Anda di halaman 1dari 69

Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Bab ini memuat tentang Pendekatan dan Metodologi dari Perusahaan CV. Artha
Gemilang Engineering sebagai salah satu persyaratan dalam dokumen penawaran untuk
pekerjaan STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG yang diadakan
oleh Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan: Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2018.

8.1. Pendekatan Penyusunan RDTRK


8.1.1. Pendekatan Perencanaan
8.1.1.1. Pendekatan Participatory

Pendekatan ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam
merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah,
pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas. Secara garis besar
pendekatan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan
bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah,
mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka
atasi.

Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers, 1991,
154-155):

a. Alasan pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh


informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal
b. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan

8-1
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut
dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut
c. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi
bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.

8.1.1.2. Pendekatan Mixed Sanning

Pendekatan mixed scanning merupakan suatu kerangka pendekatan yang berupa


kombinasi dari komprehensif rasionalistik yang menekankan pada pelaksanaan yang analitik,
penelitian dan pengumpulan data yang menyeluruh dan inkrimental yang menitikberatkan pada
tugas interaksional untuk mencapai konsensus pada perubahan yang terbatas.

Asumsi yang digunakan didalam pendekatan ini adalah :

a. Membolehkan terjadinya konsensus dalam setiap isu yang dihadapi


b. Untuk mengarahkan kebijaksanaan umum sebaiknya ditangani secara terpusat
c. Untuk rancangan program yang efisien lebih efektif untuk dilaksanakan oleh
mekanisme prencanaan yang desentralistik

Pendekatan mixed scanning adalah penggabungan antara model rasional dan


incremental. Pendekatan ini disusun berdasarkan cara kerja metafora observasi situasi dan
kondisi yang menggunakan dua pandangan. Pertama melakukan observasi kondisi seluruh
kawasan dengan pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil penganalisaan
apa yang menjadi potensi yang detail dan menyeluruh dari kondisi suatu daerah observasi.
Yang kedua memperhatikan pada daerah observasi tersebut bagaimana kondisi masyarakatnya
yang sama dengan observasi terakhir atau hasil yang lalu dan akan membuat analisa gabungan
dengan pandangan pertama apabila terdapat ketidaklaziman pada potensi yang dimiliki daerah
observasi tersebut.

8.1.2. Pendekatan Studi

8.1.2.1. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-
variabel penelitiannya. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai
obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk
operasionalisasi variable masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak
yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan
menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan
model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya pengujiannya

8-2
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik


analisa dan formula statistik maupun matematis yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini
lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna
secara kebahasaan dan kulturalnya.

Dalam perencanaan ini, parameter dan variabel yang digunakan mengikuti pedoman
yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, baik dalam Pedoman Penyusunan
RDTR Kota, Pedoman Penyusunan RTH dan Pedoman lain yang mendukung termasuk SNI
dan Pedoman Analisis Fisik, Sosial dan Ekonomi.

a. Data yang Digunakan


Pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif/ angka-angka statistik ataupun koding-
koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berbentuk variable-variabel dan
operasionalisasinya dengan skala ukuran 1:5000 untuk data sapatial.
Data dan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penyusunan rencana detail haruslah
terukur baik kualitas, kuantitas ataupun dimensi masing-masing objek/komponen pembentuk
ruang, diantaranya sebagai berikut :
1. Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data : topografi, hidrologi, geologi,
klimatologi, dan tata guna lah, an
2. Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut ukuran keluarga,
umur, agama, pendidikan, dan mata pencaharian
3. Perekonomian, meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri, pertanian,
perkebunan, perikanan, pariwisata, pendapatan daerah, dan lain-lain
4. Penggunaan lahan, menurut luas dan persebaran kegiatan yang diantaranya meliputi:
permukiman, perdagangan dan jasa, industripariwisata, pertambangan, pertanian dan
kehutanan dan lain lain
5. Tata bangunan dan lingkungan. Tata bangunan meliputi : intensitas bangunan (KDB,
KLB, KDH), bentuk bangunan, arsitektur bangunan, pemanfaatan bangunan, bangunan
khusus, wajah lingkungan, daya tarik lingkungan (node, landmark, dan lainnya), garis
sempadan (bangunan, sungai)
6. Prasarana dan utilitas umum:
a. Jaringan transportasi :
 Jaringan jalan raya
 Fasilitas (terminal)
 Kelengkapan jalan : halte, parkir, dan jembatan penyeberangan
 Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang).
b. Air minum (sistem jaringan, bangunan pengolah, hidran); mencakup kondisi dan
jaringan terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan dan hidran, kondisi air
tanah dan sungai, debit terpasang, dll

8-3
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

c. Sewarage, air limbah rumah tangga


d. Sanitasi (sistem jaringan, bak kontral, bangunan pengolah), jaringan terpasang,
prasarana penunjang dan kapasitas
e. Drainase : sistem jaringan makro dan mikro , dan kolam penampung
f. Jaringan listrik : sistem jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk, distribusi,
tiang/beton), sambungan rumah (domistik, non domistik)
g. Jaringan komunikasi : jaringan, rumah telepon, stasiun otamat, jaringan terpasang
(rumah tangga, non rumah tangga, umum)
h. Gas : sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga)
i. Pengolahan sampah : sistem penanganan (skala individual, skala lingkungan, skala
daerah), sistem pengadaan (masyarakat, pemerintah daerah, swasta)
7. Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana, besaran dampak
Data dan informasi disusun dan disajikan dalam bentuk peta, diagram, tabel statistik,
termasuk gambar visual kondisi lingkungan kawasan yang menunjang perencanaan detail tata
ruang. Identifikasi tersebut harus pula tampak secara jelas dalam peta dilengkapi dengan
wilayah administrasi hingga ke batas wilayah Kelurahan/Desa/RW, baik diterapkan dalam peta
dengan skala 1 : 5.000 maupun visualisasi digital (kamera, handycamp).
b. Teknik Pelaksanaan
Teknik yang dipakai berbentuk observasi terstruktur, survey dengan menggunakan
kuesioner, serta wawancara ataupun dengan focus group discussion (FGD) yang dilakukan di
tingkat desa, untuk menggali seluruh potenssi, masalah dan kebutuhan dalam pengembangan
kawasan. Dalam melakukan interview, biasanya diberlakukan interview terstruktur untuk
mendapatkan seperangkat data yang dibutuhkan. Teknik mengacu pada tujuan penelitian dan
jenis data yang diperlukan.
c. Analisa Data
Analisis dalam penelitian kuantitatif kulalitatif rasionalistik, deskripsi empiris terhadap
parameter dan variabel yanng diturunkan dari beberapa teori, norma, standart dan kreteria
yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan
menggunakan sarana statistik, matematis maupun diskripsi. Dalam analisis ini juga dilakukan
elaborasi data. Lingkup pekerjaan elaborasi meliputi :
1) Elaborasi penduduk
2) Elaborasi kebutuhan sektoral
Elaborasi penduduk harus memperhitungkan kemampuan lokasi perencanaan menampung
penduduk dalam kawasan perencanaan yang bersangkutan, dan terdistribusi menurut blok-blok
perencanaan. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan untuk elaborasi penduduk adalah:

8-4
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

1) Distribusi/kepadatan penduduk eksisting yang lebih terinci dalam blok-blok


perencanaan
2) blok Pemanfaatan lahan dan kepadatan bangunan bukan perumahan yang terinci
dalam -blok perencanaan
3) Rencana penggunaan lahan RTRW yang telah diklasifikasi kedalam rencana lebih rinci
Berdasarkan alokasi penduduk tersebut dapat di elaborasi kebutuhan-kebutuhan sektoral
dengan menggunakan standard yang berlaku. Selanjutnya dari hasil elaborasi penduduk dan
kebutuhan sektoral maka secara hipotesis sudah dapat dirumuskan serangkaian permasalahan
dan friksi yang akan terjadi dalam lokasi perencanaan sehubungan dengan penerapan konsep
Rancana Detail Tata Ruang.
Sedangkan pada penyusunan pendekatan zonasi berdasarkan pendekatan deduksi
dilakukan dengan mempertimbangkan teori, kasus dan preseden peraturan zonasi yang telah
digunakan kota-kota di luar negri maupun dalam negri. Peraturan Zonasi dengan pendekatan ini
relative cepat dihasilkan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan kebutuhan pengendalian di suatu
daerah karena adanya perbedaan karakteristik dan kebutuhan pengendalian daerah tersebut
dengan kondisi dan persoalan pada daerah rujukan. Dengan demikian, hasil dari pendekatan ini
masih perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan daerah. Cakupan kebijakan ini
meliputi:
a. Kajian literature mengenai peraturan zonasi meliputi pengertian, filosofi
dasar, substansi/materi, kelemahan maupun kelebihan serta beberapa kasus studi baik
di dalam negri maupun di luar negeri
b. Kajian literature mengenai tata guna lahan dan hirarkinya, kegiatan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, eksterior bangunan, bangun-
bangunan dan prasarana
c. Kajian mengenai kelembagaan, kewenangan, proses dan prosedur
pembangunan (termasuk perijinan), secara konseptual maupun empiris
d. Standar, ketentuan teknis, panduan, dan peraturan perundangan yang
berlaku.
8.1.2.2. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pemahaman dari dalam, penalaran,
definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan
pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat
berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan
penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis.

8-5
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

a. Data yang Digunakan


Pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-
gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan
catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan.
b. Teknik Pelaksanaan
Pada pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan akan menggunakan teknik observasi
atau dengan melakukan observasi terlibat langsung mapun data sekunder /indormasi lain dari
penelitian terdahulu. Dalam praktiknya, peneliti akan melakukan review terhadap berbagai
dokumen, foto-foto dan artefak yang ada.
c. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif rasionalistik deskripsi empiris terhadap parameter
dan veariabel yang bersifat kualitatif (deskripsi kualitas).
Sedangkan pada penyusunan peraturan zonasi dengan pendekatan induksi didasarkan
pada kajian yang menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakteristik penggunaan lahan dan
persoalan pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu daerah. Untuk mendapatkan
hasil yang lengkap dan akurat, pendekatan ini memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang
sangat besar.
Cakupan pendekatan ini meliputi:
a. Kajian penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan
b. Penyusunan klasifikasi dan pengkodean zonasi, serta daftar jenis dan hirarki
penggunaan lahan yang ada di daerah (dapat merujuk pada pedoman yang ditetapkan
oleh Kementrian PU dengan penyesuaian seperlunya)
c. Penyusunan aturan untuk masing – masing blok peruntukan
d. Kajian standar teknis dan administrative yang dapat di manfaatkan dari
peraturan perundangan nasional maupun daerah
e. Penetapan standar teknis dan administrasi yang akan diterapkan untuk
daerah yang bersangkutan
8.1.2.3. Mixed Metodologi
Pendekatan ini memanfaatkan hasil kajian dengan pendekatan deduksi yang dikoreksi
dan divalidasi dengan kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah yang disusun
peraturan zonasinya. Kombinasi pendekatan ini mengurangi waktu, biaya, dan tenaga yang
dibutuhkan dengan pendekatan induksi.

8-6
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8.2. Tahapan Penyusunan Laporan


8.2.1. Persiapan Penyusunan RDTRK
Persiapan penyusunan RDTR terdiri atas:
a) Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK dan penyiapan anggaran
biaya;
b) Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya dan kajian awal RTRW
kabupaten dan kebijakan lainnya; dan
c) Persiapan teknis pelaksanaan, meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik
analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.
1. Pengumpulan Data
Untuk keperluan pengenalan karakteristik BWP dan penyusunan rencana pola
ruang dan rencana jaringan prasarana BWP, dilakukan pengumpulan data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui:
a. Penjaringan aspirasi masyarakat (yang dapat dilaksanakan) melalui
penyebaran angket/kuesioner, temu wicara, wawancara orang per orang,
focus group discussion (FGD),dan lain sebagainya; dan/atau
b. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui
kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/ kecamatan.
Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui survei instansi,
yaitu ke instansi pemerintah, lembaga formal dan informal, dan studi literatur. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam proses pengumpulan data meliputi: tingkat akurasi data,
sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat
kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada.
2. Pengolahan dan Analisis Data
Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah data-data yang dibutuhkan
terkumpulkan. Pengolahan data dilakukan dengan memilah data-data yang benar-benar
dibutuhkan guna proses analisis. Pemilahan data didasarkan pada keperluan/ kegunaan
masing-masing analisis dalam penyusunan RDTR.
3. Perumusan Konsepsi RDTR
Perumusan konsepsi RDTR didasarkan pada hasil analisis yang merupakan hasil
kajian dari data-data mengenai wilayah perencanaan.

