Anda di halaman 1dari 40

BAB II

PEMBAHASAN
A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan
berorientasi di bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak tepat
diatas fasia profunda dari diafragma urogenital. Permukaan anteriior
mengarah pada simfisis dan dipisahkan jaringan lemak serta vena
periprostatika. Pita fibromuskuler anterior memisahkan jaringan prostat dari
ruang preprostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari rektum oleh
lapisan ganda fasia denonvilliers.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan
ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara
embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1
buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Prostat dikelilingi kapsul
yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan serabut fibromuskular yang
merupakan tempat perlekatan ligamentum pubovesikalis. Beberapa ahli
membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior, medial, posterior, dan 2
lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari
jaringan glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona
besar: sentral (menempati 25 %), perifeal (menempati 70 %), dan transisional
(menempati 5%). Perbedaan zona-zona ini penting secara klinis karena zona
perifeal sangat sering sebagai tempat asal keganasan, dan zona transisional
sebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia.

4
Gambar: Pembesaran Prostat
Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk
prostat. Bagian proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian depan
prostat dan bersinggungan dengan kelenjar periutheral dan sfingter
preprostatik. Pada tingkat veromontanium, urethra membentuk sudut anterior
350 dan urethra pars prostatika distal bersinggung dengan zona perifal.
Volume zona sentral adalah yang terbesar pada individu muda, tapi dengan
bertambahnya usia zona ini atrofi secara progresif. Sebaliknya zona
transisional membesar dengan membentuk benigna prostat hiperplasia.
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui
potongan sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan
anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot
polos disekitar urethra proksial pada leher buli, dimana lembaran ini
bergabung dengan spinkter interna dan otot detrusor dari tempat dimana
dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung dengan striata yang
mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.

5
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-67 % dari
seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan
dibelakang verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral dan
zona perifer berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik
pertemuan urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh massa
prostat. Pada zona ini asiner banyak mengalami proliferasi dibandingkan
ductus periurethra lainnya.
2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan
mulai tumbuh pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini
mencapai ukuran makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam kuran ini
sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut pada beberapa pria
kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan dengan penurunan
pembentukan testosteron oleh testis.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu
dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase,
kalsium dan koagulasi serta fibrinolin. Selama pengeluaran cairan prostat,
kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama dengan vas deferens dan
cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen yang lainnya.
3. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra
(Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan

6
meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat.
Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi
atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra.
4. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
Dejong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total
5. Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003)
menjelakan bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam
hiperplasia prostat, seperti usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh
hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk
mensintesis protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel
prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena
berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa
suatu organ dapat membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi
sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.

7
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH
dapat menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan
timbulnya gejala LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria.
LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi,
nokturia, pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap
selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
6. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.

8
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih
tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli
balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot
dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih,
sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan
sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat,
nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi
dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox

9
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko
ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi
gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk
batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu,
stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005) .

7. Tanda dan gejala


Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas
sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus
mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu

10
miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen
karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi
(disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada
rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa
Tanda dan gejala dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh,
nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen
tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah
berkemih), retensi urine akut.

11
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah
ini :
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
1) Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
2) Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
3) Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
4) Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
5) Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur,
disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
1) Normal : Tidak ada sisa
2) Grade I : sisa 0-50 cc
3) Grade II : sisa 50-150 cc
4) Grade III : sisa > 150 cc
5) Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada
saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar
dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila
nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA

12
serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya
dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca
operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi
jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena
usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus
dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung
jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN,
kreatinin serum.
c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena,
USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume
BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos
dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-
belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan
besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan
batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal
apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP
untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.
Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah
isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya
tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk

13
melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai
residual urin.

9. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan
BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan
obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR
atau pembedahan terbuka.

