang pertama adalah “Kematian”, dan yang kedua

adalah “Pajak”. Pajak dikatakan hal yang pasti karena keberadaan pajak memang nyata dan

melibatkan seluruh golongan masyarakat.

Berdasarkan Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1, pengertian Pajak

adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  

Berdasarkan pengertian pajak sesuai UU KUP tersebut, pajak bukanlah hal yang harus

ditakuti dan dihindari oleh masyarakat, karena sebenarnya pajak itu adalah CINTA. Seseorang

yang mencintai sesuatu sudah pasti akan rela berkorban untuk kebahagiaan sesuatu yang

dicintainya. Sama halnya seperti pajak, keberadaan pajak akan membuat seorang Wajib Pajak

(WP) rela mengorbankan sekian persen dari penghasilannya untuk pajak, tanpa

mengharapkan imbalan balik, dan meyakini bahwa pajak yang mereka bayarkan akan mampu

membuat banyak orang di Indonesia bahagia termasuk WP itu sendiri.

Salah satu pajak yang dikenakan di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh). PPh

merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam tahun pajak. PPh diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Di
dalam Undang-Undang PPh ini terdapat pasal-pasal yang menjelaskan secara jelas mengenai

objek pajak, subjek pajak, dan berbagai peraturan tentang pajak penghasilan yang

diberlakukan di Indonesia.

 Dari sekian banyak peraturan yang ada dalam UU PPh, masih banyak WP yang belum

mengetahui peraturan perpajakan, ataupun mereka tahu namun pura-pura tidak tahu dengan

tujuan untuk menghindari kewajibannya dalam membayar pajak. Katidaksadaran WP terhadap

pajak ini dapat dilihat dari terus berkurangnya jumlah WP yang membayar dan melapor pajak

dari tahun ketahun. Salah satu PPh yang masih juga jarang mau dibayar dan dilaporkan oleh

WP adalah PPh Pasal 23/26. PPh pasal 23/26 merupakan pajak yang mengatur pemotongan

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan Bentuk Usaha

Tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaran kegiatan selain

yang telah dipotong PPh pasal 21 (Mardiasmo, 2016).

Tahapan dalam melakukan kewajiban dalam PPh pasal 23/26 adalah menghitung, membayar

dan melaporkan. Melakukan ketiga tahapan ini secara manual pastinya akan membuat WP

menghindari untuk melakukan kewajibannya dalm PPh pasal 23/26, apalagi formulir yang

harus diisi juga cukup banyak jika harus di tulis satu per satu. Dan juga WP harus

menghabiskan cukup banyak waktu untuk ke datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk

mengurus pelaporan PPh pasal 23/26.

Di era revolusi industri 4.0 yang merupakan era dimana semua pekerjaan di minta untuk dapat

dilakukan secara komputerisasi, dan dapat terhubung ke dalam sebuah jaringan membuat

Direktorat Jendral Pajak (DJP) tidak tinggal diam. DJP telah mampu membuat beberapa

produk terkomputerisasi yang memudahkan WP dalam melakukan Perhitungan, Pembayaran,

dan Pelaporan Pajak. Salah satunya yang baru saja mulai diberlakukan adalah e-Bupot.  
E-Bupot (Aplikasi Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 Elektronik) merupakan perangkat lunak

yang disediakan pada laman resmi Direktorat Jenderal Pajak atau aplikasi penyedia jasa yang

telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. e-Bupot ini mulai berlaku sejak dikeluarkannya

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-425/PJ/2019 pada tanggal 22 April 2019 dan

mulai diterapkan pada masa pajak Mei 2019. Hal ini merupakan pelaksanaan Pasal 12

Perdirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2017. 

E-Bupot adalah aplikasi yang disediakan DJP untuk membuat bukti pemotongan dan

pelaporan pajak seperti Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk

dokumen elektronik. Beberapa kriteria wajib pajak badan yang diharuskan menggunakan e-

Bupot diantaranya adalah wajib pajak badan yang menerbitkan lebih dari 20 bukti potong,

jumlah penghasilan brutonya lebih dari Rp 100 juta untuk setiap bukti potong, pernah

menyampaikan SPT secara elektronik, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan kantor

wilayah DJP khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP wajib pajak besar.

Penggunaan e-Bupot memiliki banyak keuntungan baik bagi WP, pemotong, maupun otoritas

pajak. Dari sisi WP yang dipotong, bukti potong ini akan masuk dalam prepopulated SPT

tahunan yang akan memudahkan proses pelaporan. Bagi ditjen pajak, selain dalam

administrasi SPT lebih efisien (elektronik), skema tersebut juga bisa memantau atau

meyakinkan bahwa penghasilan yang dipotong melalui sistem ini akan dilaporkan dengan

benar dalam SPT tahunan WP penerima penghasilan yang dikenai potongan PPh.

Peningkatan pelayanan perpajakan ini benar-benar menunjukan sikap serius DJP dalam

menghadapi era revolusi industri 4.0 dan juga dalam meringankan beban WP. Hal ini

dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran WP dalam menghitung, membayar,

dan melaporkan pajaknya.


Refrensi:

Mardiasmo. 2016. PERPAJAKAN Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: Penerbit Andi

Ihwanu Rohim. 2019. “e-Bupot”. in https://dconsultingbusinessconsultant.com/e-bupot/

Anonim. 2019. “Apa Itu E-Bupot Dan Cara Mambuat Bukti Potong Pajaknya”

https://www.pajakku.com/read/5dae80ff4c6a88754c088049/Mengenal-Pentingnya-Memiliki-NPWP-
Bukti-Potong-PPh-Pasal-23/26-di-Era-Revolusi-40 Diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 14.52 WIB

Anda mungkin juga menyukai