8-7
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8.2.2. Kebutuhan Data Penyusunan


Kebutuhan data yang diperlukan dalam penyusunan RDTR Patebon/ Zoning Perkotaan
Patebon yang berfungsi sebagai PPK di Kabupaten Pemalang, memerlukan data meliputi data
untuk penyusunan RDTR dan data untuk penyusunan peraturan zonasi sebagai berikut:
A. Kebutuhan Data Untuk Penyusunan RDTR
Data-data yang perlu dikumpulkan untuk mendukung proses penyusunan RDTR antara
lain:
a. Data wilayah administrasi, meliputi:
 Letak, luas, dan pembagian administrasi wilayah.
 Kebijakan-kebijakan dan rencana dari wilayah perencanaan.
b. Data fisiografis, meliputi:
 Topografi, morfologi, hidrologi, klimatologi, jenis tanah, dll.
 Penggunaan lahan.
c. Data kependudukan, mencakup:
 Jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, agama, lapangan kerja, pendapatan dll.
 Perkembangan penduduk, jumlah penduduk, persebaran dan komposisi
penduduk.
 Kondisi sosial budaya masyarakat.
d. Data ekonomi dan keuangan, mencakup:
 Produksi tiap sektor kegiatan ekonomi dan penyebarannya.
 Perkembangan tiap sektor ekonomi dan penyebarannya.
 Pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi dan distribusi.
e. Data ketersediaan prasarana dan sarana, meliputi:
 Jenis sarana dan prasarana yang ada, persebarannya baik sarana penunjang
kegiatan sosial maupun ekonomi.
 Kualitas dan tingkat pelayanan masing-masing.
f. Data peruntukan ruang;
g. Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan;
h. Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan);
dan
i. Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian minimal
skala peta 1:5.000.

8-8
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa
data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat
kelurahan. Data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran
perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah kabupaten.
B. Kebutuhan Data Untuk Penyusunan Peraturan Zonasi
Pengumpulan data primer dan data sekunder diperlukan untuk pengenalan karakteristik
wilayah kabupaten dan penyusunan peraturan zonasi. Adapun data-data yang diperlukan
untuk penyusunan zonasi ini meliputi:
1. Data Primer berupa data instansional, wawancara instansi, dan observasi, yaitu
mencakup:
a) Wawancara atau temu wicara kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi
masyarakat terhadap kebutuhan yang diatur dalam peraturan zonasi serta kepada
pihak yang melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
b) Peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah kabupaten/
kecamatan secara langsung.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan untuk mendukung penyusunan peraturan zonasi
meliputi:
a) Peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan
b) Data dan informasi, meliputi:
 Jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
 Jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
 Identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik (tinggi
bangunan dan lingkungannya);
 Kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan;
 Standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari peraturan-
perundang-undangan nasional maupun daerah;
 Peraturan perundang-undangan terkait pemanfaatan lahan dan bangunan, serta
prasarana di daerah yang bersangkutan; dan
 Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan lahan yang
ada di kabupaten yang akan disusun peraturan zonasinya.

8-9
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8.2.3. Analisis Penyusunan RDTR Kecamatan Pemalang


8.2.3.1. Tahap Analisis
Pengolahan dan analisis data dalam RDTR meliputi analisis karakteristik wilayah,
analisis potensi dan permasalahan pengembangan Bagian Wilayah Perencanaan/ Prioritas
(BWP), dan analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan. Desain untuk masing-masing
analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8.1
Desain Analisis Penyusunan RDTR
Analisis Deskripsi Metode Analisis
Analisis Karakteristik Analisis ini meliputi: Metode deskriptif
Wilayah  Kedudukan dan peran bagian dari wilayah kualitatif dan
kabupaten dalam wilayah yang lebih luas deskriptif kuantitatif
(kabupaten);
 Keterkaitan antar wilayah kabupaten dan antara
bagian dari wilayah kabupaten;
 Keterkaitan antar komponen ruang di bwp;
 Karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten;
 Kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk
perubahan iklim;
 Karakteristik sosial kependudukan;
 Karakteristik perekonomian; dan
 Kemampuan keuangan daerah.
Hasil Analisis:
 fungsi wilayah dalam tata ruang wilayah yang lebih
luas;
 karakteristik dan potensi-permasalahan wilayah;
dan
 peluang dan tantangan pengembangan kawasan.
Analisis Potensi dan Analisis ini mencakup: Metode statistik
Masalah  analisis kebutuhan ruang; dan deskriptif,
pengembangan  analisis perubahan pemanfaatan ruang. deskriptif kualitatif
BWP Hasil Analisis: dan kuantitatif
 potensi dan masalah pengembangan di BWP;
 peluang dan tantangan pengembangan;
 kecenderungan perkembangan;
 peluang dan tantangan pengembangan; dan
 perkiraan kebutuhan pengembangan di BWP.
Analisis Kualitas Analisis ini mencakup: Metode deskriptif
Kinerja Kawasan  daya dukung dan kemampuan lingkungan kualitatif
dan Lingkungan  aktivitas dalam kawasan
Hasil Analisis:
 intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung; dan
 indikasi arahan penanganan kawasan dan
lingkungan.
Sumber : penyusun, 2018

Kegiatan analisis dan perumusan ketentuan teknis untuk peraturan zonasi, meliputi:

a) Tujuan peraturan zonasi;

8 - 10
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

b) Klasifikasi zonasi;

c) Daftar kegiatan;

d) Delineasi blok peruntukan;

e) Ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:

 Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

 Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

 Ketentuan tata bangunan;

 Ketentuan prasarana minimal;

 Ketentuan tambahan; dan

 Ketentuan khusus.

f) Standar teknis;

g) Ketentuan pengaturan zonasi;

h) Ketentuan pelaksanaan, terdiri atas:

 Ketentuan variansi pemanfaatan ruang;

 Ketentuan insentif dan disinsentif; dan

 Ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming situation) dengan
peraturan zonasi.

i) Ketentuan dampak pemanfaatan ruang;

j) Kelembagaan; dan

k) Perubahan peraturan zonasi.

8 - 11
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Gambar 8.1.
Proses Penyusunan Peraturan Zoning
A. Metode Perhitungan Untuk Menentukan Intensitas Pemanfaatan Ruang

a. Penentuan KDB (Koefisien Dasar Bangunan)

KDB adalah perbandingan antara luas bangunan dengan luas lahan. Nilai KDB di suatu
kawasan menentukan berapa persen luas bangunan di suatu kawasan yang boleh
dibangun. Penentuan KDB ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk
mengendalikan luas bangunan di suatu lahan pada batas-batas tertentu sehingga
tidak mengganggu penyerapan air hujan ke tanah. Nilai KDB dapat dihitung melalui debit
infiltrasi air pada suatu daerah sebagai berikut:
𝑲𝑫�= ((�−𝑶�))/� � 𝟏𝟎𝟎%
dimana : 𝐎� = 𝑰𝒊𝒏�/𝑸𝒊𝒏�

8 - 12
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

OS = luas kawasan yang harus dilestarikan


Iinf = intensitas infiltrasi (l/detik)
Lalu debit dan intensitas infiltrasi air adalah:
Qinf = C x I x A
Qinf = debit infiltrasi air (l/detik)
C = koefisien infiltrasi
I = intensitas infiltrasi minimum (l/detik)
A = luas lahan (ha/m2)
dan
Iinf = S x A
Iinf = intensitas infiltrasi (l/detik)
S = koefisien penyimpanan
A = luas lahan (ha/m2)

Koefisien infiltrasi (C) tergantung dari jenis bidang yang menutupi di atasnya, apakah itu
dari bahan kedap air ataupun dari rumput masing-masing mempunyai koefisien tertentu
seperti pada tabel berikut:

Tabel 8.2.
Koefisien Infiltrasi (C)
Kemiringan Tanah
No Daerah Tangkapan
0-5 % 5-10 % 10-30%

1 Sedikit tanah terbuka, sedikit penghijauan, infiltrasinya sedikit 1,8 1,9 2,2

2 Cukup tanah terbuka, 50% penghijauan, infiltrasinya sedang 1,2 1,4 1,7

3 Daerah terbuka, penghijauannya banyak/padat, infiltrasinya tinggi 0,8 1,0 1,2

Sumber: Stern, 1979 dalam Suwandono, 1988

b. Penentuan Tinggi Bangunan

Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur dari
rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak
dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi. Jarak bangunan adalah jarak yang terkecil,
diukur di antara permukaan-permukaan denah dari bangunan-bangunan atau jarak antara
dinding terluar yang berhadapan antara dua bangunan.

8 - 13
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Tabel 8.3.
Persyaratan Ukuran Tinggi dan Jarak Bangunan
Tinggi Bangunan (m) Jarak Bangunan (m)

0 s/d 8 3

8 sd 14 3-6

14 sd 40 6-8

>40 >8

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987

Dalam menentukan tinggi bangunan dapat dilihat dari berbagai kriteria yang dapat diukur
sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)

dimana:
Y = Tinggi bangunan
X1 s/d Xn= Kriteria/pertimbangan yang menentukan tinggi bangunan
X1 = Pertimbangan jalur pesawat terbang.
X2 = Pertimbangan terhadap bahaya kebakaran.
X3 = Pertimbangan optimum harga
X4 = Pertimbangan terhadap FAR/FSI dan LUI
X5 = Pertimbangan terhadap SEP dan ALO
X6 = Pertimbangan terhadap angin
X7 = Pertimbangan terhadap daya dukung tanah.
X8 = Pertimbangan terhadap gempa
a. X1 = Pertimbangan Jalur Pesawat Terbang

Pada kriteria ini yang diperhatikan adalah peil ketinggian tempat yang akan diukur
dan kedudukan tempat tersebut pada area jalur terbang pesawat. Ketinggian
maksimum yang diperbolehkan sebagai berikut:

Tm= Tm1 + St

dimana:
Tm = Tinggi maksimum yang diijinkan
Tm1 = Tinggi maksimum yang diijinkan berdasarkan standar
Daerah pendekatan 1 : 0 m – 151.5 m
Daerah pendekatan 2 : 151.5 m

8 - 14
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Daerah keliling 1: 45.5 m


Daerah kerucut : 45.5 m sampai 151.5 m
Daerah keliling 2: 151.5 m
St = Selisih ketinggian antara tempat yang diukur dengan peil bandar udara.
Tanda (+) berlaku untuk daerah yang lebih rendah dari bandara
Tanda (-) berlaku untuk daerah yang lebih tinggi dari bandara
b. X2= Pertimbangan Terhadap Bahaya Kebakaran

Pada prinsipnya pertimbangan terhadap bahaya kebakaran ini mengharapkan agar


bangunan-bangunan yang dipergunakan oleh banyak orang tidak terlalu tinggi atau
bangunan yang semakin rendah semakin baik ditinjau dari aspek evakuasi dan
pemadaman pada saat terjadi kebakaran. Tinggi bangunan terkait keamanan terhadap
bahaya kebakaran perlu mengacu kepada Permen PU No.26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan dan Permen PU No.29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung.

c. X3 = Pertimbangan Optimum Harga

Pertimbangan ini didasarkan pada aspek ekonomi yaitu semakin dekat dengan pusat
kota maka harga/sewa tanah semakin tinggi. Konsep ini menimbulkan pemikiran
terhadap bangunan vertikal sebagai perwujudan fisiknya yang menyatakan tingginya
kegiatan kota dan wujud bangunan sebagai alat pemasaran. Namun pada
kenyataannya,pembangunan secara vertikal memiliki batasan ekonomis yaitu tidak
selamanya membangun vertikal lebih menguntungkan daripada membeli lahan baru. Hal
ini dapat dilihat dari rumus berikut:

Total Luas Lantai


𝐅𝐀�= −−−−−−−−−−−−−−−−−
Total Luas Lahan
Jika FAR = 1 maka total luas lantai = total luas lahan

Jika FAR = 2 maka total luas lantai = 2x total luas lahan dan seterusnya

Maka bersama-sama dengan building coverage dapat menentukan tinggi bangunan:

Total Luas Lantai


TB = −−−−−−−−−−−−−−− x Tinggi Tiap Lantai
Total Luas Lahan

8 - 15
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Dari rumus di atas diketahui bahwa semakin luas lahan maka semakin kecil luas lantai
dasar, sehingga dengan kebutuhan luas lantai yang tetap, bangunan ditambah
ketinggiannya.

Kemudian LUI (Intensitas Penggunaan Lahan) merupakan perluasan dari FAR/FSI


tersebut yang dilengkapi dengan perbandingan parkir, ruang terbuka, rekreasi dan
garasi terhadap luas lahan seluruhnya.

1,903 + Log FAR


LUI = −−−−−−−−−−
0,301
Tabel 8.4.
Land Use Intensity (LUI) Ratio
OSR (Open Space LSR (Liveability Space RSR (Recreation Space
LUI FAR
Ratio) Ratio) Ratio)

3,0 0,100 8,0 6,5 0,25

3,1 0,107 7,4 5,8 0,24

3,2 0,115 6,9 5,2 0,23

3,3 0,123 6,4 4,7 0,23

3,4 0,132 5,9 4,2 0,22

3,5 0,141 5,5 3,8 0,21

3,6 0,152 5,1 3,5 0,20

3,7 0,162 4,8 3,3 0,20

3,8 0,174 4,4 3,0 0,19

3,9 0,187 4,2 2,8 0,19

4,0 0,200 3,8 2,6 0,18

4,1 0,214 3,6 2,4 0,18

4,2 0,230 3,3 2,2 0,17

4,3 0,246 3,0 2,0 0,16

4,4 0,264 2,8 1,8 0,16

4,5 0,283 2,6 1,7 0,15

d. X4 = Pertimbangan Terhadap Sep (Sky Exposure Plane) dan Alo (Angle Of Light)

8 - 16
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Kriteria SEP dipertimbangkan atas kondisi fisik dasar yaitu pencahayaan sinar matahari
yaitu perbandingan antara jarak bidang horisontal dengan vertikal yang terjadi karena
bidang lereng khayal akibat pencahayaan matahari. ALO merupakan sudut
pencahayaan yang terkena bayangan matahari. Kriteria ini dapat digunakan untuk
menentukan tinggi dan jarak bangunan atau blok bangunan maksimum berdasarkan
pertimbangan pencahayaan alami dengan tujuan penghematan energi, kesehatan
dan berhubungan dengan iklim mikro setempat. Untuk SEP umumnya dipergunakan
untuk menentukan tinggi dan blok bangunan pada bangunan-bangunan yang merapat
jalan. ALO dipergunakan untuk menentukan sudut pencahayaan yang berhubungan
dengan ketinggian setempat. Pengukuran ALO dimulai dari garis di tengah jalan, atau
garis sempadan pagar muka dan belakang, atau dari garis di tengah antara sempadan
pagar dengan sempadan bangunan.