14
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan
kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa
1) Mengharnbat adrenoreseptor α
2) Obat anti androgen
3) Penghambat enzim α -2 reduktase
4) Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,
divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang
dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis

15
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi diantara skrotum dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,
vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui
sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker
prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
b. Keperawatan
1) Pre operasi
a) Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL).
b) Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia.
c) Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax.
d) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8
jam. Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur

16
kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi
bicara untuk meminimalkan masuknya udara.
2) Post operasi
a) Irigasi/Spoling dengan Nacl
(1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
(2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
(3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
(4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
(5) Hari ke 4 post operasi diklem
(6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urin dalam kateter bening)
(7) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis < 50cc)
(8) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat
oral.
b) Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam
post operasi
c) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
d) Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
e) DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
f) Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
g) Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
h) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu

17
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
i) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
j) Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai
passien mencapai kontrol berkemih.
k) Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam
24 jam setelah pembedahan.
l) Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat
dan sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri.
Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan
vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.
B. Konsep Asuhan Keperawatan BPH
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH
adalah sebagai berikut :
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan
darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH
yang terjadi karena kekurangan volume cairan.

18
b. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan
yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental,
perubahan perilaku.
c. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami
oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam
memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih
inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria.
Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif
serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase
kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna
urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah,
perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna
keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut
terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada
postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
d. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari
anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual,
muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi
masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
e. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan
dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya
nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.

19
f. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat
penting untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian
paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi),
sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya
tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
g. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
h. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa,
kultur urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel
darah putih. Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar
hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)adalah sebagai berikut :
a. Pre operasi
1) Nyeri akut
2) Cemas
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4) Kerusakan eleminasi urin

20
b. Post operasi
1) Nyeri akut
2) Resiko infeksi
3) Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
4) Defisit perawatan diri

C. ASUHAN KEPERAWATAN BPH


1. Pengkajian
Nama Tn. W , Usia 71 th Jenis kelamin Laki-laki , Agama Islam, Status,
Menikah, Pekerjaan Petani, Alamat purwokerto selatan Diagnosa Medis:
Benigna Prostat Hiperplasia dan Pneumonia dd TBC.
2. Riwayat Kesehatan
TD:140/90, N 90x/m, S 35, RR:20x/m. Keluarga klien mengatakan
bahwa klien sering masuk ke rumah sakit sejak tahun 2010 dikarenakan
penyakit yang dialaminya sekarang, tetapi belum pernah mengalami
operasi sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga Keluarga klien
mengatakan diantara keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
dengan yang dialami klien saat ini atau pun penyakit keturunan seperti DM
dan hipertensi.
3. Pola Kesehatan Fungsional
a) Pemeliharaan kesehatan
- Klien dan keluarga menyatakan telah mengetahui sedikit
tentang penyakit BPH yang dialami klien.
- Keluarga mengatakan selama ini tidak ada tindakan khusus untuk
memelihara kesehatan anggota keluarganya, terkecuali klien
yang sering dilakukan kontrol setiap bulan terkait dengan penyakit
yang dialaminya.
- Keluarga menyetujui setiap tindakan yang berhubungan dengan
perawatan, pemeriksaan, dan penanganan intensif berkaitan dengan

21
proses penyembuhan klien setelah mendapatkan penjelasan dari
dokter dan perawat baik secara lisan maupun tulisan.
b) Nutrisi metabolik:
Intake Makanan:
- Sebelum sakit: makan 3 kali sehari, 8-10 sendok makan/hari,
menu: nasi dan sayur.
- Selama sakit: makan 3 kali sehari, 8 sendok makan/hari, menu:
nasi, sayur, dan lauk (diet rendah purin).
Intake Cairan :
- Sebelum sakit: air putih 7-8 gelas/hari.
- Selama sakit: air putih 5-7 gelas/hari dan infus RL 1500cc/hari.
c) Eliminasi:
1) BAB
a) Sebelum sakit: 1 kali/hari, lancar, feses lunak.
b) Selama sakit: 1 kali/hari, lancar, feses lunak.
2) BAK
a) Sebelum sakit: 2-3 kali/hari.
b) Selama sakit: terpasang kateter urin dengan urine out put 1000-
1500 cc/hari, warna urine: kuning jernih dan bau khas urin.
Setelah operasi, terpasang DC three way dengan urine out
put+irigasi NaCl 0,9% sejumlah 200cc pada 30 menit pertama
post operasi.
c) Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum *
Toileting *
Berpakaian *
Mobilitas di tempat tidur *
Berpindah *
Ambulasi / ROM *

