KISTA OVARII
Disusun oleh:
Qodrunnada Maulidinawati
30101407289
Penguji:
dr. Inu Mulyantoro,Sp.OG(K)
1. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 14 Februari 2019
pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah yang menjalar ke panggul,
rektum, punggung bawah dan paha.
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik Obsgyn RSI Sultan Agung dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah menjalar hingga panggul, rektum,
punggung bawah dan paha. Nyeri perut dirasakan sejak tahun 2012. Nyeri
pada perut pasien muncul pertama kali saat pasien mulai bekerja setelah
lulus SMA. Keluhan diawali dengan siklus menstruasi yang memanjang
yaitu 20 hari disertai darah yang banyak dan dismenore, kemudian
abdomen di regio iliaca dextra mulai membesar . Nyeri yang dirasakan
hilang timbul. Nyeri memberat ketika menstruasi. Nyeri berkurang ketika
pasien beristirahat dan mengompres perut dengan air hangat. Nyeri perut
dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien mengaku tidak ada
penurunan berat badan, mual-mual yang muncul diluar siklus menstruasi
(+), nyeri pre menstruasi (+), BAB nyeri dan berdarah sewaktu haid (+),
keluhan badan semakin lemah disangkal, pasien juga mengeluh belum
dikaruniai anak walaupun sudah 8 tahun menikah. Pasien sudah pernah
menjalani kistectomy ovarium sinistra pada tahun 2010 di rumah sakit di
Jepara dan meminum obat-obatan tradisional untuk keluhan yang muncul
sekarang.
1.Riwayat Haid
Pasien pertama kali haid pada kelas 1 SMP usia 13 tahun dengan siklus
teratur, lama 14 hari, ganti pembalut 3-4 kali sehari. Pasien terkadang
merasa nyeri saat haid. Ditahun 2009 lama menstruasi pasien menjadi 20
hari, siklusnya teratur, darahnya banyak dan ganti pembalut dapat 7 kali
dalam sehari, dismenore (+), nyeri pre menstruasi (+), mual (+),
menstruasi di luar siklus (-).
1. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah di tahun 2011 dengan suami pertama.
1. Riwayat Obstetri
P0A0.
2. Riwayat ANC
Belum pernah.
3. Riwayat KB
Belum pernah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit yang sama : Kista endometriosis ovarium sinistra di
tahun 2009 .
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit yang sama : (+) ibu
1. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD : 140/100 mmHg
Nadi : 88x/menit TB : 160 cm
RR : 20 x/menit BB : 60 Kg
Suhu : 360C
2. Status Internus
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
Leher : Simetris pembesaran kelenjar limfe (-) pembesaran tiroid -
Kulit : Turgor kembali lambat, ptekiae (-)
Mammae : Simetris, benjolan abnormal (-), hiperpigmentasi areola
(-), puting menonjol (-).
Pulmo
o Inspeksi : Pergerakan hemithorax dextra dan sinistra simetris
o Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama, nyeri
tekan (-)
o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
Cor
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : suara tambahan (-)
Abdomen
o Inspeksi : Cembung, tampak pembesaran abdomen di region
iliaca dextra, striae gravidarum (-), linea nigra (-), bekas operasi
(+).
o Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit.
o Perkusi : pekak di regio iliaca dextra.
o Palpasi : Lingkar perut 118 cm, Nyeri tekan (+) region
iliaca dextra , balotemen (-).
Extremitas
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
3. Status Ginekologi
1. Genitalia Eksterna
Vulva oedem (-), massa (-), perlukaan (-), eritema (-), vaginal
discharge (-),pembengkakan kelenjar (-).
2. Genitalia Interna (VT)
3. Vulva : tidak ada kelainan, fluxus (-). Fluor (-)
4. Vagina : tidak ada kelainan
5. Portio : portio jempol tangan, nyeri goyang portio (-), penonjolan
cavum douglass (-)
6. OUE/OUI : tertutup
7. Uterus : antefleksi lunak
1. Adneksa : adneksa kanan; teraba massa (+) kistik,
mobile, nyeri (+), adneksa kiri; massa kistik (-), nyeri (-).