Jika terdapat bangunan yang tidak sama tingginya, maka dapat diukur rata-rata ALO
dengan rumus sebagai berikut:

𝛂�+ 𝛃�
µ = −−−−−−−−−
�+�

dimana:
µ = sudut ALO rata-rata
α = sudut ALO untuk bangunan dengan tinggi H
β = sudut ALO untuk bangunan dengan tinggi T
a = lebar bangunan 1
b = lebar bangunan 2

Kemudian untuk menentukan jarak bangunan diperoleh dengan menentukan terlebih


dahulu sudut ALO (idealnya sudut ALO = 45o, 26,5o dan 18,3o) dan tinggi bangunan.

Tinggi Bangunan
Jarak Bangunan = −−−−−−−−−−−−−−−−−−
Tangens ALO

e. X5 = Pertimbangan Terhadap Angin

Angin akan berpengaruh pada struktur bangunan, perhitungan lebar permukaan


bangunan yang berhadapan langsung dengan arah angin dan penentuan jarak
bangunan satu dengan yang lain sehingga mendapat aliran udara yang alami.

8 - 17
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Angin dapat menentukan tinggi bangunan berdasarkan pertimbangan strukturnya


serta lebar/jarak bangunan berdasarkan pertimbangan aliran udara alami. Tinggi
bangunan dihitung melalui kecepatan angin pada suatu tempat yaitu :

dimana:
Vz = rata-rata kecepatan angin di pusat kota
Vg = rata-rata kecepatan angin di suatu daerah
Z = tinggi bangunan
Zg = Tinggi bangunan di kota
α = gradient tinggi bangunan di kota
Untuk mengetahui perbandingan tinggi dan lebar bangunan dapat diperhitungkan
berdasarkan waktu getar bangunan.

f. X6= Pertimbangan Terhadap Daya Dukung Tanah

Pertimbangan ini memiliki peran yang kecil dikarenakan perkembangan teknologi yang
dapat mengatasi persoalan daya dukung tanah, misalnya di tanah rawa pun dengan
penggunaan teknologi maka dapat dibangun gedung bertingkat banyak. 𝐇�=𝛂−𝐏𝐬𝐏𝟏�
dimana: Ht =Total tinggi bangunan A =Daya dukung tanah minimum Ps = Total beban
strukur bangunan P1 = Total beban lantai δH = Rata-rata tinggi tiap lantai

g. X7= Pertimbangan Terhadap Gempa

Pertimbangan ini serupa dengan pertimbangan terhadap daya dukung tanah.


Perkembangan teknologi terhadap struktur bangunan tahan gempa membuat
pertimbangan ini memiliki peran kecil terhadap penentuan tinggi bangunan.

dengan V = Cd. Wt dan Cd = C. I. K

dimana:
Fi = Faktor beban gempa horisontal yang dikerjakan pada taraf i

8 - 18
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

hI = Ketingian sampai taraf i


WI = Bagian dari Wt yang disumbangkan oleh beban vertikal pada taraf i
V = Beban geser dasar akibat gempa
Wt = Beban vertikal total
C = Koefisien gempa dasar yang dimodifikasikan sehubungan dengan
keutamaan dan jenis struktur (C I K)
C = Koesfiien gempa dasar untuk cara perencanaan lengkap
I = Faktor keutamaan dari gedung
K = Faktor jenis struktur

B. Metode Perhitungan Untuk Menentukan Tata Bangunan

Garis sempadan adalah garis yang pada pendirian bangunan ke arah yang berbatasan di
atas permukaan tanah yang tidak boleh terlampaui. Garis sempadan ini terdiri dari:

1. Sempadan muka : yang berbatasan dengan jalan


2. Sempadan belakang : yang berbatasan dengan jalan atau bangunan
di belakangnya.
3. Sempadan samping : yang berbatasan dengan jalan atau bangunan
di sampingnya.
4. Sempadan pagar : garis dimana harus dipasang bagian luar dari
pagar-pagar persil atau pagar-pagar pekarangan.

Dalam menentukan garis sempadan digunakan pertimbangan terhadap transportasi yaitu


mempertimbangkan segi kemacetan lalu lintas. Beberapa bangunan yang bertingkat
banyak biasanya identik dengan sentralisasi pekerjaan, kegiatan dan mengurangi biaya
transportasi, serta penggunaan lahan yang efisien dibandingkan dengan sistem
horisontal. Hal ini yang biasanya menimbulkan kemacetan. Pertimbangan terhadap
transportasi ini mengambil pendekatan penentuan batas kecepatan minimum pada
karakteristik arus stabil yaitu lalu-lintas lancar pada jalan perkotaan dengan batas
kecepatan 15 mil/jam atau +25 km.

Dengan bertitik tolak dari batas kecepatan tersebut, dapat diperoleh jarak minimum
bangunan di kanan dan kiri jalan berdasarkan jarak pandang dan jarak mengerem secara
aman bagi kendaraan pada suatu perempatan. Hal ini didapat dengan rumus:

Da=0.063.Va2+1,47ta.Va+16
Db = (a.Da) / Da-b
Dimana,

8 - 19
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Da, Db = Jarak mengerem secara aman antara kendaraan A dan B


a,b = Jarak kendaraan terhadap bangunan
Va, Vb = Kecepatan kendaraan A dan B
ta = Waktu reaksi yang dibutuhkan untuk mengerem

Gambar 8.2.
Ilustrasi Dimensi Jalan

Dalam penerapannya, penentuan lebar dan jalur jalan dilihat dari Standar Bina Marga
terbaru dan Kepmen PU no.20/KPTS/1986 atau penggantinya sebagai berikut:

 ¾ Jalur primer = 3,50 – 3,75 m/jalur


 ¾ Jalur sekunder = 3,00 – 3,50 m/jalur (arteri)
 ¾ Jalur tersier = 2,75 – 3,00 m/jalur (kolektor dan lokal)

Tabel 8.5.
Dimensi Jalan
Badan Jalan Lebar Perkerasan Lebar Bahu jalan
Jenis Jalan
Minimum(m) Jarak Minimum (m) Minimum (m)

Arteri 8,00 7,50 0,25

Kolektor 7,00 6,50 0,25

Lokal 6,00 5,50 0,25

Lingkungan untuk
3,50 3,00 0,25
kendaran

Setapak 2,50 1,50 0,25

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1986

8 - 20
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

C. Metode Analisis Dalam Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi

a. Metode Analisis Wilayah yang Lebih Luas

Analisis BWP pada wilayah yang lebih luas, dilakukan untuk memahami kedudukan
dan keterkaitan BWP dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial,
ekonomi, lingkungan, sumber daya buatan atau sistem prasarana, budaya, pertahanan,
dan keamanan. Sistem regional tersebut dapat berupa sistem kota, wilayah lainnya,
kabupaten atau kota yang berbatasan, pulau, dimana BWP tersebut dapat berperan
dalam perkembangan regional.

Oleh karena itu, dalam analisis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:

1. analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi BWP pada wilayah
yang lebih luas;
2. analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih luas;
3. analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan dengan
wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam analisis ini adalah
sistem prasarana kabupaten/kota dan wilayah;
4. analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan SDA)
BWP pada wilayah yang lebih luas;
5. analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan BWP; dan
6. analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP.
Keluaran dari analisis regional, meliputi:
1. gambaran pola ruang dan sistem jaringan prasarana BWP yang berhubungan dengan
BWP lain dan kota atau wilayah yang berbatasan;
2. gambaran fungsi dan peran BWP pada wilayah yang lebih luas (BWP sekitarnya atau
kabupaten/kota berdekatan secara sistemik);
3. gambaran potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan ruang pada wilayah
yang lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan BWP dengan wilayah yang
lebih luas; dan
4. gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah perencanaan dalam wilayah
yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan.
Keluaran analisis regional digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR yang
meliputi:
1. penetapan fungsi dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas yang akan
mempengaruhi pada pembentukan jaringan prasarana terutama lintas sub

8 - 21
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

wilayah/lintas kawasan atau yang mengemban fungsi layanan dengan skala yang lebih
luas dari wilayah BWP; dan
2. pembentukan pola ruang BWP yang serasi dengan kawasan berdekatan terutama pada
wilayah perbatasan agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi dalam pemanfaatan
ruang antar BWP dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang.

b. Metode Analisis Sumber daya Alam dan Fisik atau Lingkungan BWP

Analisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan wilayah


serta batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali karakteristik sumber daya alam,
menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam
pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap
memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana.
Secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai berikut:

1. Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada maupun
yang akan dikembangkan sampai akhir masa berlakunya RDTR;

2. Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup dalam


menampung kegiatan sampai waktu yang melebihi masa berlakunya RDTR;

3. Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang


berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya;

4. Gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan

5. Gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang ada di


BWP.

Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan dalam sintesa
analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang BWP dalam
penyusunan RDTR dan peraturan zonasi. Analisis sumber daya alam dan
fisik/lingkungan wilayah yang perlu dilakukan mencakup beberapa analisis berikut:

1. Analisis sumber daya air

Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola
kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan
di dalam BWP. Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai
dan/atau danau) yang mengalir dalam BWP yang memiliki potensi untuk mendukung
pengembangan dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan

8 - 22
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

tertentu yang sangat membutuhkan sumber daya air. Analisis ini menjadi dasar
dalam menetapkan kebijakan yang mengatur sumber-sumber air tersebut.

2. Analisis sumber daya tanah

Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP


berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana. Analisis ini menghasilkan
rekomendasi bagi peruntukan zona budi daya dan zona lindung.

3. Analisis topografi dan kelerengan

Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensi dan permasalahan


pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan ketinggian dan kemiringan
lahan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung serta kesesuaian
lahan bagi peruntukan kawasan budi daya dan lindung.

4. Analisis geologi lingkungan

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan pengembangan BWP


berdasarkan potensi dan Pemalanga dari aspek geologi lingkungan. Analisis ini menjadi
rekomendasi bagi peruntukan kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi,
dan kawasan pertambangan.

5. Analisis klimatologi

Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP


berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis ini menjadi bahan rekomendasi
bagi kesesuaian peruntukan pengembangan kegiatan budi daya.

6. Analisis sumber daya alam (zona lindung)

Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan dalam


menunjang fungsi hutan/sumber daya alam hayati lainnya, baik untuk perlindungan
maupun kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian
lahan bagi penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi,
hutan lindung, dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.

7. Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budidaya)

Selain analisis tersebut diatas, perlu juga dilakukan analisis terhadap sumber daya alam
lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang akan direncanakan, untuk mengetahui

8 - 23
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

pola kewenangan, pola pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber


daya tersebut.

c. Metode Analisis Sosial Budaya

1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang


mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-elemen kota
yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban heritage, langgam arsitektur,
landmark kota) serta modal sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat (adat
istiadat) yang mungkin menghambat ataupun mendukung pembangunan, tingkat
partisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
setempat.

2. Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan bagian dari
wilayah kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penyusunan RDTR.

d. Metode Analisis Kependudukan

1. Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi perubahan


demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi
sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk.
Hal ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat
pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas
minimum).

2. Selain itu analisis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah
perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan
Pemalanga serta potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan
pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan daerah di luar BWP.

3. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan


daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka waktu rencana.

4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi.

e. Metode Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan

Adapun metode analisis ekonomi dan sektor unggulan yang digunakan adalah sebagai
berikut.

1. Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan ekonomi


lokal dalam sistem ekonomi kota, regional, nasional, maupun internasional, analisis
ekonomi dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran
pertumbuhan ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah kota

8 - 24
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi
dana yang optimal.

2. Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar kawasan/


kawasan perkotaan/perdesaan/kabupaten/kota) maupun inter-regional sehingga
teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-solusi secara ekonomi yang
mampu memicu peningkatan ekonomi wilayah kota. Analisis diharapkan dapat
membaca potensi ekonomi lokal terhadap pasar regional, nasional maupun global.

3. Dari analisis ini, diharapkan diperoleh karakteristik perekonomian wilayah perencanaan


dan ciri-ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor-
sektor unggulan, besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas
pertumbuhan ekonomi di BWP.