22
0 : mandiri, 1 : dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 :
dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total
d) Pola Perseptual
1) Penglihatan: klien mampu melihat dengan jelas dalam
jarak maksimal 1m (visus: 1/6).
2) Pendengaran: klien kurang dapat mendengar dengan jelas.
3) Pengecapan dan pembauan: klien mampu merasakan dan
mencium bau dengan jelas.
4) Sensasi: klien dapat merasakan sensasi sentuhan, nyeri, dan
panas.
e) Pola Istirahat (Tidur):
1) Sebelum sakit : Tidur 1 kali, 7-8 jam pada malam hari.
2) Selama sakit: Tidur 2 kali, siang dan malam hari, total 8
jam/hari.
3) Malam hari sering terbangun dalam waktu yang lama
dikarenakan nyeri dan sulit untuk memulai tidur.
f) Pola Persepsi diri
1) Identitas diri
Klien adalah suami sekaligus ayah dari 6 orang anak. Klien
masih mengenali identitas dirinya (nama, jenis kelamin,
status, dll).
2) Harga diri
Klien tidak pernah merasa putus asa dalam
menghadapi masalah dan beliau adalah orang yang dihormati
oleh keluarganya.
3) Gambaran diri
Klien tidak pernah merasa sedih dan khawatir dengan
perubahan yang terjadi selama masa tuanya. Namun, klien
menjadi mudah sedih semenjak sakit.

23
4) Ideal diri
Klien memiliki keinginan untuk lekas sembuh dan
menikmati masa tuanya dengan tenang bersama keluarganya.
5) Peran diri
Klien berperan sebagai seorang suami dan ayah yang
membimbing keluarganya.
6) Status Kognitif
Mini Mental State Examination

Nilai Pasien Pertanyaan


Maks
Orientasi

5 Tahun, musim, tanggal, hari, bulan, apa sekarang?


5 Dimana kita (negara bagian, wilayah, kota ) di RS mana ?
Ruang apa?

Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan masing-masing)
tanyakan pada lansia ke 3 obyek setelah anda katakan.

Perhatian dan Kalkulasi


5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata “panduan”,berhenti
setelah 5 huruf
Mengingat
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas

Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 point)
Nilai : 30
g) Pola Peran dan Hubungan
Klien adalah seorang suami dan ayah dari 6 anaknya.
Hubungan klien dan keluarga cukup baik, begitu pun
hubungannya dengan masyarakat. Selama ini, klien tinggal

24
bersama dengan istrinya, namun anak-anaknya tinggal dekat
dengan rumahnya sehingga dapat sering bertemu dan
berkomunikasi. Masalah ekonomi, klien biasanya mencari
sendiri dari hasil tani dan terkadang anak-anaknya memberikan
tambahan pemasukan pada klien dan istrinya, terutama selama
klien sakit.
h) Pola reproduksi dan seksual
Klien memiliki 6 orang anak
i) Pola pertahanan diri/koping
Klien biasanya segera menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Selama sakit klien tetap tegar meskipun terkadang
merasa sedih melihat kondisi kesehatannya yang menurun.
j) Keyakinan dan Nilai
Klien beragama islam. Keluarga klien mengatakan tidak ada
keyakinan agama yang bertentangan dengan nilai-nilai
kesehatan. Keluarga tidak memiliki kepercayaan pada dukun
terkait kondisi kesehatannya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Composmentis dengan GCS = E4M6V5
b. Capillary Refill < 3 detik
c. Antropometri: TB: 167 cm, BB tidak terkaji dikarenakan pasien tidak
mengetahuinya dan harus bedrest saat pengkajian. LILA 25 cm
(Ambang batas LILA minimal 23,5).
d. Tanda vital
1) Pernafasan: 23 x/menit
2) Nadi : 90 x/menit
3) Suhu : 36 0 C
4) Tekanan darah: 130/70 mmHg
e. Head to toe
1) Kepala : Inspeksi: bentuk mesochepal