8. Parametrium : nyeri (-), infiltrat (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah 13 Februari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
HEMATOLOGY
Hemoglobin 10.4 (L) 11.7 - 15.5 g/dl
Hematokrit 34.5 33 – 45 %
Leukosit 7.46 3.6 - 11.0 ribu/uL
Trombosit 447 (H) 150 – 440 ribu/ul
Golongan darah O/positif -
APTT/PTTK 24,5 21.8 – 28.0 Detik
Kontrol 25.9 21.1- 28.5 Detik
PPT 9.8 9.3 - 11.4 Detik
Kontrol 10.2 9.3 - 12.5 Detik
IMUNOSEROLOGY
HBsAg kualitatif Non-Reaktif Non-Reaktif -
KIMIA
GDS 88 75 – 110 mg/dl
Ureum 12 10 – 50 mg/dl
Creatinin Darah 0.79 0.6 - 1.1 mg/dl
Natrium 137.4 135 – 147 mmol/L
Kalium 3.97 3.5 – 5 mmol/L
Cloride 108.3 95- 105 mmol/L
E. RESUME
Wanita berusia 32 tahun, datang ke poliklinik Obsgyn RSI Sultan Agung
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah menjalar hingga panggul, rektum,
punggung bawah dan paha. nyeri memberat ketika menstruasi, dan perut
kanan bawah terasa membesar. Riwayat haid teratur, 20 hari, darahnya
banyak, dismenore (+), mual (+), nyeri pre menstruasi (+), darah yang keluar
dan nyeri saat BAB ketika menstruasi (+), pasien belum memiliki anak sejak
8 tahun menikah. Riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga
ada penyakit serupa. Riwayat Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit lain.
Pemeriksaan fisik abdomen tampak cembung di iliaca dextra, membesar
dengan nyeri tekan, pemeriksaan genitalia eksterna dalam batas normal,
pemeriksaan genitalia interna dengan VT bimanual kesan terdapat massa
kistik, kenyal, dan nyeri pada adneksa kanan. Pemeriksaan laboratorium Hb
10.4 (rendah).
A. DIAGNOSA
Diagnosa Masuk : kista ovarii dextra suspect kista endometriosis.
Diagnosa Akhir : Kista endometriosis ovarium dextra.
1. TATALAKSANA
9. Rawat inap
10. Pengawasan: Keadaan umum, Tanda-tanda vital
11. Kistectomy Ovarium Dextra
12. Terapi medikamentosa:
1. Infus Ringer laktat 20 tpm
2. Premed operasi: cefotaxim 1 gr IV
3. Post operasi:
- Asam Tranexamat 500mg IV 3x1
- Ketolorac 30mg IV 2x1
- Cefotaxim 1g IV 2x1
- Kaltrofen supp 50mg 2x1
2. EDUKASI
· Istirahat cukup
· Minum obat teratur
· Kontrol tepat waktu
· Jangan pijat perut
- Monitoring
- TTV & KU
- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka
- Monitoring
- TTV & KU
- Ketolorac 2x300mg IV
- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka
- Monitoring
- TTV & KU
- Monitoring
- TTV & KU
S O A P
- Nyeri luka - TD : 120/70 - Post op - Planning Tx:
operasi (+) kistectomy
minimal - Nadi : 90 x/m ovarium dextra - Infus RL 20 tpm
- Luka
- RR : 20 x/m - Cefadroxyl tablet
merembes
2x500mg
- Mual (-) - Suhu : 36,6 ºC
- Muntah (-) - Asam mefenamat tablet
- Hb post transfusi
- Menstruasi 3x500mg
2 PRC : 10.3
hari ke-8
gr/dl - Vit C tablet 3x100mg
- Nafsu
makan baik - - Paracetamol tablet
- BAB dan 3x500mg
BAK dbn
- Metronidazole
- Pasien
2x500mg
menstruasi
- Zinc 3x1
- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka, motivasi tidur
tengkurap
- Monitoring
- TTV & KU
S O A P
- Nyeri luka - TD : 140/100 - Post op - Planning Tx:
operasi (+) kistectomy
- Nadi : 80 x/m - Infus RL 20 tpm
minimal ovarium dextra
- Mual (+) - RR : 20 x/m - Cefadroxyl tablet
- Muntah (+) 2x500mg
- Suhu : 36ºC
1x
- Asam mefenamat tablet
- Menstruasi - Hb post transfusi
3x500mg
hari ke-9 2 PRC : 10.3
- Nafsu gr/dl - Vit C tablet 3x100mg