4. Analisis ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR.

Langkah-langkah melakukan analisis ekonomi untuk menemukenali ekonomi dalam


wilayah dan atau kawasan perencanaan yaitu :

1. Menjumlahkan besaran PDRB yang dirinci tiap sektordari tiap wilayah


administrasi yang termasuk dalam wilayah perencanaan untuk mendapatkan PDRB
wilayah perencanaan yang dirinci tiap sektor.
2. Menghitung prosentase (%) PDRB masing-masig sektor terhadap
PDRB total wilayah perencanaan untuk mengetahui konstibusi masing-masing sektor
terhadap PDRB wilayah dan atau kawasan
3. Menentukan struktur ekonomi wilayah dan atau kawasan dengan
mengurutkan sektor-sektor dari yang terbesar kontribusinya terhadap PDRB wilayah dan
atau kawasan
4. Melakukan analisis pergeseran struktur ekonomi wilayah dan atau
kawasan dengan menggunakan analisis yang sesuai.

f. Metode Analisis Sumber Daya Buatan

Adapun metode analisis sumber daya buatan yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,


permasalahan, dan Pemalanga yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana
dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan
sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.

2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit kegiatan dari
sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas atau skala pelayanan
prasarana dan sarana wilayah perencanaan atau intensitas pemanfaatan ruang
terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah.

3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap program
pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan sangat
terkait erat dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.

8 - 25
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi.

g. Metode Analisis Penataan Kawasan dan Bangunan

Adapun metode analisis penataan kawasan dan bangunan yang digunakan adalah sebagai
berikut.

1. Untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan kawasan serta bangunan untuk menunjang
fungsi dan peran kawasan di BWP, dilakukan analisis terhadap jenis dan kapasitas
fungsi/kegiatan kawasan serta kinerjanya. Demikian pula dengan kualitas bangunan
dari aspek keselamatan.

2. Dengan informasi tersebut, diharapkan dapat diformulasikan kondisi kawasan terutama


menyangkut pengaturan intensitas pemanfaatan ruang, tata massa bangunan,
tindakan penanganan kawasan (diremajakan/revitalisasi), dan penanganan bangunan.

3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi.

h. Metode Analisis Kelembagaan

Adapun metode analisis kelembagaan yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota


dalam menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi dan tata
laksana pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja,
produk-produk pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan
masyarakat.

2. Analisis diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan operasional kelembagaan di


BWP sehingga semua pihak yang terlibat dapat berpartisipasi dalam perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi.

i. Metode Analisis Pembiayaan Pembangunan

Adapun metode analisis pembiayaan pembangunan yang digunakan adalah sebagai


berikut.

1. Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi besar


pembelanjaan pembangunan, alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan
pembangunan yang terdiri dari :

a. pendapatan asli daerah;


b. pendanaan oleh pemerintah;
c. pendanaan dari pemerintah provinsi;

8 - 26
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

d. investasi swasta dan masyarakat;


e. bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
f. sumber-sumber pembiayaan lainnya.

2. Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran kebutuhan pendanaan untuk


melaksanakan rencana pembangunan wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan
program utama jangka menengah dan jangka panjang.

3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR terkait rencana
pemanfaatan ruang (program utama).

j. Metode Perumusan Substansi RDTR dan Peraturan Zonasi

Adapun metode perumusan substansi RDTR dan Peraturan zonasi yang digunakan adalah
sebagai berikut.

8 - 27
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Tabel 8.6.
Perumusan Substansi RDTR dan Peraturan Zonasi
No Data Analisis Rencana

A. Perumusan tujuan penataan BWP

 Tujuan pembangunan kabupaten/kota • Analisis tujuan penataan ruang wilayah 1. Fungsi dan peran wilayah
a) RPJPD perencanaan perencanaan
b) RPJM 2. Tujuan penataan ruang wilayah
c) RTRW kabupaten/kota perencanaan.

• Analisis kemampuan tumbuh dan


 Kependudukan berkembangnya wilayah perencanaan:
a) Jumlah dan penyebaran
b) Komposisi penduduk 1. potensi wilayah dan permasalahannya;
c) Pengembangan penduduk 2. hubungan dan ketergantungan bagian
d) Sosial budaya wilayah dan bagian wilayah sekitarnya;
dan
3. pengaruh potensi dan permasalahan
 Perekonomian terhadap hubungan ketergantungan
a) Produksi tiap sektor kegiatan ekonomi dan antarsektor.
penyebarannya
b) Perkembangan tiap sektor kegiatan
ekonomi • Analisis kedudukan wilayah perencanaan
c) Pola aliran barang dan jasa dalam proses dalam keseimbangan perkembangan
koleksi dan distribusi. dengan wilayah belakangnya:

1. kedudukan wilayah perencanaan dalam


 Sumber Daya Alam sistem kota-kota yang ada; dan
a) Keadaan tanah, geologi, air, dan iklim 2. perkembangan sektor-sektor kegiatan
b) Keadaan vegetasi dan fauna wilayah perencanaan dan pengaruhnya
c) Sumber daya alam potensial terhadap sistem kota/wilayah.

• Analisis pengaruh kebijakan sektoral dan


regional:

1. perkembangan sektor-sektor kegiatan

8 - 28
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

No Data Analisis Rencana

di wilayah; dan
2. sektor-sektor kegiatan di pusat-pusat
wilayah, khususnya wilayah
perencanaan.
B. Rencana jaringan prasarana

 Perkembangan kabupaten/kota dan wilayah Rencana jaringan prasarana merupakan  Sistem jaringan prasarana yang
perencanaan: pendetailan rencana sistem prasarana melayani sistem pusat kegiatan
a) Rencana struktur dalam RTRW RTRW kabupaten/kota sampai pada sistem
kabupaten/kota yang telah ditetapkan jaringan lokal dan lingkungan,dengan
b) Tata guna lahan kabupaten/kota dan  Pengembangan rencana jaringan
mempertimbangkan analisis sebagai berikut:
wilayah perencanaan pergerakan:
c) Sistem transportasi dan sistem jaringan 1. Pola jaringan jalan
prasarana lainnya  Analisis kebijakan pembangunan:
2. Fungsi jaringan jalan
d) Kawasan-kawasan khusus 1. Kebijakan spasial
3. Pola pergerakan
2. Kebijakan sektoral
4. Trayek angkutan umum
5. Moda transportasi
 Elemen struktur tata ruang kabupaten/kota dan 6. Lahan parkir
wilayah perencanaan:  Analisis kemampuan tumbuh dan
a) Kawasan perumahan berkembangnya wilayah perencanaan:
1. Penilaian struktur pemanfaatan ruang
b) Distribusi fasilitas dan utilitas  Rencana pengembangan sistem air
c) Obyek-obyek khusus 2. Penilaian struktur utama tingkat
minum:
pelayanan
1. Sumber air baku
3. Penilaian sistem utama transporasi dan
2. Lokasi dan jenis intake
prasarana lainnya
 Kondisi prasarana dan sarana pergerakan: 3. Penampungan yang diperlukan
a) Hirarki fungsi jaringan jalan (jika ada)
b) Konstruksi dan lebar jalan. 4. Sistem transmisi
c) Terminal/sub terminal, pelabuhan, dan  Analisis bentuk dan struktur wilayah 5. Jaringan distribusi
stasiun perencanaan:
d) Jenis angkutan umum 1. Fisik dan alamiah serta buatan.
2. Tata guna lahan
e) Tingkat pertumbuhan kendaraan  Rencana pengembangan sistem
f) Lahan parkir 3. Perkiraan kebutuhan ruang
jaringan air limbah:
4. Dampak lingkungan
1. Sistem jaringan setempat
2. Sistem jaringan terpusat
 Sistem pergerakan:
a) Pergerakan lokal dan regional  Analisis kondisi sarana dan prasarana
b) Moda pergerakan pergerakan:
c) Tingkat kepadatan dan lokasi-lokasi rawan 1. Efektivitas fungsi jaringan

8 - 29
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

No Data Analisis Rencana

kemacetan (tingkat pelayanan jalan) 2. Penilaian tingkat pelayanan sarana dan


prasarana
3. Optimasi fungsi sarana dan prasarana
 Kebijakan pergerakan:
a) Kebijaksanaan transportasi
b) Rencana tata ruang makro/RTRW  Analisis pergerakan:
kabupaten/kota 1. Efektivitas pola pergerakan
2. Rasio kepadatan dengan sarana dan
prasarana
 Data kondisi sistem air minum saat ini: 3. Perkiraan volume kepadatan di masa
a) Sumber dan kapasitas sumber air minum datang
b) Sistem pelayanan dan jaringan distribusi 4. Gambaran moda transportasi di masa
c) Tingkat pelayanan dan tingkat kebocoran datang
d) Daerah pelayanan
 Survei kebutuhan air minum nyata:
a) Tingkat kebutuhan domestik
b) Tingkat kebutuhan nondomestik
 Alternatif pengembangan:
1. Alternatif pengembangan jaringan
 Tingkat curah hujan dan hidrologi: 2. Alternatif aliran pergerakan
a) Curah hujan maksimum
b) Curah hujan minimum
c) Potensi air permukaan Rencana  Analisis sistem air minum:
1. Kemampuan sumber air baku
2. Penentuan sistem pelayanan dan
 Data kondisi jaringan air limbah saat ini: distribusi
a) Sistem pengelolaan limbah 3. Analisis efisiensi dan efektifitas
b) Limbah domstik pelayanan
c) Limbah non domestik 4. Analisis wilayah pelayanan
d) Buangan akhir

 Identifikasi persoalan dan kebutuhan


 Kualitas lingkungan: pengembangan:
a) Permukiman 1. Persoalan air baku
b) Penggunaan non permukiman 2. Persoalan distribusi
3. Potensi pengembangan dan alternatif
pemecahan persoalan

8 - 30
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

No Data Analisis Rencana

 Analisis proyeksi kebutuhan air:


1. Kebutuhan domestik
2. Kebutuhan non domestik

 Pengembangan alternatif sistem


pelayanan air minum:
1. Kajian teknis
2. Kajian ekonomis
C. Daya dukung dan daya tampung fisik RDTR dan peraturan zonasi

 Fisik dasar:  Analisis fisik dasar:  Konsep pengembangan:


1. Letak geografis 1. Posisi strategis geografis 1. Skenario pengembangan fisik
2. Topografi dan kemiringan 2. Karakteristik topografi dan kemiringan 2. Wilayah terbangun dan RTH
3. Klimatologi dan hidrologi lereng serta RTNH
4. Jenis tanah dan standar geologi 3. Iklim dan hidrologi
4. Curah hujan, arah angin
5. Kemungkinan banjir/genangan  Permukiman:
 Fisik Binaan: 6. Kemampuan lahan 1. Pola permukiman
1. Tata guna lahan 7. Kesesuaian peruntukan lahan 2. Sistem pelayanan
2. Status pemilikan tanah 8. Kemampuan daya tampung lahan
3. Penyebaran permukiman  Analisis Fisik Binaan:
4. Penyebaran fasilitas umum 1. Wilayah terbangun  Intensitas pemanfaatan ruang.
2. Pemalanga pengembangan
3. Pola dan konsep permukiman
 Kebijakan Pengembangan: 4. Daya dukung prasarana/infrastruktur
1. Izin pembangunan (jalan dsb) serta utilitas.
2. Kawasan-kawasan khusus

 Alternatif pengembangan:
1. Strategi pengembangan
2. Prioritas pengembangan

Catatan : analisis daya dukung dan daya


tampung fisik dapat dilakukan melalui kajian

8 - 31
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

No Data Analisis Rencana

lingkungan hidup strategis

D. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan peraturan zonasi

 Jenis kegiatan yang ada di wilayah  Analisis keterkaitan antara zona dan  Kegiatan yang
perencanaan kegiatan diperbolehkan,diperbolehkan
bersyarat,diperbolehkan terbatas,
dan yang tidak diperbolehkan pada
 Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan  Analisis karakteristik kegiatan di wilayah zona tertentu di wilayah
perencanaan perencanaan

 Kriteria terbatas dan bersyarat pada


E. Intensitas pemanfaatan ruang peraturan zonasi

 Data yang dibutuhkan :  Analisis intensitas pemanfaatan ruang  Koefisien dasar bangunan
1. tingkat pengisian/peresapan air (KDH maksimum
Minimum)
2. kapasitas drainase  Analisis koefisien dasar bangunan
3. jenis penggunaan lahan  Koefisien lantai bangunan
4. harga lahan maksimum
5. Ketersediaan dan tingkat pelayanan  Analisis koefisien lantai bangunan
prasarana (jalan)
6. Dampak atau kebutuhan terhadap  Ketinggian bangunan maksimum
prasarana tambahan  Analisis ketinggian bangunan
7. Ekonomi dan pembiayaan
 Koefisien dasar hijau minimum
 Analisis koefisien dasar hijau

F. Tata bangunan peraturan zonasi

 Garis sempadan bangunan  Analisis sempadan bangunan dan tinggi  Garis sempadan bangunan
1. keselamatan bangunan minimum
2. resiko kebakaran 1. Tingkat keselamatan bangunan  Tinggi bangunan maksimum
3. kesehatan 2. Tingkat resiko kebakaran  Jarak bebas antar bangunan
4. kenyamanan dan estetika 3. Tingkat kenyamanan bangunan minimum

8 - 32
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

No Data Analisis Rencana

 Tinggi bangunan  Analisis jarak bebas antar bangunan


1. keselamatan 1. Identifikasi jenis peruntukan sekitar
2. resiko kebakaran sub zona
3. teknologi 2. ketinggian bangunan
4. estetika dan parasarana 3. Kajian tampilan bangunan

 Jarak bebas antar bangunan


1. Jenis peruntukan
2. Tinggi bangunan
3. Tampilan bangunan (optional) seperti
warna bangunan, bahan bangunan, tekstur
bangunan, muka bangunan, gaya
bangunan, keindahan,dan keserasian
dengan lingkungan sekitar
G. Sarana dan prasarana minimal peraturan zonasi

