Anda di halaman 1dari 14

PENALARAN

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Didah Nurhamidah, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Farhanah Fatin 11170130000008
Gina Aprilia 11170130000015
Dwiky Ari Saputra 11170130000016
Siti Nurkhasanah 11170130000029
Chaeratunnisa 11170130000033

Kelas: PBSI 2A

Jurusan Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
izin dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“PENALARAN”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikannya tepat waktu.
Kami sebagai penulis tentu tidak dapat menyelesaikannya tanpa bantuan
pihak terkait, untuk itu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Ibu Didah Nurhamidah, M.Pd. selaku dosen pembimbing pada mata kuliah
Bahasa Indonesia
2. Serta pihak-pihak yang telah memberi kontribusi, baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
dibutuhkan guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Ciputat, 22 April 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

PENALARAN ........................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

A. Latar Belakang ............................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5

A. Hakikat Penalaran .......................................................................................... 5

B. Cara Membuat Penalaran Induktif ................................................................. 6

C. Cara Membuat Penalaran Deduktif ............................................................... 8

D. Mengidentifikasi Kalimat atau Paragraf yang Terdapat Salah Nalar .......... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12

A. Simpulan ...................................................................................................... 12

B. Saran ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanda bahwa manusia hidup adalah manusia itu berpikir, dengan berpikir
maka manusia akan terus merasa bahwa dirinya ada di dunia ini. Berbahasa juga
identik dengan berpikir, bagaimana caranya mendengar, berbicara, membaca,
dan menulis. Semua harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum dilakukan, setelah
dipikirkan baru muncul sebuah penalaran yang baru.
Penalaran inilah yang jarang sekali digunakan manusia dalam berpikir.
Karena penalaran membutuhkan pemikiran yang ekstra, memerlukan proses
yang lebih rumit dari hanya sekadar berpikir. Penalaran juga terdapat dalam
bahasa Indonesia yang biasa digunakan dalam memahami beberapa unsur dalam
bahasa Indonesia.
Masih banyak orang awam bahkan orang yang belajar bahasa Indonesia pun
sulit menerapkan bagaimana penalaran yang dikaitkan dengan bahasa Indonesia,
karena penalaran dalam bahasa Indonesia ini terdapat cara, tahap, dan jenis-jenis
penalaran yang harus dipahami dengan sungguh-sungguh agar tidak
menimbulkan salah nalar ketika sedang menyimak, berbicara, membaca, atau
menulis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penalaran?
2. Bagaimana cara membuat penalaran induksi?
3. Apa saja cara yang harus dilakukan dalam penalaran deduksi?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi kalimat atau paragraf yang di dalamnya
terdapat salah nalar?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian penalaran.
2. Untuk mengetahui cara membuat penalaran induksi.

3
3. Untuk mengetahui cara dalam penalaran deduksi.
4. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi salah nalar yang ada di dalam
kalimat atau paragraf.

D. Manfaat Penelitian
Supaya mampu memperluas wawasan tentang bahasa Indonesia, khususnya
dalam memahami cara membuat penalaran induksi, cara melakukan penalaran
deduksi, dan mampu mengidentifikasi salah nalar yang ada di dalam suatu
kalimat atau paragraf.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Penalaran
Penalaran (reasoning) ialah proses pengambilan kesimpulan (conclusion,
inference) dari bahan bukti atau petunjuk (evidence), ataupun yang dianggap
bahan bukti atau petunjuk.1 Penalaran juga merupakan proses berpikir yang
sistematis untuk memperoleh kesimpulan/pengetahuan yang dapat bersifat
ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus,
efisien, tepat, dan teratur untuk medapatkan kebenaran dan menghindari
kekeliruan.
Dalam segala aktivitas berpikir dan bertidak, manusia mendasarkan diri atas
prinsip penalaran. Beralar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai
prasangka emosi, dan keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik manusia
bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala
kondisi.2
Penalaran dalam fungsinya sebagai kegiatan berfikir tentunya memiliki
karakteristik atau ciri-ciri tertentu. Pertama, adanya pola berfikir yang secara
luas (logis), hal inilah yang sering disebut sebagai logika. Selanjutnya dapat
dikatakan bahwa setiap usaha penalaran mempunyai logikanya tersendiri karena
ia merupakan sebuah proses berfikir. Sehingga Berfikir secara logis dapat
dimaknai sebagai suatu pola, dan ketentuan tertentu yang digunakan dalam
proses berfikir. Maka dari itu sebuah kerangka logika dalam satu hal tertentu
sangat mungkin dianggap tidak logis jika ditinjau dari kerangka lainnya. Hal
inilah yang menimbulkan adanya ketidakkonsistenan dalam menggunakan pola
pikir, yang akhirnya melahirkan beberapa motode pendekatan yang bermacam-
macam.

1
Dr. Alek A., S.S., M.Pd. & Prof. Dr. H. Achmad H.P., Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2000), h. 195.
2
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2009), h. 35.