makan baik
- - Paracetamol tablet
- BAB dan
3x500mg
BAK dbn
- Pasien - Metronidazole
menstruasi 2x500mg
- Zinc 3x1
- GB = dikompres NaCl
+ Gentamycin 15 menit
- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka, motivasi tidur
tengkurap
- Monitoring
- TTV & KU
S O A P
- Nyeri luka - TD : 120/80 - Post op - Planning Tx:
operasi (+) kistectomy
minimal - Nadi : 82 x/m ovarium dextra - Infus RL 20 tpm
- Mual (+)
- RR : 20 x/m - Cefadroxyl tablet
- Muntah (-)
2x500mg
- Menstruasi - Suhu : 36ºC
hari ke-10 - Asam mefenamat tablet
- Hb post transfusi
- Nafsu 3x500mg
2 PRC : 10.3
makan baik
gr/dl - Vit C tablet 3x100mg
- BAB dan
BAK dbn - - Paracetamol tablet
- Pasien 3x500mg
menstruasi
- Metronidazole
2x500mg
- Zinc 3x1
- GB = dikompres NaCl
+ Gentamycin 15 menit
- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka, motivasi tidur
tengkurap
- Monitoring
- TTV & KU
- Paracetamol tablet
3x500mg
- Metronidazole
2x500mg
- Bactesyn 2x 375 mg
- Zinc 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ovarium
1. Anatomi Ovarium
Ovarium biasa disebut dengan indung telur. Ovarium memiliki
ukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan. Kira-kira 4 cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5 cm. ovarium terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (cortex)
dan bagian dalam (medulla). Pada cortex terdapat folikel-folikel
primordial. Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat saraf dan
pembuluh limpa.
Ovarium terletak antara Rahim dan panggul dan disamping kanan-
kiri uterus yang menghasilkan hormone estrogen dan progesterone,
mempengaruhi kerja uterus serta memberikan sifat kewanitaan dan
mempunyai dampak dalam mengatur proses menstruasi.
(Prawirohardjo,2010)
Ovarium berbentuk bulat lonjong agak pipih, permukaan halus dan
ukurannya bervariasi sesuai dengan pertambahan usia. Gambaran ovarium
bayi baru lahir warna agak coklat, memanjang, struktur rata. Ukuranya
kira-kira 1,3 x 0,5 x 0,3 cm, beratnya kurang dari 0.3 gram, dengan
bertambahnya usia menjadi anak-anak, ovarium juga bertambah besar dan
saat usia prepubertas dijumpai follicle kistik yang dominan yang hampir
mirip dengan penyakit polikistik ovariun. Pada periode reproduksi,
ovarium bentuk agak oval, ukuran 3-5 x 1,5-3,0 x 0.6-1,5 cm dan berat
kira-kira 5-8 gram, warna putih kemerah-merahan dan permukaan lebih
halus. Pada pemotongan dijumpai follikel-follikel kistik, korpora lutea
warna kuning, korpora albikan warna putih umumnya dijumpai di korteks
dan medula. Wanita post menopause ovariumnya bertambah kecil.
Ukurannya bervariasi, ada yang lisut/berkerut, gyriform, dan konsistensi
biasanya padat. (Wiknjosastro,2005)
Struktur ovarium terdiri atas :
a. Korteks di sebelah luar yang diliputi oleh epitelium germinativum yang
berbentuk kubik, dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel
primordial.
b. Medulla di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot
polos.
KISTA OVARII
a. Definisi
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air,
dapat tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang
berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista
ovarium atau tumor ovarium. Sebagian besar kista terbentuk karena
perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan
pelepasan sel telur dari ovarium (Mansjoer, 2000).