25
a) Rambut : Inspeksi: warna hitam dan beruban, lurus,
kusam, tidak berketombe,discharge (-),lesi(-).
b) Mata : Inspeksi: Pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, katarak (-), glaukoma (-), dan penglihatan sedikit
kabur.
c) Hidung : Inspeksi: bentuk simetris, polip (-), sekret (-), napas
cuping hidung (-), epistaksis (-).
d) Mulut : Inspeksi: membran mukosa kemerahan, sianosis (-),
lidah tidak kotor, stomatitis (-).
e) Telinga : Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada serumen, cukup
bersih, pendengaran berkurang.
2) Leher
Inspeksi: tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
3) Thorax :
a) Paru-paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding
dada.
- Palpasi : ekspansi paru simetris, fremitus taktil redup.
- Perkusi : redup.
- Auskultasi: wheezing (+), ronchi (+).
b) Jantung :
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat.
- Perkusi: terdapat pembesaran jantung.
- Auskultasi: S1>S2, murmur (+), S3 (-).
4) Abdomen :
- Inspeksi : tidak ada luka, perut cembung, kembung (-)
- Auskultasi: bising usus 12 x/menit.
- Palpasi : ascites (-), massa (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba.

26
- Perkusi: hipersonor.
5) Punggung :
Inspeksi: tidak ada lordosis, kifosis maupun skoliosis.
6) Genetalia :
Inspeksi: tidak ada kelainan, lesi (-), terpasang DC three way,
terlihat rembesan darah pada balutan yang keluar dari ujung penis
(urethra).
7) Ekstremitas
Inspeksi: terpasang infus RL pada tangan kiri, oedema (-),
varises (-), kekuatan motorik : 5|5 dan 4|4
8) Kulit: warna sawo matang, tidak anemis, kulit keriput, lesi (-).

27
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 4,4 (103/uL) 4-11
LYM# 1,3 (109/L) 0,8-4
MXD# 0,5 (109/L) 0,2-0,7
Neut# 2,6 (109/L) 1,56-6,13
LYM% 29,6% 25-40
MXD% 12,1% 3-10
Neut% 50,3% 50-70
RBC 4,34 (103/uL) 3,8-5,2
HGB 11,6 g/dL 13,2-17,3
HCT 37,1 % 40-52
MCV 85,5 fL 80-100
MCH 26,7 pg 26-34
MCHC 31,3 g/dL 32-36
RDW-SD 50,9% 37-50
PLT 190 (109g/L) 150-400
MPV 8,3 fL 9-13
PDW 10,0 fL 9-17
P-LCR 14,5% 13-43
CT 4.30 2-5
BT 4.00 3-5
Glukosa 112 mg% 100-150
Albumin 3,2 gr% 4-5
Total Protein 6,7 gr% 6,6-8,7
Ureum UV 24,9 mg% 10-50
Creatinin 1,26 mg% 0,5-1,9
Asam urat 8,8 mg/dL 3-7

6. Terapi post operasi :


a. IVFD RL 20tpm

28
b. Irigasi bladder nacl 0,9 % (H0-1: drip guyur, H-2: 60 tts/menit, H-3: 40
tts/menit, hari selanjutnya intermitten).
c. Injeksi : Ketorolac 2x30 mg, Ranitidin 2x25 mg, dan Ceftriaxon
1x1gram.
d. Obat per oral : Allopurinol 2x100mg, Doxycycline 2x100 mg,
methylprednisolone2x4.
7. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Pasien Agen injuri fisik Nyeri akut
menyatakan daerah bekas
operasi terasa nyeri
terutama saat ditekan atau
bergerak.
- Pasien tampak menahan
nyeri
DO :
P: Cedera jaringan,
Q: nyeri terlokalisir,
R: Suprapubik,
S: nyeri berat dengan
skala 8, T: tak menentu,
nyeri
bertambah saat
bergerak/ditekan/batuk.
- Tanda-tanda vital :
TD : 130/70 mmHg
Suhu : 36 0C
Nadi : 90 kali/mnt
RR : 23 kali/mnt

29
2 DS : Klien mengatakan Obstruksi Retensi urine
BAK Menentes, nyeri, anatomic
tidak tuntas,
mengejan saat BAK,
DO :
- Terpasang DC three
way, terlihat rembesan,
distensi kandung kemih
teraba
- Tangan kiri terpasang
IVFD RL 20 tpm
3 DS : PK :
DO : Balutan area Perdarahan
terpasangnya DC three
way terdapat rembesan
darah (darah keluar dari
urethra).

8. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen injury fisik
b. Retensi urine b.d obstruksi anatomic
c. PK : perdarahan.

30
9. Intervensi Keperawatan
No DX Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria hasil
1 Nyeri NOC : Pain - Dapat
akut Setelah management dijadikan bahan
berhubung dilakukan - Kaji evaluasi awal
an dengan tindakan pengalaman untuk
agen keperawatan nyeri pasien penanganan
injuri selama sebelumnya, nyeri saat ini.
fisik 3 x 24 jam, gali - Intensitas
:pembedaha nyeri pengalaman dari nyeri dan
n hilang/terkend klien tentang ketidak
ali dengan nyeri dan nyamanan
skala : tindakan apa harus dikaji
1 = Konsisten yang dilakukan dan
menunjukkan klien untuk didokumentasik

2 = Sering mengatasinya. an

3 = Kadang- - Kaji setelah

kadan intensitas, prosedur yang

4 = Jarang karakteristik, menyebabkan


onset, durasi nyeri dengan
5 = Tidak
nyeri. beberapa hal
pernah
- Kaji baru tentang
ketidaknyaman nyeri dan
an, gambarkan interval dari
pengaruh nyeri.
terhadap - Minimalisasi
kualitas pengaruh

31
istirahat, tidur, eksternal
ADL. mampu
- Kaji membantu klien
penyebab dari untuk
nyeri mengatasi nyeri
- Monitoring dan mencegah
vital sign timbulnya

- Monitoring nyeri.

respon - Mengetahui
verbal/non intervensi yang
verbal akan dilakukan

- Atur posisi - Peningkatan


yang senyaman tanda-tanda
mungkin, vital
lingkungan mengindikasika
nyaman, n
kurangi adanya tingkat
stimulan. nyeri
Pain control : - Indikator
- Ajarkan adanya nyeri
teknik - Lingkungan
relaksasi/distra sangat
ksi berpengaruh
terhadap
suasana hati,
suasana hati
berkaitan erat
dengan tingkat
nyeri

32
- Penggunaan
teknik non
farmakologi
(seperti
relaksasi,
guided imagery,
terapi musik,
distraksi,
massage,
aplikasi panas-
dingi)
diharapkan
pasien tidak
tergantung
dengan obat-
obatan sehingga
pasien bisa
melakukan
manajemen
nyeri dengan
mandiri.
- Analgetik
sangat
diperlukan
kondisi nyeri
yang berat dan
tidak
tertahankan
2 Retensi NOC : Setelah - Kaji haluaran - Retensi
urine dan dapat terjadi

33
Urine dilakukan system karena edea
drainase, - area bedah,
tindakan
khususnya bekuan
keperawatan selama irigasi darah, dan
berlangsung spasme
selama
kandung
3 x 24 jam, - Bantu pasien kemih
pasien akan memilih
menunjukkan posisi normal - mendorong
pengendalian untuk pasase urine
Menunjukkan berkemih dan
perilaku yang menngkatka
meningkatkan - Perhatikan n rasa
control waktu, normalitas.
kandung jumlah
kemih/urinaria berkemih dan - kateter
, pasien ukuran aliran biasa lepas
mempertahank setelah 2-5 hari
an kateter setelah
keseimbangan dilepas bedah, tetapi
cairan berkemih
- Anjurkan dapat
klien untuk berlanjut
latihan sehingga
bladder menjadi
training masalah
untuk
- Anjurkan beberapa
pemasukkan waktu
cairan 2- karena
edema
- 2,5 liter / hari uretral dan
jika tidak ada kehilangan
kontra tonus.
indikasi.
3 PK : NOC Kontrol - Mencegah
perdarahan Setelah perdarahan : komplikasi dini
dilakukan - Kaji keadaan : - Mengetahui
tindakan balutan luka perawatan
keperawatan operasi setiap lanjutan
selama pergantian shif - Mengetahui