5
Kedua, penalaran harus bersifat analistik, dengan maksud ia merupakan
pencerminan dari suatu proses berfikir yang bersandar pada suatu analisa dan
kerangka berfikir tertentu, dengan logika sebagai pijakannya. Secara
sederhananya poin kedua ini merupakan sebuah proses menganalisa denga n
logika ilmiah sebagai pijakannya. Yang mana analisa sendiri adalah suatu
kegiatan berfikir dengan langkah-langkah yang tertentu. Sehingga kegiatan
berfikir tidak semuanya berlandaskan pada penalaran. Maka dari itu berfikir
dapat dibedakan mana yang menggunakan dasar logika dan analisa, serta mana
yang tanpa menggunakan penalaran seperti menggunakan perasaan, intuisi,
ataupun hal lainnya. Karena hal-hal tersebut bersifat non-analistik, yang tidak
mendasarkan diri pada suatu pola berfikir tertentu.3

B. Cara Membuat Penalaran Induktif


Induksi dapat ditafsirkan sebagai penalaran yang berawal pada yang khusus
atau spesifik dan berakhir pada yang umum. Kesimpulan induktif selalu berupa
generalisasi atau hal yang umum, artinya pernyataan itu selalu meliputi sejumlah
besar peristiwa yang khusus.4
Penalaran induktif ialah proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena/gejala individual untuk menurunkan suati kesimpulan yang
berlaku umum.5 Secara formal induksi dapat dibatasi sebagai proses penalaran
untuk sampai kepada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum
maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Selanjutnya,
proses induksi dapat dibedakan lebih jauh sebagai generalisasi, analogi, dan
hubungan sebab akibat.6

3
Supriasumantri dalam Imron Mustofa, “Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan
Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah”, El-Banat, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2016: 125.
4
Dr. Alek A., S.S., M.Pd. & Prof. Dr. H. Achmad H.P., op.cit., h. 196.
5
Minto Rahayu, op.cit., h. 41.
6
Dra. Sabarti Akhadiah, dkk., Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Erlangga, 1999), h. 61.

6
1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah
gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai
semua atau sebagian dari gejala serupa.
2. Analogi
Analogi induktif ialah proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau
inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala
khusus lain yang memiliki sifat atau ciri esensial penting yang bersamaan.
Contoh: Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaiman rumah itu
dibangun oleh batu-batu, tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan
itu ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu itu rumah.
3. Sebab-akibat
Prispip umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa
harus ada penyebabnya. Terdapat pola hubungan sebab akibat:
a. Penalaran dari sebab ke akibat.
b. Penalaran dari akibat ke sebab.
c. Penalaran dari akibat ke akibat.7

Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat


dilakukan dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan
istilah induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal
partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti.
Seperti dalam kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon
kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di
desa memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa
diperdebatkan dan tidak pula ragukan.8
Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan
dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan

7
Minto Rahayu, op.cit., h. 42-44.
8
Hadi dan Gallagher dalam Imron Mustofa, op.cit., h. 136.

7
induksi tidak lengkap.9 Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering
kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang
lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai
manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan diamati secara
mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada
yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka
diperolehlah induksi tidak lengkap.10

C. Cara Membuat Penalaran Deduktif


Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang bertolak
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Ia sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, dikarenakan memperdalami dasar-dasar pensesuaian dalam
pemikiran dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu.11
Logika deduktif yaitu kebalikan logika induktif. Deduksi sering disebut
penalaran dari yang umum ke yang khusus atau penerapan generalisasi pada
peristiwa yang khusus untuk mencapai kesimpulan. Jadi, proses deduksi
berlangsung dalam tiga tahap:
1. Generalisasi sebagai pangkal bertolak/berpikir.
2. Penerapan generalisasi pada kejadian tertentu.
3. Kesimpulan deduktif yang berlaku bagi peristiwa khusus itu.
Hampir setiap keputusan atau kesimpulan yang kita ambil adalah berdasar
pada deduksi, sedangkan generalisasi yang kita gunakan sering kita peroleh
lewat pengamatan atau eksperimen orang lain. Peralatan deduksi adalah
silogisme yang terjadi dari tiga bagian: premis mayor, permis minor, dan
kesimpulan. Premis itu ialah putusan (proposition) yang menjadi dasar bagi
argumentasi. Putusan ialah pertanyaan yang menyuguhkan sesuatu atau
mengingkarinya sehingga dapat dikatakan benar atau salah. Putusan selanjutnya,

9
Rapar dalam Imron Mustofa, loc.cit.
10
Hadi dan Gallagher dalam Imron Mustofa, loc.cit.
11
Branner dalam Imron Mustofa, op.cit., h.133.