Sebagian besar kista ovarium ini tidak berbahaya dan akan hilang dengan
sendirinya. Jika kista ini bertambah besar, maka akan dapat menyebabkan
tekanan, perasaan penuh dan rasa tidak nyaman. Kista ovarium sering
ditemukan pada wanita di masa reproduksinya. Seorang wanita dapat
memiliki satu atau lebih kista, dimana dapat memiliki ukuran yang
bervariasi, dari yang sebesar kacang hingga sebesar anggur (Mansjoer,
2000).
b. Etiologi
f. Sering stress
g. Zat polutan
Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker,
yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya
karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia
tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi
onkogen, yaitu gen pemicu kanker. Suatu antigen kanker CA125 adalah
salah satu gen yang berpengaruh menyebabkan karsinoma pada ovarium
(Smeltzer, 2002)
c. Epidemiologi
d. Patofisiologi
E. Klasifikasi
Kista fungsional
Kista yang terbentuk dari jaringan yang berubah pada saat fungsi
normal haid. Kista normal ini akan mengecil dan menghilang dengan
sendirinya dalam kurun 2-3 siklus haid. Terdapat 2 macam kista fungsional:
kista folikular dan kista korpus luteum.
Kista folikular : Folikel sebagai penyimpan sel telur akan mengeluarkan
sel telur pada saat ovulasi bilamana ada rangsangan LH (Luteinizing
Hormone). Pengeluaran hormon ini diatur oleh kelenjar hipofisis di otak.
Bilamana semuanya berjalan lancar, sel telur akan dilepaskan dan mulai
perjalannya ke saluran telur (tuba falloppi) untuk dibuahi.
Kista Abnormal
Maksud kata “abnormal” disini adalah tidak normal, tidak umum, atau tidak
biasanya (ada, timbul, muncul, atau terjadi). Semua tipe atau bentuk kista -selain
kista fungsional- adalah kista abnormal, misalnya:
Kista dermoid: Kista ovarium yang berisi ragam jenis jaringan misal
rambut, kuku, kulit, gigi dan lainnya. Kista ini dapat terjadi sejak masih kecil,
bahkan mungkin sudah dibawa dalam kandungan ibunya. Kista ini biasanya
kering dan tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat menjadi besar dan
menimbulkan nyeri.
e. Diagnosis
Palpasi: Suatu kista besar dapat diraba saat pemeriksaan abdominal, tetapi
dapat terganggu oleh asites. Kista dapat teraba kenyal, dan dapat teraba massa lain
termasuk fibroid dan nodul pada ligament uterosacral bila terdapat keganasan atau
endometriosis (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 2. Kista Ovari Kanan Multilokular berukuran 24 cm
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien kista ovarium hanya dengan nyeri, dan tanpa
resiko pembedahan segera dapat diberikan obat anti nyeri NSAID seperti
Ibuprofen, Indometacin, Naproxen, Natrium Diklofenac, Ketorolac, dll.
Prinsipnya adalah tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi dan
tumor nonneoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium yang tidak
memberikan gejala/keluhan pada penderita dan yang besarnya tidak melebihi 5
cm diameternya, kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista
korpus luteum (Smeltzer,2002).
Tidak jarang tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan
menghilang, sehingga perlu diambil sikap untuk menunggu selama 2-3 bulan, jika
selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan tumor tersebut,
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan tumor besar itu bersifat
neoplastik dan dapat dipertimbangkan untuk pengobatan operatif
(Smeltzer,2002).
Algoritma untuk penanganan kista adalah sebagai berikut:
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor, akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu
dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba
(salphyngoooforektomi) (Cunningham, 2005)
Jika terdapat keganasan operasi yang lebih tepat ialah histerektomi dan
salphyngoooforektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda yang masih ingin
mendapat keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah, dapat
dipertanggungjawabkan untuk mengambil resiko dengassn melakukan operasi
yang tidak seberapa radikal (Smeltzer,2002)
ENDOMETRIOSIS
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita oleh
perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium diluar letaknya yang normal. Endometriosis merupakan penyakit
yang pertumbuhannya tergantung pada hormon estrogen. Perempuan dengan
endometriosis bisa tanpa gejala, subfertil atau menderita rasa sakit pada daerah
pelvis terutama waktu menstruasi (dismenore) (Prawirohardjo, 2010).
ENDOMETRIOSIS EKSTERNA
Kelainan dimana adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar rongga uterus.