 Fisik Binaan:  Analisis jenis sarana dan prasarana yang  Sarana dan prasarana minimum
1. Tata guna lahan dibutuhkan wilayah perencanaan
2. Status pemilikan tanah  Analisis tingkat kebutuhan sarana dan
3. Penyebaran fasilitas umum prasarana
 Analisis lokasi sarana dan prasarana

 Jenis kegiatan yang ada di wilayah


perencanaan

 Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan

8 - 33
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8.2.3.2. Tahap Akhir (Rencana)


1. Rencana Struktur Ruang Kawasan
A. Rencana Persebaran Penduduk
Kriteria perencanaan:
a. Fungsional menyangkut pertimbangan:
a) Pola distribusi penduduk;
b) Tingkat kepadatan penduduk per blok.
b. Fisik menyangkut pertimbangan:
a) Nilai lahan yang dapat digunakan dalam intensifikasi daya tampung penduduk;
b) Skala ruang yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan alami dan binaan,
dan kepentingan orang banyak.
c. Lingkungan menyangkut pertimbangan:
a) Kesehatan dan kenyamanan tempat hunian.
b) Keseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan pertumbuhan penduduk.
B. Struktur Kawasan Perencanaan
Kriteria perencanaan:
a. Fungsional menyangkut pertimbangan:
a) Keragaman tata guna lahan yang seimbang, saling menunjang dan terintegrasi;
b) Pengaturan zoning, yaitu pengaturan distribusi persentase peruntukan lahan
menurut jenis pemanfaatan;
c) Pengaturan intensitas ruang yang sesuai dengan daya dukung dan karakter
kawasan, serta persentase pencampuran peruntukan lahan.
b. Fisik menyangkut pertimbangan :
a) Daya dukung dan daya tampung ruang;
b) Skala ruang yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan alami dan binaan,
dan kepentingan orang banyak.
c. Lingkungan menyangkut pertimbangan :
a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan kawasan sekitar;
b) Keseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan peruntukan lahan;
c) Pelestarian lingkungan, yaitu peruntukan lahan tetap menjaga daerah-daerah
dengan fungsi konservasi.

C. Rencana Blok Kawasan


Kriteria perencanaan:
a. Menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan
alam;
b. Setiap blok memiliki kesamaan fungsi dan karakteristik yang akan dibentuk;

8 - 34
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

c. Memiliki homogenitas pemanfaatan ruang dan kesamaan karakteristik serta


kemungkinan pengembangannya (unit lingkungan);
d. Kebutuhan pemilahan dan strategi pengembangannya;
e. Secara fisik: mengikuti morfologi blok, pola/pattern dan ukuran blok, kemudahan
implementasi dan prioritas strategi;
f. Pertimbangan lingkungan: keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, dan
perwujudan sistem ekologi;
g. Tercipta peningkatan kualitas lingkungan kegiatan yang aman, nyaman, sehat dan
menarik, serta berwawasan ekologis (ruang terbuka dan tata hijau);
Ukuran blok dan sub blok:
a. Ukuran terkecil 100 M X 100 M; dibatasi oleh dua jalan lokal atau lingkungan.
b. Ukuran sedang 200 M X 100 M; dibatasi oleh dua jalan lokal.
c. Ukuran besar 500 M X 200 M; dibatasi oleh dua jalan kolektor.
d. Ukuran sub blok, minimal 50 M X 50 M; dibatasi oleh dua jalan lingkungan/setapak.
D. Rencana Skala Pelayanan Kegiatan
Kriteria perencanaan:
a. Fungsional menyangkut pertimbangan :
1) Pola distribusi jenis kegiatan; yaitu pengaturan lokasi dan intensitas lahan yang
dapat dibangun di berbagai blok dan sub blok;
2) Pengaturan intensitas kegiatan yang sesuai dengan daya dukung dan karakter
kawasan, serta pencampuran peruntukan lahan;
3) Pengaturan kegiatan tidak berdiri sendiri, menjadi kesatuan dengan kegiatan
pendukungnya.
b. Fisik menyangkut pertimbangan :
1) Skala ruang yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan alami dan binaan,
dan kepentingan orang banyak;
2) Penetapan lahan yang cukup dan dinamis melalui pengaturan intensitas elemen
lingkungan yang mendukung terciptanya berbagai karakter kawasan sub
kawasan/lingkungan.
c. Lingkungan menyangkut pertimbangan :
1) Keseimbangan, keterkaitan dan keterpaduan berbagai elemen intensitas
pemanfaatan lahan;
2) Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan setempat;
3) Berorintasi kepada kepentingan manusia, yaitu pejalan kaki, kepentingan publik;

8 - 35
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

4) Pelestarian lingkungan, yaitu melalui pembatasan beberapa elemen yang terkait


dengan pembentukan ruang terbuka dan penghijauan (KDH) yang proposional.
2. Rencana Sistem Jaringan
A. Rencana Sistem Jaringan Pergerakan
Kriteria perencanaan:
a. Secara Fungsional, meliputi:
1) Sistem sirkulasi, perencanaan sistem sirkulasi yang jelas dan mudah dipahami
tentang sistem kaitan antara jejaring jalur jalur utama, jalur sekunder, dan jalur lokal
sesuai hirarki/kelas jalan.
2) Mobilitas publik
(a) Peningkatan kaitan antar sistem sirkulasi pada kawasan perencanaan dengan
sistem sirkulasi kawasan sekitar;
(b) Penciptaan sistem sirkulasi yang mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik
termasuk penyandang cacat dan lanjut usia (difabel), sehingga memperkaya
karakter dan integrasi sosial para pemakainya;
(c) Peningkatan kaitan dan pemisahan yang jelas di antara berbagai moda sirkulasi;
(d) Peningkatan sistem penghubung yang lebih berorientasi pada pejalan kaki.
3) Aksesibilitas kawasan
(a) Perencanaan kawasan yang mengintegrasikan sirkulasi eksternal dan internal
dari/ke/di dalam kawasan/blok atau sub blok;
(b) Penciptaan kawasan yang mewadahi kebutuhan semua orang termasuk
masyarakat difabel.
b. Secara Fisik, meliputi penataan:
1) Dimensi sirkulasi dan standar aksesibilitas Perencanaan teknis aksesibilitas
lingkungan merujuk pada Peraturan Menteri PU No. 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
2) Estetika, citra dan karakter kawasan, melalui: Perencanaan sistem sirkulasi yang
mencerminkan karakter khas setempat dan Perencanaan sistem sirkulasi secara
simultan dengan pengaturan kendaraan umum
3) Penetapan desain yang memenuhi kenyamanan pemakai dengan
mempertimbangkan iklim/cuaca setempat; keselamatan pejalan kaki dengan
pengolahan elemen pembatas dan pengaman pejalan kaki (seperti bollards) dan
elemen peneduh yang memberi kenyamanan.
c. Secara Lingkungan, meliputi penataan:
1) Peningkatan nilai kawasan
(a) Peningkatan nilai tanah dan kemampuan lahan;

8 - 36
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

(b) Peningkatan hubungan fungsional antar berbagai jenis peruntukan dalam


kawasan;
(c) Peningkatan modifikasi desain/pengembangan yang sesuai karakter setempat.
2) Integrasi blok kawasan dan sarana pendukung
(a) Pengintegrasian sistem penghubung antar beberapa lahan kecil;
(b) Integrasi sarana parkir dari beberapa blok yang berdekatan;
(c) Peningkatan keterpaduan sistem pergerakan dan penghubung dengan sarana
parkir;
(d) Peningkatan kemungkinan desain jalur penghubung yang menembus bangunan
publik.
3) Kelestarian ekologis kawasan;
4) Integrasi desain kawasan yang berorientasi pada aktivitas transit
(a) Alokasi dan penataan berbagai elemen rancang ruang dapat didasarkan pada
pendekatan desain konsep pergerakan transit, dengan mempertimbangkan
kepadatan, lokasi dan kualitas pertumbuhan kawasan;
(b) Alokasi jarak jangkauan pejalan kaki ideal ke titik transit lain/daerah.
B. Rencana Sistem Jaringan Utilitas
a. Secara Fungsional, meliputi:
1) Kebutuhan
Penetapan sistem prasarana dan utilitas yang tepat sesuai dengan tipe penataan
lingkungan yang ditetapkan pada kawasan perencanaan.
2) Kualitas dan taraf hidup masyarakat
Penetapan sistem yang dapat mencapai kualitas lingkungan yang layak huni baik
dari segi keamanan, keselamatan maupun kesehatan (higienitas), sekaligus dapat
mendorong penciptaan kualitas hidup dan kenyamanan warga.
3) Keterpaduan antar komponen
(a) Integrasi berbagai elemen utilitas dalam satu ruang kontrol secara bersamaan
akan memudahkan pembangunan dan pengontrolan;
(b) Penciptaan suatu sistem yang terpadu dan terkait dengan sistem dan kapasitas
prasarana/ infrastruktur wilayah/ kawasan secara lebih luas.
b. Secara Fisik, meliputi:
1) Penataan elemen prasarana dan utilitas diselesaikan dengan mempertimbangkan
aspek estetika baik pada bagian dari perabot jalan, public art, maupun elemen
lansekap.
2) Penempatan elemen utilitas yang terlihat dari ruang luar atau di muka tanah
diupayakan menjadi bagian dari elemen wajah kawasan atau wajah jalan dan
dikaitkan dengan pembentukan karakter khas.
c. Secara Lingkungan, meliputi:

8 - 37
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

2) Lingkungan yang berlanjut


Penetapan sistem yang sekaligus menerapkan proses daur ulang untuk
mewujudkan keberlanjutan sistem ekologis, khususnya pada system persampahan
dan air limbah.
3) Keseimbangan jangka waktu pembangunan
Penetapan sistem pelaksanaan konstruksi/pembangunan yang berimbang dan
bertahap.
4) Keseimbangan daya dukung lingkungan
Penetapan keseimbangan antara kebutuhan dan daya dukung lingkungan secara
lebih luas.
3. Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan (Amplop Ruang)
A. Tata kualitas lingkungan
Kriteria Yang Diatur
a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan wilayah sekitar;
b) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan melalui:
1) Penentuan kepadatan khusus pada kawasan/kondisi lingkungan tertentu seperti:
daerah bantaran sungai, daerah khusus resapan, daerah konservasi hijau, atau pun
daerah yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 25%;
2) Penentuan kepadatan kawasan perencanaan dengan mempertimbangkan daya
dukung lingkungan, pelestarian ekosistem, namun tetap dapat memperkuat karakter
kawasan.
c) Pelestarian ekologis kawasan melalui:
1) Penetapan ambang Intensitas Pemanfaatan lahan secara merata (terutama KLB rata-
rata) dapat memakai sistem deposit, yaitu lebih rendah daripada kapasitas
maksimumnya berdasarkan pertimbangan ekologis;
2) Pembatasan besaran beberapa elemen yang terkait dengan pembentukan ruang
terbuka dan penghijauan, seperti KDB dan KDH yang tepat, untuk membatasi luas
lahan yang terbangun atau tertutup perkerasan sebagai upaya melestarikan
ekosistem;
3) Penetapan distribusi daerah hijau yang menyeluruh, termasuk dan tidak terkecuali,
bangunan-bangunan berlantai sedang atau pun tinggi dalam hal penyediaan ruang
terbuka hijau pada daerah podium atau daerah atap bangunan tersebut;
B. Tata Bangunan
Kriteria yang datur
a. Arahan Bentuk dan Ukuran Kaveling
1) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi I (diatas 2500 m2);
2) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi II (1000 – 2500 m2);
3) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi III (600 – 1000 m2);

8 - 38
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

4) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi IV (250 – 600 m2);
5) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi V (100 – 250 m2);
6) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VI (50 – 100 m2);
7) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VII (dibawah 50 m2);
8) Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VIII (rumah susun/flat).
b. Arahan Intensitas Bangunan
1) Kepadatan Bangunan (KDB)
Perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dan bangunan-bangunan dalam
tiap petak peruntukan dibandingkan dengan luas petak peruntukan.
- Blok peruntukan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) sangat tinggi ( >75 %);
- Blok peruntukan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) menengah (20% - 75%);
- Blok peruntukan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) rendah (5 % - 20 %);
- Blok peruntukan dengan koefisen dasar bangunan (KDB) sangat rendah ( < 5 %).
2) Luas Lantai Bangunan (KLB)
Rencana ketinggian maksimum atau maksimum dan minimum bangunan untuk
setiap blok peruntukan (koefisien lantai bangunan):
- Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah adalah blok dengan tidak
bertingkat dan bertingkat maksimum dua lantai (KLB maksimum = 2 x KDB)
dengan tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai dasar;
- Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah blok dengan bangunan
bertingkat maksimum 4 lantai ( KLB maksimum = 4 x KDB) dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 20 m dan minimum 12 m dari lantai dasar;
- Blok peruntukan ketinggian bangunan sedang adalah blok dengan bangunan
bertingkat maksimum 8 lantai (KLB maksimum = 8 x KBD) dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 36 m dan minimum 24 m dari lantai dasar;
- Blok peruntukan ketinggian bangunan tinggi bangunan tinggi adalah blok dengan
bangunan bertingkat minimum 9 lantai (KLB maksimum = 9 x KDB) dengan tinggi
puncak bangunan minimum 40 m dari lantai dasar;
- Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat tinggi adalah blok dengan bangunan
bertingkat minimum 20 lantai (KLB maksimum = 20 x KDB) dengan tinggi puncak
bangunan minimum 80 m dari lantai dasar.
3) Koefisien Dasar Hijau (KDH)
- Koefisien dasar hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam rencana
tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat
padat/padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian
bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah;
- Untuk perhitungan KDH secara umum, digunakan rumus : 100 % - (KDB + 20%
KDB)
- Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin diperuntukkan
bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan

8 - 39
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

lantai perkerasan masih tergolong RTH sejauh ditanami pohon peneduh yang
ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/container kedap air;
- KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-
kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan
campuran.