8
baik dalam bentuk yang positif maupun negatif, mungkin benar, atau mungkin
salah.
1. Premis mayor adalah suatu generalisasi yang meliputi semua unsur kategori,
banyak di antaranya atau hanya beberapa unsur saja dan hanya berisi
pernyataan umum.
2. Premis minor adalah penyamaan suatu objek atau ide dengan unsur yang
dicakup oleh premis mayor dan berisi pernyataan yang lebih khusus.
3. Kesimpulan adalah gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi
dalam premis mayor pada peristiwa yang khusus dalam premis minor. Dalam
paragraf yang bercorak penalaran induktif kalimat pokok (topic sentence)
biasanya berupa generalisasi induktif. Paragraf itu kemudian dikembangkan
dengan hal-hal yang khusus untuk menunjang perumusan itu. Dalam paragraf
penalaran deduktif kalimat pokoknya berisi suatu gagasan yang berupa
kesimpulan silogisme, baik yang dinyatakan, sedangkan pengembangan
paragraf akan berupa usaha membuktikan premis minor.12
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berfikir logis dan analistik,
yang tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang
diperoleh manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk
menjawab permasalahan secara rasional sehingga dapat dipertanggung
jawabkan kandungannya, tentunya dengan mengesampingkan hal-hal yang
irasional.
Adapun penyelesaian masalah secara rasional bermakna adanya tumpuan
pada rasio manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Dan
paham yang mendasarkan dirinya pada proses tersebut dikenal dengan istilah
paham rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan
yang saling mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para
ilmuan rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif.13

12
Dr. Alek A., S.S., M.Pd. & Prof. Dr. H. Achmad H.P., op.cit., h. 196-197.
13
Imron Mustofa, op.cit., h. 134.

9
D. Mengidentifikasi Kalimat atau Paragraf yang Terdapat Salah Nalar
Salah nalar yaitu gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesimpulan, yang
keliru atau sesat. Pada salah nalar, kita tidak mengikuti tata cara pemikiran
dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang
tak masuk akal dalam tulisan. Di bawah ini ada beberapa macam identifikasi
salah nalar yang ada dalam tulisan, termasuk dalam kalimat dan paragraf.
1. Deduksi yang Salah
Salah nalar yang amat lazim ialah kesimpulan yang salah dalam silogisme
yang berpremis yang tidak memenuhi syarat.
Contoh: Pak Didi bukan dosen yang baik karena mahasiswa yang tidak lulus
padanya lebili dari l0 persen.
Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan uang.
2. Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah karena jumlah
percontohannya yang tidak memadahi. Harus dicatat bahwa kadang-kadang
per contoh yang terbatas mengizinkan generalisasi yang sahih.
Contoh: Orang Cina suka senyap.
Polisi jalan raya sering melanggar aturan lalu lintas.
3. Pemikiran ”atau ini, atau itu”
Salah nalar ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang rumit
dari dua sudut pandangan (yang bertentangan) saja. Isi pernyataan itu jika
tidak baik, tentu buruk; jika tidak benar, tentu salah; dan jika tidak putih, tentu
hitam.
4. Analogi yang Salah
Analogi ialah usaha pembandingan dan merupakan upaya yang berguna
untuk mengembangkan paragraf. Namun analogi tidak membuktikan apa-apa
dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya yang salah.
Contoh: Rektor universitas harus bertindak seperti seorang jenderal
menguasai tentaranya agar disiplin dipatuhi.

10
5. Penyampingan Masalah
Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, jika kita
menukar pokok masalah dengan pokok lain, ataupun jika kita menyeleweng.
Contoh: Jurang pemisah antara yang kaya dan miskin tidak mungkin terjadi
karena UUD menetapkan asas kekeluargaan untuk ekonomi.
Mengapa dasar humor Indonesia itu berpangkal pada kedunguan?
Orang Indonesia tidak mengenal humor.14

14
Dr. Alek A., S.S., M.Pd. & Prof. Dr. H. Achmad H.P., op.cit., h. 198-200.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Penalaran merupakan proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh
kesimpulan/pengetahuan yang dapat bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar
akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk
medapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
Induksi dapat ditafsirkan sebagai berikut: "Penalaran yang berawal pada
yang khusus atau yang spesifik dan berakhir pada yang umum.” Kesimpulan
induktif selalu berupa generalisasi atau perumuman, artinya pernyataan itu selalu
meliputi sejumlah besar peristiwa yang khusus.
Proses deduksi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap generalisasi
sebagai pangkal bertolak/berpikir, tahap penerapan generalisasi pada kejadian
tertentu, serta kesimpulan deduktif yang berlaku bagi peristiwa khusus itu.
Salah nalar yaitu gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesirnpulan yang
keliru atau sesat. Pada salah nalar, kita tidak mengikuti tata cara pernikiran
dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita rnenmnukan logika yang
tak masuk akal dalam tulisan, kalimat dan paragraf.

B. Saran
Setelah penulis membuat makalah ini, maka diharapkan kita sebagai
mahasiswa yang akan menjadi calon pendidik haruslah memahami bagaimana
proses bernalar itu berlangsung dalam suatu pembelajaran, serta memahami jika
terdapat salah nalar dalam tulisan, termasuk dalam kalimat maupun paragraf.

12
DAFTAR PUSTAKA

A, Alek & H.P., Achmad. 2000. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Kencana)
Akhadiah, Sabarti dkk. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Erlangga)
Mustofa, Imron. “Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai
Dasar Penalaran Ilmiah”, El-Banat, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2016: 125.
Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo)

13

Anda mungkin juga menyukai