Endometriosis eksterna terutama tumbuh di rongga pelvik, ovarium, kavum
Douglasi, jarang sekali tumbuh ke kandung kemih sampai rektum. Ada yang
dapat timbul diluar rongga panggul (ekstrapelvik) sampai ke rongga paru, pleura,
umbilicus. Kejadiannya 10-20% pada usia reproduksi perempuan. Jarang terjadi
pada perempuan pramenarke ataupun menopause. Faktor resiko pada wanita yang
haidnya banyak dan lama, perempuan yang menarkenya pada usia dini,
perempuan dengan kelainan saluran mulleri (Prawirohardjo, 2010).
KISTA ENDOMETRIOSIS
A. Definisi
B. Patofisiologi
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya
adalah teori dari sampson, menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah
haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke rongga pelvis. Teori ini
dibuktikan dengan ditemukan adanya darah haid pada rongga peritoneum pada
waktu haid dengan laparoskopi. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih
hidup kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. Sel endometrium dalam
haid itu dapat dikultur dan dapat hidup menempel dan tumbuh berkembang pada
sel mesotel peritoneum (Cunningham, 2005).
Teori kolemik metaplasia, dimana akibat stimulus tertentu tertentu
terutama hormon, sel mesotel dapat mengalami perubahan menjadi sel
endometrium ektopik. Terbukti dengan ditemukannya endometriosis pada
perempuan pre menarke dan pada daerah yang tidak berhubungan langsung
dengan refluks haid seperti di rongga paru.
Penyebaran melalui jalan darah atau limfe, dan dengan implantasi
langsung dari endometrium pada saat operasi. Pengaruh genetik terlihat berperan
secara genetik. Risiko menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis
pada ibu dan saudara kandung.
Reaksi abnormal imunologi yang tidak berusaha membersihkan refluks
haid dalam rongga peritoneum, malah memfasilitasi terjadinya endometriosis.
Apoptosis sel-sel endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis ditemukan
adanya peningkatan jumlah makrofag dan monosit didalam cairan peritoneum
yang teraktivasi menghasilkan faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang
tumbuhnya endometrioum ektopik (Wiknjosastro, 2006).
Dijumpai adanya peningkatan aktivitas aromatase instrinsik pada sel
endometrium ektopik menghasilkan estrogen lokal yang berlebihan, sedangkan
respon sel endometrium ektopik terhadap progesterone menurun.
Peningkatan sekresi molekul neurogenic seperti nerve growth factor dan
reseptornya yang merangsang tumbuhnya syaraf sensoris pada endometrium.
Peningkatan jumlah interleukin-1 (IL-1) dapat meningkatkan perkembangan
endometriosis dan merangsang pelepasan faktor angiogenik (VEGF), interleukin-
6, interleukin-8, dan merangsang pelepasan intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) yang membantu sel endometrium yang refluks kedalam rongga
peritoneum terlepas dari pengawasan imunologis. Interleukin-8 adalah suatu
sitokin angiogenik yang kuat dan merangsang perlengketan sel stroma
endometrium ke protein matrix extracellular, meningkatkan aktivitas matrix
metalloproteinase yang membantu implantasi dan pertumbuhan endometrium
ektopik (Wiknjosastro, 2006).
C. Angka Kejadian
D. Patologi
E. Manifestasi Klinis
1. Gambaran Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas
bagi endometriosis, yakni kelenjar – kelenjar dan stroma
endometrium, dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit,
pigmen hemosinderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Di
sekitarnya tampak sel – sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi
dari jaringan normal disekelilingnya (jaringan endometriosis).
Jaringan endometriosis seperti jaringan endometrium di dalam
uterus, dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Akan
tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama tergantung beberapa
faktor, anatar lain seperti komposisi endometrium yang
bersangkutan (apakah jaringan kelenjar atau jaringan stroma yang
lebih banyak), dari reaksi hormon tersebut, sebagian besar sarang
endometriosis berdarah secara periodik dan menyebabkan reaksi
jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan
(Wiknjosastro, 2006)
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan
endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual
menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis, dan
dengan membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan kini
menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk
mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu
(pseudopregnancy). Secara mikroskopis endometriosis merupakan
suatu kelainan yang jinak, namun kadang sifatnya dapat seperti
tumor ganas bila terjadi penyebaran endometriosis ke paru-paru
dan lengan, dan dapat infiltrasi ke bawah kavum Douglasi ke
rektovaginal, ke sigmoid, dan sebagainya(Prawirohardjo,2010)
2. Gambaran Klinik
a. Gejala
Penderita endometriosis bisa datang dengan keluhan nyeri
panggul, terutama bila datang haid, infertilitas, disparenia,
perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri atau berdarah ketika
kencing atau pada rectum dalam masa haid. Gejala-gejala
endometriosisi datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya
haid tetapi bias menetap. Banyak penderita endometriosis yang
tidak bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala
dengan beratnya penyakit (Prawirohardjo, 2010).
Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu :
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada
dan selama haid (dismenore)
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri
waktu haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari
dismenorea ini tidak diketahui secara pasti tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang
endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Jika kista
endometriumnya besar dan terdapat perlengketan ataupun jika
lesinya melibatkan peritoneum usus, keluhan dapat berupa nyeri
abdomen bawah atau pelvis yang konstan dengan intensitas yang
berbeda-beda (Smeltzer, 2002)
b. Dispareunia
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena
adanya endometriosis di kavum douglasi.
c. Nyeri pada saat defekasi / Diskezia
Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid disebabkan
oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid
(Prawirohardjo, 2010).
d. Gangguan Haid (Polimenorea dan hipermenorea)
3. Tanda
Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang
terfiksasi ke belakang, terdapat benjolan pada ligamentum
sakrouterina dan dalam kavum douglasi, massa adneksa yang
asimetris, dan nyeri pada pemeriksaan bimanual. Luka yang terlihat
pada pemeriksaan speculum adalah sangat menunjukan
endometriosis, dan jika ada harus dilakukan pemeriksaan biopsy
(Wiknjosastro, 2006).
4. Faktor Predisposisi
Faktor yang dapat menimbulkan endometriosis adalah (Manuaba, 2010):
1) Menarche lebih dini meningkatkan endometriosis Gangguan
outflow darah menstruasi
2) Gangguan outflow darah menstruasi
Regurgitasi darah menuju peritoneum
F. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan dipastikan dengan pemeriksan laparoskopi. Secara klinis
endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang pelvis atau kista
ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan
diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnosa yaitu
dengan melakukan pemeriksan laparoskopi untuk melihat luka dan
mengambil specimen biopsy. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bisa
membantu untuk menilai massa dan bisa menduga adanya endometriosis.
Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada penderita endometriosis
tetapi juga meningkat pada infeksi radang panggul, mioma, dan trimester
awal kehamilan. Apabila CA125 nilainya tinggi CA 125 > 65 mIU/ml saat
pasca operasi maka prognosis kekambuhannya akan tinggi. Adapun
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
a. Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan
diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke
rongga abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi
tampak pulau-pulau endometriosis yang berwarna kebiruan yang
biasanya berkapsul. Pemeriksaan laparoskopi sangat diperlukan untuk
mendiagnosis pasti endometriosis, guna menyingkirkan diagnosis
banding antara radang panggul dan keganasan di daerah pelviks.
Moeloek mendiagnosis pasien dengan adneksitis pada pemeriksaam
dalam, ternyata dengan laparoskopi kekeliruan diagnosisnya 54%,
sedangkan terhadap pasien yang dicurigai endometriosis, kesesuaian
dengan pemeriksaan laparoskopi adalah 70,8%.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Secar pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan adanya
endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah parametrium,
maka pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran sonolusen dengan
echo dasar kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk endometriosis
c. Magnetic Resonance Image
MRI dapat digunakan untuk melihat kista, massa ekstraperitoneal,
adanya invasi ke usus dan septum rektovagina.
d. Patologi anatomi
didapatkan adanya kelenjar dan stroma endometrium
(Smeltzer, 2002).
G. Klasifikasi Endometriosis
H. Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri, radang pelvic dengan tumor adneks dapat
menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar
endometriosis jarang terdapat perubahan berupa benjolan di cavum
Douglasi dan ligamentum sakrouterinum. Kombinasi adenomiosis
uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan.
Endometriosis ovarii dapat juga menimbulkan kesukaran diagnosis
diferensial dengan kista ovarium, sedang endometriosis dari
retrosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.