34
3x24 jam - Jaga posisi status pasien
perawat kateter dan -
mampu drain tetap Meningkatkan
menghentikan aman dan pengetahuan
perdarahan bersih pasien tentang
dengan skala : - Monitor vital tanda dan gejala
1 = Tidak sign setiap perdarahan
pernah pergantian shif sehingga
2 = Jarang - Jelaskan komplikasi

3 = Kadang- tentang tanda dapat di

kadang dan gejala minimalkan


perdarahan -
- Kolaborasikan Meningkatkan
untuk intake
pemberian diit nutrisi dan
tinggi kalori cairan pasien
tinggi protein
setelah pasien
sadar penuh
- Monitor tanda
dan gejala
perdarahan.

35
10. Implementasi dan Evaluasi
No DX Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri a. Mengkaji nyeri: S:
akut lokasi, 1. Pasien
berhubun karakteristik dan mengetahui
gan onset, durasi, penyebab nyeri
dengan frekuensi, dan karena operasi.
agen kualitas nyeri. Pasien
injuri b. Mengkaji 2. mengatakan
fisik pengalaman pernah
:pembedah nyeri pasien. mengalami nyeri
an c. Mengkaji abdomen bawah
penyebab nyeri sebelumnya.
pasien. Istirahat/tidur
d. Mengkaji kurang
pengaruh nyeri dikarenakan
terhadap nyeri.
istirahat dan O:
aktivitas pasien. Skala nyeri: 7,
e. Mengajarkan ekspresi wajah
teknik napas menahan nyeri (+),
dalam untuk posisi tubuh
mengurangi melindungi bagian
nyeri. nyeri (+), TD: 130/70
Mengkaji mmHg, N:90x/menit,
respon RR:

36
pasien 23x/menit, t:
menggunakan 35,9oC.
teknik napas Pasien terlihat
dalam. menggunakan napas
f. Memberikan dalam untuk
posisi yang mengurangi nyeri.
nyaman untuk A: Masalah teratasi
pasien (posisi sebagian
semifowler). P: Intervensi
g. Melakukan dilanjutkan
bladder trening
- Kaji skala
h. Mengukur TTV
nyeri
i. Memberikan
- Kaji pengaruh
injeksi ketorolac
nyeri
30 mg dan
terhadap
ranitidin 25 mg
istirahat/tidur
- Berikan
injeksi
ketorolac 2 x
30 mg sesuai
intsruksi
dokter.
- Monitor
TTV.
- Ciptakan
lingkungan
yang nyaman.
- Motivasi
pasien untuk

37
meningkatkan
istirahat/tidur.
2 Retensi Urin a. Mengkaji S: klien mengatakan
haluaran urine
dan system sekarang merasa lega
drainase, , klien mengatakan
khususnya
selama irigasi sakit pada kandung
berlangsung kemih berkurang,

b. Membantu klien mengatakan


pasien memilih agak sakit pada
posisi normal
untuk berkemih saluran kencing
O: klien tampak
c. Memperhatikan
waktu, jumlah rileks, urin keluar
berkemih dan berwarna kuning
ukuran aliran
setelah kateter keemasan jenih tidak
dilepas menggumpal

d. Menganjurkan A: Masalah teratasi


klien untuk sebagian
latihan bladder
training P: Intervensi
dilanjutkan
e. Menganjurkan
pemasukkan
cairan 2-2,5 liter
/ hari jika tidak
ada kontra
indikasi.
3 PK : a. Menjelaskan S : Nyeri berkurang,
Perdarahan pada keluarga sudah bisa merasakan
dan pasien tanda ingin pipis
dan gejala O :
perdarahan. 1. Terpasang DC,
b. Menjaga posisi bersih, 700cc,
kateter dan drain jernih kemerahan.