4. Penyusunan Daftar Kegiatan


Daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada, mungkin ada,
atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang ditetapkan. Daftar kegiatan disusun
selengkap mungkin dengan pertimbangan sebagai berikut, merujuk pada daftar kegiatan, yang
telah disusun berdasarkan:
- Kajian literature, peraturan – perundangan, dan perbandingan dari berbagai contoh
- Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar pelayanan yang berlaku
(standart Kementrian PU)
Menambah/melengkapi daftar kegiatan, konsep panduan ini dengan
mempertimbangkan, Menghapuskan kegiatan yang tidak di daerah dari daftar kegiatan

Gambar 8.3.
Contoh Tabel Kegiatan Di Perkotaan

8 - 40
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

5. Penetapan/Delineasi Blok Peruntukan

Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan
fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan
ekstra) tinggi, pantai dan lain-lain), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan
rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan kota)

Nomor blok peruntukan adalah nomor yang diberikan pada setiap blok peruntukan.

Blok peruntukan di batasi oleh batasan fisik yang nyata maupun yang belum nyata.
Batasan fisik yang nyata dapat berupa:

- jaringan jalan
- sungai
- selokan
- saluran irigasi
- saluran udara tegangan (ekstra) tinggi
- garis pantai, dll
Batas blok peruntukan yang belum nyata dapat berupa:

- Rencana jaringan jalan


- Rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kota, dan rencana sektoral lainnya.

8 - 41
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Gambar 8.4.
Contoh Penentuan Blok Peruntukan dengan Satasan Fisik
8.3. Muatan Materi Laporan

8.3.1. Muatan RDTR

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 Tentang


Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota),
muatan RDTR terdiri atas:

1. Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan (BWP)


Tujuan penataan BWP merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai sesuai
dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW dan merupakan alasan
disusunnya RDTR tersebut, serta apabila diperlukan dapat dilengkapi dengan konsep
pencapaiannya. Tujuan penataan BWP berisi tema yang akan direncanakan di BWP.
Tujuan penataan BWP berfungsi:
 Sebagai acuan untuk penyusunan rencana pola ruang, penyusunan rencana jaringan
prasarana, penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya, penyusunan
ketentuan pemanfaatan ruang, penyusunan peraturan zonasi; dan
 Menjaga konsistensi dan keserasian pengembangan kawasan perkotaan dengan
RTRW.
Perumusan tujuan penataan BWP didasarkan pada:
 Arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW;
 Isu strategis BWP, yang antara lain dapat berupa potensi, masalah, dan urgensi
penanganan; dan
 Karakteristik BWP.
Tujuan penataan BWP dirumuskan dengan mempertimbangkan:
 Keseimbangan dan keserasian antarbagian dari wilayah kabupaten/kota;
 Fungsi dan peran bwp;
 Potensi investasi;
 Kondisi sosial dan lingkungan bwp;
 Peran masyarakat dalam pembangunan; dan
 Prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.
2. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang dalam RDTR merupakan rencana distribusi subzona peruntukan yang
antara lain meliputi hutan lindung, zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di

8 - 42
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

bawahnya, zona perlindungan setempat, perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran,


industri, dan RTNH, ke dalam blok-blok. Rencana pola ruang dimuat dalam peta yang juga
berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan zonasi.

Tabel 8.7.
Muatan Materi Rencana Pola Ruang dalam RDTR
Materi Deskripsi
Materi yang Diatur Rencana pola ruang menunjukkan batasan persil untuk wilayah yang sudah
terbangun
Kedalaman Materi Pemanfaatan ruang kawasan yang dirinci dalam blok-blok peruntukan
Pengelompokan 1) Zona Lindung, meliputi:
Materi a) zona hutan lindung;
b) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya
yang meliputi zona bergambut dan zona resapan air;
c) zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar
mata air;
d) zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW,
taman kota dan pemakaman;
e) zona suaka alam dan cagar budaya;
f) zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan
tanah longsor, zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan
banjir; dan
g) zona lindung lainnya.
2) Zona Budidaya, meliputi:
a) zona perumahan, yang dirinci berdasarkan tingkat kepadatan
(kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat
rendah);
b) zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret
dan perdagangan jasa tunggal, dll;
c) zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan
perkantoran swasta;
d) zona sarana pelayanan umum, antara lain meliputi sarana
pelayanan umum pendidikan, transportasi, kesehatan, olahraga,
sosial budaya, dan peribadatan;
e) zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk
ke dalam zona sebagaimana dimaksud pada huruf (a) sampai
dengan (e), seperti zona untuk keperluan pertahanan dan
keamanan, zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), zona
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan zona khusus lainnya;
f) zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan
fungsi dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan
perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/ jasa dan perkantoran.

Pembagian wilayah perencanaan ke dalam blok-blok peruntukan didasarkan pada


batasan fisik seperti jalan, sungai, dan sebagainya. Adapun penggambaran dari pembagian
BWP ke Sub BWP dan penggambaran zona-zona peruntukan hingga pada peta rencana pola
ruang dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini:

8 - 43
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Sumber : Permen PU no 20 Tahun 2011

Gambar 8.5.
Ilustrasi Pembagian BWP ke dalam Sub BWP

A B

C D

Ket: A. Ilustrasi Pembagian BWP ke dalam Sub BWP hingga Blok ; B. Ilustrasi Pembagian
BWP Langsung ke dalam Blok; C. Ilustrasi Pembagian Subzona di dalam Blok dan Subblok
pada Satu Sub BWP; D. Ilustrasi Peta Rencana Pola Ruang (Zoning Map)
Sumber : Permen PU no 20 Tahun 2011

Gambar 8.6.
Ilustrasi Pembagian BWP

8 - 44
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

3. Rencana Jaringan Prasarana

Rencana jaringan prasarana merupakan pengembangan hirarki sistem jaringan prasarana


yang ditetapkan dalam rencana struktur ruang yang termuat dalam RTRW kabupaten/ kota.

Tabel 8.8.
Muatan Materi Rencana Jaringan Prasarana dalam RDTR
Rencana Jaringan Materi
Rencana Berupa angkutan jalan raya, meliputi seluruh jaringan primer maupun
Pengembangan Jaringan sekunder, serta ngkutan pergerakan lainnya meliputi seluruh sistem
Pergerakan pergerakan.
1) Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;
2) Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;
3) Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;
4) Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; dan
5) Jaringan jalan lainnya yang meliputi:
 Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal
orang/penumpang sesuai ketentuan yang berlaku;
 Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan
keluarnya terminal barang/orang hingga pangkalan angkutan
umum dan halte); dan
 Jalan masuk dan keluar parkir.
Rencana 1) Jaringan subtransmisi (jika ada);
Pengembangan Jaringan 2) Jaringan distribusi primer (jaringan sutut, sutet, dan sutt) yang
Energi/ Kelistrikan dilengkapi dengan infrastruktur pendukung yang meliputi:
 Gardu induk; dan
 Gardu hubung;
3) Jaringan distribusi sekunder, yang dilengkapi dengan infrastruktur
pendukung berupa gardu distribusi.
Rencana 1) Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang
Pengembangan Jaringan berupa penetapan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon;
Telekomunikasi 2) Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel yang
berupa penetapan lokasi stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan
kotak pembagi;
3) Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang
berupa penetapan lokasi menara telekomunikasi termasuk menara
base transceiver station (bts);
4) Rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk penetapan
lokasi stasiun transmisi;
5) Rencana penyediaan jaringan serat optik; dan
6) Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.
Rencana Berupa rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, yang
Pengembangan Jaringan terdiri atas:
Air Minum 1) Sistem penyediaan air minum wilayah kabupaten/ kota yang
mencakup sistem jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan;
2) Bangunan pengambil air baku;
3) Pipa transmisi air baku dan instalasi produksi;
4) Pipa unit distribusi hingga persil;
5) Bangunan penunjang dan bangunan pelengkap; dan
6) Bak penampung.
Rencana 1) Sistem jaringan drainase; dan
Pengembangan Jaringan 2) Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi

8 - 45
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Rencana Jaringan Materi


Drainase rencana jaringan primer, sekunder, tersier, dan lingkungan di bwp.
Rencana 1) Sistem pembuangan air limbah setempat (On Site), terdiri atas:
Pengembangan Jaringan  Bak septik (septic tank); dan
Air Limbah  Instalasi pengolahan lumpur tinja (iplt).
2) Sistem pembuangan air limbah terpusat (Off Site), terdiri atas:
 Seluruh saluran pembuangan; dan
 Bangunan pengolahan air limbah.
Rencana Rencana ini sesuai kebutuhan pengembangan BWP, misal jalur
Pengembangan evakuasi bencana dan ruang evakuasi bencana untuk BWP yang
Prasarana Lainnya memiliki daerah rawan bencana.
Rencana mitigasi dan Memuat rencana-rencana mitigasi dan/atau adaptasi untuk
adaptasi perubahan iklim mewujudkan daya tahan dan mengatasi kerentanan terhadap
perubahan iklim pada suatu BWP.

4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya

Penetapan Sub Bagian Wilayah Perencanaan yang diprioritaskan penanganannya


merupakan upaya dalam rangka operasionalisasi rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam
rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan,
melestarikan, melindungi, memperbaiki, serta mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan,
dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki
prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP lainnya.

Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan salah satu
program prioritas dari RDTR. Adapun penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
berfungsi sebagai:

 Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral; dan

 Dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas RDTR.

Materi yang termuat dalam bagian ini yaitu meliputi:

1) Lokasi

Lokasi Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya digambarkan dalam peta. Lokasi
tersebut dapat meliputi seluruh wilayah Sub BWP yang ditentukan, atau dapat juga
meliputi sebagian saja dari wilayah Sub BWP tersebut. Batas delineasi lokasi Sub BWP
yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan pertimbangan:

 Batas fisik, seperti blok dan subblok;

 Fungsi kawasan, seperti zona dan subzona;

8 - 46
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

 Wilayah administratif, seperti rt, rw, desa/kelurahan, dan kecamatan;

 Penentuan secara kultural tradisional, seperti kampung, desa adat, gampong, dan
nagari;

 Kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra


perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, kawasan perkampungan tertentu,
dan kawasan permukiman tradisional; dan

 Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun
yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan
kawasan gabungan atau campuran.

2) Tema Penanganan

Tema penanganan merupakan program utama untuk setiap lokasi, yaitu terdiri atas:

 Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui penataan


lingkungan permukiman kumuh (perbaikan kampung), dan penataan lingkungan
permukiman nelayan;

 Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui


peremajaan kawasan, pengembangan kawasan terpadu, serta rehabilitasi dan
rekonstruksi kawasan pascabencana;

 Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui


pembangunan kawasan permukiman (kawasan siap bangun/lingkungan siap
bangun-berdiri sendiri), pembangunan kawasan terpadu, pembangunan desa
agropolitan, pembangunan kawasan perbatasan; dan/atau

 Pelestarian/pelindungan blok/kawasan, contohnya melalui pelestarian kawasan,


konservasi kawasan, dan revitalisasi kawasan.

5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam
bentuk program pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan
sampai akhir tahun masa perencanaan. Program dalam ketentuan pemanfaatan ruang meliputi:

a. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas

8 - 47
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Program pemanfaatan ruang prioritas merupakan program-program pengembangan BWP


yang diindikasikan memiliki bobot tinggi berdasarkan tingkat kepentingan atau diprioritaskan
dan memiliki nilai strategis untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan
prasarana di BWP sesuai tujuan penataan BWP.

Program pemanfaatan ruang dapat memuat kelompok program sebagai berikut:

a) Program perwujudan rencana pola ruang di BWP yang meliputi:

 Perwujudan zona lindung pada BWP termasuk didalam pemenuhan kebutuhan


RTH; dan

 Perwujudan zona budi daya pada BWP yang terdiri atas:

o Perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di BWP;

o Perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis pola ruang;

o Perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan/atau

o Perwujudan tata bangunan.

b) Program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP yang meliputi:

 Perwujudan pusat pelayanan kegiatan di BWP; dan

 Perwujudan sistem jaringan prasarana untuk BWP, yang mencakup pula sistem
prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam BWP yang terdiri atas:

o Perwujudan sistem jaringan pergerakan;

o Perwujudan sistem jaringan energi/kelistrikan;

o Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;

o Perwujudan sistem jaringan air minum;

o Perwujudan sistem jaringan drainase;

o Perwujudan sistem jaringan air limbah; dan/atau

o Perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya.

c) Program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya yang


terdiri atas:

8 - 48
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

 Perbaikan prasarana, sarana pada blok/kawasan;

 Pembangunan baru prasarana, sarana pada blok/kawasan;

 Pengembangan kembali prasarana, sarana dalam blok/kawasan; dan/atau

 Pelestarian/pelindungan blok/kawasan.

d) Program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim, dapat sebagai kelompok


program tersendiri atau menjadi bagian dari kelompok program lainnya, disesuaikan
berdasarkan kebutuhannya.

b. Lokasi

Lokasi merupakan tempat dimana usulan program akan dilaksanakan.

c. Besaran

Besaran merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan program prioritas


pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan.

d. Sumber Pendanaan

Sumber pendanaan dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kabupaten/kota, APBD provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), swasta, dan/atau masyarakat.

e. Instansi Pelaksana

Instansi pelaksana merupakan pihak-pihak pelaksana program prioritas yang meliputi


pemerintah seperti satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dinas teknis terkait, dan/atau
kementerian/lembaga, swasta, dan/atau masyarakat.

f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

Program direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang
dirinci setiap 5 (lima) tahunan dan masing-masing program mempunyai durasi
pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan program prioritas
disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 tahunan RPJP daerah kabupaten/kota.