I. Penanganan
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan
saja, terapi hormonal, pembedahan, dan radiasi.
a. Pencegahan
Bila disminorea yang berat terjadi pada seorang pasien muda,
kemungkinana bermacam-macam tingkat sumbatan pada aliran haid harus
dipertimbangkan.kemungkinan munculnya suatu tanduk rahim yang
tumpul pada rahimbikornuata atau sebuah sumbatan septum rahim atau
vaginal harus diingat.dilatasi serviks untuk memungkinkan pengeluaran
darah haid yang lebih mudah pada pasien dengan tingkat disminorea yang
hebat.
Kemudian, adapula pendapat dari Meigs. Meigs berpendapat bahwa
kehamilan adalah pencegahan yang paling baik untuk endometriosis.
Gejala- gejala endometriosis memang berkurang pada waktu dan sesudah
kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang
endometriosis. Maka dari itu perkawinan hendaknya jangan ditunda terlalu
lama dan diusahakan secepatnya memiliki anak yang diinginkan dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian tidak hanya merupaka
profilaksis yang baik untuk endometriosis, melainkan juga mrnghindari
terjadinya infertilitas sesudah endometrium timbul.selain itu juga jangan
melakukan pemeriksaan yang kasar atau kerokan saat haid, karena dapat
mengalirkan darah haid dari uterus ke tuba fallopi dan rongga panggul.
b.Observasi
Pengobatan ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik
yang ringan. Pada wanita yang agak berumur, pengawasan ini bisa
dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah itu gejala-gejala
endometriosis hilang sendiri. Dalam masa observasi ini dapat diberi
pengobatan paliatif berupa pemberian analgetik untuk mengurangi rasa
nyeri.
c. Pengobatan simtomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti paracetamol 500 mg 3
kali sehari, Non Steroidal Anti Imflammatory Drugs (NSAID) seperti
ibuprofen 400 mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali
sehari. Tramadol, parasetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti
gabapentin.
d.Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan lingkungan
hormon rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah
menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik
mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan
endometrium yang normal ataupun jaringan endometriosis. Dengan
demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis yang baru
karena transport retrograde jaringan endometrium yang lepas serta
mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang
menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen atau tinggi
progesterone yang secara langsung dapat menyebabkan atrofi jaringan
endometriosis. Di samping itu, prinsip tinggi androgen atau tinggi
progesterone juga menyebabkan keadaan rendah estrogen yang asiklik
karena gangguan pada pertumbuhan folikel. Penanganan terhadap
endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis rendah. Kombinasi
monofasik (sekali sehari selama 6 – 12 bulan) merupakan pilihan pertama
yang sering dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan palsu
dengan timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang mengandung
30 – 35 μg etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa
menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan
itu sendiri adalah induksi amenorea, Dengan pemberian berlanjut selama 6
– 12 bulan. Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri panggul dirasakan
oleh 60 – 95% pasien. Tingkat kambuh pada tahun pertama terjadi sekitar
17 – 18%. Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan biaya lebih
rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa sangat membantu terhadap
penanganan endometriosis jangka pendek, dengan potensi keuntungan
yang bisa dirasakan dalam jangka panjang.
e. Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi.
Progestin bisa di anggap sebagai pilihan utama terhadap penanganan
endometriosis karena efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol, lebih
murah tetapi mempunyai efek samping lebih ringan daripada danazol.
Hasil dari pengobatan telah dievaluasi pada 3 – 6 bulan setelah terapi.
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti
dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30
mg per hari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan
pola perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3
bulan, juga efektif terhadap
penanganan rasa nyeri pada endometriosis. Pemberian suntikan
progesterone depot seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi
gejala nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin adalah peningkatan
berat badan, perdarahan lecut, dan nausea. Pilihan lain dengan
menggunakan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) yang mengandung
progesteron, levonorgestrel dengan efek timbulnya amenorea dapat
digunakan untuk pengobatan endometriosis. Strategi pengobatan lain
meliputi didrogestron (20 – 30 mg perhari baik itu terus-menerus maupun
pada hari ke 5 – 25)dan lynestrenol 10 mg per hari. Efek samping
progestin meliputi nausea, bertambahnya berat badan, depresi, nyeri
payudara, dan perdarahan lecut.