38
tetap aman dan 2. Drain luka
bersih. operasi, bersih,
c. Edukasi 20cc, warna
keluarga klien merah.
lagi tentang 3. TD: 130/70
bledder mmHg,
tranning. N:90x/menit, RR:
d. Melakukan 23x/menit, t:
bledder 35,9oC.
tranning. 4. Terlihat rembesan
e. Mengukur TTV darah pada
balutan ujung
penis.
A : Masalah PK:
Perdarahan teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan:
- Monitor tanda
dan gejala
perdarahan
- Monitor Hb
post operasi
- Monitor TTV
4 Nyeri a. Mengukur TTV S: Pasien
akut b. - Mengkaji mengatakan nyeri
berhubunga nyeri: lokasi, berkurang, nyeri
n dengan karakteristik dan masih sering
agen injuri onset, durasi, muncul

39
fisik frekuensi, dan dan bertambah jika
: kualitas nyeri. batuk/gerak/ditekan.
pembedaha c. Mengkaji Pasien dapat
n pengaruh nyeri istirahat/tidur
terhadap 4 jam, sudah bisa
istirahat/tidur. merasakan sesnsasi
d. Ganti linen ingin pipis
e. Memberikan O:
injeksi ketorolac Skala nyeri: 3,
30 mg dan ekspresi wajah
ranitidin 25 mg menahan nyeri (-),
f. Memotivasi posisi tubuh
pasien untuk melindungi bagian
istirahat. nyeri (-), TD:
g. Memberikan 120/70 mmHg, N:
injeksi ketorolac 84x/menit, RR:
30 mg dan 23x/menit, t: 36oC.
ranitidin 25 mg Linen bersih dan
h. Mengukur TTV lingkungan
i. Menciptakan mendukung untuk
lingkungan yang istirahat pasien,
nyaman untuk perdarahan
pasien. berkurang
j. Melatih bladder A: Masalah teratasi
trening sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan
- Kaji skala
nyeri

40
- Kaji pengaruh
nyeri terhadap
istirahat/tidur
- Berikan
injeksi
ketorolac 2 x
30 mg dan
ranitidin 2x
25 mg sesuai
intsruksi
dokter.
- Motivasi
untuk
menggunakan
teknik napas
dalam dalam
manajemen
nyeri.
- Monitor
TTV.
- Ciptakan
lingkungan
yang nyaman.
- Latih bladder
tranning.
5 Retensi a. Mengkaji S : klien mengatakan
haluaran urine
urine dan system sekarang merasa lega
drainase, , klien mengatakan
khususnya
selama irigasi sakit pada kandung
berlangsung

41
kemih berkurang,
b. Membantu
klien mengatakan
pasien memilih
posisi normal agak sakit pada
untuk berkemih
saluran kencing
c. Memperhatikan O: klien tampak
waktu, jumlah
berkemih dan rileks, urin keluar
ukuran aliran berwarna kuning
setelah kateter
dilepas keemasan jenih tidak
menggumpal
d. Menganjurkan
klien untuk A: Masalah teratasi
latihan bladder sebagian
training
P: Intervensi
e. Menganjurkan dilanjutkan
pemasukkan
cairan 2-2,5 liter
/ hari jika tidak
ada kontra
indikasi.
6 PK : a. Menjelaskan S : Nyeri berkurang,
Perdarahan pada keluarga sudah bisa merasakan
dan pasien tanda ingin pipis
dan gejala O :
perdarahan. 1. Terpasang DC,
b. Menjaga posisi bersih, 700cc,
kateter dan drain jernih kemerahan.
tetap aman dan 2. Drain luka
bersih. operasi, bersih,
c. Edukasi 20cc, warna
keluarga klien merah.
lagi tentang 3. TD: 130/70
bledder mmHg,

42
tranning. N:90x/menit, RR:
d. Melakukan 23x/menit, t:
bledder 35,9oC.
tranning. 4. Terlihat rembesan
Mengukur TTV darah pada
balutan ujung
penis.
A : Masalah PK:
Perdarahan teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan:
- Monitor tanda
dan gejala
perdarahan
- Monitor Hb
post operasi
- Monitor TTV

43

Anda mungkin juga menyukai