8.3.2. Muatan Peraturan Zonasi

1) Penyusunan Aturan Teknis Zonasi

8 - 49
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan
ruang, ketentuan tata, massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus disediakan,
aturan khusus untuk kegiatan tertentu.

Pembangunan dan pemanfaatan ruang yang terarah memerlukan peraturan, panduan atau
ketentuan yang jelas, mudah dipahami, logis (dapat dipertanggung jawabankan) dan menjadi
rujukan bagi pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha. Shirvani (1985: 150-152)
mengelompokkan panduan dalam dua bentuk, yaitu:

- Panduan preskriptif (prescriptive guidelines)

Adalah peraturan yang memberikan ketentuan – ketentuan yang dibuat sangat ketat,
rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta kecil kemungkinan
terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya.

Contoh: luas minimum (m2), tinggi maksimum (m atau lantai), KDB maksimum (%), dll

- Panduan kinerja (performance guidelines)

Adalah peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta criteria kinerja dalam
memberikan panduannya.

Contoh: kegiatan baru tidak boleh menurunkan rasio volume lalu-lintas dan kapasitas
jalan (V/C ratio) di bawah D, kegiatan pada malam hari tidak boleh menimbulkan
kebisingan di atas 60 dB.

Aturan teknis disusun dengan mempertimbangkan, aspek yang diperhatikan (issues of


concern) dan komponen yang diatur (scope of issues).

Contoh: Pokok perhatian atau criteria dalam Zona R-1 (Perumahan Tunggal) adalah
kenyamanan, keindahan, dan prestis. Oleh karenanya, komponen yang perlu diatur dengan
ketentuan aturannya adalah:

- Persil harus luas (luas persil minimum adalah…m2)

- KDB rendah (maksimum..%)

- Maksimum 2 lantai (tinggi bangunan maksimum 2 lantai, KLB maksimum


= 2 x KDB maksimum)

- GSB besar (minimum…m)

- Bangunan tidak berdempetan (kepadatan bangunan rendah 


maksimum … bangunan/ha; ada jarak bebas antarbangunan  minimum… m

8 - 50
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

- Karena pemiliknya berpendapat tinggi, tidak mencari pendapatan dari


lahan tersebut, serta karakteristik perumahan yang nyaman dan nilai property yang tinggi
perlu dijaga, maka tidak diperkenan ada kegiatan selain hunian, kecuali pelayanan skala
lingkungan (skolah, pusat belanja lingkungan,dll)

a. Kegiatan dan penggunaan lahan

Adalah aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan terbatas atau dilarang pada suatu
zona.

Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi dinyatakan dengan sebagai
berikut:

“I” = Pemanfaatan diizinkan

Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini berarti tidak
akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten/kota
terhadap pemanfaatan tersebut.

“T”= Pemanfatan diizinkan secara terbatas (R, restricted)

Pembatasan dilakukan melalui penentuan standa pembangunan minimum, pembatasan


pengoprasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah kabupaten / kota
yang bersangkutan

“B”= pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C, conditional)

Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya


(menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL

“-“= pemanfaatan yang tidak diijinkan (not permitted)

Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar lingkungan di sekitarnya.

Penentuan klasifikasi (I, T, B, atau -) pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan


lahan) pada suatu zonasi didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan :

a) Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota

b) Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu


wilayah

8 - 51
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

c) Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap


pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah)

d) Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap


peruntukan yang ditetapkan

e) Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota di luar


rencana tata ruang yang ada

f) Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan social - ekonomi lemah

2. Khusus, berlaku untuk masing – masing karakteristik guna lahan, kegiatan


atau komponen yang akan dibanun, dapat disusun berdasarkan :

a) Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang


berkaitan dengan pemanfaatan ruang

b) Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat

c) Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsure


bangunan/komponen yang dikembangkan (misalnya: pompa bensin, bts/base
tranceiver station,dll)

Pernyataan pengaturan dapat disusun dengan merajuk pada salah satu ekstrim, yaitu
yang diperbolehkan atau dilarang. Alternative pernyataan aturan berdasarkan pendekatan
tersebut adalah:

1. Berorientasi pada kegiatan yang diperbolehkan :

a) Kegiatan yang sejenis dinyatakan diperbolehkan


dengan eksplisit

(contoh: “ kegiatan yang diperbolehkan adalah…dan…”)

b) Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti


dilarang )

c) Kegiatan yang tidak termasuk dalam aturan 1 dan 2


dapat disebutkan

(contoh : “ restoran,tapi tidak termasuk klub malam”)

2. Berorientasi pada kegiatan yang dilarang :

8 - 52
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

a) Kegiatan yang sejenis dinyatakan diperbolehkan


dengan eksplisit

(contoh: “ kegiatan yang diperbolehkan adalah…dan…”)

b) Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti


diperbolehkan)

c) Kegiatan yang sejenis dengan kegiatan yang dilarang,


namun diperbolehkan dengan syarat

(contoh: “pertokoan dilarang, kecuali kurang dari 50 m2)

b. Intensitas pemanfaatan ruang

Adalah besaran pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH
atau kepadatan penduduk.

KDB maksimum = luas persil - % KDH - % luas prasarana yang diperkeras.

Luas prasarana yang diperkeras berkisar antara 20 – 50 % dari KDB yang ditetapkan
(bukan dari luas persil)

Contoh :

- jika KDHmaks = 20 %, dan luas prasarana yang diperkeras = 40 % dari


KDB, maka

KDBmaks = 100% - 20% - (40% KDBmaks)

1,40 KDBmaks = 80%

KDBmaks = 80%/1,40 = 57%

- Kepadatan penduduk = kepadatan bangunan/ha X besar keluarga rata-


rata

- Kepadatan bangunan 20 bangunan/ha = kepadatan penduduk 100


jiwa/ha (jika 1 KK= 5 jiwa)

a. Tata Massa Bangunan

Adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak
yang dikuasai. Pengaturan Tata Massa Bangunan mencakup antara lain:

- Garis sempadan bangunan (GSB) minimum

8 - 53
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

- Jarak bebas antarbangunan atau minimum

- Tinggi bangunan maksimum atau minimum

- Amplop bangunan

- Tampilan bangunan (opsional)

b. Prasarana

Adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan


permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Cakupan prasarana yang diatur
dalam peraturan zonasi minimum adalah prasarana:

- Parkir

- Bongkar muat

- Dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya (streetscape)

- Kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu

c. Lain-lain atau tambahan

Aturan lain dapat ditambahkan pada saat zonasi, untuk kegiatan yang diperbolehkan,
misalnya:

- Kegiatan usaha yang diperbolehkan di zona hunian (usaha rumahan,


warung, salon, dokter praktek, dll)

- Larangan penjualan produk,tetapi penjualan jasa diperbolehkan

- Batasan luas atau prosentase (%) maksimum dari luas lantai (misalnya:
kegiatan tambahan seperti salon, warung, fotokopi- diperbolehkan dengan batas
tidak melebihi 25% dari KDB)

- Aturan perubahan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan

Sebuah Pemanfaatan ruang disebut pemanfaatan yang terbatas (tanda T) mengandung


arti bahwa pemanfaatannya mengandung batasan-batasan sebagai berikut:

1) Pembatasan pengoperasian

2) Pembatasan intensitas ruang

3) Pembatasan jumlah pemanfaatan

4) Pengenaan aturan –aturan tambahan seperti disinsentif

8 - 54
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Jika pemanfaatan ruang memiliki tanda B atau merupakan pemanfaatan bersyarat,


berarti untu mendapatkan ijin, diperlukan persyaratan – persyaratan tertentu, persyaratannya
antara lain:

1) Penyusunan dokumen AMDAL

2) Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan upaya Pemantauan


Lingkungan (UPL)

3) Penyusunan Analisis Dampak lalu lintas (ANDALIN)

4) Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee), atau


aturan disinsentif lainnya yang tercantum dalam bagian laporan ini.

Dasar pertimabangan dalam menyusun aturan tambahan tentang pekarangan dan area
lansekap dalam peraturan zonasi antara lain:

1) Tingkat kepentingan komponen lansekap dalam zona tertentu di suatu wilayah


kabupaten/ kota

2) Kesesuaian dengan arah kebijakan pemerintah setempat

3) Daya dukung lahan dan kondisi tanah

4) Kepadatan penduduk dan intensitas bangunan

5) Komponen pendukung di dalamnya, yang terkait dengan pemanfaatan ruang


yang utama (permukiman, industri, perdagangan, dll)

6) Norma dan estetika lingkungan setempat

Contoh ketentuan pelengkap:

Pemanfaatan yang diizinkan dalam suatu peruntukan lahan bisa lebih jauh dibatasi jika
terdapat lahan – lahan rawan lingkungan, di dalam setiap peruntukan lahan, dalam suatu persil
tidak boleh terdapat struktur atau perbaikan, atau digunakan atau dirawat kecuali untuk satu
atau lebih tujuan atau kegiatan yang tercantum pada matrik pemanfaatan ruang.

Ketentuan lain yang dapat dimasukan dalam peraturan zonasi, sebagai aturan
tambahan antara lain:

1) Aturan mengenai pemunduran angunan (setback), kebun

2) Aturan mengenai fasilitas tunawisma, rumah jompo dan fasilitas bagi


penyandang cacat

8 - 55
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

3) Aturan mengenai off-street parking dan loading

- Aturan ini melengkapi aturan dalam peraturan zonasi yang terkait dengan
pertimbangan dampak pembangunan

- Aturan teknis inidapat disertakan ataupun tidak disertakan dalam


peraturan zonasi, dengan pertimbangan tingkat dampak yang ditimbulkan (dapat
dimasukkan dalam pemanfaatan bersyarat)

4) Aturan mengenai tata informasi, aksesoris bangunan, daya tampung rumah dan
keindahan

d. Aturan khusus

Contoh aturan kawasan khusus meliputi:

- Aturan untuk kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP),


merujuk kepada keputusan menteri perhubungan No. KM 49 tahun 2000 tentang
kawasan keselamatan operasipenerbangan (KKOP) dan atau peraturan daerh
terkait

- Aturan untuk kawasan cagar budaya, merajuk kepada undang – undang


no 5 tahun 1992

- Aturan untuk kawasan rawan bencana, kawasan rawan bencana


mencakup kawasan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor,
gelombang pasang dan banjir.

2) Penyusunan Standar Teknis

Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibekukan, disusun berdasarkan
consensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat – syarat kesehatan, keamanan,
keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK, pengalaman, perkembangan masa kini dan
mendatangkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Secara umum standar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Standar preskriptif, adalah standar yang memberikan panduan yang sangat


ketat, rinci, terukur serta seringkali dilengkapi rencana desain. yang terdiri dari:

- Standar kuantitatif, contoh KDB maksimum 60%, KLB maksimum 3,0 dan
tinggi bangunan maksimum 3 lantai atau 16 m

- Standar desain, contoh desain parkir, tikungan jalan

8 - 56
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

2) Standar kinerja, adalah standar yang dirancang untuk menghasilkan solusi


rancangan yang tidak mengatur langkah penyelesaian secara spesifik. terdiri dari:

- Standar subjektif, contoh: penambahan bangunan tidak boleh


mengurangi keindahan kenyamanan, kemudahan keselamatan

- Standar kualitatif , contoh: batas minimum tingkat pelayanan jalan (level


of service) tidak boleh kurang dari D

Pengaturan zonasi mencakup aturan – aturan teknis pembangunan yang ditetapkan


berdasarkan peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku. Dalam penyusunan peraturan
zonasi, perumusan aturan – aturan teknis mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) atau
ketentuan – ketentuan lain yang bersifat lokasl. Pertimbangan dalam penyusunan dan
penetapan standar:

1) Kesesuaian dengan karakteristik wilayah kabupaten/kota yang


bersangkutan, jika merujuk pada ketentuan teknis daerah lain

2) Kesesuaian dengan karakteristik social dan budaya masyarakat di


wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan karena hal tersebut menentukan preferensi
masyarakat terhadap prioritas kebutuhannya

3) Kesesuaian dengan kondisi geologi dan geografis kawasan

4) Kesesuaian dengan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota

5) Metode perhitungan standar atau tingkat kesalahan yang mungkin terjadi,


sehingga perlu dipertimbangkan antisipasi terhadap penyimpangan kondisi di lapangan
(berdasarkan zonasi yang diterapkan) dengan penelitian dan pengkajian standar

6) Kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan

3) Pemilihan Teknik Pengaturan Zonasi

Adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang dikembangkan untuk memberikan
kulewasan penerapan aturan zonasi. Teknik pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai
alternative dengan mempertimbangkan tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap tenik
mempunyai karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh karena itu,
pemilihannya harus dipertimbangkan dengan hati – hati. Alternative teknik pengaturan zonasi
yang dapat diterapkan antara lain:

1) Bonus/ Insentive Zoning

8 - 57
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan (tinggi bangunan, luas lantai)
yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan penyediaan fasilitas publik (arcade, plaza,
pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk memisahan
pejalan dan lalu lintas kendaraan, ruang bongkar muat off-street untuk mengurangi kemacetan
dan lain-lain) sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2) Performance Zoning

Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang didasarkan pada
kinerja tertentu yang ditetapkan. Performace zoning harus diikuti dengan standar kinerja
(performace standards) yang mengikat (misalnya tingkat LOS (level ofservice, tingkat
pelayanan) jalan minimum, tingkat pencemaran maksimum,dll)

3) Fiscal Zoning

Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada stu atau beberapa blok peruntukan yang
berorientasi kepada peningkatan PAD

4) Special Zoning

Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan krakteristik setempat (universitas,
pendidikan, Bandar udara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan masyarakat
sekelilingnya dngan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area tersebut. Umumnya untuk
menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran lalu lintas dan sebagainya)

5) Exclusionary Zoning

Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan yang menyebabkan blok


peruntukan tersebut menjadi eklusif. Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi (missal,
penetapan luas persil minimal 500 m 2 menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah tidak
dapat tinggal dalam blok tersebut)

Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang mempunyai dampak pencegahan munculnya
bangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dan moderat. Ketentuan ini
dimotivasi oleh perhatian pada populasi masyarakat dibandingkan kebutuhan perumahan
keseluruhan pada wilayah dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya Negotiated
Development dan teknik laionnya yang dianggap sesuai

4) Penyusunan Peta Zonasi

Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan superblok yang telah
didelineasikan sebelumnya dengan skala 1 : 5000 atau setara dengan RDTRK. Sublok

8 - 58
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam satu blok peruntukan berdasarkan perbedaan
fungsi yang akan dikenakan

Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/sublok yang dibuat dapat
didasarkan pada:

1) Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan :

- Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada eksisting

- Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW

- Menetapkan tiologi lingkungan/kawasan yang diingikan

- Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan

- Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu

- Menetapkan batas intensitas bangunan/bangun-bangunan


maksimum/minimum

- Menetapkan jenis kegiatan tertentu

- Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan

- Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya


dukung prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia

Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan:

- Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan

- Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau batas persil

- Orientasi bangunan

- Lapisan bangunan

Subblok peruntukan diberi nomor blok dengan memberikan tambahan huruf (a, b, dan
seterusnya) pada kode blok.

Contoh: Blok 40132 – 023 dipecahkan menjadi subblok 40132 – 023.a dan 40132 –
023.b.

2) Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang ada (KKOP, pelabuhan,


terminal,dll)

3) Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi

8 - 59
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Pembagian Zona dengan Pertimbangan Batasan Fisik Jalan (temasuk 1 blok dengan batas
jalan), Gang, Brandgang, Batas Kapling dan Orientasi Bangunan, Lapis Bangunan
Gambar 8.7.
Contoh Pembagian Blok Sesuai Fisik
5) Penyusunan Aturan Pelaksanaan

Materi aturan pelaksanan terdiri dari :

1. Aturan mengenai variasi yang berkaitan dengan ketentuan aturan

Aturan variansi pemanfaatan ruang, adalah kelonggaran/keluwesan yang diberikan untuk


tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa perubahan berarti
(signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan.

Jenis variansi yang diperankan dalam pemanfaatan ruang antara lain:

- Minor variance dan non conforming dimension

Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan kesulitan yang
tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas,bentuk persil)

non conforming dimension adalah izin kelonggaran atau pengurangan ukuran dari yang
ditetapkan dalam peraturan dan standar. Contohnya: pengurangan besar GSB,
penambahan tinggi atap, perubahan KDB kurang dari 10%,dll.

- Non – conforming use

Adalah izin yang diberikan untuk melanjutkan penggunaan lahan, bangunan atau struktur
yang telah ada pada waktu peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan
peraturan zonasi.

8 - 60
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Dalam penerapan non conforming use ini dilarang:

o Mengubah penggunaan dari satu non conforming use ke non comforming use lainnya

o Ditelantarkan/tidak digunakan untuk jangka waktu tertentu.

o Mengubah atau memperluas bangunan / struktur, kecuali diperintahkan Pemda


(misalnya harus disesuaikan dengan peraturan zonasi yang berlaku dalam waktu 10
tahun sejak peraturan zonasi ditetapkan)

- Interim development izin pembangunan yang diberikan untuk


melaksanakan pembangunan antara sebagai bagian / tahapan dari pembangunan
keseluruhan, misalnya perataan lahan (grading), pematangan lahan (konstruksi jalan,
saluran drainase,dll)

- Interim/temporary use

Adalah penggnaan lahan sementara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu sebelum
pemanfatan ruang final direalisasikan

2. Aturan insentif dan disinsentif

Insentif :

- Mendorong atau merangsang pembangunan yang serjalan dengan


rencana tata ruang

- Mendorong pembangunan yang memberikan manfaat yang besar kepada


masyarakat

- Mendorong partisipasi masyarakat dan pengembangan dalam


pelaksanaan pembangunan

Disinsentif :

- Menghambat/membatasi pembangunan yang tidak sesuai rencana tata


ruang

- Menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat di sekitarnya.

3. Aturan mengenai perubahan pemanfaatan ruang

Adalah PPL pemanfaatan lahan yang berbeda dari pengguna lahan dan peraturan yang
ditetapkan dalam zonasi.

8 - 61
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Tujuan : mengakomodasi pemanfaatan ruas,membuka peluang bagi swasta untuk


berpartisipasi secara seimbang. Berdasarkan jenis peraturan zonasi, Jenis perubahan
pemanfaatan lahan terdiri dari :

 Spot zoning, adalah zoning – zoning kecil yang berlawanan dengan zoning yang telah
ditentukan. Secara definisi adalah penyimpangan dan rencana komprehensif (RTRWK)
khususnya untuk setiap persil lahan yang mendapat perlakuan khusus atau memiliki hak
istimewa yang tidak sesuai dengan klasifikasi penggunaan lahan di sekitarnya tanpa
suatu penilaian keadaan sekitarnya.

 Up-zoning, adalah perubahan kode zonasi ke hirarki yang lebih tinggi atau ke tingkat
yang lebih makro dari yang ditetapkan dalam peta / peraturan zonasi (missal dari
perdagangan ke komersial/bisnis)

 Down – zoning adalah perubahan katogori penggunaan lahan ke tingkat yang lebih
makro (missal dari komersial ke jasa hiburan) dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan
zonasi

 Rezoning, adalah perubahan peta zoning yang mengubah keseluruhan peruntukan /


zonasi satu blok atau subblok (rezoning) dari zonasi yang kurang intensif menjadi
penggunaan yang lebih insentif

Terhadap setiap izin perubahan pemanfaatan lahan dikenakan pengumutan retribusi


daerah yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi masing – masing
dengan contoh alternative dasar penghitungan sebagai berikut:

R=IxHxL

R = p (%) x Bp

R = p (%) x (H-H1)

Dengan:

R = Retribusi perubahan pemanfaatan lahan

I = indeks perubahan pemanfaatan lahan

P = Prosentase perubahan pemanfaatan lahan

H = Harga Lahan setelah perubahan pemanfaatan lahan

H1 = harga lahan lama sebelum perubahan pemanfaatan lahan

8 - 62
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Bp = Biaya pembangunan pada lahan yang telah memperolaeh perubahan, yaitu biaya
pembangunan per m2 x luas lantai

L = Luas lahan

6) Penyusunan Perhitungan Dampak

Berkaitan dengan perubahan pemanfaatan ruang, terdapat tiga kemungkinan terhadap


tingkat gangguan yang ditimbulkan:

1) Menurunkan tingkat gangguan

2) Tingkat gangguan tetap, apabila pemanfaatan ruangnya yang lama dan baru dalam
katogori yang sama

3) Meningkatkan gangguan: peningkatan gangguan tingkat gangguan rendah, sedang dan


tinggi merupakan kebalikan dari penurunan tingkat gangguan

Rujukan yang dapat dijadikan acuan antara lain:

1) Undang-undang Gangguan (hinderoddonantie) stbl Tahun 1926 No. 226 yang diubah dan
ditambah dengan Stbl Tahun 1940 No. 14 dan 450 yang mengatur kegiatan usahayang
wajib memiliki Izin Undang-undang Gangguan (gangguan ketertiban, kemanan dan
kesehatan);

2) Permendagri No. 4 Tahun 1987 tentang Penertiban Pungutan-pungutan dan Jangka Waktu
Terhadap Pemberian lzin Undang-undang Gangguan.

3) Peraturan Daerah tentang Ijin Gangguan yang berlaku di masing-masing daerah.

Tingkat dampak pada tiap guna lahan yang ada di wilayah kebupaten/kota tersebut mencakup:

a) Kerugian ekonomi yang dialami oleh masyarakat di sekitar kawasan fungsional ataupun
pemerintah;

b) Kerugian masyarakat akibat gangguan ketertiban, keamanan dan kesehatan;

c) Kerugian akibat menurunnya kualitas lingkungan di sekitar pusat kegiatan masyarakat


tertentu;

d) Kerugian akibat terhambatnya sirkulasi jalan dan transportasi oleh kegiatan pemanfaatan
ruang di sekitarnya;

e) Kebutuhan masyarakat yang timbul akibat berkembangnya kegiatan tertentu di


lingkungannya, atau kebutuhan masyarakat untuk mengurangi dampak akibat kegiatan

8 - 63
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

tersebut (sarana-sarana Iingkungan dan jaringan-jaringan prasarana dan kelengkapannya);

f) Luasan kawasan yang menjadi sasaran pengenaan dampak kegiatan tertentu;

g) Hal teknis lain yang menjadi arah kebijakan pemerintah kabupaten/kota.

7) Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam penyusunan Peraturan Zonasi mencakup

b. Hak masyarakat;

c. Kewajiban masyarakat;

d. Kelompok peran serta masyarakat;

e. Tata cara peran serta masyarakat;

f. Waktu peran serta masyarakat;

g. Proses pemberdayaan masyarakat

Hak masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan dan peraturan Zonasi adalah:

a) Berperan serta dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya penyusunan


peraturan zonasi; dan mengetahui secara terbuka seluruh' proses persiapan penyusunan
peraturan zonasi yang dilakukan pemerintah dan ikut menilai kesiapan (proses administrasi)
penyelenggaraannya;

b) memberikan pendapat, saran, masukan dan penentuan tujuan-tujuan dan arah


pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran aturan, serta dalam penetapan peta zonasi;

c) Mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau mengevaluasi dan/atau


meninjau kembali dan/atau mengubah peraturan zonasi dan peta zonasi wilayah
kabupaten/kota;

d) Memberikan pendapat, saran, masukan, data/informasi dan penentuan potensi dan masalah
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang;

e) Memberikan kontribusi dalam perumusan aturan-aturan dalam pemanfaatan dan


pengendalian penataan ruang;

f) Mengetahui secara terbuka setiap produk rencana tata ruang dan peraturan zonasi wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan;

g) Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan;

8 - 64
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

h) Mengetahui dan memberi masukan terhadap ketentuan dan kebijakan lain yang ditetapkan
oleh pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Jenis peran serta masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan peraturan zonasi adalah:

a) Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota;

b) Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, baik itu pelaksanaan


maupun pengendaliannya;

c) Bantuan untuk merumuskan klasifikasi penggunaan lahan yang akan atau telah
dikembangkan di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;

d) Bantuan untuk merumuskan zonasi pembagian wilayah kabupaten/kota, misalnya


mengusulkan pembatasan Iingkungan peruntukan;

e) Bantuan untuk merumuskan pengaturan tambahan, yang berhubungan dengan


pemanfaatan terbatas dan pemanfaatan bersyarat;

f) Pengajuan keberatan terhadap peraturan-peraturan yang akan dirumuskan


(rancangan);

g) Kerjasama datam penelitian dan pengembangan dan atau bantuan tenaga ahli;

h) Ketentuan lain yang sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota.

8) Penyusunan Aturan Administrasi Zonasi

Pada tahap persiapan pembentukan rancangan peraturan tentang peraturan zonasi


dilakukan hal – hal sebagai berikut:

1) Menyusun naskah akademis peraturan zonasi, adalah instansi yang berwenang bidang
penataan ruang di kota/kabupaten

2) Menyusun rancangan peraturan daerah, disebut sebagai legal drafting tentang peraturan
zonasi

3) Penyampaian rancangan peraturan darah kepada DPRD

4) Penyebarluasan rancangan peraturan daerah

8 - 65
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Gambar 8.8.
Kerangka Peraturan Administrasi Zoning

8 - 66
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

Gambar 8.9.
Metodologi Penyusunan RDTR Kecamatan Pemalang

8 - 67
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8.4. Kerangka Analiss

Gambar 8.10.
Kerangka Analisis

8 - 68
Usulan Teknis __ STUDI PENYUSUNAN RDTR KAWASAN PERKOTAAN PEMALANG

8 - 69

Anda mungkin juga menyukai