f. Danazol
Danazol suatu turunan 17 alpha ethinyltestosteron yang menyebabkan
level androgen dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah yang
rendah sehingga menekan berkembangnya endometriosis dan timbul
amenorea yang diproduksi untuk mencegah implant baru pada uterus
sampai ke rongga peritoneal. Cara praktis penggunaan danazol adalah
memulai perawatan dengna 400 – 800 mg per hari, dapat dimulai dengan
memberikan 200 mg dua kali sehari selama 6 bulan. Dosis dapat
ditingkatkan bila perlu unuk mencapai amenorea dan menghilangkan
gejala-gejala. Tingkat kambuh pada endometriosis terjadi kira-kira 5 –
20% per tahun sampai ke tingkat kumulatif yaitu 40% setelah 5 tahun.
Efek samping yang paling umum adalah peningkatan berta badan, akne,
hirsutisme, vaginitas atrofik, kelelahan, pengecilan payudara, gangguan
emosi, peningkatan kadar LDL kolesterol, dan kolesterol total.
g. Gestrinon
Gestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgen, antiprogestagenik,
dan antigonadotropik. Gestrinon bekerja sentral dan perifer untuk
meningkatkan kadar testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormon
Binding Globuline (SHGB), menrunkan nilai serum estradiol ke tingkat
folikular awal (antiestrogenik), mengurangi kadar Luteinizing Hormone
(LH), dan menghalangi lonjakan LH. Amenorea sendiri terjadi pada
50 – 100% perempuan. Gestrinon diberikan dengan dosis 2,5 – 10 mg, dua
sampai tiga kali seminggu, selama enam bulan. Efek sampingnya sama
dengan danazol tapi lebih jarang.
h. Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)
GnRHa menyebabkan sekresi terus-menerus FSH dan LH sehingga
hipofisa mengalami disensitisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH
mencapai keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium
tidak aktif sehingga tidak terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberikan
intramuskular, subkutan, intranasal. Biasanya dalam bentuk depot satu
bulan ataupun depot tiga bulan. Efek samping antara lain, rasa semburan
panas, vagina kering, kelelahan, sakit kepala, pengurangan libido, depresi,
atau penurunan densitas tulang. Berbagai jenis GnRHa antara lain
leuprolide, busereline, dan gosereline. Untuk mengurangi efek samping
dapat disertai dengan terapi add back dengan estrogen dan progesteron
alamiah. GnRHa diberikan selama 6 - 12 bulan.
i. Aromatase Inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18
estrogen. Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan dengan
gangguan organ reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan
mioma uteri,
d.Pembedahan
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek
endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri panggul, sebfertilitas, dan kista.
Pembedahan bertujuan menghilangkan gejala, meningkatkan kesuburan,
menghilangkan bintik-bintik dan kista endometriosis, serta menahan laju
kekambuhan. Pembedahan konservatif bertujuan untuk mengangkat semua
sarang endometriosis dan melepaskan perlengkatan dan memperbaiki
kembali struktur anatomi reproduksi. Sarang endometriosis dibersihkan
dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun laser. Sementara itu kista
endometriosis < 3 cm di drainase dan di kauter dinding kista, kista > 3 cm
dilakukan kistektomi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat.
Penanganan pembedahan dapat dilakukan secara laparotomi ataupun
laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan
lama rawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih sedikit
perlengkatan, visualisasi operatif yang lebih baik terhadap bintik-bintik
endometriosis. Penanganan konservatif ini menjadi pilihan pada
perempuan yang masih muda, menginginkan keturunan, memerlukan
hormon reproduksi, mengingat endometriosis ini merupakan suatu
penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung ganas, dan akan regresi
bila menopause.
Pembedahan Radikaldilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-
oovorektomi. Ditujukan pada perempuan yang mengalami penanganan
medis ataupun bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi
reproduksi. Setelah pembedahan radikal diberikan terapi substitusi
hormone.
e.Radiasi
Pengobatan ini bertujuan menghentikan fungsi ovarium, tapi sudah tidak
dilakukan lagi, kecuali jika ada kontraindikasi terhadap pembedahan
(Cunningham, 2005).
DAFTAR PUSTAKA